Wednesday, April 15, 2015

Princess Hours (JKT48 3rd Gen) - Chapter 6

Yang PH yang PH XDD
Wuih~ akhirnya di update juga.
Pada minta sih, yaudah ku apdet *lah gitu lolz

Yaudah, langsung aja. Maaf kalo ada typo-typo, gak kubaca ulang. Bosen *lah?! Lolz
Semoga ((memuaskan))
Princess Hours (JKT48)



Ciee pake foto AndElaine~~
tanda ada AndElaine moment disini? Baca aja elah :v
Chapter 6
Waktu berganti, pagi hari tiba. Matahari cerah dan lembutnya embun pagi seperti Dhike *apaan?! salah! Bukan!* telah menyambut Elaine yang tengah bersiap tentunya untuk menghadapi kuliah hari ini. Seperti biasa, ketiga remaja cucu Wicaksono itu menuju ke ruang makan setelah selesai dengan persiapan mereka masing-masing.
Namun ada yang berbeda. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, sang kepala utama keluarga Wicaksono telah menanti dan duduk di kursi makannya. Sebagai yang paling pertama tiba, Elaine terlihat ragu untuk masuk. Boro-boro mendekati meja makan, masuk saja ragu apalagi saat ia melihat sosok Pak Ajisapto.
Memang beliau baik pada Elaine, tapi tetap saja, aura beliau saat duduk diam dan menatap Elaine tajam seperti itu menusuk diri Elaine. Elaine melangkahkan kakinya perlahan dan begitu pelan. Sampai-sampai seseorang berjalan menyenggolnya. Untung saja gadis kecil itu tidak terjatuh. Lagi, Elaine memperhatikan punggung bidang orang yang menabraknya itu yang kini sudah duduk di kursinya.
Pemuda itu menatap balik Elaine dengan tatapan tajam, tidak menusuk tapi tetap saja membuat Elaine memikirkannya.
“Andrew!” Bentak Pak Ajisapto.
“Maaf.” Ucap Andrew datar saja.
“Ayo, Elaine duduklah.” Elainepun mempercepat langkah kakinya, Elaine terlihat ragu untuk duduk di kursinya. “Kalian gak ada masalah, kan?” Elaine hanya menatap Pak Ajisapto, bingung menjawab apa.
“Kita gak ada apa-apa, kok, Kek.” Jawab Andrew.
“Lalu apa yang kamu lakukan kemarin? Apa kamu sudah minta maaf?”
“Hah? Buat apa sih, Kek?”
“Buat apa? Menurut kamu?!” Andrew diam, wajahnya terlihat bete. “Andrew!!!”
GREKK!! *ini ceritanya bunyi kursi di geser keras (?) gitu, udah ngertilah maksud gw kan? Kalau gak, de el #dzigh
Andrew tiba-tiba bangkit dari duduknya. “Aku gak mood makan. Makasih.” Ucap Andrew tanpa menatap sang kakak, Andrew menatap tajam sekilas pada Elaine –yang masih berdiri di belakang kursi makannya- lalu pergi keluar ruangan itu setelah melewati Nino yang baru datang. Nino menatap Elaine yang hanya bisa diam dan melihat kepergian Andrew yang pergi dengan amarah. *yang meletup-letup seperti popcorn~ paan?
Suasana makan pagi itu terasa hening, hening yang mencekat. Elaine terasa tidak nafsu untuk makan. Dia memikirkan... Andrew? Ya, dia memikirkan pemuda itu. Bukan, bukan berarti Elaine menyukai Andrew, hanya saja Elaine masih dibuat penasaran dengan… hubungan Andrew dan Senna. Nino hanya diam memperhatikan gadis yang makan begitu lambat tidak seperti biasanya *biasanya lahap kek orang kelaperan* Begitu pula sang kakek, diam memperhatikan perkembangan ketiganya.
Akhirnya, sarapan pagi itu selesai…
Sebenernya ini bukanlah pertama kalinya Nino dan Elaine hanya berdua saja berangkat ke Universitas mereka. Namun, rasanya ada yang berbeda. Bukan saja karena ‘insiden’ di ruang makan pagi tadi. Tapi, juga sikap Elaine. Memang, selama ini bila mereka hanya berdua, keduanya juga hanya diam dan bicara seperlunya, seadanya, seiritnya kaya lagi hemat bbm.
Tapi, Elaine suka mengisi keheningan di dalam mobil itu. Dengan suara makanan yang dikunyahnya atau dengan suara kecilnya saat menyanyikan lagu yang di putar di dalam mobil.
“Kalian gak apa-apa, kan?” Tanya Nino memecah keheningan.
Elaine yang sedari tadi memandangi pemandangan di luar jendela mobil, menatap sekilas dan tersenyum kecil pada Nino. “Baik-baik aja, kok.” Elaine kembali memandangi jalanan di luar sana.
Elaine tidak tahu kenapa dia segitu penasaran dan kepikiran mengenai hubungan Andrew dan Senna. Apa karena Andrew –dan Nino- yang kini menjadi tunangannya mengenal Senna yang dulu pernah menjadi cinta monyetnya? Iya, bagi Elaine masa-masanya dengan Senna itu hanya cinta monyet.
Nino hanya bisa menghela nafasnya pelan, dia tahu apapun yang terjadi antara Andrew dan Elaine bukanlah urusannya. Nino hanya sedikit khawatir dengan keadaan mereka, bukan karena Nino menyukai Elaine. Semenjak awal Nino menganggap gadis kecil ini lebih seperti adiknya. Tapi, Nino tidak mau munafik, mungkin saja rasa itu bisa berubah jadi suka dan berakhir cinta.
Tapi, sekali lagi. Pikirannya menguatkannya, pikirannya mengatakan hatinya masih terjebak dan terkunci oleh senyuman manis gadis yang sampe sekarang masih menjadi pemandangan indahnya. Nino tersenyum tipis, matanya menutup, membiarkan lantunan music dari player di mobilnya yang sedang memutar lagu ‘Rahasia Hati’ dari Element memasuki gendang telinganya.
Waktu terus berlalu~
Dan tak kusadari yang ada hanya, aku dan kenangan~
Masih teringat jelas, senyum terakhir yang kauberi untukku.
Mungkin tidak pas, tapi lagu itu memutar kembali sebuah memori di kepala pemuda itu. Sebuah memori yang begitu melekat dan tak terlupakan… *ah bilang aja lu males nyari lagu yang pas! LOLZ
-Flashback-
Nino berjalan pergi tinggalkan sebuah gedung besar dimana sedang berlangsungnya sebuah pertemuan dan perkumpulan. Nino yang masih anak SMA saat itu tentunya merasakan bosan berada di tengah-tengah orang dewasa yang obrolannya tak jauh-jauh dari Bisnis, Politik dan sebagainya.
Nino berjalan sambil menikmati setiap udara yang dihirupnya. Taman bunga indah *bukan indah jeketi ya :v* yang berada -cukup jauh sebenenarnya- di belakang gedung itu menjadi tempat yang cukup menenangkan hati Nino. Tapi, bukanlah bunga-bunga atau kupu-kupu yang mencuri perhatiannya, melainkan…
Gadis berbalut dress ungu muda yang ada di tengah padang bunga itu. Gadis yang bagaikan sedang menari-nari dan terlihat begitu riangnya memainkan DSLR ditangannya. Begitu terlihat fokus mengambil gambar objek-objek kecil yang ada di sekelilingnya. Gadis yang terlihat begitu manis, rambut hitamnya yang di gerai tidak mengganggu dirinya saat mengambil foto.

CKREK! CKREK! CKREK!
3 kali *aja biar kek lagu dek idol* bunyi terdengar dari DSLR gadis itu saat dia mengambil gambar, senyum manis terpampang dari wajah manisnya. Gadis itu terlihat puas dengan hasil yang diambilnya itu. Senyuman manis yang benar-benar terukir di kepala Nino. Membuat remaja tampan itu menampakkan ekpresi lain untuk pertama kalinya. Nino bagaikan di paku di tempat, diam mematung dengan mulut yang tanpa disadarinya terbuka.
Gadis itu terus sibuk dengan ‘mainan’nya, sampe sudut matanya menyadari dan mendapati ada orang yang berdiri di sana memperhatikannya. Gadis itu menengok ke arah kiri, reflek Nino langsung membalikkan badannya. Bodoh. Nino merasa bodoh dengan yang dilakukannya. Tapi, gadis itu tidak ambil pusing dan kembali melanjutkan kegiatannya, sampai seseorang terlihat berlari ke arah mereka dengan terburu-buru dan memanggil gadis itu…
“Nona muda Shania! Maaf! Tuan besar memanggil Nona.” Ucap bapak-bapak berpakaian formal itu dengan sedikit ngos-ngosan.
Nino melirik sedikit pada gadis yang masih berdiri di tengah padang bunga itu. Gadis yang dipanggil ‘Nona muda Shania’ itu terlihat menggerutu dan bete. Lalu menghembuskan nafasnya. Dengan langkah kaki yang terlihat berat mulai melangkah tinggalkan bunga-bunga cantik yang sebenarnya kalah cantik dari dirinya itu.
Wangi Vanilla yang khas dari tubuh gadis itu semakin tajam tercium oleh Nino saat dirinya di lewati oleh gadis itu.
“Tadi aku diusir. Sekarang dipanggil lagi!” Kesal si gadis pada orang yang memanggilnya.
“Tuan besar akan pulang, Nona.” Jelas bapak itu lagi, yang sepertinya mungkin pelayan atau pegawainya? Entahlah.
Gadis itu kembali berjalan, namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Dia menengokkan kepalanya, menatap sekilas pada Nino dan tersenyum manis pada cowok yang menatapnya dengan wajah bodohnya itu.
“Ayo, Nona.”
“Iya, Pak.”
Nino terus memandangi kepergian gadis itu, dia terus terdiam di tempatnya. Beberapa menit berlalu, untuk pertama kalinya Nino merasakan hal aneh seperti itu.
Ya, aneh. Karena senyuman itu, melekat hingga saat ini…
-Flashback End-
“Nino.” Panggil Elaine pelan, sadarkan pemuda itu dari lamunannya. Ninopun membuka matanya. Wajah lucu Elaine diperlihatkan gadis itu saat ‘menyadarkan’ Nino. “Udah sampe, aku duluan ya.” Nino hanya mengangguk dan memperhatikan kepergian gadis kecil itu.
Kini pemutar music di mobilnya sudah tidak lagi menyetel lagu yang sama dan telah berganti. Ninopun melangkah turun dari mobil mewahnya, berjalan mengarungi samudera fansnya *paan?!*, memandangi sekitarnya. Tidak ada yang berubah tetap sama…
Ya, tetap sama. Seperti gadis yang berdiri tidak jauh di depannya. Sama seperti pertemuan pertama mereka, masih sibuk dengan mainannya yang telah di upgrade. Tiba-tiba gadis itu menolehkan kepalanya menatap Nino. Yang tidak seperti dulu, Nino kali ini berani menatap balik gadis itu. Mereka hanya saling pandang dalam diam sampai seseorang memanggil nama gadis itu.
“Gre!!” Panggil Sofia yang terlihat sedang bersama Cesen. Gadis itu, ya Gracia langsung melihat ke arah kedua sahabatnya dan berlari ke arah mereka, meninggalkan Nino.
Meninggalkan Nino yang hanya bisa tersenyum tipis. Rasanya kebetulan ini, ahh tidak takdir Tuhan ini mengerikan. Bagaimana gadis yang mencuri perhatiannya itu ternyata adalah sahabat karib dari gadis yang kini berstatus tunangan dengannya –atau dengan Andrew-. Masih menjadi misteri.
Bila aku, harus mencintai~
Dan berbagi hati. Itu hanya denganmu~

Ciee GreMids2-an :v
~~~
Hari kembali berganti, Elaine berjalan dengan takut-takut masuk ke dalam ruang makan keluarga Wicaksono. Lagi-lagi ada sang kepala keluarga disana, juga Nino yang sudah duduk. Terlihat keduanya menunggu kehadiran Elaine. Tapi, kemana Andrew?
Elaine, duduk di bangkunya. Memandangi makanan-makanan mewah dan sehat yang tersedia diatas meja itu. Lalu, menatap sang kakek.
“Maaf, Andrew dimana?”
“Biarkan saja anak itu. Lebih baik kita mulai sarapan.” Jawab sang kakek, Elaine hanya terdiam.
Gadis itu, tidak berani lagi menanyakan hal lebih, ketiganyapun memulai sarapan mereka. Dua puluh menit kemudia, ketiganya selesai. Setelah pamit dengan kakek mereka, Nino dan Elaine berjalan bersama menuju pintu depan rumah mereka.
“Elaine!” Panggil seseorang saat pelayan telah membukakan pintu mobil untuk Nino dan juga Elaine, keduanyapun berhenti.
Elaine dan Nino langsung saja menatap pada orang yang memanggil Elaine itu, terlihat Andrew sedang berdiri menyender sambil menyilangkan kedua tangannya di samping pintu utama rumah mereka.
“No, lo gak apa-apa kan kalau berangkat sendiri?”
Nino menatap Andrew, sedikit heran dengan maksud pertanyaan itu. “Silahkan.”
Elaine yang ada di tengah-tengah menatap keduanya bergantian. Sampai tiba-tiba Andrew menarik lengannya paksa menuju mobil pribadi Andrew yang terparkir tidak jauh di belakang mobil yang biasa mengantar mereka itu. Dari dalam mobil Nino terus menatap ke belakang dan melihat Andrew yang sedang memaksa Elaine untuk masuk dan duduk di kursi penumpang depan. Tak sampai 5 menit, mobil Andrew melaju kencang terlebih dahulu tinggalkan Nino.
Di dalam mobil BMW yang dikendarai Andrew itu, Elaine duduk meringis kesakitan. Ada bekas merah di pergelangan tangannya akibat cengkraman yang dibuat Andrew. Andrew disampingnya terlihat fokus menyetir. Sebenernya apa maksud Andrew? 5 menit.. 10 menit.. Elaine tidak berani bertanya atau berbicara, sampai akhirnya Andrew sendiri yang membuka mulutnya.
“Gw masih pengen tau soal lo dan Senna.” Elainepun menatap ke arah Andrew. Kenapa? Sebenernya kenapa Andrew segitu ingin tahunya soal dia dan Senna? Apa karena Andrew telah menyukai, lalu dia cemburu? Ahh tidak mungkin. “Lo bisa ngomong gak, sih! Gw tanya-”
“Kenapa? Kenapa segitu ingin taunya soal aku dan Senna?”
“Bukan urusan lo. Udah deh, mending lo cerita, karena gw, mau tau.”
“Untuk apa aku cerita masa lalu aku sama orang yang baru aku kenal.”
CKITT!! *ini ceritanya bunyi yg dihasilkan krn rem mendadak. Wk lol.
Tiba-tiba Andrew menghentikan mobilnya mendadak.
DUG!!
“Aw.” Elaine meringis pelan karena kepalanya terantuk kaca depan mobil karena rem mendadak tadi.
BUGH!!
Dengan kasar, Andrew mendorong tubuh Elaine dan lagi-lagi memepet tubuh gadis itu ke arah pintu mobil. Untungnya orang-orang yang lewat di sekitar tak bisa melihat ke dalam mobil, karena kaca mobil tersebut dibuat khusus. Jika mereka bisa melihat, dengan posisi seperti itu, keduanya –Elaine dan Andrew- pasti sudah dikira sedang melakukan hal yang iya-iya. *ala oknum Y
“Gw. Mau. Lo. Cerita.” Pinta Andrew lagi.
“Aku bakalan cerita. Tapi, untuk apa ceritain ke kamu, kalau aku gak tau alasannya kenapa kamu mau tau.”
Andrew berpikir sejenak. Benar juga. Diapun membenarkan posisi duduknya. Begitu juga dengan Elaine. Mereka saling berpandangan sesaat sebelum Andrew memejamkan mata dan memulai sebuah cerita….
~Andrew’s POV~
Gw, Senna, Nino juga Nadse itu sahabat sejak kecil. Hanya saja, kami baru satu sekolah saat SMA. Seperti biasa sepulang sekolah, kalau gak ada kegiatan, kami berempat kumpul di apartemen Senna-Nadse. Mereka memang tinggal di apartemen berdua doang. Pisah dari kedua orang tua mereka.
Persahabatan kami berjalan baik-baik saja. Walau orang tua kami rival bisnis, walau Senna-Nadse lebih muda dari gw dan Nino, tidak mempengaruhi serunya persahabatan kami. Sampe tiba-tiba, gadis itu muncul, merubah segalanya.
Sore itu kita kumpul kayak biasa. Gw dan Senna asik main PS dan Nino sibuk baca. Tiba-tiba, Nadse yang datang dari luar nyuruh kita berhenti.
“Guys, stop bentar dong. Kenalin nih.” Kami bertigapun berhenti dari kegiatan masing-masing dan menatap ke arah Nadse.
Ternyata, Nadse dateng sama cewek. Cantik. Mungkin masih lebih cantik Nadse. Tapi, ini beda. Entah kenapa gw merasa terbius. Senna yang gayanya slenge-an itu, langsung berdiri nyamber. Cih.
“Senna.” Senna memperkenalkan diri dengan sok kerennya.
Ninopun juga sudah memperkenalkan diri. Sementara gw? Masih duduk memegang stick PS dan melongo menatapnya.
“Drew, mau sampe kapan lo cengo disitu?” Panggil Nadse, sadarkan lamunan gw.
Akhirnya gw bangkit, memperkenalkan diri dengan grogi. “Andrew.”
Diapun tersenyum lalu menjabat tanganku. “Michelle.” Michelle, ya itu namanya.
“Ketemu sama Michelle dimana, Nads? Kok gak pernah kenalin ke gw?” Tanya Senna, jelas sekali mau mau modus.
“Waktu gw jalan di Paris. Males banget ngenalin ke lo! Ngurusin dua cewek Jakarta aja gak bener. Ini mau yang Limited Edition kaya Michelle.”
“Apasih Nads.” Michelle menyenggol tangan Nadse.
“Yaelah, gitu banget lu sama kakak lo.”
Mereka tertawa, entah karena apa. Karena pikiran dan mata gw fokus. Hanya fokus menatap cewek yang perlahan menghantui dan merasuki hati gw. Semenjak pertemuan itu, gw jadi deket sama Michelle. Emmh, sebenernya Michelle jadi deket juga sama yang lain. Cuma bedalah kalau sama gw.
Untuk pertama kalinya, gw merasakan sesuatu yang belum pernah gw rasain. Gw seneng kalau diperhatiin sama Michelle –walau bahkan cuman lewat chat atau social media-, gw suka waktu liat dia ngambek karena cemburu ngeliat kedekatan gw dan Nadse, gw suka cara dia sok cari perhatian gw dengan deket-deket sama Nino. Gw suka senyumnya, suaranya, matanya, gw suka semua tentang dia.
Sampe akhirnya, gw beranikan diri nembak dia. Perasaan takut akan ditolak, dan sebagainya bener-bener begitu terasa. Tapi di malam natal saat gw mengungkapkan semuanya, Michelle nerima gw. Dengan lembut, dia nyium bibir gw. Untuk pertama kalinya gw merasakan hal itu. Ya, memang dengan Michelle gw melakukan sesuatu yang serba pertama.
Dan diapun juga menjadi cewek pertama -di luar anggota keluarga gw- yang gw sayangi sampe… ya pokoknya like she was my everything. What she wants, what she needs, I’ll buy it *halah ini kok jadi bahasa Inggris* dia sakit, gw ngurusin, pokoknya gw berusaha supaya menjadi SuperMan buat dia.
Dan kedekatan juga hubungan gw dengan Michellepun di ketahui kedua orang tua kami. Entah siapa yang memulai, di otak mereka yang hanya ada bisnis, politik dan sejenisnya itu. Keluarga Wicaksono dan Kusnadi resmi mempertunangkan *bahasanya apa yang bener, sih?* gw dan Michelle.
Pertunangan itu tentunya juga membuat geger masyarakat, bagaimana tidak dua keluarga besar yang terpandang dan mempunyai pengaruh besar dipersatukan. Tentunya tidak ada penolakan dari gw ataupun Michelle. Apalagi saat pertunangan itu terjadi, hubungan kami sudah memasuki satu tahun. Remaja berusia 17 dan 15 tahun yang sedang di mabuk asmara. Hanya “aku, kamu, dan cinta” di otaknya.
Tapi, ternyata, kepercayaan gw selama ini dinodai…
Sore itu, gw dan Nino pergi ke Mall. Nino mau cari buku, sementara gw abis beli CD.
“Gw kesana ya, Drew.” Pamit Nino yang mau mencari buku.
Gwpun berjalan mengelilingi toko buku itu. betapa kagetnya gw, waktu ternyata gw disuguhkan dengan pemandangan Michelle dan Senna sedang bercanda tawa di depan rak komik. Bagaikan gak ada malu, Senna mengusap lembut kepala dan membenarkan rambut Michelle. Gw gak tau apa yang ada dipikiran Michelle, apa dia lupa sama gw?
Gw terus berdiri, diam memperhatikan. Sampe mereka dengan mesranya, bergandengan tangan berjalan ke arah gw dan tanpa dosa, seorang Senna tersenyum pada gw.
“Eh Andrew.” Panggilnya, tentu saja wajahku merah menahan amarah. Kutatap Michelle yang hanya menunduk, bukannya melepaskan genggaman tangan itu, keduanya masih terus bergandengan. “Jangan salah paham, Drew. Gw cuman nemenin Michelle--”
Aku tidak peduli alasan mereka, salah kalau gw cemburu? Akupun maju mendekati mereka, dan… nyaris saja memukul Senna. Beruntung dari belakang, Nino cegah gw.
“Drew, inget tempat. Semua mata nonton kalian. Kita selesaiin di tempat lain.” Ninopun menarik gw untuk pergi dari sana.
Di apartemen Senna yang emang gak jauh dari Mall, dengan bantuan Nino masalah itu selesai. Gw anggap gw emang terlalu cemburu. Tapi, hal itu kembali di lakukan keduanya. Ya, di belakang gw Senna dan Michelle kembali jalan di belakang gw. Geram dan emosi tentunya saat gw ngeliat mereka jalan bersama. Tapi, gw coba tahan.
Michelle dan Senna terlihat santai saja keduanya ketika mereka bersama di depan gw. Apa gw yang terlalu cemburu? Mungkin begitu, karena Michelle sama sekali gak masalah dengan kedekatan gw dan Nadse. Tapi, gw sama Nadse gak kaya dia sama Senna. Ahh.
Perlahan, akhirnya, kesabaran gw abis. Saat gw tau…
Suatu sore, gw main ke apartemen Nadse. Sendirian. Nino gak ikut. Sementara Michelle, dia mengikuti orang tuanya. Pergi ke Jepang. Urusan pekerjaan.
“Sepi amat Nads.” Panggilku pada Nadse yang sedang duduk nyemil sambil nonton TV itu. “Senna mana?”
Nadse menatapku sekilas. “Ke Jepang. Emang dia gak bilang sama lo?”
Deg. Senna ke Jepang? Kenapa berbarengan sama Michelle??
“Ngapain?” Gw lalu duduk di sebelah Nadse.
“Bilangnya sih ketemu nyokap gw. Gak taulah. Gak ngurusin.” Jawab Nadse yang masih serius dengan tontonannya.
“Pinjem HP lo dong.”
“Buat apaan?”
“Pinjem aja elah! Tenang aja gak gw ambil.” Nadse akhirnya memberikan HP berlogo Apel itu.
Gw buka akun instagram Nadse, langsung gw cari akun-nya Senna. Gak kaya kembarannya, Senna jarang update. Tapi, waktu itu sempet dia share foto sama Michelle. Scroll, scroll dan akhirnya dapet. Akun Michelle yang di tag Senna berbeda dengan yang akun Michelle yang gw tau. Saat gw cek akun itu, ternyata Nadse saling memfollow. Dan betapa kagetnya gw, saat isi di akun itu adalah foto-foto kemesraan Michelle dan Senna.
Foto paling atas adalah foto terbaru keduanya di teater NMB48. *Michelle kan wots* Scrool terus, scroll, ternyata begitu banyaknya foto mesra mereka. Mulai dari foto narsis sampai pelukan bahkan ciuman. Keduanya udah main di belakang gw sebegitu lamanya ternyata. Salah satu foto mesra keduanya yang di beri caption “My Boy” itu diambil mungkin hanya selang dua bulan dari tanggal jadian gw.

Anggep aja foto mesranya kek gini misal :'v
“Nads. Jawab gw jujur. Lo tau kalau Michelle sama Senna ada apa-apa?”
Nadse menatapku tajam. “Gw gak ngurusin dia, Drew.” Jawabnya lalu kembali menatap layar televise.
Kesal, gw tarik tangan Nadse. “Bisa kan perhatian gw dulu.”
“Apa-apaan sih, Drew?”
“Jawab gw. Sejak kapan? Apa lo tau? Dan kenapa gak bilang?”
“Iya, gw tau. Entah sejak kapan. Tapi, yang pasti itu bukan urusan gw. Jadi, buat apa gw bilang-bilang sama lo?”
“Lo?!”
“Apa, Drew? Gw udah bilang, kan. Mending lo sama gw dari dulu.” Nadse mengusap lembut pipiku, spontan kutangkis tangannya.
Tanpa kata, gw pergi tinggalkan Nadse.
Dua minggu kemudian, keduanya kembali ke Jakarta. Tentunya gw, Nino dan Nadse menjemput mereka. Michelle memeluk gw, serasa gak ada dosa. Saat Senna mau menyapa gw…
BUGH!
Tanpa ampun, gw pukul dia. Biarin orang mau ngeliatnya kaya gimana. Abis sudah kesabaran gw. Gw bener-bener membuat Senna babak belur. Kalau Nino gak ada disana, mungkin Senna udah gw bunuh. Hal itu sampe jadi berita, entah bagaimana Senna mengubah ceritanya jadi masalah persahabatan dan gak nyangkut pautin dengan Michelle. Namun, tetep aja berita itu kesebar. Sampe di telinga bokap dan kakek.
Setelah kejadian itu, gw merasa kehilangan semuanya. Yah, gw gak pernah ketemu lagi sama Nadse, Senna juga Michelle. Bukan cuman itu, sifat bokap dan kakek juga jadi berubah. Begitu juga sikap Nino. Gw mengerti sebenernya, nyokap Nino tak lama setelah itu juga terserang penyakit. Jadi Nino gak bisa ngurus gw. Yang berakhir merenggangkan kedetan gw sama dia. Dan akhirnya gw….
~Andrew’s POV End~
Andrew terdiam sejenak. “Kenapa gw jadi cerita semuanya?! Lo sengaja?!”
“Sama sekali gak. Maaf.” Elaine menunduk.
“Baiklah, giliran lo.”
Elaine menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya. “Senna dulu cinta monyet aku. Kejadiannya udah lama banget. Saat SMP.” Tiba-tiba Elaine menatap Andrew yang sedang memperhatikannya. “Andrew. Apa yang terjadi dengan aku, Gracia dan Senna sudah terjadi lebih dulu dibanding kejadian kamu dengan Michelle dan Senna.”
“Iya, terus?”
“Janji gak akan nyangkut pautin aku dengan Gracia ke masalah kamu?”
“Tergantung.”
“Andrew~”
“Apaan, sih?”
“Janji dulu?”
“Iya, tergantung.”
“And-”
“Apaan, nih?” Terlihat Elaine mengacungkan jari kelingkingnya. Andrew melirik sekilas ke arah Elaine. Jujur gadis disampingnya itu terlihat begitu imut. Entah mengapa membuat jantung Andrew berdebar.
“Pinky swear?” Pinta Elaine manja. Andrew menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu. Dengan ragu dan perlahan, akhirnya kelingking keduanya bertautan. Elaine tersenyum dan kembali melanjutkan ceritanya. “Aku dan Gracia mengenal Senna dari Nadse, dia teman sekelas kami.”
“Lalu?”
“Senna tampan dan ramah, siapa yang gak suka dan gak mau deket sama dia.”
“Cih. Ramah? Ramah dari Hongkong kali.” Komen Andrew yang diabaikan Elaine.
“Kami semakin deket. Setahun udah kenal, sampe suatu hari Senna nembak aku. Awalnya aku ragu. Tapi, akhirnya aku terima. Sebulan, dua bulan jadian. Akhirnya aku tau kalau sebenernya Senna dan Gracia ternyata pacaran udah lama.”
“Serius? Dari kecil aja udah brengsek.”
“Aku sama sekali gak tau, karena Gracia gak pernah cerita. Untungnya aku sama Gracia gak musuhan. Setelah kami lulus, kami gak bertemu lagi dengan Senna maupun Nadse. Graciapun memilih sekolah di SMA yang sama denganku. Kadang sih, kami masih contact-contact-an dengan Nadse. Tapi, gak dengan Senna. Begitulah.”
Keduanya terdiam setelah Elaine menyelesaikan cerita. Larut dalam pikiran masing-masing, sampe keduanya sadar dengan waktu yang terus berjalan. Andrewpun kembali menyalakan mesin mobilnya dan pergi menuju Universitas mereka.
Hari berganti, Nino yang tidak tahu ada apa, hanya bisa memandangi Andrew dan Elaine yang hanya diam saja. Memang sih, mereka selalu diam kalau di dalam mobil. Sama sekali tidak aneh. Hanya saja, Nino mereasa ada yang berbeda. Tapi, entahlah apa.
Satu jam kemudian, mereka tiba di kampus. Ada yang berbeda dengan suasana di depan Hall Universitas elit itu. Mobil merekapun harus susah payah melewati gerbang utama. Saat ketiganya turun, dengan begitu cepatnya para wartawan yang membanjiri lobby depan itu langsung menyerbu. Beruntung [ara bodyguard sudah bersiap dan melindung ketiganya.
Serentetan pertanyaan tetap diajukan para wartawan itu, entahlah apa. Elaine tak mampu mendengarkannya karena saking berisiknya keadaannya sekitarnya itu. Saat sudah selamat, Elaine langsung berlari menghampiri ketiga sahabatnya yang sudah menunggu.
“Ada apa kok rame banget?” Tanya Elaine.
“Katanya ada tunangannya Andrew.” Jawab Sofia.
“Bukannya tunangan Andrew itu Kwek, ya?” Tanya Cesen.
Elaine sendiri bingung siapa yang dimaksud ‘tunangan Andrew’ sampe suara seseorang berteriak mengisi lobby utama Universitas itu.
“Andrew!!” Teriak seorang gadis, spontan semua mata tertuju pada gadis itu, termasuk mata Andrew.
Andrew yang hanya bisa diam, membisu dan membeku di tempatnya. Andrew terlihat begitu kaget tidak percaya melihat sosok gadis yang berlari semakin dekat ke arahnya itu. Semakin dekat dan cuu~ perempuan itu mencium lembut bibir Andrew. Di depan Nino, di depan semua orang, termasuk di hadapan Elaine.
“Wow! Kissing live!” Komen Cesen
PLETAK!
Sofia memukul pelan tangan Cesen itu. “Aw! Sakit ih Sopia mah!”
Gracia yang berdiri di samping Elaine, menatap ke arah gadis yang entah kenapa diam saja. Mata Elaine yang sipit itu sedikit terbuka lebar, ada rasa perih di dadanya saat melihat adegan yang terjadi di hadapannya itu. Kenapa ada rasa tidak suka?
“Kwek.” Panggil Gracia pelan. “Kwek?” Sekali lagi. “Elaine.”
“Kita masuk, yuk.” Tanpa menatap pada ketiga sahabatnya. Elaine berjalan pergi, reflek Gracia langsung mengikuti, begitu juga dengan Sofia.
“Aduh, kapan ya bisa dicium gitu? Gw jadi mupeng deh Sof.” Ucap Cesen. “Sof? Kok lo diem aja sih?” Cesen melihat sekelilingnya, kosong. Tentu saja.
“Loh? Kok gw ditinggal?? Ahh Sofia!! Gracia!! Elaine!! Tunggu!!” Cesenpun berlari pergi tinggalkan lobby.
Sementara Andrew dan Nino masih diam di tempat. Andrew benar-benar diam membisu, membiarkan gadis di sebelahnya merangkul tangannya dan menebarkan senyum manisnya pada semua wartawan yang sedang merekam ‘kemesraan’ keduanya. Senyuman manis yang menunjukkan seolah semua ‘baik-baik saja’.
Kenapa? Kenapa gadis yang ingin dilupakan Andrew itu harus kembali?
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Siapa tuh yang dateng? Ah. Gancil!

Semoga bisa cepet updatenya lagi ya~ AHAHA SEMOGA *kabur
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

5 comments:

  1. Seru nih makin banyak masalah nya antara elaine dan andrew.
    Michelle balik lagi pasti mau ganggu hubungan andelaine nih. ciee elaine cemburu nih lele cium andrew.

    ReplyDelete
  2. Wah akhirnya PH update, makin bnyak masalahnya nih semngat ya kak rui nulisnya :D

    ReplyDelete
  3. senna kok kamvret sih?-___- semuanya diembat:((

    ReplyDelete
  4. ceritanye kereen dah kapan di lanjutin capter berikutnye ogut ude kagak sabar ni

    ReplyDelete
  5. ceritanye kereen dah kapan di lanjutin capter berikutnye ogut ude kagak sabar ni

    ReplyDelete