BebNju!!
Daku udah baca dan...... ra.ha.si.a~ ahaha lolz
Ini dikirimkan dan dibuat oleh salah seorang combs yang entah jombs atau ga #dzigh
Kata authornya sebut saja dirinya "Kang BeCak" alias "Beby Cantik" gitu masa -.-
Padahal Beby mah ganteng *eh
Katanya si Kang BeCak ini, dia malu kalo ketawan dia authornya *padahal klo di twitter malu-maluin #dzigh
Yaudah ah, daripada gaje, ini ada kata-kata dari authornya:
Cerita ini diangkat dari sebuah film les*bi Thailand, yang berjudul She : their love story. Terinspirasi juga dari salah satu ff yg pernah aku baca h3h3h3~ Buat yang udah nonton, dalam ff ini akan ada beberapa bagian yang tidak persis sama, aku mengadaptasikannya sedikit J maaf kalo feelnya kurang dapet.
Happy Reading…
Love Story (BebNju) - Part 1
Shania Junianatha |
Setiap beberapa kali dalam seminggu dia akan bertemu dengan lelaki tampannya, kekasihnya yang mempunyai tubuh sempurna dan wajah tanpa cacat. Namun tidak jarang nafsu birahi melingkupi mereka dan menodai hubungan mereka dengan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Desahan-desahan menggelora diruang apartemennya yang seketika disulap menjadi surga terindah didunia. Mereka tak jarang melakukan hal tersebut, hanya ada satu yang ada didalam otaknya. Kepuasan. Dia tak pernah tahu, jika cinta sudah dinodai nafsu, selamanya tidak akan ada kesejatian didalamnya.
***
Gadis itu berjalan mantap memasuki sebuah gedung mewah pencakar langit tempatnya setiap hari menghabiskan sebagian waktunya, saat lift berhenti dilantai 8 tempat dimana kantornya berada dia melangkahkan kaki keluar pintu besi itu. Dengan berbalut mini dress berwarna cream, dan tas tangan juga beberapa aksesoris kuning yang menjadi warna kesayangannya dia tampak begitu mempesona. Semua mata tertuju kepadanya, namun hari ini ada hal berbeda yang dia rasakan dari tatapan orang-orang itu, tatapan sinis, tidak merangkul, terlihat menjatuhkan. Apa yang salah?
“hei Ve” gadis itu meletakkan tas tangannya dimejanya, melihat editornya yang memang satu ruangan dengannya sedang termenung didepan komputernya
“apa menurutmu ada yang salah dari caraku berpakaian? Mengapa orang-orang diluar memberiku tatapan mengerikan?” gadis itu menyesap kopi hangat yang sudah tersedia diatas mejanya, dia duduk diatas meja kemudian menyilangkan kakinya
“Ve?” panggilnya kepada gadis yang masih terpaku dibalik komputernya “apa sebenarnya yang sedang kau lihat?” dia menghampiri editornya yang sedang termenung, berdiri disebelahnya kemudian menatap layar monitor
“ini…”
dia menutup mulutnya, airmata mengalir dari pelupuk matanya, Jessica Veranda
yang lebih akrab disapa Ve tersebut segera berdiri lalu memeluk sahabatnya,
dipeluknya erat sambil mengelus punggungnya. Ve memilih untuk terus diam sampai
sahabatnya tenang, dengan sabar Ve menunggu gadis itu reda dari tangisnya.
Ditariknya perlahan tangan gadis itu lalu didudukkannya disofa besar ditengah
ruangan
“a-apa salahku Ve? Mengapa dia tega
melakukannya?” airmata kembali mengalir dipipi gadis itu“tidak tau, Nju..” Ve meremas tangan Shania, memberinya penguatan. Shania menggeleng, seperti kehabisan akal. Kini harga dirinya telah hancur.
“beritahu aku dimana rumahnya?” Ve menangkupkan wajahnya di pipi gadis itu, Shania hanya menggeleng “Nju… kumohon… jangan lemah begini” dia tahu, dia sangat tahu bagaimana watak sahabatnya. Ketika kesusahan menghampirinya jalan pertama yang dipikirkan Shania adalah menyerah dan mengikuti semua alur hidup.
“a-apapun yang kuperbuat tidak akan bisa mengembalikan semuanya Ve” Shania masih terisak disela omongannya
“setidaknya aku akan memberinya sedikit pelajaran” Ve menarik Shania kedalam pelukannya, gadis itu sesenggukan. Bayangan akan gambar bergerak didalam monitor seorang Veranda yang baru dilihatnya tadi menghantui pikirannya, monitor itu mempertontonkan dirinya yang sedang tidak berbalut busana sama sekali sedang disetubuhi oleh lelaki tampan yang sudah beberapa bulan ini dikencaninya. Tak pernah dia sangka bahwa lelaki itu tega meng-upload video panas mereka ke internet. Pantas saja seisi kantor memandangnya berbeda hari ini
“kenapa Nobi begitu jahat kepadaku Ve? Apa salahku?”
“kau tak salah Nju, dia yang brengsek! Kau lihat saja aku akan menghajarnya dan membuatnya bertekuk lutut dihadapanmu dan meminta maaf”
“tak usahlah Ve, biarkan saja begitu, aku tidak ingin berurusan dengannya lagi”
“tapi Nju…”
“sudahlah…” Shania melepas tubuhnya dari rengkuhan Ve, dihapusnya air matanya sendiri dengan telapak tangannya “izinkan aku pulang saja, ya? Aku tidak akan bisa bekerja dengan baik” Shania menggenggam tangan Ve meminta persetujuannya, bagaimanapun Shania Junianatha adalah penulis dan Jessica Veranda adalah editornya, apapun yang dia lakukan yang berkaitan dengan pekerjaan harus seizin Ve. Ve mengangguk mengiyakan permintaan rekan kerja sekaligus sahabatnya tersebut.
“pulanglah, tapi kumohon jangan lakukan hal-hal bodoh yang bisa menyakitkanmu. Ingat, dia akan tertawa bahagia jika kau hancur berantakan karena ulahnya. Kau harus kuat sayang” Ve memeluk Shania sekali lagi, menggosokkan telapak tangannya pada belakang kepala gadis itu lalu melepas pelukannya “akan kuantar kau sampai parkiran, jika ada yang berani menatapmu dengan tatapan melecehkan, akan kubutakan matanya” Ve mengambil tas tangan Shania lalu memberikannya kepada gadis menyedihkan itu. Mereka berjalan keluar ruangan, mata Veranda tak henti mengawasi semua staff yang ada dikantor mereka tersebut, memberikan tatapan mematikan dan membekukan siapapun yang berani menatap Shania.
***
Beby Chaesara |
“iya sayang, apa kau menyukai hadiahnya?”
“iya, aku sangat menyukainya. Apa yang kau tulis didalam kartu ucapan itu? Aku tidak mengerti dengan kode-kode yang kau berikan”
“itu artinya aku merindukanmu” aku membaringkan tubuhku santai disofa diruang tengah
“hey bajingan! Apa kau merindukanku?!” sebuah suara yang terdengar berbeda dari suara gadis yang sedang melakukan panggilan denganku ini, aku mengerutkan kening lalu mencoba memfokuskan pendengaranku, kuabaikan suara yang mengganggu itu
“jadi, bisa ku tau bagaimana perasaanmu saat ini kepadaku?”
“I HATE YOU!” suara aneh itu lagi, aku menghela nafas sejenak. Kembali tidak kupedulikan perkataan itu
“jadi, kemana kita akan pergi besok?”
“go to hell, asshole!”
“hey, suara siapa itu?” gadis diseberangku kini mulai menyadari suara-suara yang sangat mengganggu itu, aku yakin asalnya dari kamar appartement didepan kamarku ini
“tunggu sebentar, nanti aku telepon kembali” kataku sambil memutuskan panggilan dengan gadis yang kini berstatus menjadi calon kekasihku. Aku melangkahkan kaki keluar kamar lalu menatap pintu cokelat yang berhadap-hadapan langsung dengan pintu kamar appartmenku ini, kudekatkan tubuhku kepintu tersebut kemudian menekan belnya beberapa kali dengan tidak sabaran, kutunggu beberapa menit hingga sang empunya kamar keluar dengan menenteng sekaleng bir ditangan kanannya, wajahnya terlihat kusam dan rambutnya tampak berantakan
“hei! Tidakkah kau berpikir kau sudah mengganggu tetanggamu?! Masalahmu hanya patah hati, benar?” straight to the point. Aku bisa menebak dari kondisinya saat ini.
“is none of your business” jawabnya santai sambil meneguk cairan didalam kaleng yang digenggamnya tersebut “pulanglah, cari sebuah lubang lalu masuk kedalamnya” aku menggelengkan kepalaku melihat tingkah gadis urakan ini. Dia menutup pintu kamarnya dengan sedikit sentakan membuat aku memundurkan sedikit langkahku saat mendengar suara keras hasil peraduan pintu dan bingkainya.
***
Pagi yang cukup cerah untuk kunikmati disebuah bakery dan cafe kecil milikku sendiri, kak Yono adalah sepupu yang kupercaya untuk merawat tempat ini karena tak jarang aku punya kesibukan diluar mengurus cafe kecilku ini. Aku duduk disudut cafe dengan posisi kursi mengahadap keluar, sambil menyesap secangkir coklat hangat favoritku, kuedarkan pandanganku keluar, melalui kaca bening dihadapanku aku dapat melihat aktifitas Jakarta yang baru saja dimulai, banyak orang hilir mudik kesana kemari, sedangkan cafe ini masih sangat sepi karena sangat jarang orang-orang dapat meluangkan waktu dipagi hari untuk sekedar menyesap secangkir kopi atau bersantai sebelum memulai aktifitasnya. Tahu sendiri, Jakarta adalah kota yang sangat sibuk.
“semalam aku diteriaki oleh seorang gadis didepan kamarku, menyebalkan sekali” curhatku kepada kak Yono yang sedang sibuk menyusun cake-cake lucu dibelakangku “she looks cute but totally a drunkeness” aku menggelengkan kepalaku
“yang kutakutkan kau akan jatuh cinta padanya” aku bisa merasakan kak Yono tersenyum disela omongannya
“woaaah, aku?” kutunjuk wajahku sendiri sambil memutar posisi dudukku menghadap kak Yono, “aku tidak percaya yang namanya cinta”
“Beby, cinta tidak memberi kita pilihan, dia akan datang kepada siapapun” perkataan kak Yono membuatku mengerutkan dahi, lelaki manis ini memang terkadang sangat menakjubkan. Dia bisa terlihat sangat kekanakan lalu berubah menjadi sangat dewasa dalam detik selanjutnya. Tak ingin mengambil pusing perkataan kak Yono, aku kembali membalikkan badanku dan membuang pandanganku keluar ruangan, lagi-lagi memperhatikan kesibukan kota Jakarta yang selalu menemani hari-hariku.
***
SHANIA POV
Sekaleng bir. Lagi. Menjadi teman setiaku dua hari ini, semenjak perbuatan kurang ajar yang dilakukan oleh Nobi yang menghancurkan harga diriku dikantor dan dilingkungan teman sekitarku aku menghabiskan hariku dengan berkaleng-kaleng bir dan menyendiri dengan duniaku, tidak mengetik karena aku tak akan menyentuh laptopku. Sekarang disinlah aku, dipinggir pantai yang sepi dan tenang. Kuteguk bir terakhirku lalu membuang kalengnya begitu saja, aku berjalan lunglai parkiran mobilku. Saat sedang susah payah berjalan seseorang memanggil namaku
“please wait a litle girl” seorang wanita paruh baya yang duduk tenang disebuah kursi tidak jauh dari tempat aku memarkirkan mobil, dihisapnya batangan berwarna putih yang dijepitnya dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, dihembuskannya asap putih itu perlahan, terlihat begitu menikmatinya.
“kau tahu? Wajahmu menunjukkan seperti kau sedang mengalami bencana” ucapnya santai sambil kembali menghisap rokoknya, aku hanya diam menatapnya enggan “ingin kuramal?” dia mengeluarkan satu pack kartu tarot dan mengocoknya sebentar lalu melebarkannya dengan keadaan tertutup diatas meja didepannya, dia mempersilahkanku duduk didepannya. Dimintanya aku untuk mengambil beberapa kartu yang sudah dijajakannya. Kuambil lalu kuberikan lagi kepadanya, dibacanya kartu-kartu tersebut, berbagai ekspresi muncul diwajahnya. Awalnya keningnya berkerut kemudian dia tersenyum
“karirmu akan mengalami kesuksesan tahun ini, tapi itu akan menemui beberapa masalah” aku hanya mendengus, menampakkan ekspresi tidak tertarik “hal itu mungkin akan membuatmu sedikit mengubah pekerjaanmu, akan ada beberapa alasan yang membuatmu menerima perubahan” aku meliriknya sejenak “kau punya pacar namun tetap merasa kesepian, huh?” wanita itu tersenyum, “jika ada hal baru yang harus kau lakukan maka beranikanlah dirimu untuk mencobanya, siapa tau kesepian tidak lagi melingkupimu. Tapi kau harus bisa mengendalikan dirimu, aku percaya kau bisa melakukannya” aku tersenyum mendengar perkataannya.
***
“Shanju, kau sudah siap untuk kembali ke pekerjaan?” Ve bertanya lembut kepadaku, berusaha sebaik mungkin untuk tidak memperburuk keadaanku. Aku yakin, dia akan membiarkan selama apapun aku ingin beristirahat, tapi dia tahu bukan itu yang kubutuhkan untuk bangkit dari keterpurukan “aku harap semuanya baik-baik saja jika kau mulai menulis lagi, dan aku yakin kau tidak akan ada dalam keadaan seperti ini” Ve menyesap teh hangat yang kubuatkan untuknya, malam ini dia datang mengunjungiku dan sedikit marah melihatku agak mabuk “mengapa kau tidak mencoba menulis sesuatu yang sedang marak terjadi disekitar kita?” Ve tampak berpikir sejenak “hal-hal yang disukai para gadis, misalnya sesuatu yang sedang menjadi populer”
Aku mendekatkan posisi dudukku kepada Ve, berpikir sejenak untuk mendapat jawaban yang kurasa tepat.
“aku tidak suka, kau tau aku hanya suka hal-hal langka dan jarang terjadi dan kuangkat menjadi sebuah tulisan”
“begini Nju…” Ve tampak berpikir sejenak “seperti… Yuri? Girls love girls?”
“aaahhh, aku tidak tertarik dengan hal-hal semacam itu” aku menggeleng cepat
“bagaimana jika kita mengambil sebagian cerita dari kisahmu?” aku menoleh, gadis ini memang pantang menyerah untuk mendapat persetujuanku dalam menuliskan idenya kedalam cerita “seperti seorang gadis yang patah hati karena seorang laki-laki kemudian dia menjadi jatuh cinta kepada seorang gadis” Ve meremas tanganku “itu sangat popular sekarang” matanya tampak berbinar dengan ide pemikirannya sendiri. Aku bergidik ngeri membayangkan hubungan gadis-gadis itu
“aku tidak tahu berapa orang yang akan membaca ceritaku jika aku menulis hal seperti itu, banyak majalah dan media cetak lainnya telah memuat topik itu”
“mereka memang memuatnya, tapi public tidak menyukainya. Kami ingin penulis kami menulisnya sambil melakukan eksperimen langsung dengan dirinya sendiri”
“hei! Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu?! Itu sama saja dengan kau menyuruhku untuk masuk kedalam dunia mereka dan berperan sebagai mereka, benar kan?” aku rasa Ve sudah terlalu gila karena pekerjaannya. Ve menghela nafasnya kemudian bangkit dari duduknya
“itu adalah saran terbaik yang bisa kuberikan kepadamu Shanju, tetaplah menulis apapun keadaanmu. Itu adalah hidupmu bukan?” Ve menarik tanganku memintaku mengantarnya kepintu keluar “kau butuh sesuatu yang baru untuk dapat menikmati waktu menulismu lagi dan berjalan bergerak meninggalkan si Nobi sialan itu” Ve memberiku sebuah pelukan dan ciuman di pipi kiri dan kananku “aku pamit, aku harap kau bisa mempertimbangkan perkataanku tadi” katanya seraya berjalan menjauhi kamarku
Aku masuk kembali kedalam appartmenku, menimbang-nimbang sejenak perkataan Ve tadi, aku tak kuasa menahan tanganku untuk membuka laptop dan mencari sesuatu yang berkaitan dengan topik pembicaraan Ve tadi diinternet. Aku menemukan beberapa gambar dengan dua wanita cantik yang saling berpelukan, menyatukan tubuh mereka, membuat mereka menjadi saling terikat dan menyatu. Aku sedikit bergidik melihatnya
“hari ini aku akan pergi denganmu” sebuah suara, dari balik pintu “anggap saja ini adalah dorongan dariku agar membuatmu menjadi gadis yang kuat, agar kau tidak terpuruk lagi dalam masalahmu itu” kulangkahkan kakiku, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi dibalik pintu appartemenku
“let me kiss you” suara yang berbeda, lebih lembut dibanding suara yang agak rendah tadi, kubuka pintuku perlahan lalu melihat dua orang gadis sedang bercumbu begitu mesranya didepanku, gadis yang semalam dengan tidak sopannya menggangguku yang sedang berteriak membuang kekesalanku sendiri. Gadis berlesung pipit itu menoleh, segera kututup pintu kamarku cepat-cepat.
***
“hei Shanju, saat kau menulis novel tentang playboy, kau tidak seserius ini” Ve tertawa sambil terus memainkan tablet ditangannya
“aku tidak serius, itu karena aku tidak menyukainya makanya aku mencoba fokus untuk mencari tahu tentang kehidupan mereka”
“jika kau tidak menyukainya aku tidak akan mengatakan apapun lagi” Ve tersenyum “namun, kau harus tau betapa menariknya kehidupan mereka itu dan aku yakin kau bisa menulis novel ini dengan sangat baik dan menarik. Dan aku tau, tidak ada jenis cerita yang mustahil untuk kau ciptakan”
“kau benar” sahutku pasrah “bagiku, tidak ada yang mustahil” kali ini kubulatkan tekadku untuk menuruti permintaan sahabatku. Toh aku belum kepikiran untuk menulis topik lain selain itu.
***
AUTHOR POV
Beby mendengar suara bel berbunyi, dilangkahkan kakinya keluar kamar dengan malas, dia baru saja tiba diappartemennya setelah seharian membantu sahabatnya yang seorang fotografer untuk mempersiapkan pameran akbarnya. Dilihatnya sekeliling namun tidak menemukan siapapun, saat akan berbalik dan kembali masuk kedalam kamar, matanya menangkap sebuah kotak berwarna coklat dan sebuah surat diatasnya. Dia menunduk kemudian mengambil kotak dan surat tersebut
Invitation.
7.00pm in my room, wait for you
The girl next door
Beby tersenyum membaca surat itu, ditatapnya pintu coklat yang membisu dihadapannya, beberapa dugaan muncul dikepalanya, namun yang paling kuat adalah gadis itu menyukainya. Dia tersenyum lebar sambil kembali masuk kedalam kamar dan bersiap-siap menghadiri undangan tersebut.
***
Kemeja kotak-kotak berwarna biru, skinny jeans dan sepatu sneakers membalut tubuhnya. Malam ini jiwa playernya kembali keluar, dia memencet bel didepan kamar gadis yang telah mengundangnya tadi. Dia menunggu beberapa saat sampai gadis itu membuka pintu dan Beby terkejut mendapati wajah Shania yang berantakan, mungkin dia sedang memakai krim malam karena terlihat krim putih menempel diwajahnya dengan tidak merata
“wow, good look” gadis itu tersenyum, memamerkan smiling eyesnya “kau ingin mengajakku ke restoran mana?” Shania terkikik melihat penampilan rapi Beby
“I dont” Beby menjawab dengan wajah datar, merasa gadis itu sedang meledeknya
“baiklah, ayo masuk” Shania masih tersenyum sambil mempersilahkan Beby masuk kedalam appartemennya. Gadis itu meminta Beby untuk duduk diruang makan, kemudian Shania duduk dihadapannya
“aku menyiapkan beberapa makan malam yang lezat” dia tersenyum lalu membuka penutup makanan yang dari tadi menutupi hidangan makan malam mereka “aku pesan dari restotan mahal” sambungnya lagi sambil menepukkan kedua telapak tangannya. Beby hanya tersenyum melihat tingkah gadis dihadapannya “tapi apa kau sedang dalam program diet?”
Beby ingin menjawab namun Shania buru-buru memotongnya
“kalau begitu aku sudah menyiapkan ini untukmu. Salad sayur dan buah” Shania meletakkan sepiring salad dengan beberapa potongan sayur dan buah-buahan kehadapan Beby, gadis itu membelalakkan matanya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya “anggap saja seperti dirumah sendiri” Shania memberikan winknya, Beby hanya diam dan memandang malas kearah salad dihadapannya. Ditatapnya Shania yang dengan lahap memakan makanan lezatnya, semenara dia dengan malas-malasan menyuapkan bermacam-macam buah dan sayuran yang sama sekali tidak lezat itu kedalam mulutnya.
Selesai acara makan malam Shania mengajak Beby untuk duduk disofa diruang tengahnya. Shania pamit sebentar kedapur untuk membawakan dua kaleng minuman dingin lalu menawarkannya ke Beby.
“some cake?” Beby meraihnya “aku pikir kau begitu menawan” Shania meletakkan telapak tangannya pada paha Beby, menatap gadis itu perlahan. Beby hanya terdiam sambil menerka kira-kira akan mengarah kemana pembicaraan ini “hari ini aku ingin bertemu denganmu karena…” Shania mengelus lengan Beby yang terbalut kemeja, melarikan jemarinya indah ke leher gadis itu lalu memainkan pipi putih berlesung pipit yang menggemaskannya “karena aku ingin kau membantuku” Shania mengalungkan lengan kirinya di bahu Beby kemudian memainkan kerah baju gadis yang hanya diam sedari tadi itu “aku pikir hanya kau yang mampu membantuku”
“bantuan seperti apa yang kau inginkan?”
“kau harus berjanji dulu untuk mau membantuku” Shania kembali memainkan jemari lentiknya di pipi gadis itu
Beby membuka minuman kalengnya kemudian meneguknya untuk membasahi kerongkongannya yang terasa begitu kering
“its not a big deal” sambung Shania dengan suara serak yang begitu menggoda, namun sedetik kemudian dia melepas sentuhannya kepada Beby lalu kembali pada posisi normalnya dan berbicara dengan begitu excited “aku akan menulis novel tentang kehidupan pecinta sesama jenis, bagaimana para gadis bisa saling mencintai satu sama lain”
“uhuk!” Beby terbatuk mendengar perkataan Shania
“heeii! Jadi sekarang kau memperdayaku untuk membantumu?” Beby memandang dalam mata Shania, membuat gadis itu sedikit tergagap
“a-aku tidak memperdayamu” sanggah Shania
“kau tau? Tidak pernah aku mengharapkan kehidupan cinta yang kujalani kuumbar didepan orang lain yang tidak kukenal”
Shania berpikir keras agar Beby mau menuruti kemauannya dan membantu pekerjaannya, tiba-tiba dia teringat bahwa beberapa kali gadis disebelahnya ini membawa gadis yang berbeda-beda. Shania bisa menangkap aura player pada diri Beby, dia tersenyum penuh kemenangan.
“kalau kau tidak mau membantuku, aku akan selalu senantiasa berada didekatmu dan bergelayut manja padamu sehingga tak ada seorang gadispun lagi yang mau denganmu” Shania menaik-naikkan kedua alis matanya. Beby membelalakkan matanya, tak pernah terbayang bahwa Shania akan menggunakan ancaman sekonyol itu untuk memaksanya, namun dia membayang-bayangkan perkataan Shania. Hal itu sudah cukup membuatnya bergidik, membayangkan gadis itu akan selalu bergelayut manja disampingnya saat dia mengadakan kencan dengan gadis-gadisnya. Shania tersenyum penuh kemenangan melihat ekspresi wajah Beby yang merasa kesal, diulurkan tangan kanannya untuk membuat sebuah ‘deal’ dengan gadis itu. Dengan malas-malasan Beby menyambut uluran tangan Shania.
***
“Bebyyyhhh… can I ask you a question?” Shania memotong sandwich dihadapannya menjadi bagian-bagian kecil. Siang ini mereka sedang mengadakan perbincangan ringan seputar novel yang sudah dalam pengerjaan, Beby mengangguk sambil mengunyah makanannya “mengapa kau menyukai perempuan? Tidakkah kau pikir bahwa kau juga perempuan? Gadis seperti apa yang bisa menarik perhatianmu?”
Beby yang hendak menyuapkan makanannya kedalam mulut menghentikan aktivitasnya
“aku tidak bisa makan dengan benar bila kau menanyakanku begitu banyak pertanyaan” Shania terkikik mendengar perkataan Beby “kau boleh bertanya apapun, mana pertanyaan yang benar-benar ingin kau tanyakan?”
“whole questions” Shania tersenyum mantap
“aaah~” Beby mengangguk-anggukkan kepalanya “jadi, mengapa kau ingin menulis novel tentang kehidupan les*bi?” tidak menjawab pertanyaan Shania dia malah membalasnya dengan sebuah pertanyaan
“karena… aku adalah seorang penulis, jadi aku mencari suatu issu baru yang menjadi trend di berbagai belahan dunia dan mengangkatnya menjadi sebuah tulisan” jawab Shania sedikit berbohong, karena sesungguhnya dia tidak pernah mengangkat sebuah cerita yang sedang menjadi trend, dia hanya menulis tentang jenis cerita yang sering luput dari pikiran orang namun pernah ada dikehidupan nyata
“benarkah?”
“iyaa” Shania tersenyum menunjukkan smiling eyesnya “jadi, tipe gadis seperti apa yang bisa menarik perhatianmu?”
“cute and gentle” Beby tertawa “feminime and pretty” jawabnya asal, sesungguhnya Beby tidak memiliki tipe gadis idealnya
“haha kau gila, bagaimana gentle dan cute bisa menjadi satu bersama feminime dan pretty” Shania tertawa sambil menepuk tangannya beberapa kali membuat Beby tersenyum melihat tingkahnya
“dan aku tidak bermaksud merujukkan tipe itu kepadamu, jangan terlalu percaya diri”
“hei!” Shania melemparnya dengan tissue dan mereka tertawa
***
Hari demi hari berlalu, Beby jadi sangat sering bermain ke appartemen Shania, demikian juga sebaliknya. Beby selalu menemani Shania yang sedang menulis novelnya dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan Shania dengan jujur. Tak jarang Beby menceritakan beberapa kisah cintanya dengan gadis-gadis yang datang dan pergi dalam kehidupannya. Membuatkannya kopi, berada disisinya sambil sesekali memberikan lelucon konyol agar Shania tidak bosan dengan aktivitas menulisnya, menyelimuti Shania saat dia tertidur kelelahan disofa dan menemaninya tidur diruang tengah. Itulah rutinitas yang dia lakukan beberapa hari ini.
“mau kutraktir makan ice cream?” Beby menunjukkan senyum konyolnya saat mereka sedang berjalan kaki disepanjang kaki lima ditengah kota Jakarta. Shania mengangguk, beberapa hari terakhir dia mengetahui banyak hal tentang Beby, salah satunya adalah Beby sangat menyukai ice cream. Mereka singgah disalah satu cafe khusus menjual ice cream. Beby memesankan dua cup ice cream yang menjadi jenis favoritnya. Ice cream kacang merah.
“how’s the taste?” tanyanya dengan wajah excited kearah Shania, gadis itu mengacungkan dua jempolnya sambil menunjukkan smiling eyes nya “yeay!” Beby menyuapkan sesendok besar ice cream kedalam mulutnya membuat Shania tertawa melihat tingkah konyolnya
“Bebyyyhhh..” Shania memanggilnya namun tidak melihat kearahnya, Beby mengikuti arah pandang Shania “bagaimana kita bisa mengetahui bahwa dua orang gadis yang sedang duduk itu saling mencintai atau tidak?” tanyanya sambil terus menatap kedua orang gadis yang berada dimeja didepan mereka yang sedang membicarakan sesuatu yang ada didalam majalah yang mereka pegang masing-masing
“itu sangat susah untuk menentukan apakah seseorang itu les atau tidak” jawab Beby sambil menyendokkan sesendok ice cream lagi kemulutnya “namun jika kita memerhatikan dan menelitinya dari tatapan dan bahasa tubuhnya, kita dapat mengerti apakah mereka termasuk kedalam kategori belok atau tidak. Kita akan mengetahuinya secara natural, maksudku setelah kita sudah menjadi bagian dari mereka kita akan sangat mudah melihatnya”
Shania mengangguk mendengar penjelasan Beby, dengan wajah serius diperhatikannya dua orang gadis yang kini sedang bercanda didepannya. Beby memperhatikan wajah serius gadis disebelahnya, wajah serius itu… Dia menyukainya, menyukai ekspresi keseriusan dari seorang gadis yang bertetangga dengannya, yang pernah meneriaki kata-kata tidak sopan karena depresinya didalam kamarnya sendiri dan mengganggu ketenangan Beby. Dia senang mengamati wajah serius Shania saat berpikir, mengerjakan ketikannya, dan menangkap informasi-informasi yang diberikan Beby. Sangat berbeda dengan wajah penuh kedamaian ketika dia tidur, seperti tidak ada lagi beban yang melingkupinya, meski Beby tau keadaan seperti apa yang telah menimpanya beberapa waktu yang lalu.
***
“ketika dua orang gadis…. dia merasa….” Shania tersenyum, ada beberapa bayangan indah didalam delusinya, dia mengetikkan beberapa dialog cinta kedalam tulisannya. Namun, didengarnya suara kikikan khas yang sudah beberapa hari ini menghiasi telinganya. Beby sedang duduk dilantai sambil membaca komik kekanakan yang menurutnya sangat lucu, Shania mengabaikannya “dia merasa bahwa hanya ada mereka berdua yang ada didunia ini…” Shania tersenyum, kembali scene-scene romantis berada dalam benaknya, perlahan-lahan rasa jijiknya terhadap hubungan sejenis mulai hilang. Sekali lagi kikikan Beby berhasil menariknya dari lamunannya. Shania menunjukkan wajah kesalnya kepada Beby, dia berpikir sejenak, kata-katanya terlalu basi dan terdengar sangat tidak natural. Apa yang harus dia lakukan lagi agar mendapat inspirasi?
“Beebbh~” Shania mengetuk-ketukkan jarinya pada komik yang sedang dipegang Beby, Shania sedang berada diatas tempat tidur dan Beby dilantai.
“apa?” tanya Beby cuek sambil terus membaca komiknya. Shania turun dari ranjang berwarna kuning besar miliknya kemudian duduk didepan gadis kekanakan yang sedang sibuk dengan dunianya itu, dikalungkannya lengannya di leher Beby
“bawa aku ke club para Les*bian” ucapnya tanpa ragu
“apah?!” Beby memekik mendengar permintaan Shania
“aku sedang tak bisa menulis. Tidak mempunyai feeling sama sekali” Shania mengacak rambutnya “aku ingin mendapatkan seorang gadis” Shania menatap dalam mata Beby
“aaarrghhh, haruskah kita melakukannya?” Beby terdengar tidak setuju, Shania menganguk pasti, Beby berfikir sejenak untuk menimbang permintaan Shania
“its okay, but… aku sedikit ragu” Beby menghela nafas panjang sebelum mengiyakan permintaan gadis dihadapannya
***
“tunggu..” Beby menahan Shania saat gadis itu hendak memasuki sebuah club mewah dijantung kota Jakarta “kau harus mengarti satu hal, disini tidak hanya orang-orang baik, namun banyak orang-orang jahat ada didalamnya. Sekalipun kau dan dia adalah sesama gadis, tapi ingat perkataanku bahwa didalam banyak sekali bad girl, kebanyakan orang kesini hanya ingin mencari ‘partner’ mereka, kau tidak boleh pergi dengan siapapun tanpa seizinku, mengerti?” Shania hanya mengangkat bahunya sambil menarik Beby masuk kedalam. Gadis itu mendesah melihat kelakuan gadis didepannya.
Mereka berjalan perlahan memasuki club tersebut, saat lorong pertama Shania sudah bisa melihat beberapa pasang gadis yang sedang bercumbu, dia mencoba membiasakan matanya dengan hal-hal seperti ini. Shania mengeratkan pegangannya pada lengan Beby saat beberapa gadis berpakaian mirip laki-laki tersenyum nakal kearahnya
“jangan heran jika kau menemui gadis-gadis yang berperawakan seperti lelaki, kebanyakan jenis mereka yang datang kesini” Beby menarik sebuah kursi untuk diduduki oleh Shania
“jadi hanya gadis-gadis belok yang datang kesini?” Beby mengangguk membenarkan perkataan Shania. Shania terdiam sambil mengamati sekelilingnya, dia mulai membiasakan matanya terhadap pemandangan-pemandangan yang jarang dilihatnya “bagaimana memulai percakapan dengan seseorang yang akan kita jadikan ‘partner’?”
“kau benar-benar ingin tau? Ha?” Beby tersenyum mengejek sambil meneguk wine pada gelas yang sudah diantarkan seorang waitress. Shania mengangguk sambil tersenyum, Beby tampak sedikit berpikir
“stay to see” Beby meletakkan gelas wine nya kemudian turun kelantai dansa, Shania bisa melihat gadis itu menggerakkan badannya dengan piawai, dia tak pernah tau bahwa Beby bisa sebaik itu dalam hal menari. Shania melihat Beby mendekati seorang gadis dengan mini dress berwarna hitam, dia membisikkan beberapa kata yang membuat gadis itu tertawa, tidak lama kemudian gadis itu meletakkan kedua tangannya dipundak Beby sambil menggoyangkan badannya seirama dengan musik, didekatkannya tubuhnya hingga menempel pada Beby. Shania tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan, seperti ada suatu hal yang membuat dirinya merasa muak. Dia mengalihkan pandangannya kesekitar, dilihatnya seorang gadis yang cukup tinggi dengan rambut pendek bermodel cepak, gadis ini terlihat begitu boyish dan tampan.
“hallo” gadis itu mendekat “aku Ghaida” gadis itu mengulurkan tangannya
“aku Shania” Shania balas menjabat tangan gadis itu
“can I sit here?” Ghaida menunjuk kearah kursi kosong bekas Beby duduk, Shania mengangguk sambil tersenyum, diam-diam diperhatikannya wajah gadis itu. Benar-benar tampan, pikirnya.
“aku tidak pernah melihatmu disini, apakah ini pertama kalinya kau datang?”
“yeah, its my first time” Shania meneguk wine nya. Ghaida mengarahkan pandangannya kearah Beby, Shania mengikuti arah pandangnya, dilihatnya gadis pendek itu kini sudah mengalungkan tangannya pada pinggang gadis yang baru saja dia kenal. Beby tampak tertawa dan menikmati tariannya
“apa kau datang dengan kekasihmu?” tanya Ghaida
“tidak, dia hanya teman” Shania tersenyum
“jadi, malam ini apa yang ingin kau lakukan?”
“kau mau membantuku?” tanya Shania sambil memainkan rambutnya, Ghaida terlihat menimbang perkataan Shania “its up to you” sambung Shania kemudian
“baiklah, ayo pergi ketempat yang lebih tenang untuk dapat berbicara dengan jelas” Ghaida tersenyum sambil turun dari kursinya, Shania mengikutinya dan melupakan pesan Beby tadi. Beberapa lama setelah kepergian Shania, Beby menoleh kearah tempat duduknya dan tidak mendapati gadis itu berada disana, dia meminta izin kepada gadis yang baru saja diajaknya berdansa tadi untuk pergi sebentar. Beby menghampiri seorang pelayan
“excuse me, apa kau tau kemana perginya gadis yang duduk disini tadi?”
“oh, dia sudah keluar” jawab pelayan tersebut sambil kembali ketempatnya. Beby mengusap wajahnya
“always dont believe what I said” Beby mendesah, bingung harus mencari Shania kemana, akhirnya dia memutuskan untuk menyusuri jalanan sekitar club, barangkali Shania masih belum jauh.
***
“silahkan masuk” Ghaida mempersilahkan Shania untuk masuk kedalam rumahnya, Shania menurutinya tanpa ada sedikitpun rasa keberatan “welcome to my house” sambung Ghaida sambil menyodorkan segelas wine kepada Shania, gadis itu menerimanya, matanya terus memperhatikan isi rumah Ghaida. Ghaida tampak memiliki kemewahan dalam hidupnya, peralatan rumah yang elegan, dan elektronik yang terkesan mahal. Shania mengaguminya.
“jadi, apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu nona?” Ghaida duduk disebelah Shania, tidak ada jarak diantara mereka berdua, Shania mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja meskipun dia harus ‘making out’ dengan Ghaida malam ini, dia ingin merasakan lebih jauh lagi menjadi seorang les*bian agar mendapatkan feel saat menulis nanti.
“maybe, we can have more fun?” Shania melingkarkan tangannya pada lengan Ghaida, membuat gadis itu sedikit terkejut, namun Ghaida tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, dihadapkannya tubuhnya kepada Shania, didekatkannya wajahnya namun Shania mengelak
“uhm… tunggu dulu” Shania berangsur mundur dari posisinya “bolehkah aku ke toilet sebentar?” izinnya membuat Ghaida mengangguk sambil tersenyum, ditunjuknya arah kamar mandi. Shania berdiri lalu berjalan. Didalam kamar mandi yang dia pikirkan adalah bagaimana caranya tidak merasa jijik melakukannya bersama seorang gadis, meski Ghaida terlihat seperti seorang laki-laki, namun dia tetap tau bahwa Ghaida adalah perempuan. Terus menerus diyakinkannya hatinya, namun wajah kekanakan Beby terlintas dibenaknya. Shania mengelengkan kepalanya lalu membasuh wajahnya dengan air dari wastafel.
“Shania, apa kau masih lama didalam sana?” Ghaida mengetuk pintu kamar mandirnya, membuat Shania terlonjak kaget. Namun bayangan wajah gadis imut itu tidak mau hilang dari pikirannya, ada sedikit perasaan bersalah dibenak Shania mengingat perkataan Beby sesaat sebelum memasuki club tadi. Shania keluar dengan langkah ragu, ditemukannya Ghaida sedang tersenyum didepan pintu menatap tepat kearahnya, setelah Shania menutup kembali pintu kamar mandi, Ghaida berjalan maju mendekatkan tubuhnya kepada gadis itu, ditariknya dagu Shania agar mendekatkan wajah mereka, ntah apa yang merasuki Shania sehingga dia merasa harus menghentikan ini semua. Didorongnya Ghaida sedikit keras membuat gadis itu mundur beberapa langkah
Dengan cepat Shania berlari kearah pintu keluar, namun Ghaida tak kalah cepat darinya, ditangkapnya tangan gadis itu lalu dengan satu hentakan dia bisa membuat Shania terjatuh keatas sofa. Ghaida mengangkangi Shania, ditindihnya tubuh gadis itu. Kembali, kenangan buruk itu terlintas dibenak Shania, dia membayangkan Ghaida adalah seorang lelaki yang dulu mengkhianatinya, Nobi. Air mata membasahi pipinya, dia tidak ingin berakhir ditempat ini.
TEBECE…..
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca.
-Kang BeCak-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kepo nih yee~~Sebebenernya authornya udah ngirimin semuanya.
Tapi, karena ini blog gw, bebas dong mau post kapan aja.
*songong banget mentang-mentang baca duluan*
#GwMahGituOrangnya
WKWK!!v XDD
seru nih ff nya.shania ngapain gak dengerin perkataan beby jadi nya kayak gitu kan.
ReplyDeleteLanjut terus ya di tungguin updatan nya.
hahaha kerenn...
ReplyDeleteJason Limbong
ReplyDelete