Monday, April 27, 2015

Dating or Acting? (JKT48) - Part 2

Ciee banget akhirnya nih FF apdet~
Betewe nih FF klo di singkat varokah banget jadi DoA wkwk :v

langsung aja deh ah~
Happy reading, semoga terhibur.
Semoga dapet feelnya walau isinya 9 crack pair (karena DesYana bukan crack pair toh? Jadi 9 aja)

Dating or Acting? (JKT48)

Part 2
10 pasangan itu kini berpencar, untuk membeli keperluan pakain mereka untuk acara yang akan diadakan tiga hari lagi itu. Beruntung ada pasar dan mall yang tidak jauh dari tempat mereka latihan dan berkumpul. Sehingga mereka tidak perlu jauh-jauh mencari. Tapi, karena tidak jauh-jauh itulah walau berpencar pada akhirnya mereka akan bertemu lagi.
Seperti ketiga pasangan yang akhirnya memutuskan saling membantu. Apalagi Melody sebagai kapten merasa memiliki tanggung jawab untuk ‘memastikan’ dan ‘mengawasi’. Saat ini gadis berdarah Bandung itu –yang tentunya bersama Hamids- sudah bersama sang pacar (?) Ghaida Farisya dan ‘pasangannya’ Stephanie Pricilla atau yang akrab disapa Stefi.
Kedua ‘pasangan’ itu memang sengaja sih berencana belanja bersama. GhaiMel couple berjalan di depan Hamids dan Stefi sambil bergandengan tangan. Pemandangan yang membuat Hamids….
“Sabar ya, Pah.” Ledek Stefi.
“Apa? Kok jadi Papah? Kamu kali yang sabar.”
“Kenapa jadi Stefi?”
“Papah tau, kamu cemburu liat Kak Ghaida mesra-mesra-an sama Kak Melody.”
“Ih! Siapa yang bilang Stefi cemburu?”
“Ketawan, udah deh jujur aja sama Papah~”
“Gak ihh!!” Teriak Stefi yang membuat Melody dan Ghaida berhenti.
“Aduh, ini adik-adiknya Kak Melody kenapa ribut?” Tanya Melody pada Hamids dan Stefi yang untungnya tidak menabarak Melody dan Ghaida di depannya.
“Ini Papah Hamids, rese.”
“Ih, gak kok. Cuman isengin aja. Hehehe.” Hamids nyengar-nyengir saja saat Melody menatapnya.
“Eh iya, Teh. Gak papa Teteh nemenin aku sama Stefi? Emang Teteh sama Hamids gak belanja?” Tanya Ghaida.
“Gak kok. Aku sama Hamids mah udah punya bajunya. Yaudah, lanjutin jalannya yuk.”
Saat mereka ingin melanjutkan perjalanan, Hamids malah diam melongo di tempat. Membuat Stefi dan GhaiMel couple berhenti lagi.
“Kenapa Mids?” Tanya Melody.
“Itu Kak. Itu kaya Anin sama Kak Frieska. Iya bukan sih?” Tunjuk Hamids ke salah satu toko.
Ketiga orang yang bersamanyapun mengikuti arah yang ditunjuk Hamids. Benar saja, disebuah toko baju perempuan Anin-Frieska terlihat sedang memilih-milih baju.
“Kak Fries, yang ini lucu.” Ucap Anin mengambil sebuah kaos.
*betewe gaes, gw ga ngerti nama-nama (?) baju cewe. Jadi ya, soal pakaian cewe2 yang disebutkan di ff ini. Mohon maaf bayangin sendiri aja ya. Maklumin deh*
Frieska memperhatikan kaos yang diambil Anin. Lalu dia menatap Anin yang sedang tersenyum-senyum girang itu. Frieska menghembuskan nafasnya.
“Iya. Itu lucu. Kalau kamu yang pake. Kalau Kak Frieska yang pake mah… Mana kecil pula.” Mendengar itu, Anin hanya tertawa.
“Yaudah, yang ini aja Kak. Cobain deh.” Anin memberikan sebuah mini dress.
Frieskapun sedikit ragu untuk mengambilnya, namun Anin tetap memaksa. Demi menjadi senior yang baik, Frieskapun mengabulkannya. Sekitar hampir 5 menit, akhirnya Frieska keluar.

Frieska keluar sambil merapihkan bajunya. “Gimana?” Saat Frieska mendongakkan kepalanya. Betapa terkejutnya dia saat yang menyambutnya tidak hanya Anin yang ada disana. Tapi, ada juga sang kakak, Ghaida, Hamids dan Stefi. Spontan muka Frieska memerah, apalagi saat Ghaida tersenyum padanya. “Babang? Teteh? Sejak kapan??”
“Barusan aja. Duh adeknya Teteh kok jadi unyu-unyu, gini?”
“Ihh!! Ini cuman nyoba iseng tau! Nurutin maunya Anin.” Bela Frieska.
Mereka hanya tertawa melihat Frieska yang cemberut karena malu memakai pakaian yang menurutnya lebih pantas dipakai anak seusia Anin. Sementara itu, di lantai yang sama namun beda toko. Gracia dan Veranda terlihat sedang memilah-milih dress.
“Kak Ve.”
Veranda langsung menatap ke arah Gracia. “Iya, Gre?” *ini bukan Jessica ya yg manggil. Jgn digabung sama FF sebelah (?) :v*
“Kak Ve suka jalan berdua kaya gini sama Kak Kinal?” Tanya Gracia dengan malu-malu. “E-Eh, bukan maksudnya Gracia kepo, cuman-”
“Gak apa-apa kok.” Veranda mendekat pada Gracia.
Secara tiba-tiba, Veranda mendekat ke arah Gracia dan membelai lembut rambut Gracia. Kagetkan dan juga sedikit timbulkan rona merah di pipi gadis penyuka Real Madrid itu.
“K-Kak Ve nga-ngapain?” Tanya Gracia gugup dan makin parah saat Veranda tersenyum manis padanya.
“Cuma benerin rambut kamu yang ngalangin, biar gak ganggu. Sekalian latihan, kan?” Lagi, seorang Veranda tersenyum pada Gracia.
Asdfghjkl begitulah perasaan Gracia saat ini. Ingin rasanya memeluk gadis berpipi seperti mochi yang ada dihadapannya itu. Namun, Gracia menahannya. Walau sekarang dia bisa ‘bebas’ dengan oshimennya itu, tapi Gracia tetaplah seorang Junior yang tidak bisa seenaknya.
“Kak Ve romantis banget. Diajarin Kak Kinal, ya?” Tanya Gracia sambil menunduk dan kembali mencari pakaian untuknya.
Mendengar pertanyaan itu, Veranda hanya tertawa kecil lalu duduk di bangku belakang Gracia. “Diajarin Kak Kinal? Kamu kok bisa ngira gitu?”
“Ya, abis… emm…”
“Kak Kinal gak pernah ngajarin. Dia itu kaya bayi gede, gak bisa apa-apa tanpa aku. Soal kaya tadi, Kak Ve biasa ngelakuin ke dia. Cuman bedanya, kamu kalem, Kak Kinal petakilan.” Veranda kembali tersenyum, Gracia hanya mengangguk. “Terus, kalau kamu sama Nina gimana?”
“Eh?” Lagi, muka Gracia merona merah. “A-Aku sama Hamids?”
“Iya, kamu sama Hamids.”
“Ya, gitu deh, Kak. Gak ada peningkatan, malah-”
Menyadari raut wajah Gracia yang berubah jadi murung, Veranda memotong ucapan Gracia. “Gre, kamu suka warna ungu, kan?”
“I-Iya Kak. Kenapa?”
“Itu yang lagi kamu pegang bagus. Kenapa gak yang itu aja, Gre?”
“Emm? Ini? Kak Ve gak masalah?”
“Kenapa mesti masalah? Cobain aja.”
Graciapun mengangguk, lalu mengikuti perintah Veranda. Sementara dari kejauhan, seseorang yang sedang menaiki escalator seperti memperhatikan Veranda-Gracia. Siapa lagi kalau bukan…
“Ha-Hachiihh!!” Suara bersin cukup keras keluar dari mulut seseorang, orang itu langsung mengusap hidungnya dengan jari telunjuknya.
“Kak Kinal gak papa? Flu?” Tanya gadis disamping Kinal yang sedang makan pocky itu.
“Gak, gak papa. Le, makan dulu yuk. Laper nih gw.” Michelle melihat jam tangannya, memang jam sudah menunjukkan waktu untuk makan siang.
“Boleh, Kak.”
“Mau makan dimana?”
“Aku ikut Kak Kinal aja.”
“Yee, jangan gitu lah. Yaudah jalan dulu dah.” Michelle hanya mengangguk.
Keduanya melanjutkan perjalanan dalam keheningan, hanya sapaan dari beberapa fans yang lewat yang membuat suara mereka keluar dari mulut mereka. Saat hanya berjalan berdua, hanya suara renyahan pocky di mulut Michelle yang terdengar. Kecanggungan diantara keduanya masih begitu terasa. Kinal selalu menatap ke arah kanannya, begitu juga Michelle yang selalu menatap ke arah kirinya.
Michelle merasa dirinya bisa gila bila terus begini. Hatinya menjerit. Ingin lebih dekat tapi tak mampu. Sekadar memulai obrolan diapun tidak berani. Dia tahu dan sadar bahwa Kinal sudah milik seseorang yang mungkin tidak bisa disaingi Michelle. Senyum miris terukir di wajah gadis yang kadang akrab disapa Lele itu. Bulir air matanya bisa jatuh kalau saja Kinal tidak memanggilnya.
“Le, bagi pocky-nya satu dong~” Pinta Kinal dengan manja.
Karena kaget, reflek Michelle langsung mengambil satu buah (?) pocky dan mengarahkanya ke Kinal. Bukannya mengambilnya dengan tangan, Kinal mengambilnya dengan… mulut. Iya, mulut sodara-sodara yang berbahagia. Puji syukur kita- *halah apaansih!!
Terlihat seperti Michelle menyuapi seorang Kinal. Mata keduanya sempat bertemu sesaat saat Kinal mengambil pocky itu. Beruntung Kinal langsung kembali fokus pada jalanan di depannya. Kalau tidak abislah sudah Michelle yang wajahnya sudah memerah itu.

Ciee Lele natap2 Kinal :'D my KinaLele~

“Jadi, mau makan dimana nih, Le?” Michelle masih diam. “Syel? Michelle??”
BRUG!!
“Hoaa!!” Ternyata Michelle yang meleng itu menabrak tubuh Kinal yang sedang berhenti itu. Nyaris saja terjatuh, kalau saja tubuhnya tidak ditahan Kinal.
Michellepun langsung mendorong tubuh Kinal. “Ma-Maaf Kak, aku gak maksud.”
“Gak papa. Tapi, hati-hati atuh, untung pinggang Kak Kinal gak encok.” Ucap Kinal sambil memegangi punggungnya dan ber-akting pura-pura sakit.
“Idih! Lebay.” Michelle memukul pelan pundak Kinal.
“Ehehe.”
“Eh, Kak! Makan disitu aja, yuk!” Michelle menunjuk ke arah sebuah restoran.
Mata Kinalpun mengikuti ke arah yang ditunjuk Michelle. Ternyata sebuh restoran Jepang-lah yang ditunjuknya.
“Err… Sushi, ya? Kek Veranda aja deh, Sushi mulu. Bosen gw.”
“Terus dimana?”
“Emm…” Kinal memperhatikan sekitarnya. “Ah! Itu aja!” Tanpa izin, Kinal menarik tangan Michelle seenak jidat tanpa perasaan bersalah.
Michelle yang ditarik hanya diam memperhatikan genggaman tangan Kinal. Genggaman yang mengalirkan getaran sampe ke dalam hatinya dan memicu bertambah cepatnya debaran jantung Michelle. *halah paan sih*
Sementara itu, Nabilah dan Sisca di restoran lain…
“Kak Nabilah ngapain deh? Sibuk banget sama HPnya?” Tanya Sisca yang sedang makan nasi goreng itu.
“Ini gw lagi nyoba-nyoba nyari contact.”
“Contact siapa? Buat?”
“Gw tuh lagi coba nanya-nanya sama crew Wewe, sape tau mereka ada yang kenal sama crew nih variety.”
“Oh lalu?”
“Lu masih mau Danso, kan? Masih inget yang gw bilang, kan?”
“Iya. Terus?”
“Ah elah lu! Teras-terus wae!! Udeh ah! Dapet nih, bentar gw telpon dulu.”
Nabilah mencoba menelpon nomer crew yang dia dapatkan. Setelah beberapa lama gak diangkat, akhirnya telepon diangkat.
“Halo, Assalamualaikum. Ini Nabilah Jeketi forti eit, Pak. Hooh, serius. Dapet nomer Bapak dari Kak Dena crew film Wewe.” *ini ngasal*
“Oh, ya ampun. Ada apa Dek Nabilah?”
“Jadi gini, Pak. Saya punya ide buat acara 3 hari lagi. Boleh usul, kan?”
“Boleh aja boleh. Silahkan.”
“Jadi gini…”
Selama hampir 10 menit Nabilah bicara di telepon, akhirnya telepon berakhir.
“Gimana Kak?” Tanya Sisca yang sudah selesai dengan makannya.
“Hah.” Nabilah menghela nafasnya. “BERES!! BOLEH!! HAHAHA!!” Nabilah terlihat girang sendiri. “Udah ah, makan dah yuk.” Saat Nabilah ingin makan dia melirik ke arah piring Sisca yang sudah bersih. “Kok piring lu udeh bersih?”
“Ya, kan daritadi Kak Nabilah lagi telponan. Sisca laper banget tadi. Masa nungguin?”
“Wah, kejam lu Sis sama gw. Belum pernah dilindes Bajay nih anak. Wah Jahat.”
“Maaf deh Kak Nabilah. Kan Sisca tetep temenin.”
“Kagak bisa. Pesen lagi.”
“Hah?”
“Pesen lagi udeh buruan. Kita makan bareng dari awal.”
“Tapi Kak-”
“Pesen lagi Siske! Wah wa tonjok lu.”
“Kak, aku u-”
“Udeh, gak usah banyak cincong lu! Pesen lagi!!” Sisca hanya menghela nafasnya. Sebagai junior tentunya tidak enak untuk menolak. Tapi, perutnya sudah kenyang. “Udeh, cepetan. Gw yang bayarin elah.” Dengan sangat terpaksa, iapun memesan satu piring nasi goreng (lagi).
~~~
Sambil sibuk memainkan HPnya dan makan sebuah es krim, Okta berjalan bersama Gaby yang terlihat bete dan kesal di sebelahnya.

“Kak Gaby ngapa sih ngegerutu mulu?” Tanya Okta yang tetap fokus pada layar HPnya.
“Bete. Kamu ngapain sih sibuk mulu sama HP?”
“Nih!” Okta menunjukkan isi tab mention twitternya, terlihat berbagai mention yang menyinggung atau menyindirnya soal Desy-Ayana. “Cidey ngeshare foto lagi makan sama Ayana. Nyebelin ih.” Tambah Okta.
Foto lama DesYana ciee
huh! #DesTaDefender nih!
“Yaelah, gitu doang. Lebay deh. Eh ngomong-ngomong kita belum makan, Ta.”
“Yaudah makan.”
“Dih! Dasar manusia es!” Gaby yang membawa sebungkus plastic berisi belanjaan mereka pergi meninggalkan Okta dengan sebal.
“Dih! Kak Gaby, tungguin Ota dong!” Oktapun menyusul Gaby.
Keduanya terus berjalan ke arah food court, namun tiba-tiba tangan Gaby ditahan Okta.
“Kenapa?”
Bukannya menjawab, Okta malah hanya diam. Membuat Gaby bingung. Gaby memperhatikan perlahan wajah Okta. ‘Kalau diem kaya gini, Okta keliatan keren juga.’ Pikir Gaby dalam hati. Jakun Oktapun menjadi sesuatu yang paling mencuri perhatiannya. ‘Gak kalah dari Beby. Yah, walau masih seksian punya Beby, sih.’


“Kak Gaby!”
“….” Gaby masih fokus ke jakun.
“Kak Gaby!”
“Ha-Hah? I-Iya??”
“Jangan makan disebelah situ, sebelah sana aja!”
“E-Eh? Kenapa emangnya?”
“Liat dong itu ada siapa!” Gaby melihat ada Ayana dan Desy yang sedang bercanda berdua di salah satu meja makan. Ahh.
“Yaudah deh. Bebas yang penting gw mau makan sekarang.”
Akhirnya setelah memesan makanan, mereka duduk di tempat yang agak jauh namun tetap dapat mengintip Desy dan Ayana. Tentu saja, Okta yang memilih tempat tersebut. Pandangan Okta terus tertuju pada Desy yang terlihat sedang menyupi Ayana es buah. Gaby hanya menggeleng melihat itu.
Akhirnya 10 menit kemudian pesanan keduanya datang. Tentu saja Okta memesan Es buah yang tampak begitu menyegarkan.
“Es mulu. Sakit gw gak mau tanggung jawab.”
“Siapa juga yang minta pertanggung jawaban Kak Gaby.”
“Ihh!”
Keduanya memulai makan mereka dengan begitu hening. Tidak ada suara. Apalagi, perhatian Okta tetap terfokus pada Desy dan Ayana yang saat ini sedang digoda (?) oleh beberapa orang yang sepertinya Fans JKT48. Akhirnya makanan utama milik Okta habis, diapun langsung menyambar es buahnya.
“Santai aja kali, Ta. Gak bakal gw ambil. Lagian lu makan es mulu gak apa-apa emang?”
“Gak apa-apa. Lagian Ota tuh lagi kepanasan.”
“Panas apanya di dalem Mall? Panas karena cemburu, ya~”
Okta tidak menanggapi ledekan Gaby. Hening kembali menyelimuti, keduanya fokus pada Gadget mereka masing-masing sampai Okta membuka suara.
“Kayaknya abis ini Kak Gaby juga kepanasan deh.”
“Hah? Maksud lo?”
“Cek twitter coba.”
“Emang ada apaan?”
“Cek aja, paling mentionnya rame sama anak BeShanan sama yang suka jodoh-jodohin gitu.”
Dengan cepat karena penasaran, Gaby membuka akun twitternya. Langsung saja ratusan notif diterimanya. Saat Gaby mengecek timeline twitternya, ternyata Shania memposting sebuah foto bersama Beby dan tentu saja para Mak Comblang entah bagaimana selalu menghubungkan Gaby dengan BebNju.

Anggap aja syer ini
“Mentionnya rame sama siapa Kak? Ngene? Ownru? Oknum D? Oknum M atau Oknum Y?”
“Sama Oknum D nih yang kena bully lagi katanya.” *peace anak BeShanan ini cuma jokes aja*
Masih sambil memakan es buahnya, Okta tertawa kecil melihat raut wajah Gaby yang berubah. Kecemburuan terlihat dari mata gadis asal Manado itu. Apalagi tak lama setelah post foto itu, Shania mengatakan dia dan Beby sedang makan bakso berdua. Dengan betenya, Gaby mengambil es buah milik Okta.
“Ngapain Kak?”
“Bagi. Panas.”
“Ih! Beli sendiri dong.”
“Kelamaan. Udah entar gw beliin lagi buat lu.” Okta hanya bisa cemberut melihat es buah miliknya dimakan orang lain.
Sementara itu ‘penyebab’ panasnya Gaby, sudah selesai dengan baksonya. Namun, sepertinya keduanya belum ingin pergi dari tempat mereka duduk.
“Beb, abis ini jalan, yuk.” Ajak Shania.
“Jalan? Emang kamu gak mau ketemuan sama Andela buat nyari baju?”
“Nyari baju? Gak usah. Dia bilang cari sama Elaine aja. Yaudah.”
“Loh? Terus baju kamu?”
“Gampanglah. Udah yuk.”
“Gak bisa gitu dong.” Beby menahan lengan Shania. “Ini kan tugas kelompok kamu sama Andela, masa nyuruh Elaine? Lagian kapan lagi kita sempet? Besok udah teater lagi.”
“Udah sih tenang aja, Beb. Andelanya juga gak masalah kok. Elainenya juga mau, kan?”
“Iya, sih. Tapi, aku gak enak sama Elaine, Shan.”
“Oh, jadi kamu milih Elaine?”
“Hah? Aduh apaan sih, Shan?”
“Kak Beby? Kak Shania?” Sapa seseorang di tengah ‘perang mulut’ BebNju couple itu.
Saat Beby dan Shania menoleh, terlihat Elaine yang memakai kacamatanya itu berdiri menatap mereka sambil tersenyum. Di belakangnya, Andela yang membawa sekantung plastic yang sepertinya berisi baju terlihat menggerutu. ‘Mampus. Pake ketemu lagi segala.’ Pikir Andela dalam hati.
“Duduk dulu, Len, Ndel. Udah makan?” Tanya Beby.
Elainepun duduk di hadapan Beby sambil menarik Andela untuk duduk di sampingnya.
“Ini baru mau makan. Oh iya Kak, aku udah dapet baju buat Kak Beby loh.” Ucap Elaine sambil tersenyum lalu memberikan plastic yang dibawa Andela pada Beby.
“Wah. Makasih Len. Terus baju kamu?”
“Abis ini mau cari lagi, sekalian cari baju buat Andela juga.”
“Kita cari bareng aja, biar cepet gimana?”
“Terserah Kak Beby sama Kak Shania aja.”
“Gimana Shan?” Beby menatap Shania yang tentunya menatap keduanya tidak suka.
“Kamu mau nyari baju sama Elaine? Yaudah kalau gitu sana.” Tiba-tiba Shania menarik tangan Andela. “Yuk, Ndel. Kita pergi dari sini.”
“Ta-Tapi, Shan-”
“Makan aja tempat lain. Udah ayok ah.” Shania menarik paksa lengan Andela dan pergi menjauh dari tempat bakso pinggir jalan tersebut.
Beby hanya menghela nafasnya.
“Kak? Maaf.” Ucap Elaine, merasa tidak enak.
“Udah gak apa-apa. Biarin aja. Udah biasa.”
“Tapi, Kak-”
“Udah, tenang aja. Eh kamu mau makan, kan? Kak Beby pesenin, ya? Bang baksonya satu lagi~”
“Kak?”
“Gak apa-apa. Udah ah, mending kita omongin acara nanti.” Elainepun hanya mengangguk.
Jadi, bagaimana dan apa yang akan terjadi di Hari-H? Kostum apa yang akan digunakan member? Tunggu di part berikutnya~~
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

7 comments:

  1. hahaha lucu jugaa, lanjut yaaak ><

    ReplyDelete
  2. ditunggu lanjutannya hahaha...

    ReplyDelete
  3. Pling sneng part siske-kang bajay lucunya dpat bgt walau yg pling di tggu oshi sendiri hehehe

    ReplyDelete
  4. penasaran sama rencana selanjutnya si kang bajay sih wkwkwk
    tiap couple, feelnya udah dapet..
    bener2 crack pair xD

    ReplyDelete
  5. Wah wah penasaran nih sm Ilen nya , mangat kak rui apdet nyeee ^_^

    ReplyDelete
  6. min lanjutin dong... udah gak sabar...

    mimin mangat, mimin mangat, mimin mangat..*gwe kek cheerleader yaahh hahaha lol*

    ReplyDelete
  7. ya nih bikin ketawa si kang bajay ma sisca 'kembung" deh tuh sisca hahha

    eh kak rui sekali kali tuh tomjerry teamJ di pasangin coba kayaknya bkal lucu, klo ga bertiga jd bebnjugab

    ReplyDelete