Friday, April 17, 2015

Love Story (BebNju) - Part 2

Sebenernya aku gak mau update-in. Biarin aja pada kepo wkwk :v
Ini dia part terakhir dari FF ini!! Cieeee~~ (?)
Prepare your tissue *eh

Oh iya, ada sepata dua patah kata dari si Kang Becak:
Mohon maaf untuk Nobi dan Ghaida Oshi. Karena membuat peran keduanya 'ngeselin' di FF ini. Mohon maaf kalau ada yang baper.
Oke
Happy Reading…



Love Story (BebNju) - Part 2



Kembali, kenangan buruk itu terlintas diwajah Shania, dia membayangkan Ghaida adalah saeorang lelaki yang dulu mengkhianatinya, Nobi. Air mata membasahi pipinya, dia tidak ingin berakhir ditempat ini.
The last chapter…
Dengan segenap tenaga didorongnya kencang tubuh Ghaida lalu menendang sesuatu yang ada diantara selangkangannya. Membuat Ghaida mengaduh kesakitan dan tersungkur dilantai, kesempatan itu diambil Shania untuk segera melarikan dirinya
Dengan bertelanjang kaki dia meninggalkan rumah mewah itu, berlari sekencang yang dia bisa meski gaun ketatnya menyusahkan dia untuk melangkahkan kakinya selebar mungkin, dia terus berlari, berusaha menemukan sebuah kendaraan untuk mengantarnya pulang ke appartemennya dan bertemu dengan Beby. Ntah mengapa, Shania ingin berada dalam pelukan gadis yang ditinggalkannya diclub tadi.
***
Beby turun dari mobil putihnya, dilangkahkanya kakinya dengan gontai. Dia sudah berkeliling mencari Shania, pikirannya tidak karuan, dia sangat mengkhawatirkan gadis itu. Untuk kesekian kalinya Beby menghela nafas panjang, dia berjalan menunduk sambil meyakinkan hatinya bahwa Shania akan baik-baik saja, dia akan menemukan gadis cantik itu sedang tertidur pulas diatas ranjang raksasa berwarna pink miliknya. Dia terus meyakinkan dirinya akan kemungkinan itu. Diedarkannya pandangannya dan menangkap sesosok perempuan yang dicarinya sedari tadi sedang berjalan lunglai kearahnya tanpa mengenakan alas kaki apapun
“Shaniaaa!” Beby berlari kearah gadis itu “kemana saja kau?! Tidakkah kau tau bahwa aku sangat mengkhawatirkanmu?!” suara Beby meninggi, Shania menatap sendu kedalam mata Beby, membuat Beby mengerutkan keningnya “Shania, what happ-”
Shania memeluk erat tubuh Beby, disandarkannya dahinya dibahu Beby, dia menangis, ini untuk pertama kalinya Beby melihat kerapuhan Shania, untuk pertama kalinya dia mendengar suara pilu dari isak tangis gadis ini. Perlahan didekapnya tubuh Shania, dielusnya punggung gadis itu
“jangan menangis…”
hanya itu kata-kata yang mampu diucapkannya. Shania melepas pelukannya lalu menatap Beby dengan sangat lekat
“Beb… pernahkah kau merasa sangat kesepian?” Beby menghela nafasnya mendengar pernyataan Shania “kesepian… menginginkan seseorang untuk berada didekatmu?” Shania mengambil jeda sebelum kembali berucap “yang bisa mengerti aku… jujur kepadaku… dan benar-benar mencintaiku” Beby mulai menangkap maksud omongan Shania
“semua yang kau lakukan ini, tidak bisa membantumu keluar dari penderitaanmu, rasa sakitmu yang dulu yang masih kau bawa hingga sekarang” Beby menatap dalam mata Shania “kita… tidak sama” dia tersenyum, senyum yang menyedihkan “you… feel hurt because of loving the man” Beby menghela nafasnya untuk mengucapkan sebuah ucapan yang menariknya kembali kemasa lalunya yang menyakitkan “ and me… feel hurt because of loving the girl”
“player sepertimu, bagaimana bisa merasakan sakit hati juga?” Shania tersenyum mengejek, Beby membuang tatapannya, menggelengkan kepalanya karena lagi-lagi Shania tidak mempercayainya
“ada masa dimana aku benar-benar mencintai seorang gadis yang kemudian pergi meninggalkanku karena aku tak bisa diandalkan dalam beberapa hal yang bisa dilakukan para lelaki. Sejak itu, aku… ingin mendapatkan keuntungan dari para gadis, ingin untuk mendapatkan kebahagiaan dari bersenang-senang dengan perasaan mereka. Tapi aku, aku tidak pernah mempunyai pilihan lain selain membawa kebahagiaan kepada gadis-gadis itu” Beby menghela nafasnya sejenak “kau harus mengerti bahagia seperti apa yang sebenarnya kau inginkan? Aku tidak pernah merasa bahagia dengan mempunyai banyak gadis dimana-mana, dan akhirnya aku menciptakan bahagiaku sendiri dengan cara membuat mereka bahagia” Beby tersenyum, berusaha menahan airmatanya yang sudah menumpuk dipelupuk matanya. Dia terkenang akan sebuah cerita pahit yang membuatnya menjadi seperti saat ini.
“kalau begitu, bisakah Beby membawakan Shania kebahagiaan?” Shania menatap Beby dengan wajah seriusnya. Beby tidak menjawab, dia hanya menarik Shania kedalam pelukannya, membiarkan gadis itu merasa nyaman dalam rengkuhannya
***
“sini…” Beby mengulurkan tangannya, Shania menyambutnya dengan senang. Mereka sedang berjalan dipinggir pantai, tempat dimana Shania suka menghabiskan waktunya ketika sedang merasa ingin sendiri
“kau suka pantai?” tanya Beby sambil berjalan pelan. Dilingkarkan lengannya pada pinggang gadis itu, mereka berjalan beriringan.
“saaaaangat suka” Shania tertawa
“kalau begitu aku akan mengajakmu kesuatu tempat, ayo!” Beby menarik tangan Shania, Shania dengan tanpa ragu mengikuti gadis didepannya. Mereka berjalan kaki tidak begitu jauh, hingga sampai disebuah restoran pinggir pantai yang tidak pernah didatangi oleh Shania, Shania melirik Beby, gadis itu tersenyum lalu mengeratkan pegangan tangannya pada Shania. Mereka memasuki restoran itu lalu Beby mengambil sebuah tempat duduk yang berada tepat dibagian bibir pantai.
“duduk” kata Beby sambil terus menatap kearah laut luas yang dihiasi semburat orange yang disebabkan oleh matahari yang hendak kembali keperadabannya. Shania duduk disisi lain disebelah kiri Beby, Beby menatapnya lalu tersenyum “duduklah disebelahku” katanya lagi sambil menduduki bangkunya, Beby menggeleng merasa sedikit segan “banyak hal indah yang dapat kau lihat bila kau berada disampingku” Beby berkata penuh makna sambil tersenyum, Shania merasakan kehangatan dari senyum Beby. Gadis itu akhirnya memindahkan dirinya kesamping Beby “see?” Beby menunjuk kearah laut lepas, Shania tertegun. Indah. Fenomena yang jarang dia nikmati, meskipun dia begitu suka pantai, jarang baginya dapat menikmati lukisan Tuhan saat matahari akan terbenam seperti ini. Dengan perlahan Beby menggenggam tangan Shania.
“seharusnya kau memang selalu mempercayai omonganku” Beby tersenyum, Shania mencibirnya
“kau sering kemari? Berapa orang gadis yang sudah pernah kau ajak kesini?”
“you are the first one” Beby menatap tepat pada manik mata Shania
“unbelieveable” Shania membuang pandangannya kelaut lepas dihadapan mereka “setiap aku melihatmu, aku selalu mendapati gadis yang berbeda-beda berada didekatmu”
“jangan menghakimiku seperti itu” Beby meregangkan lengannya lalu perlahan meletakkannya dibahu Shania “kau selalu mencari cara untuk mengusir kesepianmu, dan aku selalu mencari cara untuk mengusir kesepian orang-orang karena dengan itu aku bisa merasa tidak kesepian. Mungkin karena itu Tuhan mempertemukan kita” Beby terkikik
“terlalu berbelit-belit” Shania kembali mencibir, ditolehkannya wajahnya kearah Beby, didapatinya Beby sedang menatap wajahnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia tersenyum, Beby membalas senyumnya. Mereka bahagia, merasa sangat bahagia.
Jika dia bisa, dia ingin berada di waktu ini selamanya.
***
“ajari aku bagaimana caranya membuat kue yang lezat” Shania mengaduk-adukkan adonan kue didalam wadah biru dihadapannya.
“satu yang harus menjadi kunci utamanya. Ketika kau memasak kue, bayangkan bahwa kau akan memasak kue untuk seseorang yang sangat kau cintai dan kau ingin membuatnya merasa bahagia karena telah mencicipi kue lezat buatanmu” Shania mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Beby. Mereka mulai membuat kue kering, Beby memilih resep yang ringan-ringan saja untuk mengajari Shania. Toko kue miliknya sudah tutup beberapa jam yang lalu, namun Shania memintanya untuk mengajarinya membuat kue, karena Beby adalah pakarnya.
Shania mencium pipi Beby saat gadis itu terlihat begitu serius menekuri adonannya, Beby sedikit terkejut dengan perbuatan Shania, ditatapnya gadis itu dengan ekspresi penuh tanya.
“kali pertama aku menemukan wajah seriusmu” Shania terkikik lalu mengambil mixer dari tangan Beby dan mulai membuat adonannya.
“membuat kue sudah menjadi bagian hidupku, namun terkadang aku lebih senang membuatnya sambil bersenandung dan menari-nari”
“kalau begitu tunjukkan padaku”
“tidak mau!”
“pelit” Shania menunjukkan ekspresi pout-nya
“kau mau aku melakukannya?” Shania mengangguk, Beby menunjuk pipinya sendiri
“ih! Dasar tidak tau diuntung” Shania tertawa lalu mencium kembali pipi kanan Beby. Kemudian gadis itu menunjukkan kebiasaannya membuat kue, dengan bersenandung sambil menarikan tarian aneh yang membuat Shania tergelak melihatnya. Mereka menghabiskan waktu membuat kue sambil dibumbui candaan-candaan kecil.
TING!
Bunyi microwave terdengar saat Shania dan Beby tengah asyik membaca majalah disofa menunggu microwave mematangkan adonan mereka. Beby melihat kondisi kuenya lalu meletakkannya diatas piring kecil berwarna putih polos, diberikannya beberapa hiasan dengan menggunakan pasta coklat dan saus strawberry, membuat kue itu tampak sempurna dan sangat menggiurkan. Diantarkannya kue tersebut kehadapan Shania kemudian dia duduk disamping gadis itu. Shania tersenyum lalu menyuapkan kue itu kemulutnya, dia tampak diam sejenak, lalu…
“delicious!!!” Shania memekik lalu memeluk gadis pendek disebelahnya, membuat Beby sedikit shock dengan perlakuannya. Shania melepas pelukannya kemudian menikmati kuenya, disandarkannya kepalanya pada bahu Beby. Beby merangkulkan tangannya pada bahu Shania
“bisa beri aku alasan mengapa kau sangat mencintai hal ini?” Shania bertanya sambil menyuapkan Beby kue yang ada dalam pegangannya
“mengapa kau memiliki banyak sekali pertanyaan untukku?” Beby terkikik sambil berpikir untuk menjawab pertanyaan Shania “sudah kukatakan, bahwa aku senang bisa membawa kebahagiaan untuk orang lain. Jika seseorang yang sangat spesial mencicipi kue buatanku lalu dia merasa senang dan moodnya membaik, itu akan sangat menyenangkan, hal itu saja sudah cukup untuk membayar semuanya” Beby mengelus lengan Shania
“kau hanya tau bagaimana caranya membahagiakan orang, so what can I do to make you happy?” Shania menegakkan kepalanya lalu menatap mata Beby. Beby tersenyum, dia beranjak berdiri lalu menghidupkan seperangkat sound system  dan memutar sebuah alunan piano klasik yang selalu menjadi favoritnya
Yiruma – Love Me
Beby berjalan mendekat kearah Shania, diulurkannya tangannya sambil sedikit membungkuk
“berdansalah denganku” pintanya dengan wajah serius, Shania tertegun menatap keseriusan diwajah Beby, sedetik kemudian dia menyambut uluran tangan itu lalu mulai berdiri. Shania tak tau berdansa, dia tak pernah menyukainya. Dia hanya menyukai hentakan musik keras yang membuatnya menggoyangkan badannya dalam liuk-liuk seksi yang membuat para lelaki bergairah, hal-hal romantis seperti yang dilakukan Beby kepadanya hampir tak pernah dia dapatkan, dari siapapun.
Beby meletakkan tangannya pada pinggang Shania, menariknya sedikit mendekat, dia tau gadis itu sedang merasa sangat kebingungan saat ini.
“ikuti saja alunannya, gerakkan badanmu sesuai dengan keinginan hatimu” Beby tersenyum lembut menatap Shania. Tanpa diperintahkan kedua tangan Shania terangkat dan melingkar sempurna dipundak Beby, mulai merasa rileks dia melangkahkan kakinya mengikuti alur lagu, Beby menyeimbangkan gerakan lembutnya, seketika mereka terhanyut dalam suasana penuh romantisme ini.
Beby mendekatkan wajahnya pada Shania, dahi mereka bersatu, mata mereka bertemu. Dalam diam, ada sebuah kepastian yang mereka tahu.
Mereka telah jatuh cinta.

*TEBECE *Lalu dikeplak
Keduanya tak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya, begitu nyata, begitu menggebu, tak tahu harus dengan apa menggambarkannya.
Yono dan Peramal dipantai. Ucapan mereka nyata.
Beby menarik pinggul Shania semakin dekat, Shania balas mengeratkan kaitan tangannya. Bibir mereka bertemu, terdiam dalam keheningan hingga Beby mulai melumatnya, melumat perlahan bibir pink gadis yang kini dia yakin sangat dicintainya. Lumatannya lembut, penuh cinta. Shania membalas perbuatan Beby, dilumatnya pelan bibir atas gadis itu, dan dalam hitungan detik dia bisa memastikan bagian itu yang menjadi favoritnya. Shania dengan refleks sedikit membuka mulutnya kemudian membiarkan Beby bebas menjelajah didalam sana. Mereka bertahan dengan posisi seperti itu beberapa saat sampai Beby mulai merasa sedikit kelelahan, karna sangat jelas terlihat bahwa Shania sedikit lebih tinggi darinya. Shania memahaminya. Sambil terus berciuman Shania duduk perlahan diujung sofa kemudian merebahkan tubuhnya dengan tubuh Beby diatasnya.
Beby tau pasti apa yang akan terjadi selanjutnya, dilepaskannya ciumannya, ditatapnya Shania dengan ekspresi bertanya, wajah gadis itu merona, disembunyikannya wajahnya pada caruk leher Beby, membuat Beby tersenyum melihat tingkahnya. Dan saat itu juga Beby meyakini bahwa Shania tak akan ragu menyerahkan segalanya.
***
Beberapa bulan berlalu semenjak malam itu, kini mereka hidup dalam keadaan penuh kebahagiaan. Shania telah menerbitkan novelnya, dengan respon yang sangat baik dari publik membuat nama Shania semakin melambung sebagai seorang penulis yang berani mengangkat cerita-cerita seperti itu.
“Beeebyyyhh…” suara serak itu memanggilnya manja, Beby bergumam tidak jelas membuat Shania terkikik. Ditariknya tubuh Beby yang hanya dibalut selimut itu kearahnya, dirasakannya sensasi kehangatan saat tubuh polos mereka bertemu “Beebbhh…” panggilnya lagi kali ini tepat ditelinga Beby sambil menghembuskan nafas hangatnya membuat Beby bergidik. Perlahan dibukanya matanya, sambil membiasakan diri dengan terangnya lampu pada kamar yang bernuansa Kuning ini.
“sudah bangun?” tanya Shania sambil mengecup bahu Beby
“kau yang memaksaku” sungutnya sambil mengusap wajah dengan telapak tangan kirinya yang bebas karena lengan kanannya tertahan oleh kepala Shania
“jadi kau tidak suka?” Shania mencubit hidung Beby
“kau sudah sarapan?”
“kau tidak menjawabku!”
“maaf, aku suka apapun yang kau lakukan untukku”
“semuanya?” tanya Shania sambil menatap wajah Beby, Beby tersenyum sambil mengangguk “jangan begitu, kau tidak mungkin suka bila suatu saat nanti aku melakukan hal yang menyakitimu”
“aku suka, apabila kau senang melakukannya” Jawab Beby cepat
“hei! Jawaban macam apa itu?! Menyebalkan sekali” Shania membalikkan tubuhnya membelakangi Beby. Dia sudah cukup mengenal Shania. Shania yang terlalu sering berandai-andai, Shania yang hidup dalam imajinasi, Shania yang suka menanyakan kepadanya segala hal yang ingin dia ketahui.
“jangan marah begitu, nanti aku bisa sedih” Beby memeluk Shania dari belakang, melingkarkan lengan kanannya pada pinggang gadis itu
“kau bilang kau suka semua yang kulakukan kepadamu, mengapa harus sedih?”
“aku tidak suka bila aku melakukan hal yang membuatmu marah, makanya aku bersedih”
“Bebyyy~” nada suara Shania melembut, diraihnya tangan gadis itu lalu digenggamnya
“hm?” Beby menyangga kepalanya dengan siku kirinya sehingga dia bisa leluasa menatap pipi gadis yang sedang memunggunginya itu
“jangan seperti itu…” Shania menggeser tubuhnya hingga telentang “jangan hanya memikirkan aku saja, kau juga harus memikirkan kebahagiaanmu sayang” Shania mengelus pipi Beby penuh sayang, gadis itu hanya tersenyum “jika aku melakukan sebuah kesalahan, jika aku benar-benar salah maka salahkan aku. Jangan hanya membuatku bahagia, kau juga harus bahagia sayang”
“aku sudah memberitahumu dengan cara apa aku bisa bahagia” Beby mengecup leher Shania, dihisapnya sedikit menimbulkan cap kemerahan
“sayang… suatu saat aku bisa saja melukaimu dengan hal yang mungkin tidak aku sengaja”
“maka, jangan lakukan itu” Beby berneti sejenak sebelum melanjutkan perkataannya “berhenti berbicara tentang masa depan sayang, tak ada yang pernah tau tentang hari esok” Beby menurunkan wajahnya kearah tulang leher Shania, digigitnya pelan membuat gadis itu terkesiap.
“Beby~” Shania menarik wajah Beby “aku tidak sedang bercanda”
“apa kau mendengar nada bercanda dari omonganku?” Beby menatap gadis yang sedang khawatir itu
“aku…”
“masa depan tak akan pernah ada yang tau. Yang namanya masalah pasti akan selalu ada, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kita saja tidak tau bentuk masalah apa yang akan kita hadapi kelak, jadi mengapa harus khawatir dari sekarang?” Shania tampak berpikir sejenak dengan kata-kata Beby sampai akhirnya dia mengangguk dan tersenyum
***
“apa pesanannya?”
“an Italian Coffe express” Shania mengambil cangkir kopi berwarna putih gading lalu menyerahkannya kepada Beby. Hari ini Yono tidak masuk kerja karena ada urusan penting. Beby dan Shania menggantikannya menjaga cafe seharian ini. sudah cukup melelahkan untuk Beby karena sedari tadi dia yang menghandle semuanya didapur sementara Shania hanya bisa mengantar pesanan dan melayani tamu, dia tidak ingin menghancurkan dapur bila ikut membantu Beby disana.
“antarkan ini, aku akan keruang istirahat sebentar, tubuhku sangat sakit” Beby menyerahkan kopi yang sudah selesai diraciknya kepada Shania, Shania mengecup kilat bibir keriting Beby membuat gadis itu tersenyum lalu menggelengkan kepalanya
“jika ada pesanan panggil saja aku” Beby berlalu meninggalkan gadis itu. Shania kembali ke cafe untuk mengantarkan pesanan tamunya
“silahkan pesanannya tuan” Shania memindahkan kopi itu dari mampannya kemeja tamunya, dua orang lelaki yang cukup tampan menurut mata Shania, gayanya juga kelihatan sangat eksklusif. Shania segera kembali kedalam kitchen sambil merapikan kue-kue yang berada di etalase. Dia berpikir sejenak tentang lelaki yang dulu pernah mengkhianatinya dengan perbuatan kurang ajar. Dia tak pernah tau dimana Nobi berada saat ini, dalam hati diam-diam tubuhnya merindukan sentuhan lelaki itu. Lelaki yang bisa membuatnya mabuk kepayang. Namun dia sadar, Beby telah memberikan segala yang dia butuhkan, semuanya, tidak hanya cinta namun kepuasan dan kebahagiaan.
“hei nona…” salah seorang tamu dari meja yang baru saja diantarkannya secangkir kopi mendatanginya didepan etalase kue
“ya?” tanya Shania ramah, pemuda itu memberikan secarik kartu kepada Shania, dia mengerutkan keningnya lalu menerima kartu tersebut
“hubungi aku bila kau sudah bosan bermain dengan wanita” lelaki itu tersenyum manis sambil berlalu dari hadapan Shania. Gadis itu terpaku, menatap kartu nama dalam genggamannya sejenak, lalu disimpannya pada saku jeansnya.
***
BEBY POV
Tabletku tertinggal dimeja kitchen, aku sering memainkan game didalamnya bila sedang beristirahat, saat kembali dan hendak memasuki ruang kitchen, aku tertegun melihat pemandangan didepan mataku, seorang lelaki memberikannya sebuah kartu nama lalu dia menerimanya dan menyimpannya. Aku juga masih dapat mendengar dengan jelas perkataan lelaki itu.
“hubungi aku bila kau sudah bosan bermain dengan wanita”
***
AUTHOR POV
Malam itu, mereka berbaring dengan saling memunggungi. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Beby masih memikirkan kejadian sore tadi, dia sangat terganggu dengan kelakuan Shania. Ada rasa takut dalam hatinya saat memikirkan hal itu namun Beby tak ingin memperkeruh pikirannya dengan bayangan-bayangan yang belum jelas terjadinya. Beby tak ingin termakan omongan, selama ini dia yang menasehati Shania agar tidak mengkhawatirkan hal yang belum terjadi. Sekuat tenaga Beby menjauhkan pikiran-pikiran buruknya.
Sementara Shania tidak lebih baik. Matanya sudah terpejam dari beberapa jam yang lalu namun kesadarannya masih utuh. Dia sedang berdebat dengan hatinya, hatinya hanya satu namun memiliki keinginan yang berbeda. Disatu sisi, dia yang sudah terbiasa hidup dengan sentuhan para lelaki disekitarnya kini mulai merindukan sosok berjakun itu lagi. Dia merindukan sentuhan para lelaki yang biasa memanjakannya, memperlakukannya dengan gagah, lelaki manapun yang dia rasa sama, memberikan kepuasan yang tak ternilai dalam hidupnya. Namun disisi lain dia ingat Beby luar biasa yang sanggup membuatnya jatuh hati. Gadis itu sanggup menaklukkan sikap liarnya, membuatnya bertekuk lutut dan memandang hidup dari sisi lain yang tak pernah ia lihat. Dia mencintai Beby, namun Beby tak bisa memberikan hal yang bisa diberikan para lelaki itu kepadanya. Dia sadar, dia sudah terbentuk menjadi pribadi yang liar dan suka berpetualang, dia tak bisa membohongi dirinya sendiri meskipun kini dia harus mempertanggung jawabkan sebuah hati yang dia tau akan terluka bila dia pergi mencari kepuasan lain.
***
BEBY POV
Hari sudah larut malam saat aku kembali ke apartemen, cukup melelahkan membantu sahabatku Kinal mempersiapkan pameran besar-besaran yang akan dia adakan beberapa bulan lagi. Fotografer handal itu adalah sahabat kebanggaanku, sifat pekerja kerasnya yang membuatku selalu menghargai semua usahanya. Namun aku belum memiliki kesempatan untuk mengenalkannya kepada Shania, Kinal begitu sibuk hingga jarang memiliki waktu luang. Biasanya aku yang membantunya dan menemaninya menghadapi pekerjaannya, namun jika aku membawa Shania dia pasti akan sangat tidak betah karena kami akan sangat serius bila sedang bekerja
Shania…
Hhhh~ gadis itu… semenjak malam itu aku dan dia menjadi sangat jarang berkomunikasi, ntah apa yang membuatnya menjadi seperti itu. Aku terus berusaha menjaga komunikasi dengannya namun beberapa kali aku menangkapnya sedang termenung dan tidak fokus akan ucapanku. Aku pikir gadis ini sedang mengalami sebuah dilema dalam hatinya, dilema yang aku tidak tau penyebabnya. Kuputuskan untuk diam hingga dia yang bercerita dengan sendirinya kepadaku, namun hingga seminggu berlalu dia tak kunjung menceritakan masalahnya. Aku benar-benar tidak mengerti. Sempat aku menghubunginya sebelum pulang hendak menanyakan apa dia sudah makan agar aku membelinya makanan namun dia tak menjawab panggilanku.
Kulangkahkan kakiku dengan sisa-sisa tenaga yang aku miliki, biasanya saat pulang larut seperti ini dia akan menungguku diappartemenku. Jika aku sedang tidak ada kerjaan dia pasti akan memaksa kami tidur di apartemennya. Aku berhenti didepan kamarku, namun sesuatu menarik perhatianku, kulihat didepan pintu appartemen Shania ada sepasang sepatu pantofel berwarna hitam, jelas milik seorang laki-laki. Tak ingin berprasangka buruk aku berniat melihat kedalam appartemennya.
“aku yakin cepat atau lambat kau akan menghubungiku” suara berat seorang laki-laki, aku menajamkan telingaku “mana mungkin gadis secantikmu bisa bertahan dengan seorang gadis juga? Apakah dia memberimu kepuasan yang benar-benar kau inginkan?” seperti lelaki itu berbicara sendiri, tak ada yang menanggapi perkataannya. Aku memegang kenop pintu hendak membukanya, aku tau kekasihku tak akan mengunci pintu bila sedang ada tamu yang datang ke apartemennya
Cklek…
Kumasukkan kepalaku kedalam celah yang sudah sedikit terbuka. Aku bisa melihatnya. Melihatnya dengan sangat jelas.
Mereka sedang bercumbu.
DEG!
Seperti ada sebuah belati menancap telak tepat dijantungku. Sakit.
Aku terdiam, beberapa saat memperhatikan gerakan mereka. Shania tidak membalas perkataan lelaki itu saat lelaki itu menggumamkan kata-kata cintanya, namun Shania kelihatan begitu menikmatinya. Dia sedang memejamkan matanya saat bibir lelaki sialan itu menjelajahi leher dan kini mulai turun kedaerah dadanya.
Sesak.
Hanya itu yang bisa kurasakan. Tak ingin berbuat gegabah aku menutup pintu itu dengan sangat perlahan lalu melangkah meninggalkan gedung ini, tak tau kemana langkahku akan membawaku. Kubiarkan kakiku terus berjalan tak tentu arah, kubebaskan kakiku mencari jalannya sendiri, aku tak lagi bisa berpikir jernih. Hanya bayangan Shania yang sedang menikmati cumbuan lelaki itu yang ada dalam benakku, kepalaku terasa berdenyut, namun hatiku lebih buruk, terasa begitu perih. Aku tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikirannya.
Ah! Kaki bodoh ini. Mengapa dia membawaku ketempat ini? Kupukul pelan kepalaku yang sudah sangat pusing dengan tangan kananku. Perlahan kulangkahkan kakiku, restoran ini yang menjadi favoritnya semenjak pertama kali aku membawanya kemari. Kucari meja tempat kami biasa duduk. Kududukkan tubuhku pada kursi busa yang besar, kurebahkan punggungku kesandarannya kucoba untuk memejamkan mata sejenak berharap sakit dikepalaku ini sedikit reda. Tak berguna. Kulihat sekitarku, restoran ini sangat sepi karena waktu telah menunjukkan pergantian hari. Seorang pelayan datang menghampiriku dan membawakan sebuah list menu.
Kubiarkan malam ini menjadi malamku, tak ada yang bisa melarang, dan tak ada yang harus kujaga. Kupesan sebotol besar wine dengan kadar alkohol yang sangat tinggi
“untuk anda sendiri nona?” tanya pelayan tersebut memastikan
“apa kau melihat aku bersama orang lain?” tanyaku tanpa menatapnya
“maaf nona bukan maksud saya mencampuri urusan anda namun wine yang anda pesan sangat tinggi kadar alkoholnya anda bisa-”
“antarkan pesananku, dan aku akan membayarnya. Kau tidak perlu khawatir karena aku berjanji aku tidak akan merepotkanmu dan rekan-rekanmu” jawabku sambil menatap pelayan itu dengan tatapan menusuk, membuatnya terdiam dan membungkukkan tubuhnya sesaat sebelum pergi meninggalkanku.
Aku menarik nafas dalam dan menghirup udara pantai ini. Asin. Aku tertawa, teringat saat aku meminta Shania untuk melakukan hal yang sama lalu dia mengecap-ecapkan lidahnya saat rasa asin terasa disana. Saat itu dia memukulku dengan sayang lalu mengecup kilat bibirku.
Ya, dikecupnya bibirku.
Seperti lelaki itu mengecup bibirnya.
***
AUTHOR POV
Shania terbangun dari tidurnya, dilihatnya tubuhnya sudah tidak berbusana didalam selimut. Dirasakannya sebuah tangan besar melingkari tubuhnya, tangan besar yang tidak terasa familiar, tidak terasa nyaman. Dilihatnya kesamping, seorang lelaki berwajah manis dengan hidung mancung dan rambut cepak. Begitu gentle. Namun satu, dia asing dengan pemandangan ini. Jauh didalam hatinya bukan pemandangan ini yang dia inginkan
Dia menginginkan Beby-nya yang memeluknya, wajah kekanakan itu selalu berusaha menjaganya disetiap tidur hingga pagi datang menjemput dan Shania siap mengucapkan sebuah kalimat yang mengawali harinya.
“selamat pagi sayang…” lelaki itu terbangun, sedikit mengerang lalu menatap wajah Shania, dia tersenyum “kau benar-benar hebat tadi malam” lelaki itu turun dari ranjang, tidak merasa risih atau malu dengan tubuh polosnya dia masuk kedalam kamar mandi. Shania mengambil kimononya lalu melilitkannya pada tubuh polosnya. Dia berjalan kedapur untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Shania mengingat sesuatu, diraihnya handphonenya kemudian dilihatnya puluhan panggilan tak terjawab dari Beby.
“Shania..” suara laki-laki itu datang dari arah belakangnya. Pemuda itu melingkarkan tangannya pada tubuh Shania dari belakang, refleks Shania memutar tubuhnya lalu menghindari lelaki itu “kau kenapa?
“ti- tidak apa-apa” jawab Shania tanpa menatapnya
“apa aku melakukan kesalahan?”
“tidak” Shania menggeleng “pulanglah, aku masih ada urusan”
“aku akan menunggumu disini”
“jangan!” tidak sadar Shania sedikit berteriak
“ke- kenapa?” lelaki itu sedikit terkejut
“tidak apa-apa. Pulanglah, urusanku masih sangat banyak” Lelaki itu mengerutkan keningnya melihat tingkah Shania, dia menggeleng. Shania melihat lelaki tegap itu berdiri dan beranjak kearah luar ruangan, dia sudah memakai pakaiannya dengan lengkap saat keluar dari kamar mandi tadi.
“aku pulang. Terimakasih untuk yang semalam” lelaki itu berbicara dengan nada tulus. Shania menghela nafas saat lelaki itu sudah tidak terlihat dari jarak pandangnya. Dia memutuskan untuk segera mandi dan bergegas menemui editor sekaligus sahabatnya untuk membicarakan pekerjaan mereka.
***
“Be- Beby” saat berjalan keluar appartemen Shania berpapasan dengan Beby yang tampak begitu berantakan. Beby mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk, ditatapnya Shania dengan wajah berkerut. Shania tidak tau apa yang harus dia katakan kepada kekasihnya itu. kekasih? Masih pantaskah dia disebut kekasih?
“m-mengapa kau begitu berantakan?” Shania meraih tangan Beby lalu melingkarkannya pada pundaknya membantu gadis itu berjalan, namun Beby menepisnya.
“pergilah, aku bisa sendiri” Beby menjawab dengan nada yang begitu tenang.
“a-aku tidak bisa jika kau masih seperti ini”
“memangnya aku seperti apa?”
“Beby…” Shania menarik tangan Beby, namun Beby kembali menepisnya, dia berusaha berjalan dengan sisa-sisa tenaganya.
“pergilah, Shania…” suaranya melembut, namun sarat luka. Shania bergeming, menunggu Beby memasuki apartemennya. Dia bisa menerka bahwa Beby pasti sudah mengetahui perbuatan bejatnya. Tak tau harus berbuat apa dia segera menemui sahabatnya Veranda
***
Dua minggu tanpa sebuah kepastian, mereka hidup dalam dunianya masing-masing. Beby benci keadaan ini, dia tak ingin mempermasalahkannya lagi dengan Shania namun setiap dia mengingat kejadian malam itu, mengingat Shania yang menikmati jamahan lelaki itu, hatinya kembali sakit, seperti sebuah luka yang belum kering lalu ditaburi dengan garam. Begitu perih.
Shania tidak lebih baik, dia benar-benar merasa bersalah, namun tak punya keberanian untuk meminta permohonan maaf dari gadis yang masih berstatus sebagai kekasihnya itu. Hanya satu alasan mengapa malam itu Shania nekat bersetubuh dengan lelaki itu. Dia merasa kesepian. Dia tau ada Beby yang menemaninya namun dia tetap merasa kesepian, dia merasa ada sesuatu yang hilang saat itu, saat dia menerima kartu nama seorang lelaki sore itu dicafe, setelahnya dia merasa ada sesuatu yang mendorongnya untuk melakukan hal gila itu. Tanpa dia sadari sesuatu yang hilang itu adalah Beby, Beby yang perlahan mulai menjaga jarak dengannya setelah dia melihat gadisnya menerima kartu nama yang diberikan lelaki itu kepadanya. Beby hanya ingin memberikan Shania ruang untuk meyakinkan hatinya sendiri, sudahkah seorang Beby cukup untuknya? Namun, Shania terlalu buta untuk menyadari kekosongan yang disebabkan Beby
***
“hallo” suara gadis itu membuat seorang gadis pendek dihadapannya menoleh, gadis itu tersenyum lalu menyambut pelukan teman lamanya.
“Shania! Long time no see!” Naomi memeluk erat teman lamanya itu
“how are you?”
“ah, Im fine. How about you? What are you doing here?” Naomi menuntun gadis itu untuk duduk disebuah bangku panjang dibawah pohon
“Im on vacation” Shania tersenyum namun Naomi begitu mengetahui watak temannya semasa sekolah dulu. Shania tidak suka bepergian keluar kota apabila dia tidak memiliki masalah yang berarti
“whats wrong with you?” Naomi menggenggam tangan Shania, gadis itu hanya menggeleng
“tidakkah kau lelah menjalani pekerjaan ini secara terus menerus Naomi? Mengabdikan seluruh waktumu untuk menjaga anak-anak berkebutuhan khusus ini” Shania memandang sekelilingnya. Ada beberapa anak yang mempunyai keterbelakangan mental sedang bermain-main riang, ada yang sedang menangis dan dirawat beberapa perawat.
“kau tau sendiri, inilah mimpiku. Aku mencintai pekerjaanku sekarang, apa lagi yang harus aku bosankan bila sesuatu yang aku cintai sudah kumiliki?” Shania tertegun mendengar perkataan Naomi.
“tidakkah kau ingin mendapat kebahagiaan lebih?”
“Bagiku inilah kebahagiaanku yang mungkin kau anggap membosankan dan memuakkan” Naomi terkikik mengingat betapa Shania tidak menyukai jenis pekerjaannya ini, dia tidak terlalu suka dengan anak-anak “tak ada yang lebih mengerti kau selain dirimu sendiri. Kau harus mengetahui apa sebenarnya yang kau inginkan. Apa sebenarnya yang kau butuhkan? Yang perlu kau lakukan hanya membuka hatimu dan menerima kebenaran”
“waktu kita masih muda dulu…” Shania mengenang masa sekolahnya “kupikir kebahagiaan akan datang dengan sendirinya. Jika aku punya uang, jika aku punya reputasi dan popularitas, kurasa cinta akan datang mencariku lalu membawaku kejalan kebahagiaan” Shania menghela nafasnya “aku melakukan banyak cara untuk mendapatkan apa yang aku mau, tak peduli dengan orang lain. Hingga aku menyakiti hati seseorang yang benar-benar mencintaiku” Air mata menggenangi pelupuk matanya. Naomi mengelus punggung Shania dengan penuh kelembutan, dia mengerti kearah mana pembicaraan ini.
“Shanju…” Naomi menangkupkan kedua tangannya kewajah Shania “tak ada kata terlambat untuk mereka yang mau mengakui kesalahannya. Jika kau juga mencintainya, lakukan sesuatu untuk mendapatkan maafnya. Lupakan semua yang sudah kau lakukan dan jadilah pribadi yang baru” Shania menatap Naomi. Gadis mungil sepupu sahabatnya sekaligus teman semasa sekolah mereka ini benar-benar menakjubkan. Tak heran dia memiliki pekerjaan ini pada akhirnya. Perkataan lembutnya selalu mampu membuat orang lain tenang. Shania memeluk Naomi erat sambil membiarkan air matanya menetes dipipi.
***
Malam ini tidak banyak berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Beby menghabiskan waktunya setiap malam dipinggir pantai, tak jarang dia mendirikan tenda dan bermalam disana. Dia tidak lagi menyalahkan perbuatan Shania, dia hanya terjebak didalam masalalunya, dia merindukan gadis itu. Gadis yang kini berada begitu jauh dari jangkauannya. Beby meneguk sodanya. Diingatnya masa-masa awal mereka bertemu, diingatnya saat gadis nakal itu bergelayut manja dilengannya hanya untuk mendapatkan informasi darinya seputar tulisannya.
Lagi.
Airmatanya menetes membasahi pipinya
Dia benci dengan keadaannya, dia benci dengan kelemahan hatinya. Dia benci kepada dirinya sendiri karena membiarkan dirinya jatuh begitu dalam kedalam pesona Shania, dia membenci dirinya sendiri karena tidak bisa mendatangi Shania dan meneriakinya dengan kata-kata amarah dan meninggalkannya begitu saja.
Dia mengingat perkataan Yono saat mereka sedang berbincang dan Beby menceritakan keadaannya
*flashback*
“pada akhirnya dia memang tidak bahagia dengan hubungan seperti ini”
“Beby, bila kau mencintainya jangan tinggalkan dia. Kesalahan pasti punya sebuah alasan”
“itulah mengapa aku tak ingin jatuh cinta. Love will make us painfull”
Yono merangkul Beby lalu mengusap-usapkan tangannya pada bahu gadis pendek itu
“meskipun itu menyakitkan, tapi kita harus selalu menerima semua rasa sakit itu karena kita membutuhkan cinta. Karena cinta tidak menjanjikanmu sebuah kebahagiaan, namun juga sakit dan luka yang membuat bahagiamu menjadi begitu mahal harganya. Bukan begitu?”
Beby bergeming mendengarkan penjelasan sepupunya yang tampan itu. Ada sebuah pengertian tentang cinta yang selama ini tidak dia sadari.
*flashback end*
Karena luka dan rasa sakit itulah yang membuat kebahagiaanmu menjadi begitu mahal.
Beby tersenyum sejenak. Sepupunya memang luar biasa.
“Beby…”
Beby tertegun mendengar suara itu.
“Beb…”
Beby mengerutkan keningnya. Diliriknya sekelilingnya lalu mendapati gadis berwajah malaikat yang selalu dirindukannya kini berdiri agak jauh dibelakangnya. Beby hanya mampu menatap gadis itu tanpa berkata apa-apa. Tatapannya sendu, penuh luka saat dia melihat sosok yang pernah menyakitinya itu.
“why do you come here?” Beby berusaha menahan getaran suaranya
“I have something to tell you” Shania memainkan jemarinya sendiri
“I have something to tell you too” Beby membuang tatapannya sejenak sebelum kembali menatap gadis dihadapannya “terimakasih karena sudah memberitahuku bahwa arti hadirku hanya sampai pada tingkatan seperti ini didalam hidupmu”
“kau salah paham Beb…” suara Shania mulai bergetar
“Im not an idiot Shania” Beby menggeleng lalu membuang pandangannya
“seorang gadis menghabiskan waktunya untuk medapatkan banyak cinta dalam hidupnya, yang dia pikir akan membawanya kedalam sebuah kebahagiaan. Sampai seseorang datang kedalam dunianya dan memperkenalkannya pada sebuah dunia baru yang tidak pernah dia ketahui sebelumnya. Hal itu membuatnya berhenti melakukan petualangan cintanya. Waktu yang berlalu membuat cinta mereka semakin dalam” Shania menghela nafasnya sejenak “namun dia tak cukup pintar untuk mengetahui apa yang sebenarnya dia inginkan, kebahagiaan seperti apa yang dia mau. Matanya masih buta dan hatinya masih terlalu labil untuk memahami hal berat seperti itu. Dia begitu terlarut dengan wanitanya sampai suatu ketika dia berpikir, bahwa dia kesepian karena tak lagi merasakan kehadiran seorang lelaki” Shania membiarkan air mata mengalir bebas dipipinya
Mendengar penjelasan itu, Beby tak sanggup menahan air matanya, hatinya kembali diiris-iris, perih dan sangat menyakitkan.
“masih banyak lelaki baik diluar sana yang bisa mencintaimu lebih dan menjagamu lebih baik dari aku”
“tapi yang kucintai adalah kau”
DEG!
Beby tertegun. Untuk kali pertama Shania mengatakannya. Beby tidak pernah mendengarnya sebelumnya meski begitu dia tetap percaya kepada gadis dihadapannya, lalu sekarang dia mendengar Shania mengatakannya dengan nada ketulusan didalamnya
“maafkan aku karena membuatmu terluka. Aku tidak mau lagi bertualang. Aku tidak mau lagi mencari kebahagiaan lain karena aku sudah sadar. Bahagiaku ada padamu” Shania berlari kearah Beby lalu memeluk gadis itu. Air mata Beby jatuh semakin deras saat mendengar Shania terisak
“aku mencintaimu, Beby Chaesara. Sangat mencintaimu” Shania berucap disela isakannya. Beby balas memeluknya erat. Kini keraguannya terhadap gadis dipelukannya runtuh. Dia memang ditakdirkan untuk menerima rasa sakit dan membawa kebahagiaan kepada orang lain, karena seperti itulah cara dia berbahagia.
“aku juga sangat mencintaimu, Shania Junianatha”
***
“hei kapten!” Beby berseru sambil memeluk Kinal “selamat ya?” disalamnya gadis kekar itu.
“thanks Beb, tidak akan bisa seperti ini jika tanpa bantuanmu” Kinal mengedarkan pandangannya “mana gadismu yang selalu kau banggakan itu?”
“ah, tunggu… aku lupa meletakkannya dimana tadi” Beby tersenyum konyol sambil mengedarkan pandangannya, Kinal menghadiahinya sebuah jitakan “itu dia! Ayo!” Beby menarik Kinal kearah seorang gadis yang sedang berdiri berbincang bersama sahabatnya
“Shania, ini sahabatku Kinal, Kinal ini kekasihku Shania” keduanya bersalaman “Ve, ini….”
“kalian saling kenal?”
“apa?” Beby mengerutkan kening diikuti Shania. Kinal menarik tangan Ve agar gadis itu berdiri disebelahnya
“ini, seseorang yang sudah lama kujanjikan akan kukenalkan padamu” Kinal mengisyaratkan Ve agar mengulurkan tangannya. Beby, Shania dan Ve berbagi pandangan sambil menertawakan sebuah kebetulan yang menakjubkan ini.
-END-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Makasih banyak buat yang udah sempetin baca ff ini, makasih juga buat yang punya blog alias Kak Rui alias Kak A******, udah ijinin saya buat numpang ngeshare ff ini.

-Kang BeCak-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama asli gw disebut :v kepret.
Mumpung gw juga yg ngepost, wa sensor ah wkwk :v

Sedih? Seneng? Kecewa? Atau malah ada yg kepo soal VeNal?
Tenang saja! Kini kulit manggis ada ekstraknya!! *bukan!! *salah!!
Kabarnya si Kang Becak bakal bikin sequelnya!! HORAY!!
Yaudah segitu aja wkwk :v

3 comments: