Ciee banget akhirnya nih FF apdet~
Betewe nih FF klo di singkat varokah banget jadi DoA wkwk :v
langsung aja deh ah~
Happy reading, semoga terhibur.
Semoga dapet feelnya walau isinya 9 crack pair (karena DesYana bukan crack pair toh? Jadi 9 aja)
“Mentionnya rame sama siapa
Kak? Ngene? Ownru? Oknum D? Oknum M atau Oknum Y?”
“Sama Oknum D nih yang kena
bully lagi katanya.” *peace anak
BeShanan ini cuma jokes aja*
langsung aja deh ah~
Happy reading, semoga terhibur.
Semoga dapet feelnya walau isinya 9 crack pair (karena DesYana bukan crack pair toh? Jadi 9 aja)
Dating or Acting? (JKT48)
Part 2
10 pasangan itu kini berpencar,
untuk membeli keperluan pakain mereka untuk acara yang akan diadakan tiga hari
lagi itu. Beruntung ada pasar dan mall yang tidak jauh dari tempat mereka
latihan dan berkumpul. Sehingga mereka tidak perlu jauh-jauh mencari. Tapi,
karena tidak jauh-jauh itulah walau berpencar pada akhirnya mereka akan bertemu
lagi.
Seperti ketiga pasangan yang
akhirnya memutuskan saling membantu. Apalagi Melody sebagai kapten merasa
memiliki tanggung jawab untuk ‘memastikan’ dan ‘mengawasi’. Saat ini gadis
berdarah Bandung itu –yang tentunya bersama Hamids- sudah bersama sang pacar
(?) Ghaida Farisya dan ‘pasangannya’ Stephanie Pricilla atau yang akrab disapa
Stefi.
Kedua ‘pasangan’ itu memang
sengaja sih berencana belanja bersama. GhaiMel couple berjalan di depan Hamids
dan Stefi sambil bergandengan tangan. Pemandangan yang membuat Hamids….
“Sabar ya, Pah.” Ledek Stefi.
“Apa? Kok jadi Papah? Kamu kali
yang sabar.”
“Kenapa jadi Stefi?”
“Papah tau, kamu cemburu liat Kak
Ghaida mesra-mesra-an sama Kak Melody.”
“Ih! Siapa yang bilang Stefi
cemburu?”
“Ketawan, udah deh jujur aja sama
Papah~”
“Gak ihh!!” Teriak Stefi yang
membuat Melody dan Ghaida berhenti.
“Aduh, ini adik-adiknya Kak Melody
kenapa ribut?” Tanya Melody pada Hamids dan Stefi yang untungnya tidak
menabarak Melody dan Ghaida di depannya.
“Ini Papah Hamids, rese.”
“Ih, gak kok. Cuman isengin aja.
Hehehe.” Hamids nyengar-nyengir saja saat Melody menatapnya.
“Eh iya, Teh. Gak papa Teteh
nemenin aku sama Stefi? Emang Teteh sama Hamids gak belanja?” Tanya Ghaida.
“Gak kok. Aku sama Hamids mah udah
punya bajunya. Yaudah, lanjutin jalannya yuk.”
Saat mereka ingin melanjutkan
perjalanan, Hamids malah diam melongo di tempat. Membuat Stefi dan GhaiMel
couple berhenti lagi.
“Kenapa Mids?” Tanya Melody.
“Itu Kak. Itu kaya Anin sama Kak
Frieska. Iya bukan sih?” Tunjuk Hamids ke salah satu toko.
Ketiga orang yang bersamanyapun
mengikuti arah yang ditunjuk Hamids. Benar saja, disebuah toko baju perempuan
Anin-Frieska terlihat sedang memilih-milih baju.
“Kak Fries, yang ini lucu.” Ucap
Anin mengambil sebuah kaos.
*betewe gaes, gw ga ngerti nama-nama (?) baju cewe. Jadi ya, soal
pakaian cewe2 yang disebutkan di ff ini. Mohon maaf bayangin sendiri aja ya.
Maklumin deh*
Frieska memperhatikan kaos yang
diambil Anin. Lalu dia menatap Anin yang sedang tersenyum-senyum girang itu.
Frieska menghembuskan nafasnya.
“Iya. Itu lucu. Kalau kamu yang
pake. Kalau Kak Frieska yang pake mah… Mana kecil pula.” Mendengar itu, Anin
hanya tertawa.
“Yaudah, yang ini aja Kak. Cobain
deh.” Anin memberikan sebuah mini dress.
Frieskapun sedikit ragu untuk
mengambilnya, namun Anin tetap memaksa. Demi menjadi senior yang baik,
Frieskapun mengabulkannya. Sekitar hampir 5 menit, akhirnya Frieska keluar.
Frieska keluar sambil merapihkan
bajunya. “Gimana?” Saat Frieska mendongakkan kepalanya. Betapa terkejutnya dia
saat yang menyambutnya tidak hanya Anin yang ada disana. Tapi, ada juga sang
kakak, Ghaida, Hamids dan Stefi. Spontan muka Frieska memerah, apalagi saat
Ghaida tersenyum padanya. “Babang? Teteh? Sejak kapan??”
“Barusan aja. Duh adeknya Teteh
kok jadi unyu-unyu, gini?”
“Ihh!! Ini cuman nyoba iseng tau!
Nurutin maunya Anin.” Bela Frieska.
Mereka hanya tertawa melihat
Frieska yang cemberut karena malu memakai pakaian yang menurutnya lebih pantas
dipakai anak seusia Anin. Sementara itu, di lantai yang sama namun beda toko.
Gracia dan Veranda terlihat sedang memilah-milih dress.
“Kak Ve.”
Veranda langsung menatap ke arah
Gracia. “Iya, Gre?” *ini bukan Jessica ya
yg manggil. Jgn digabung sama FF sebelah (?) :v*
“Kak Ve suka jalan berdua kaya
gini sama Kak Kinal?” Tanya Gracia dengan malu-malu. “E-Eh, bukan maksudnya
Gracia kepo, cuman-”
“Gak apa-apa kok.” Veranda
mendekat pada Gracia.
Secara tiba-tiba, Veranda mendekat
ke arah Gracia dan membelai lembut rambut Gracia. Kagetkan dan juga sedikit
timbulkan rona merah di pipi gadis penyuka Real Madrid itu.
“K-Kak Ve nga-ngapain?” Tanya
Gracia gugup dan makin parah saat Veranda tersenyum manis padanya.
“Cuma benerin rambut kamu yang
ngalangin, biar gak ganggu. Sekalian latihan, kan?” Lagi, seorang Veranda
tersenyum pada Gracia.
Asdfghjkl begitulah perasaan
Gracia saat ini. Ingin rasanya memeluk gadis berpipi seperti mochi yang ada
dihadapannya itu. Namun, Gracia menahannya. Walau sekarang dia bisa ‘bebas’
dengan oshimennya itu, tapi Gracia tetaplah seorang Junior yang tidak bisa
seenaknya.
“Kak Ve romantis banget. Diajarin
Kak Kinal, ya?” Tanya Gracia sambil menunduk dan kembali mencari pakaian
untuknya.
Mendengar pertanyaan itu, Veranda
hanya tertawa kecil lalu duduk di bangku belakang Gracia. “Diajarin Kak Kinal?
Kamu kok bisa ngira gitu?”
“Ya, abis… emm…”
“Kak Kinal gak pernah ngajarin. Dia
itu kaya bayi gede, gak bisa apa-apa tanpa aku. Soal kaya tadi, Kak Ve biasa
ngelakuin ke dia. Cuman bedanya, kamu kalem, Kak Kinal petakilan.” Veranda
kembali tersenyum, Gracia hanya mengangguk. “Terus, kalau kamu sama Nina
gimana?”
“Eh?” Lagi, muka Gracia merona
merah. “A-Aku sama Hamids?”
“Iya, kamu sama Hamids.”
“Ya, gitu deh, Kak. Gak ada
peningkatan, malah-”
Menyadari raut wajah Gracia yang
berubah jadi murung, Veranda memotong ucapan Gracia. “Gre, kamu suka warna
ungu, kan?”
“I-Iya Kak. Kenapa?”
“Itu yang lagi kamu pegang bagus.
Kenapa gak yang itu aja, Gre?”
“Emm? Ini? Kak Ve gak masalah?”
“Kenapa mesti masalah? Cobain
aja.”
Graciapun mengangguk, lalu
mengikuti perintah Veranda. Sementara dari kejauhan, seseorang yang sedang
menaiki escalator seperti memperhatikan Veranda-Gracia. Siapa lagi kalau bukan…
“Ha-Hachiihh!!” Suara bersin cukup
keras keluar dari mulut seseorang, orang itu langsung mengusap hidungnya dengan
jari telunjuknya.
“Kak Kinal gak papa? Flu?” Tanya
gadis disamping Kinal yang sedang makan pocky itu.
“Gak, gak papa. Le, makan dulu
yuk. Laper nih gw.” Michelle melihat jam tangannya, memang jam sudah
menunjukkan waktu untuk makan siang.
“Boleh, Kak.”
“Mau makan dimana?”
“Aku ikut Kak Kinal aja.”
“Yee, jangan gitu lah. Yaudah
jalan dulu dah.” Michelle hanya mengangguk.
Keduanya melanjutkan perjalanan
dalam keheningan, hanya sapaan dari beberapa fans yang lewat yang membuat suara
mereka keluar dari mulut mereka. Saat hanya berjalan berdua, hanya suara
renyahan pocky di mulut Michelle yang terdengar. Kecanggungan diantara keduanya
masih begitu terasa. Kinal selalu menatap ke arah kanannya, begitu juga
Michelle yang selalu menatap ke arah kirinya.
Michelle merasa dirinya bisa gila
bila terus begini. Hatinya menjerit. Ingin lebih dekat tapi tak mampu. Sekadar
memulai obrolan diapun tidak berani. Dia tahu dan sadar bahwa Kinal sudah milik
seseorang yang mungkin tidak bisa disaingi Michelle. Senyum miris terukir di
wajah gadis yang kadang akrab disapa Lele itu. Bulir air matanya bisa jatuh
kalau saja Kinal tidak memanggilnya.
“Le, bagi pocky-nya satu dong~”
Pinta Kinal dengan manja.
Karena kaget, reflek Michelle
langsung mengambil satu buah (?) pocky dan mengarahkanya ke Kinal. Bukannya
mengambilnya dengan tangan, Kinal mengambilnya dengan… mulut. Iya, mulut
sodara-sodara yang berbahagia. Puji syukur kita- *halah apaansih!!
Terlihat seperti Michelle menyuapi
seorang Kinal. Mata keduanya sempat bertemu sesaat saat Kinal mengambil pocky
itu. Beruntung Kinal langsung kembali fokus pada jalanan di depannya. Kalau
tidak abislah sudah Michelle yang wajahnya sudah memerah itu.
Ciee Lele natap2 Kinal :'D my KinaLele~ |
“Jadi, mau makan dimana nih, Le?”
Michelle masih diam. “Syel? Michelle??”
BRUG!!
“Hoaa!!” Ternyata Michelle yang
meleng itu menabrak tubuh Kinal yang sedang berhenti itu. Nyaris saja terjatuh,
kalau saja tubuhnya tidak ditahan Kinal.
Michellepun langsung mendorong
tubuh Kinal. “Ma-Maaf Kak, aku gak maksud.”
“Gak papa. Tapi, hati-hati atuh,
untung pinggang Kak Kinal gak encok.” Ucap Kinal sambil memegangi punggungnya
dan ber-akting pura-pura sakit.
“Idih! Lebay.” Michelle memukul
pelan pundak Kinal.
“Ehehe.”
“Eh, Kak! Makan disitu aja, yuk!”
Michelle menunjuk ke arah sebuah restoran.
Mata Kinalpun mengikuti ke arah
yang ditunjuk Michelle. Ternyata sebuh restoran Jepang-lah yang ditunjuknya.
“Err… Sushi, ya? Kek Veranda aja
deh, Sushi mulu. Bosen gw.”
“Terus dimana?”
“Emm…” Kinal memperhatikan sekitarnya.
“Ah! Itu aja!” Tanpa izin, Kinal menarik tangan Michelle seenak jidat tanpa
perasaan bersalah.
Michelle yang ditarik hanya diam
memperhatikan genggaman tangan Kinal. Genggaman yang mengalirkan getaran sampe
ke dalam hatinya dan memicu bertambah cepatnya debaran jantung Michelle. *halah paan sih*
Sementara itu, Nabilah dan Sisca
di restoran lain…
“Kak Nabilah ngapain deh? Sibuk
banget sama HPnya?” Tanya Sisca yang sedang makan nasi goreng itu.
“Ini gw lagi nyoba-nyoba nyari
contact.”
“Contact siapa? Buat?”
“Gw tuh lagi coba nanya-nanya sama
crew Wewe, sape tau mereka ada yang kenal sama crew nih variety.”
“Oh lalu?”
“Lu masih mau Danso, kan? Masih
inget yang gw bilang, kan?”
“Iya. Terus?”
“Ah elah lu! Teras-terus wae!!
Udeh ah! Dapet nih, bentar gw telpon dulu.”
Nabilah mencoba menelpon nomer
crew yang dia dapatkan. Setelah beberapa lama gak diangkat, akhirnya telepon
diangkat.
“Halo, Assalamualaikum. Ini
Nabilah Jeketi forti eit, Pak. Hooh, serius. Dapet nomer Bapak dari Kak Dena
crew film Wewe.” *ini ngasal*
“Oh, ya ampun. Ada apa Dek Nabilah?”
“Jadi gini, Pak. Saya punya ide
buat acara 3 hari lagi. Boleh usul, kan?”
“Boleh aja boleh. Silahkan.”
“Jadi gini…”
Selama hampir 10 menit Nabilah
bicara di telepon, akhirnya telepon berakhir.
“Gimana Kak?” Tanya Sisca yang
sudah selesai dengan makannya.
“Hah.” Nabilah menghela nafasnya.
“BERES!! BOLEH!! HAHAHA!!” Nabilah terlihat girang sendiri. “Udah ah, makan dah
yuk.” Saat Nabilah ingin makan dia melirik ke arah piring Sisca yang sudah
bersih. “Kok piring lu udeh bersih?”
“Ya, kan daritadi Kak Nabilah lagi
telponan. Sisca laper banget tadi. Masa nungguin?”
“Wah, kejam lu Sis sama gw. Belum
pernah dilindes Bajay nih anak. Wah Jahat.”
“Maaf deh Kak Nabilah. Kan Sisca
tetep temenin.”
“Kagak bisa. Pesen lagi.”
“Hah?”
“Pesen lagi udeh buruan. Kita
makan bareng dari awal.”
“Tapi Kak-”
“Pesen lagi Siske! Wah wa tonjok
lu.”
“Kak, aku u-”
“Udeh, gak usah banyak cincong lu!
Pesen lagi!!” Sisca hanya menghela nafasnya. Sebagai junior tentunya tidak enak
untuk menolak. Tapi, perutnya sudah kenyang. “Udeh, cepetan. Gw yang bayarin
elah.” Dengan sangat terpaksa, iapun memesan satu piring nasi goreng (lagi).
~~~
Sambil sibuk memainkan HPnya dan makan sebuah es krim, Okta berjalan bersama
Gaby yang terlihat bete dan kesal di sebelahnya.
“Kak Gaby ngapa sih ngegerutu
mulu?” Tanya Okta yang tetap fokus pada layar HPnya.
“Bete. Kamu ngapain sih sibuk mulu
sama HP?”
“Nih!” Okta menunjukkan isi tab
mention twitternya, terlihat berbagai mention yang menyinggung atau
menyindirnya soal Desy-Ayana. “Cidey ngeshare foto lagi makan sama Ayana.
Nyebelin ih.” Tambah Okta.
“Yaelah, gitu doang. Lebay deh. Eh
ngomong-ngomong kita belum makan, Ta.”
“Yaudah makan.”
“Dih! Dasar manusia es!” Gaby yang
membawa sebungkus plastic berisi belanjaan mereka pergi meninggalkan Okta
dengan sebal.
“Dih! Kak Gaby, tungguin Ota
dong!” Oktapun menyusul Gaby.
Keduanya terus berjalan ke arah
food court, namun tiba-tiba tangan Gaby ditahan Okta.
“Kenapa?”
Bukannya menjawab, Okta malah
hanya diam. Membuat Gaby bingung. Gaby memperhatikan perlahan wajah Okta. ‘Kalau diem kaya gini, Okta keliatan keren
juga.’ Pikir Gaby dalam hati. Jakun Oktapun menjadi sesuatu yang paling
mencuri perhatiannya. ‘Gak kalah dari
Beby. Yah, walau masih seksian punya Beby, sih.’
“Kak Gaby!”
“….” Gaby masih fokus ke jakun.
“Kak Gaby!”
“Ha-Hah? I-Iya??”
“Jangan makan disebelah situ,
sebelah sana aja!”
“E-Eh? Kenapa emangnya?”
“Liat dong itu ada siapa!” Gaby
melihat ada Ayana dan Desy yang sedang bercanda berdua di salah satu meja
makan. Ahh.
“Yaudah deh. Bebas yang penting gw
mau makan sekarang.”
Akhirnya setelah memesan makanan,
mereka duduk di tempat yang agak jauh namun tetap dapat mengintip Desy dan
Ayana. Tentu saja, Okta yang memilih tempat tersebut. Pandangan Okta terus
tertuju pada Desy yang terlihat sedang menyupi Ayana es buah. Gaby hanya
menggeleng melihat itu.
Akhirnya 10 menit kemudian pesanan
keduanya datang. Tentu saja Okta memesan Es buah yang tampak begitu
menyegarkan.
“Es mulu. Sakit gw gak mau
tanggung jawab.”
“Siapa juga yang minta pertanggung
jawaban Kak Gaby.”
“Ihh!”
Keduanya memulai makan mereka
dengan begitu hening. Tidak ada suara. Apalagi, perhatian Okta tetap terfokus
pada Desy dan Ayana yang saat ini sedang digoda (?) oleh beberapa orang yang
sepertinya Fans JKT48. Akhirnya makanan utama milik Okta habis, diapun langsung
menyambar es buahnya.
“Santai aja kali, Ta. Gak bakal gw
ambil. Lagian lu makan es mulu gak apa-apa emang?”
“Gak apa-apa. Lagian Ota tuh lagi
kepanasan.”
“Panas apanya di dalem Mall? Panas
karena cemburu, ya~”
Okta tidak menanggapi ledekan
Gaby. Hening kembali menyelimuti, keduanya fokus pada Gadget mereka
masing-masing sampai Okta membuka suara.
“Kayaknya abis ini Kak Gaby juga
kepanasan deh.”
“Hah? Maksud lo?”
“Cek twitter coba.”
“Emang ada apaan?”
“Cek aja, paling mentionnya rame sama
anak BeShanan sama yang suka jodoh-jodohin gitu.”
Dengan cepat karena penasaran,
Gaby membuka akun twitternya. Langsung saja ratusan notif diterimanya. Saat
Gaby mengecek timeline twitternya, ternyata Shania memposting sebuah foto
bersama Beby dan tentu saja para Mak Comblang entah bagaimana selalu
menghubungkan Gaby dengan BebNju.
Anggap aja syer ini |
Masih sambil memakan es buahnya,
Okta tertawa kecil melihat raut wajah Gaby yang berubah. Kecemburuan terlihat
dari mata gadis asal Manado itu. Apalagi tak lama setelah post foto itu, Shania
mengatakan dia dan Beby sedang makan bakso berdua. Dengan betenya, Gaby
mengambil es buah milik Okta.
“Ngapain Kak?”
“Bagi. Panas.”
“Ih! Beli sendiri dong.”
“Kelamaan. Udah entar gw beliin
lagi buat lu.” Okta hanya bisa cemberut melihat es buah miliknya dimakan orang
lain.
Sementara itu ‘penyebab’ panasnya
Gaby, sudah selesai dengan baksonya. Namun, sepertinya keduanya belum ingin
pergi dari tempat mereka duduk.
“Beb, abis ini jalan, yuk.” Ajak
Shania.
“Jalan? Emang kamu gak mau
ketemuan sama Andela buat nyari baju?”
“Nyari baju? Gak usah. Dia bilang
cari sama Elaine aja. Yaudah.”
“Loh? Terus baju kamu?”
“Gampanglah. Udah yuk.”
“Gak bisa gitu dong.” Beby menahan
lengan Shania. “Ini kan tugas kelompok kamu sama Andela, masa nyuruh Elaine?
Lagian kapan lagi kita sempet? Besok udah teater lagi.”
“Udah sih tenang aja, Beb.
Andelanya juga gak masalah kok. Elainenya juga mau, kan?”
“Iya, sih. Tapi, aku gak enak sama
Elaine, Shan.”
“Oh, jadi kamu milih Elaine?”
“Hah? Aduh apaan sih, Shan?”
“Kak Beby? Kak Shania?” Sapa
seseorang di tengah ‘perang mulut’ BebNju couple itu.
Saat Beby dan Shania menoleh,
terlihat Elaine yang memakai kacamatanya itu berdiri menatap mereka sambil
tersenyum. Di belakangnya, Andela yang membawa sekantung plastic yang
sepertinya berisi baju terlihat menggerutu. ‘Mampus.
Pake ketemu lagi segala.’ Pikir Andela dalam hati.
“Duduk dulu, Len, Ndel. Udah
makan?” Tanya Beby.
Elainepun duduk di hadapan Beby
sambil menarik Andela untuk duduk di sampingnya.
“Ini baru mau makan. Oh iya Kak,
aku udah dapet baju buat Kak Beby loh.” Ucap Elaine sambil tersenyum lalu
memberikan plastic yang dibawa Andela pada Beby.
“Wah. Makasih Len. Terus baju
kamu?”
“Abis ini mau cari lagi, sekalian
cari baju buat Andela juga.”
“Kita cari bareng aja, biar cepet
gimana?”
“Terserah Kak Beby sama Kak Shania
aja.”
“Gimana Shan?” Beby menatap Shania
yang tentunya menatap keduanya tidak suka.
“Kamu mau nyari baju sama Elaine?
Yaudah kalau gitu sana.” Tiba-tiba Shania menarik tangan Andela. “Yuk, Ndel.
Kita pergi dari sini.”
“Ta-Tapi, Shan-”
“Makan aja tempat lain. Udah ayok
ah.” Shania menarik paksa lengan Andela dan pergi menjauh dari tempat bakso
pinggir jalan tersebut.
Beby hanya menghela nafasnya.
“Kak? Maaf.” Ucap Elaine, merasa
tidak enak.
“Udah gak apa-apa. Biarin aja.
Udah biasa.”
“Tapi, Kak-”
“Udah, tenang aja. Eh kamu mau
makan, kan? Kak Beby pesenin, ya? Bang baksonya satu lagi~”
“Kak?”
“Gak apa-apa. Udah ah, mending
kita omongin acara nanti.” Elainepun hanya mengangguk.
Jadi, bagaimana dan apa yang akan
terjadi di Hari-H? Kostum apa yang akan digunakan member? Tunggu di part
berikutnya~~
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m
-Jurimayu14-
hahaha lucu jugaa, lanjut yaaak ><
ReplyDeleteditunggu lanjutannya hahaha...
ReplyDeletePling sneng part siske-kang bajay lucunya dpat bgt walau yg pling di tggu oshi sendiri hehehe
ReplyDeletepenasaran sama rencana selanjutnya si kang bajay sih wkwkwk
ReplyDeletetiap couple, feelnya udah dapet..
bener2 crack pair xD
Wah wah penasaran nih sm Ilen nya , mangat kak rui apdet nyeee ^_^
ReplyDeletemin lanjutin dong... udah gak sabar...
ReplyDeletemimin mangat, mimin mangat, mimin mangat..*gwe kek cheerleader yaahh hahaha lol*
ya nih bikin ketawa si kang bajay ma sisca 'kembung" deh tuh sisca hahha
ReplyDeleteeh kak rui sekali kali tuh tomjerry teamJ di pasangin coba kayaknya bkal lucu, klo ga bertiga jd bebnjugab