Ini dia part terakhir dari FF ini!! Cieeee~~ (?)
Prepare your tissue *eh
Oh iya, ada sepata dua patah kata dari si Kang Becak:
Mohon maaf untuk Nobi dan Ghaida Oshi. Karena membuat peran keduanya 'ngeselin' di FF ini. Mohon maaf kalau ada yang baper.
Oke
Happy Reading…
Love Story (BebNju) - Part 2
Kembali, kenangan buruk itu terlintas diwajah Shania, dia
membayangkan Ghaida adalah saeorang lelaki yang dulu mengkhianatinya, Nobi. Air
mata membasahi pipinya, dia tidak ingin berakhir ditempat ini.
The last chapter…
Dengan segenap tenaga didorongnya kencang tubuh Ghaida
lalu menendang sesuatu yang ada diantara selangkangannya. Membuat Ghaida
mengaduh kesakitan dan tersungkur dilantai, kesempatan itu diambil Shania untuk
segera melarikan dirinya
Dengan bertelanjang kaki dia meninggalkan rumah mewah itu,
berlari sekencang yang dia bisa meski gaun ketatnya menyusahkan dia untuk
melangkahkan kakinya selebar mungkin, dia terus berlari, berusaha menemukan
sebuah kendaraan untuk mengantarnya pulang ke appartemennya dan bertemu dengan
Beby. Ntah mengapa, Shania ingin berada dalam pelukan gadis yang
ditinggalkannya diclub tadi.
***
Beby turun dari mobil putihnya, dilangkahkanya kakinya dengan
gontai. Dia sudah berkeliling mencari Shania, pikirannya tidak karuan, dia
sangat mengkhawatirkan gadis itu. Untuk kesekian kalinya Beby menghela nafas
panjang, dia berjalan menunduk sambil meyakinkan hatinya bahwa Shania akan
baik-baik saja, dia akan menemukan gadis cantik itu sedang tertidur pulas
diatas ranjang raksasa berwarna pink miliknya. Dia terus meyakinkan dirinya
akan kemungkinan itu. Diedarkannya pandangannya dan menangkap sesosok perempuan
yang dicarinya sedari tadi sedang berjalan lunglai kearahnya tanpa mengenakan
alas kaki apapun
“Shaniaaa!” Beby berlari kearah gadis itu “kemana saja kau?!
Tidakkah kau tau bahwa aku sangat mengkhawatirkanmu?!” suara Beby meninggi,
Shania menatap sendu kedalam mata Beby, membuat Beby mengerutkan keningnya
“Shania, what happ-”
Shania memeluk erat tubuh Beby, disandarkannya dahinya dibahu
Beby, dia menangis, ini untuk pertama kalinya Beby melihat kerapuhan Shania,
untuk pertama kalinya dia mendengar suara pilu dari isak tangis gadis ini.
Perlahan didekapnya tubuh Shania, dielusnya punggung gadis itu
“jangan menangis…”
hanya itu kata-kata yang mampu diucapkannya. Shania melepas
pelukannya lalu menatap Beby dengan sangat lekat
“Beb… pernahkah kau merasa sangat kesepian?” Beby menghela
nafasnya mendengar pernyataan Shania “kesepian… menginginkan seseorang untuk
berada didekatmu?” Shania mengambil jeda sebelum kembali berucap “yang bisa
mengerti aku… jujur kepadaku… dan benar-benar mencintaiku” Beby mulai menangkap
maksud omongan Shania
“semua yang kau lakukan ini, tidak bisa membantumu keluar dari
penderitaanmu, rasa sakitmu yang dulu yang masih kau bawa hingga sekarang” Beby
menatap dalam mata Shania “kita… tidak sama” dia tersenyum, senyum yang
menyedihkan “you… feel hurt because of loving the man” Beby menghela nafasnya
untuk mengucapkan sebuah ucapan yang menariknya kembali kemasa lalunya yang
menyakitkan “ and me… feel hurt because of loving the girl”
“player sepertimu, bagaimana bisa merasakan sakit hati juga?”
Shania tersenyum mengejek, Beby membuang tatapannya, menggelengkan kepalanya
karena lagi-lagi Shania tidak mempercayainya
“ada masa dimana aku benar-benar mencintai seorang gadis yang
kemudian pergi meninggalkanku karena aku tak bisa diandalkan dalam beberapa hal
yang bisa dilakukan para lelaki. Sejak itu, aku… ingin mendapatkan keuntungan
dari para gadis, ingin untuk mendapatkan kebahagiaan dari bersenang-senang
dengan perasaan mereka. Tapi aku, aku tidak pernah mempunyai pilihan lain
selain membawa kebahagiaan kepada gadis-gadis itu” Beby menghela nafasnya
sejenak “kau harus mengerti bahagia seperti apa yang sebenarnya kau inginkan?
Aku tidak pernah merasa bahagia dengan mempunyai banyak gadis dimana-mana, dan
akhirnya aku menciptakan bahagiaku sendiri dengan cara membuat mereka bahagia”
Beby tersenyum, berusaha menahan airmatanya yang sudah menumpuk dipelupuk
matanya. Dia terkenang akan sebuah cerita pahit yang membuatnya menjadi seperti
saat ini.
“kalau begitu, bisakah Beby membawakan Shania kebahagiaan?”
Shania menatap Beby dengan wajah seriusnya. Beby tidak menjawab, dia hanya
menarik Shania kedalam pelukannya, membiarkan gadis itu merasa nyaman dalam
rengkuhannya
***
“sini…” Beby mengulurkan tangannya, Shania menyambutnya dengan
senang. Mereka sedang berjalan dipinggir pantai, tempat dimana Shania suka
menghabiskan waktunya ketika sedang merasa ingin sendiri
“kau suka pantai?” tanya Beby sambil berjalan pelan. Dilingkarkan lengannya
pada pinggang gadis itu, mereka berjalan beriringan.
“saaaaangat suka” Shania tertawa
“kalau begitu aku akan mengajakmu kesuatu tempat, ayo!” Beby
menarik tangan Shania, Shania dengan tanpa ragu mengikuti gadis didepannya.
Mereka berjalan kaki tidak begitu jauh, hingga sampai disebuah restoran pinggir
pantai yang tidak pernah didatangi oleh Shania, Shania melirik Beby, gadis itu
tersenyum lalu mengeratkan pegangan tangannya pada Shania. Mereka memasuki
restoran itu lalu Beby mengambil sebuah tempat duduk yang berada tepat dibagian
bibir pantai.
“duduk” kata Beby sambil terus menatap kearah laut luas yang
dihiasi semburat orange yang disebabkan oleh matahari yang hendak kembali
keperadabannya. Shania duduk disisi lain disebelah kiri Beby, Beby menatapnya
lalu tersenyum “duduklah disebelahku” katanya lagi sambil menduduki bangkunya,
Beby menggeleng merasa sedikit segan “banyak hal indah yang dapat kau lihat
bila kau berada disampingku” Beby berkata penuh makna sambil tersenyum, Shania
merasakan kehangatan dari senyum Beby. Gadis itu akhirnya memindahkan dirinya
kesamping Beby “see?” Beby menunjuk kearah laut lepas, Shania tertegun. Indah.
Fenomena yang jarang dia nikmati, meskipun dia begitu suka pantai, jarang
baginya dapat menikmati lukisan Tuhan saat matahari akan terbenam seperti ini.
Dengan perlahan Beby menggenggam tangan Shania.
“seharusnya kau memang selalu mempercayai omonganku” Beby
tersenyum, Shania mencibirnya
“kau sering kemari? Berapa orang gadis yang sudah pernah kau
ajak kesini?”
“you are the first one” Beby menatap tepat pada manik mata
Shania
“unbelieveable” Shania membuang pandangannya kelaut lepas
dihadapan mereka “setiap aku melihatmu, aku selalu mendapati gadis yang berbeda-beda
berada didekatmu”
“jangan menghakimiku seperti itu” Beby meregangkan lengannya
lalu perlahan meletakkannya dibahu Shania “kau selalu mencari cara untuk
mengusir kesepianmu, dan aku selalu mencari cara untuk mengusir kesepian
orang-orang karena dengan itu aku bisa merasa tidak kesepian. Mungkin karena
itu Tuhan mempertemukan kita” Beby terkikik
“terlalu berbelit-belit” Shania kembali mencibir, ditolehkannya
wajahnya kearah Beby, didapatinya Beby sedang menatap wajahnya dengan tatapan
yang sulit diartikan. Dia tersenyum, Beby membalas senyumnya. Mereka bahagia,
merasa sangat bahagia.
Jika dia bisa, dia ingin berada di waktu ini selamanya.
***
“ajari aku bagaimana caranya membuat kue yang lezat” Shania
mengaduk-adukkan adonan kue didalam wadah biru dihadapannya.
“satu yang harus menjadi kunci utamanya. Ketika kau memasak kue,
bayangkan bahwa kau akan memasak kue untuk seseorang yang sangat kau cintai dan
kau ingin membuatnya merasa bahagia karena telah mencicipi kue lezat buatanmu”
Shania mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Beby. Mereka mulai
membuat kue kering, Beby memilih resep yang ringan-ringan saja untuk mengajari
Shania. Toko kue miliknya sudah tutup beberapa jam yang lalu, namun Shania
memintanya untuk mengajarinya membuat kue, karena Beby adalah pakarnya.
Shania mencium pipi Beby saat gadis itu terlihat begitu serius
menekuri adonannya, Beby sedikit terkejut dengan perbuatan Shania, ditatapnya
gadis itu dengan ekspresi penuh tanya.
“kali pertama aku menemukan wajah seriusmu” Shania terkikik lalu
mengambil mixer dari tangan Beby dan mulai membuat adonannya.
“membuat kue sudah menjadi bagian hidupku, namun terkadang aku
lebih senang membuatnya sambil bersenandung dan menari-nari”
“kalau begitu tunjukkan padaku”
“tidak mau!”
“pelit” Shania menunjukkan ekspresi pout-nya
“kau mau aku melakukannya?” Shania mengangguk, Beby menunjuk pipinya
sendiri
“ih! Dasar tidak tau diuntung” Shania tertawa lalu mencium
kembali pipi kanan Beby. Kemudian gadis itu menunjukkan kebiasaannya membuat
kue, dengan bersenandung sambil menarikan tarian aneh yang membuat Shania
tergelak melihatnya. Mereka menghabiskan waktu membuat kue sambil dibumbui
candaan-candaan kecil.
TING!
Bunyi microwave terdengar saat Shania dan Beby tengah asyik
membaca majalah disofa menunggu microwave mematangkan adonan mereka. Beby
melihat kondisi kuenya lalu meletakkannya diatas piring kecil berwarna putih
polos, diberikannya beberapa hiasan dengan menggunakan pasta coklat dan saus
strawberry, membuat kue itu tampak sempurna dan sangat menggiurkan.
Diantarkannya kue tersebut kehadapan Shania kemudian dia duduk disamping gadis
itu. Shania tersenyum lalu menyuapkan kue itu kemulutnya, dia tampak diam
sejenak, lalu…
“delicious!!!” Shania memekik lalu memeluk gadis pendek
disebelahnya, membuat Beby sedikit shock dengan perlakuannya. Shania melepas
pelukannya kemudian menikmati kuenya, disandarkannya kepalanya pada bahu Beby.
Beby merangkulkan tangannya pada bahu Shania
“bisa beri aku alasan mengapa kau sangat mencintai hal ini?”
Shania bertanya sambil menyuapkan Beby kue yang ada dalam pegangannya
“mengapa kau memiliki banyak sekali pertanyaan untukku?” Beby
terkikik sambil berpikir untuk menjawab pertanyaan Shania “sudah kukatakan,
bahwa aku senang bisa membawa kebahagiaan untuk orang lain. Jika seseorang yang
sangat spesial mencicipi kue buatanku lalu dia merasa senang dan moodnya membaik,
itu akan sangat menyenangkan, hal itu saja sudah cukup untuk membayar semuanya”
Beby mengelus lengan Shania
“kau hanya tau bagaimana caranya membahagiakan orang, so what
can I do to make you happy?” Shania menegakkan kepalanya lalu menatap mata
Beby. Beby tersenyum, dia beranjak berdiri lalu menghidupkan seperangkat sound
system dan memutar sebuah alunan piano klasik yang selalu menjadi
favoritnya
Yiruma – Love Me
Beby berjalan mendekat kearah Shania, diulurkannya tangannya
sambil sedikit membungkuk
“berdansalah denganku” pintanya dengan wajah serius, Shania
tertegun menatap keseriusan diwajah Beby, sedetik kemudian dia menyambut uluran
tangan itu lalu mulai berdiri. Shania tak tau berdansa, dia tak pernah
menyukainya. Dia hanya menyukai hentakan musik keras yang membuatnya
menggoyangkan badannya dalam liuk-liuk seksi yang membuat para lelaki
bergairah, hal-hal romantis seperti yang dilakukan Beby kepadanya hampir tak
pernah dia dapatkan, dari siapapun.
Beby meletakkan tangannya pada pinggang Shania, menariknya
sedikit mendekat, dia tau gadis itu sedang merasa sangat kebingungan saat ini.
“ikuti saja alunannya, gerakkan badanmu sesuai dengan keinginan
hatimu” Beby tersenyum lembut menatap Shania. Tanpa diperintahkan kedua tangan
Shania terangkat dan melingkar sempurna dipundak Beby, mulai merasa rileks dia
melangkahkan kakinya mengikuti alur lagu, Beby menyeimbangkan gerakan
lembutnya, seketika mereka terhanyut dalam suasana penuh romantisme ini.
Beby mendekatkan wajahnya pada Shania, dahi mereka bersatu, mata
mereka bertemu. Dalam diam, ada sebuah kepastian yang mereka tahu.
Mereka telah jatuh cinta.
*TEBECE *Lalu dikeplak
Keduanya tak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini
sebelumnya, begitu nyata, begitu menggebu, tak tahu harus dengan apa
menggambarkannya.
Yono dan Peramal dipantai. Ucapan mereka nyata.
Beby menarik pinggul Shania semakin dekat, Shania balas
mengeratkan kaitan tangannya. Bibir mereka bertemu, terdiam dalam keheningan
hingga Beby mulai melumatnya, melumat perlahan bibir pink gadis yang kini dia
yakin sangat dicintainya. Lumatannya lembut, penuh cinta. Shania membalas
perbuatan Beby, dilumatnya pelan bibir atas gadis itu, dan dalam hitungan detik
dia bisa memastikan bagian itu yang menjadi favoritnya. Shania dengan refleks
sedikit membuka mulutnya kemudian membiarkan Beby bebas menjelajah didalam
sana. Mereka bertahan dengan posisi seperti itu beberapa saat sampai Beby mulai
merasa sedikit kelelahan, karna sangat jelas terlihat bahwa Shania sedikit
lebih tinggi darinya. Shania memahaminya. Sambil terus berciuman Shania duduk
perlahan diujung sofa kemudian merebahkan tubuhnya dengan tubuh Beby diatasnya.
Beby tau pasti apa yang akan terjadi selanjutnya, dilepaskannya
ciumannya, ditatapnya Shania dengan ekspresi bertanya, wajah gadis itu merona,
disembunyikannya wajahnya pada caruk leher Beby, membuat Beby tersenyum melihat
tingkahnya. Dan saat itu juga Beby meyakini bahwa Shania tak akan ragu
menyerahkan segalanya.
***
Beberapa bulan berlalu semenjak malam itu, kini mereka hidup
dalam keadaan penuh kebahagiaan. Shania telah menerbitkan novelnya, dengan
respon yang sangat baik dari publik membuat nama Shania semakin melambung
sebagai seorang penulis yang berani mengangkat cerita-cerita seperti itu.
“Beeebyyyhh…” suara serak itu memanggilnya manja, Beby bergumam
tidak jelas membuat Shania terkikik. Ditariknya tubuh Beby yang hanya dibalut
selimut itu kearahnya, dirasakannya sensasi kehangatan saat tubuh polos mereka
bertemu “Beebbhh…” panggilnya lagi kali ini tepat ditelinga Beby sambil
menghembuskan nafas hangatnya membuat Beby bergidik. Perlahan dibukanya
matanya, sambil membiasakan diri dengan terangnya lampu pada kamar yang
bernuansa Kuning ini.
“sudah bangun?” tanya Shania sambil mengecup bahu Beby
“kau yang memaksaku” sungutnya sambil mengusap wajah dengan
telapak tangan kirinya yang bebas karena lengan kanannya tertahan oleh kepala
Shania
“jadi kau tidak suka?” Shania mencubit hidung Beby
“kau sudah sarapan?”
“kau tidak menjawabku!”
“maaf, aku suka apapun yang kau lakukan untukku”
“semuanya?” tanya Shania sambil menatap wajah Beby, Beby
tersenyum sambil mengangguk “jangan begitu, kau tidak mungkin suka bila suatu
saat nanti aku melakukan hal yang menyakitimu”
“aku suka, apabila kau senang melakukannya” Jawab Beby cepat
“hei! Jawaban macam apa itu?! Menyebalkan sekali” Shania
membalikkan tubuhnya membelakangi Beby. Dia sudah cukup mengenal Shania. Shania
yang terlalu sering berandai-andai, Shania yang hidup dalam imajinasi, Shania
yang suka menanyakan kepadanya segala hal yang ingin dia ketahui.
“jangan marah begitu, nanti aku bisa sedih” Beby memeluk Shania
dari belakang, melingkarkan lengan kanannya pada pinggang gadis itu
“kau bilang kau suka semua yang kulakukan kepadamu, mengapa
harus sedih?”
“aku tidak suka bila aku melakukan hal yang membuatmu marah,
makanya aku bersedih”
“Bebyyy~” nada suara Shania melembut, diraihnya tangan gadis itu
lalu digenggamnya
“hm?” Beby menyangga kepalanya dengan siku kirinya sehingga dia
bisa leluasa menatap pipi gadis yang sedang memunggunginya itu
“jangan seperti itu…” Shania menggeser tubuhnya hingga telentang
“jangan hanya memikirkan aku saja, kau juga harus memikirkan kebahagiaanmu
sayang” Shania mengelus pipi Beby penuh sayang, gadis itu hanya tersenyum “jika
aku melakukan sebuah kesalahan, jika aku benar-benar salah maka salahkan aku.
Jangan hanya membuatku bahagia, kau juga harus bahagia sayang”
“aku sudah memberitahumu dengan cara apa aku bisa bahagia” Beby
mengecup leher Shania, dihisapnya sedikit menimbulkan cap kemerahan
“sayang… suatu saat aku bisa saja melukaimu dengan hal yang
mungkin tidak aku sengaja”
“maka, jangan lakukan itu” Beby berneti sejenak sebelum
melanjutkan perkataannya “berhenti berbicara tentang masa depan sayang, tak ada
yang pernah tau tentang hari esok” Beby menurunkan wajahnya kearah tulang leher
Shania, digigitnya pelan membuat gadis itu terkesiap.
“Beby~” Shania menarik wajah Beby “aku tidak sedang bercanda”
“apa kau mendengar nada bercanda dari omonganku?” Beby menatap
gadis yang sedang khawatir itu
“aku…”
“masa depan tak akan pernah ada yang tau. Yang namanya masalah
pasti akan selalu ada, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kita saja tidak
tau bentuk masalah apa yang akan kita hadapi kelak, jadi mengapa harus khawatir
dari sekarang?” Shania tampak berpikir sejenak dengan kata-kata Beby sampai
akhirnya dia mengangguk dan tersenyum
***
“apa pesanannya?”
“an Italian Coffe express” Shania mengambil cangkir kopi
berwarna putih gading lalu menyerahkannya kepada Beby. Hari ini Yono tidak
masuk kerja karena ada urusan penting. Beby dan Shania menggantikannya menjaga
cafe seharian ini. sudah cukup melelahkan untuk Beby karena sedari tadi dia
yang menghandle semuanya didapur sementara Shania hanya bisa mengantar pesanan
dan melayani tamu, dia tidak ingin menghancurkan dapur bila ikut membantu Beby
disana.
“antarkan ini, aku akan keruang istirahat sebentar, tubuhku
sangat sakit” Beby menyerahkan kopi yang sudah selesai diraciknya kepada
Shania, Shania mengecup kilat bibir keriting Beby membuat gadis itu tersenyum
lalu menggelengkan kepalanya
“jika ada pesanan panggil saja aku” Beby berlalu meninggalkan
gadis itu. Shania kembali ke cafe untuk mengantarkan pesanan tamunya
“silahkan pesanannya tuan” Shania memindahkan kopi itu dari
mampannya kemeja tamunya, dua orang lelaki yang cukup tampan menurut mata
Shania, gayanya juga kelihatan sangat eksklusif. Shania segera kembali kedalam
kitchen sambil merapikan kue-kue yang berada di etalase. Dia berpikir sejenak
tentang lelaki yang dulu pernah mengkhianatinya dengan perbuatan kurang ajar.
Dia tak pernah tau dimana Nobi berada saat ini, dalam hati diam-diam tubuhnya
merindukan sentuhan lelaki itu. Lelaki yang bisa membuatnya mabuk kepayang.
Namun dia sadar, Beby telah memberikan segala yang dia butuhkan, semuanya,
tidak hanya cinta namun kepuasan dan kebahagiaan.
“hei nona…” salah seorang tamu dari meja yang baru saja diantarkannya
secangkir kopi mendatanginya didepan etalase kue
“ya?” tanya Shania ramah, pemuda itu memberikan secarik kartu
kepada Shania, dia mengerutkan keningnya lalu menerima kartu tersebut
“hubungi aku bila kau sudah bosan bermain dengan wanita” lelaki
itu tersenyum manis sambil berlalu dari hadapan Shania. Gadis itu terpaku,
menatap kartu nama dalam genggamannya sejenak, lalu disimpannya pada saku
jeansnya.
***
BEBY POV
Tabletku tertinggal dimeja kitchen, aku sering memainkan game
didalamnya bila sedang beristirahat, saat kembali dan hendak memasuki ruang
kitchen, aku tertegun melihat pemandangan didepan mataku, seorang lelaki
memberikannya sebuah kartu nama lalu dia menerimanya dan menyimpannya. Aku juga
masih dapat mendengar dengan jelas perkataan lelaki itu.
“hubungi aku bila kau sudah bosan bermain dengan wanita”
***
AUTHOR POV
Malam itu, mereka berbaring dengan saling memunggungi.
Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Beby masih memikirkan kejadian sore
tadi, dia sangat terganggu dengan kelakuan Shania. Ada rasa takut dalam hatinya
saat memikirkan hal itu namun Beby tak ingin memperkeruh pikirannya dengan
bayangan-bayangan yang belum jelas terjadinya. Beby tak ingin termakan omongan,
selama ini dia yang menasehati Shania agar tidak mengkhawatirkan hal yang belum
terjadi. Sekuat tenaga Beby menjauhkan pikiran-pikiran buruknya.
Sementara Shania tidak lebih baik. Matanya sudah terpejam dari
beberapa jam yang lalu namun kesadarannya masih utuh. Dia sedang berdebat
dengan hatinya, hatinya hanya satu namun memiliki keinginan yang berbeda.
Disatu sisi, dia yang sudah terbiasa hidup dengan sentuhan para lelaki
disekitarnya kini mulai merindukan sosok berjakun itu lagi. Dia merindukan
sentuhan para lelaki yang biasa memanjakannya, memperlakukannya dengan gagah,
lelaki manapun yang dia rasa sama, memberikan kepuasan yang tak ternilai dalam
hidupnya. Namun disisi lain dia ingat Beby luar biasa yang sanggup membuatnya
jatuh hati. Gadis itu sanggup menaklukkan sikap liarnya, membuatnya bertekuk
lutut dan memandang hidup dari sisi lain yang tak pernah ia lihat. Dia
mencintai Beby, namun Beby tak bisa memberikan hal yang bisa diberikan para
lelaki itu kepadanya. Dia sadar, dia sudah terbentuk menjadi pribadi yang liar
dan suka berpetualang, dia tak bisa membohongi dirinya sendiri meskipun kini
dia harus mempertanggung jawabkan sebuah hati yang dia tau akan terluka bila
dia pergi mencari kepuasan lain.
***
BEBY POV
Hari sudah larut malam saat aku kembali ke apartemen, cukup
melelahkan membantu sahabatku Kinal mempersiapkan pameran besar-besaran yang
akan dia adakan beberapa bulan lagi. Fotografer handal itu adalah sahabat
kebanggaanku, sifat pekerja kerasnya yang membuatku selalu menghargai semua
usahanya. Namun aku belum memiliki kesempatan untuk mengenalkannya kepada Shania,
Kinal begitu sibuk hingga jarang memiliki waktu luang. Biasanya aku yang
membantunya dan menemaninya menghadapi pekerjaannya, namun jika aku membawa
Shania dia pasti akan sangat tidak betah karena kami akan sangat serius bila
sedang bekerja
Shania…
Hhhh~ gadis itu… semenjak malam itu aku dan dia menjadi sangat
jarang berkomunikasi, ntah apa yang membuatnya menjadi seperti itu. Aku terus
berusaha menjaga komunikasi dengannya namun beberapa kali aku menangkapnya
sedang termenung dan tidak fokus akan ucapanku. Aku pikir gadis ini sedang
mengalami sebuah dilema dalam hatinya, dilema yang aku tidak tau penyebabnya.
Kuputuskan untuk diam hingga dia yang bercerita dengan sendirinya kepadaku,
namun hingga seminggu berlalu dia tak kunjung menceritakan masalahnya. Aku
benar-benar tidak mengerti. Sempat aku menghubunginya sebelum pulang hendak
menanyakan apa dia sudah makan agar aku membelinya makanan namun dia tak
menjawab panggilanku.
Kulangkahkan kakiku dengan sisa-sisa tenaga yang aku miliki,
biasanya saat pulang larut seperti ini dia akan menungguku diappartemenku. Jika
aku sedang tidak ada kerjaan dia pasti akan memaksa kami tidur di apartemennya.
Aku berhenti didepan kamarku, namun sesuatu menarik perhatianku, kulihat
didepan pintu appartemen Shania ada sepasang sepatu pantofel berwarna hitam,
jelas milik seorang laki-laki. Tak ingin berprasangka buruk aku berniat melihat
kedalam appartemennya.
“aku yakin cepat atau lambat kau akan menghubungiku” suara berat
seorang laki-laki, aku menajamkan telingaku “mana mungkin gadis secantikmu bisa
bertahan dengan seorang gadis juga? Apakah dia memberimu kepuasan yang
benar-benar kau inginkan?” seperti lelaki itu berbicara sendiri, tak ada yang menanggapi
perkataannya. Aku memegang kenop pintu hendak membukanya, aku tau kekasihku tak
akan mengunci pintu bila sedang ada tamu yang datang ke apartemennya
Cklek…
Kumasukkan kepalaku kedalam celah yang sudah sedikit terbuka.
Aku bisa melihatnya. Melihatnya dengan sangat jelas.
Mereka sedang bercumbu.
DEG!
Seperti ada sebuah belati menancap telak tepat dijantungku.
Sakit.
Aku terdiam, beberapa saat memperhatikan gerakan mereka. Shania
tidak membalas perkataan lelaki itu saat lelaki itu menggumamkan kata-kata
cintanya, namun Shania kelihatan begitu menikmatinya. Dia sedang memejamkan
matanya saat bibir lelaki sialan itu menjelajahi leher dan kini mulai turun
kedaerah dadanya.
Sesak.
Hanya itu yang bisa kurasakan. Tak ingin berbuat gegabah aku
menutup pintu itu dengan sangat perlahan lalu melangkah meninggalkan gedung
ini, tak tau kemana langkahku akan membawaku. Kubiarkan kakiku terus berjalan
tak tentu arah, kubebaskan kakiku mencari jalannya sendiri, aku tak lagi bisa
berpikir jernih. Hanya bayangan Shania yang sedang menikmati cumbuan lelaki itu
yang ada dalam benakku, kepalaku terasa berdenyut, namun hatiku lebih buruk, terasa
begitu perih. Aku tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikirannya.
Ah! Kaki bodoh ini. Mengapa dia membawaku ketempat ini? Kupukul
pelan kepalaku yang sudah sangat pusing dengan tangan kananku. Perlahan
kulangkahkan kakiku, restoran ini yang menjadi favoritnya semenjak pertama kali
aku membawanya kemari. Kucari meja tempat kami biasa duduk. Kududukkan tubuhku
pada kursi busa yang besar, kurebahkan punggungku kesandarannya kucoba untuk
memejamkan mata sejenak berharap sakit dikepalaku ini sedikit reda. Tak
berguna. Kulihat sekitarku, restoran ini sangat sepi karena waktu telah
menunjukkan pergantian hari. Seorang pelayan datang menghampiriku dan
membawakan sebuah list menu.
Kubiarkan malam ini menjadi malamku, tak ada yang bisa melarang,
dan tak ada yang harus kujaga. Kupesan sebotol besar wine dengan kadar alkohol
yang sangat tinggi
“untuk anda sendiri nona?” tanya pelayan tersebut memastikan
“apa kau melihat aku bersama orang lain?” tanyaku tanpa
menatapnya
“maaf nona bukan maksud saya mencampuri urusan anda namun wine
yang anda pesan sangat tinggi kadar alkoholnya anda bisa-”
“antarkan pesananku, dan aku akan membayarnya. Kau tidak perlu
khawatir karena aku berjanji aku tidak akan merepotkanmu dan rekan-rekanmu”
jawabku sambil menatap pelayan itu dengan tatapan menusuk, membuatnya terdiam
dan membungkukkan tubuhnya sesaat sebelum pergi meninggalkanku.
Aku menarik nafas dalam dan menghirup udara pantai ini. Asin.
Aku tertawa, teringat saat aku meminta Shania untuk melakukan hal yang sama
lalu dia mengecap-ecapkan lidahnya saat rasa asin terasa disana. Saat itu dia
memukulku dengan sayang lalu mengecup kilat bibirku.
Ya, dikecupnya bibirku.
Seperti lelaki itu mengecup bibirnya.
***
AUTHOR POV
Shania terbangun dari tidurnya, dilihatnya tubuhnya sudah tidak
berbusana didalam selimut. Dirasakannya sebuah tangan besar melingkari
tubuhnya, tangan besar yang tidak terasa familiar, tidak terasa nyaman.
Dilihatnya kesamping, seorang lelaki berwajah manis dengan hidung mancung dan
rambut cepak. Begitu gentle. Namun satu, dia asing dengan pemandangan ini. Jauh
didalam hatinya bukan pemandangan ini yang dia inginkan
Dia menginginkan Beby-nya yang memeluknya, wajah kekanakan itu
selalu berusaha menjaganya disetiap tidur hingga pagi datang menjemput dan
Shania siap mengucapkan sebuah kalimat yang mengawali harinya.
“selamat pagi sayang…” lelaki itu terbangun, sedikit mengerang
lalu menatap wajah Shania, dia tersenyum “kau benar-benar hebat tadi malam”
lelaki itu turun dari ranjang, tidak merasa risih atau malu dengan tubuh
polosnya dia masuk kedalam kamar mandi. Shania mengambil kimononya lalu
melilitkannya pada tubuh polosnya. Dia berjalan kedapur untuk membasahi
kerongkongannya yang terasa kering. Shania mengingat sesuatu, diraihnya
handphonenya kemudian dilihatnya puluhan panggilan tak terjawab dari Beby.
“Shania..” suara laki-laki itu datang dari arah belakangnya.
Pemuda itu melingkarkan tangannya pada tubuh Shania dari belakang, refleks
Shania memutar tubuhnya lalu menghindari lelaki itu “kau kenapa?
“ti- tidak apa-apa” jawab Shania tanpa menatapnya
“apa aku melakukan kesalahan?”
“tidak” Shania menggeleng “pulanglah, aku masih ada urusan”
“aku akan menunggumu disini”
“jangan!” tidak sadar Shania sedikit berteriak
“ke- kenapa?” lelaki itu sedikit terkejut
“tidak apa-apa. Pulanglah, urusanku masih sangat banyak” Lelaki
itu mengerutkan keningnya melihat tingkah Shania, dia menggeleng. Shania
melihat lelaki tegap itu berdiri dan beranjak kearah luar ruangan, dia sudah
memakai pakaiannya dengan lengkap saat keluar dari kamar mandi tadi.
“aku pulang. Terimakasih untuk yang semalam” lelaki itu
berbicara dengan nada tulus. Shania menghela nafas saat lelaki itu sudah tidak
terlihat dari jarak pandangnya. Dia memutuskan untuk segera mandi dan bergegas
menemui editor sekaligus sahabatnya untuk membicarakan pekerjaan mereka.
***
“Be- Beby” saat berjalan keluar appartemen Shania berpapasan
dengan Beby yang tampak begitu berantakan. Beby mengangkat wajahnya yang sedari
tadi menunduk, ditatapnya Shania dengan wajah berkerut. Shania tidak tau apa
yang harus dia katakan kepada kekasihnya itu. kekasih? Masih pantaskah dia
disebut kekasih?
“m-mengapa kau begitu berantakan?” Shania meraih tangan Beby
lalu melingkarkannya pada pundaknya membantu gadis itu berjalan, namun Beby
menepisnya.
“pergilah, aku bisa sendiri” Beby menjawab dengan nada yang
begitu tenang.
“a-aku tidak bisa jika kau masih seperti ini”
“memangnya aku seperti apa?”
“Beby…” Shania menarik tangan Beby, namun Beby kembali
menepisnya, dia berusaha berjalan dengan sisa-sisa tenaganya.
“pergilah, Shania…” suaranya melembut, namun sarat luka. Shania
bergeming, menunggu Beby memasuki apartemennya. Dia bisa menerka bahwa Beby
pasti sudah mengetahui perbuatan bejatnya. Tak tau harus berbuat apa dia segera
menemui sahabatnya Veranda
***
Dua minggu tanpa sebuah kepastian, mereka hidup dalam dunianya
masing-masing. Beby benci keadaan ini, dia tak ingin mempermasalahkannya lagi
dengan Shania namun setiap dia mengingat kejadian malam itu, mengingat Shania
yang menikmati jamahan lelaki itu, hatinya kembali sakit, seperti sebuah luka
yang belum kering lalu ditaburi dengan garam. Begitu perih.
Shania tidak lebih baik, dia benar-benar merasa bersalah, namun
tak punya keberanian untuk meminta permohonan maaf dari gadis yang masih
berstatus sebagai kekasihnya itu. Hanya satu alasan mengapa malam itu Shania
nekat bersetubuh dengan lelaki itu. Dia merasa kesepian. Dia tau ada Beby yang
menemaninya namun dia tetap merasa kesepian, dia merasa ada sesuatu yang hilang
saat itu, saat dia menerima kartu nama seorang lelaki sore itu dicafe,
setelahnya dia merasa ada sesuatu yang mendorongnya untuk melakukan hal gila
itu. Tanpa dia sadari sesuatu yang hilang itu adalah Beby, Beby yang perlahan
mulai menjaga jarak dengannya setelah dia melihat gadisnya menerima kartu nama
yang diberikan lelaki itu kepadanya. Beby hanya ingin memberikan Shania ruang
untuk meyakinkan hatinya sendiri, sudahkah seorang Beby cukup untuknya? Namun,
Shania terlalu buta untuk menyadari kekosongan yang disebabkan Beby
***
“hallo” suara gadis itu membuat seorang gadis pendek
dihadapannya menoleh, gadis itu tersenyum lalu menyambut pelukan teman lamanya.
“Shania! Long time no see!” Naomi memeluk erat teman lamanya itu
“how are you?”
“ah, Im fine. How about you? What are you doing here?” Naomi
menuntun gadis itu untuk duduk disebuah bangku panjang dibawah pohon
“Im on vacation” Shania tersenyum namun Naomi begitu mengetahui
watak temannya semasa sekolah dulu. Shania tidak suka bepergian keluar kota
apabila dia tidak memiliki masalah yang berarti
“whats wrong with you?” Naomi menggenggam tangan Shania, gadis
itu hanya menggeleng
“tidakkah kau lelah menjalani pekerjaan ini secara terus menerus
Naomi? Mengabdikan seluruh waktumu untuk menjaga anak-anak berkebutuhan khusus
ini” Shania memandang sekelilingnya. Ada beberapa anak yang mempunyai
keterbelakangan mental sedang bermain-main riang, ada yang sedang menangis dan
dirawat beberapa perawat.
“kau tau sendiri, inilah mimpiku. Aku mencintai pekerjaanku
sekarang, apa lagi yang harus aku bosankan bila sesuatu yang aku cintai sudah
kumiliki?” Shania tertegun mendengar perkataan Naomi.
“tidakkah kau ingin mendapat kebahagiaan lebih?”
“Bagiku inilah kebahagiaanku yang mungkin kau anggap membosankan
dan memuakkan” Naomi terkikik mengingat betapa Shania tidak menyukai jenis
pekerjaannya ini, dia tidak terlalu suka dengan anak-anak “tak ada yang lebih
mengerti kau selain dirimu sendiri. Kau harus mengetahui apa sebenarnya yang
kau inginkan. Apa sebenarnya yang kau butuhkan? Yang perlu kau lakukan hanya
membuka hatimu dan menerima kebenaran”
“waktu kita masih muda dulu…” Shania mengenang masa sekolahnya
“kupikir kebahagiaan akan datang dengan sendirinya. Jika aku punya uang, jika
aku punya reputasi dan popularitas, kurasa cinta akan datang mencariku lalu
membawaku kejalan kebahagiaan” Shania menghela nafasnya “aku melakukan banyak
cara untuk mendapatkan apa yang aku mau, tak peduli dengan orang lain. Hingga
aku menyakiti hati seseorang yang benar-benar mencintaiku” Air mata menggenangi
pelupuk matanya. Naomi mengelus punggung Shania dengan penuh kelembutan, dia
mengerti kearah mana pembicaraan ini.
“Shanju…” Naomi menangkupkan kedua tangannya kewajah Shania “tak
ada kata terlambat untuk mereka yang mau mengakui kesalahannya. Jika kau juga
mencintainya, lakukan sesuatu untuk mendapatkan maafnya. Lupakan semua yang
sudah kau lakukan dan jadilah pribadi yang baru” Shania menatap Naomi. Gadis
mungil sepupu sahabatnya sekaligus teman semasa sekolah mereka ini benar-benar
menakjubkan. Tak heran dia memiliki pekerjaan ini pada akhirnya. Perkataan
lembutnya selalu mampu membuat orang lain tenang. Shania memeluk Naomi erat
sambil membiarkan air matanya menetes dipipi.
***
Malam ini tidak banyak berbeda dengan malam-malam sebelumnya.
Beby menghabiskan waktunya setiap malam dipinggir pantai, tak jarang dia
mendirikan tenda dan bermalam disana. Dia tidak lagi menyalahkan perbuatan
Shania, dia hanya terjebak didalam masalalunya, dia merindukan gadis itu. Gadis
yang kini berada begitu jauh dari jangkauannya. Beby meneguk sodanya.
Diingatnya masa-masa awal mereka bertemu, diingatnya saat gadis nakal itu
bergelayut manja dilengannya hanya untuk mendapatkan informasi darinya seputar
tulisannya.
Lagi.
Airmatanya menetes membasahi pipinya
Dia benci dengan keadaannya, dia benci dengan kelemahan hatinya.
Dia benci kepada dirinya sendiri karena membiarkan dirinya jatuh begitu dalam
kedalam pesona Shania, dia membenci dirinya sendiri karena tidak bisa
mendatangi Shania dan meneriakinya dengan kata-kata amarah dan meninggalkannya
begitu saja.
Dia mengingat perkataan Yono saat mereka sedang berbincang dan
Beby menceritakan keadaannya
*flashback*
“pada akhirnya dia memang tidak bahagia dengan hubungan seperti
ini”
“Beby, bila kau mencintainya jangan tinggalkan dia. Kesalahan
pasti punya sebuah alasan”
“itulah mengapa aku tak ingin jatuh cinta. Love will make us
painfull”
Yono merangkul Beby lalu mengusap-usapkan tangannya pada bahu
gadis pendek itu
“meskipun itu menyakitkan, tapi kita harus selalu menerima semua
rasa sakit itu karena kita membutuhkan cinta. Karena cinta tidak menjanjikanmu
sebuah kebahagiaan, namun juga sakit dan luka yang membuat bahagiamu menjadi
begitu mahal harganya. Bukan begitu?”
Beby bergeming mendengarkan penjelasan sepupunya yang tampan
itu. Ada sebuah pengertian tentang cinta yang selama ini tidak dia sadari.
*flashback end*
Karena luka dan rasa sakit itulah yang membuat kebahagiaanmu
menjadi begitu mahal.
Beby tersenyum sejenak. Sepupunya memang luar biasa.
“Beby…”
Beby tertegun mendengar suara itu.
“Beb…”
Beby mengerutkan keningnya. Diliriknya sekelilingnya lalu
mendapati gadis berwajah malaikat yang selalu dirindukannya kini berdiri agak
jauh dibelakangnya. Beby hanya mampu menatap gadis itu tanpa berkata apa-apa.
Tatapannya sendu, penuh luka saat dia melihat sosok yang pernah menyakitinya
itu.
“why do you come here?” Beby berusaha menahan getaran suaranya
“I have something to tell you” Shania memainkan jemarinya
sendiri
“I have something to tell you too” Beby membuang tatapannya
sejenak sebelum kembali menatap gadis dihadapannya “terimakasih karena sudah
memberitahuku bahwa arti hadirku hanya sampai pada tingkatan seperti ini
didalam hidupmu”
“kau salah paham Beb…” suara Shania mulai bergetar
“Im not an idiot Shania” Beby menggeleng lalu membuang
pandangannya
“seorang gadis menghabiskan waktunya untuk medapatkan banyak
cinta dalam hidupnya, yang dia pikir akan membawanya kedalam sebuah
kebahagiaan. Sampai seseorang datang kedalam dunianya dan memperkenalkannya
pada sebuah dunia baru yang tidak pernah dia ketahui sebelumnya. Hal itu
membuatnya berhenti melakukan petualangan cintanya. Waktu yang berlalu membuat
cinta mereka semakin dalam” Shania menghela nafasnya sejenak “namun dia tak
cukup pintar untuk mengetahui apa yang sebenarnya dia inginkan, kebahagiaan seperti
apa yang dia mau. Matanya masih buta dan hatinya masih terlalu labil untuk
memahami hal berat seperti itu. Dia begitu terlarut dengan wanitanya sampai
suatu ketika dia berpikir, bahwa dia kesepian karena tak lagi merasakan
kehadiran seorang lelaki” Shania membiarkan air mata mengalir bebas dipipinya
Mendengar penjelasan itu, Beby tak sanggup menahan air matanya,
hatinya kembali diiris-iris, perih dan sangat menyakitkan.
“masih banyak lelaki baik diluar sana yang bisa mencintaimu
lebih dan menjagamu lebih baik dari aku”
“tapi yang kucintai adalah kau”
DEG!
Beby tertegun. Untuk kali pertama Shania mengatakannya. Beby
tidak pernah mendengarnya sebelumnya meski begitu dia tetap percaya kepada
gadis dihadapannya, lalu sekarang dia mendengar Shania mengatakannya dengan
nada ketulusan didalamnya
“maafkan aku karena membuatmu terluka. Aku tidak mau lagi
bertualang. Aku tidak mau lagi mencari kebahagiaan lain karena aku sudah sadar.
Bahagiaku ada padamu” Shania berlari kearah Beby lalu memeluk gadis itu. Air
mata Beby jatuh semakin deras saat mendengar Shania terisak
“aku mencintaimu, Beby Chaesara. Sangat mencintaimu” Shania
berucap disela isakannya. Beby balas memeluknya erat. Kini keraguannya terhadap
gadis dipelukannya runtuh. Dia memang ditakdirkan untuk menerima rasa sakit dan
membawa kebahagiaan kepada orang lain, karena seperti itulah cara dia
berbahagia.
“aku juga sangat mencintaimu, Shania Junianatha”
***
“hei kapten!” Beby berseru sambil memeluk Kinal “selamat ya?” disalamnya gadis
kekar itu.
“thanks Beb, tidak akan bisa seperti ini jika tanpa bantuanmu” Kinal
mengedarkan pandangannya “mana gadismu yang selalu kau banggakan itu?”
“ah, tunggu… aku lupa meletakkannya dimana tadi” Beby tersenyum konyol sambil
mengedarkan pandangannya, Kinal menghadiahinya sebuah jitakan “itu dia! Ayo!”
Beby menarik Kinal kearah seorang gadis yang sedang berdiri berbincang bersama
sahabatnya
“Shania, ini sahabatku Kinal, Kinal ini kekasihku Shania” keduanya bersalaman
“Ve, ini….”
“kalian saling kenal?”
“apa?” Beby mengerutkan kening diikuti Shania. Kinal menarik tangan Ve agar
gadis itu berdiri disebelahnya
“ini, seseorang yang sudah lama kujanjikan akan kukenalkan padamu” Kinal
mengisyaratkan Ve agar mengulurkan tangannya. Beby, Shania dan Ve berbagi
pandangan sambil menertawakan sebuah kebetulan yang menakjubkan ini.
-END-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Makasih banyak buat yang udah sempetin baca ff ini, makasih juga buat yang punya blog alias Kak Rui alias Kak A******, udah ijinin saya buat numpang ngeshare ff ini.
-Kang BeCak-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama asli gw disebut :v kepret.Mumpung gw juga yg ngepost, wa sensor ah wkwk :v
Sedih? Seneng? Kecewa? Atau malah ada yg kepo soal VeNal?
Tenang saja! Kini kulit manggis ada ekstraknya!! *bukan!! *salah!!
Kabarnya si Kang Becak bakal bikin sequelnya!! HORAY!!
Yaudah segitu aja wkwk :v
Pen nyampein krisar ke authornya gimane nih :v
ReplyDeletetulis aja disini yuu~ :D
ReplyDeletegileee sumvahh kerenn... pen baca sequel venal nyaa XD
ReplyDelete