Friday, May 29, 2015

Dating or Acting? (JKT48) - Part 4

Jadi, akhirnya FF ini apdet~~ Yeay~~
Jujur ini bikin bingung banget. Bukan karena permainannya. Pada akhirnya karena dramanya wkwk.

Sebelum masuk ke ceritanya gw mau cerita dikit nih, bole?
Ini tentang dasar pemilihan pasangan.
Soal Hamids-Melody sama Ditho-Anin pernah gw ceritain di awal.
Kalau MarYana mah emang udah pasangan jadi.

GreVer, ini udah pernah gw pasangin di FF Oshimeshi. Meueheh. Jadi kenapa gak lagi.
KinaLele dan BebKwek. Gw pernah bahas dan sebut kalau mereka itu crackpair favorit gw (baca 5 JKT48 Crack Pair Favourite) *promosi*
Untung melengkapi agar tejadi drama cinta segi empat, makanya gw pasangin ya Shania sama Adam. Karena emang tokoh utamanya mereka berempat.
Terakhir. Okta-Gaby dan NabSis jujur mereka ini pelengkap aja.

Tapi, seiring berjalannya waktu dan perkembangan pairing di dunia peridolan JKT48 *aoaab* dan bertambahnya couple fav saya, sebut saja NaGa. Makanya drama di FF ini akhrinya juga nambah deh :v

Yaudah, langsung aja. Semoga ((memuaskan))



Dating or Acting? (JKT48) - Part 4

Cuma cover aja. Maaf ya :'v nanti juga tau kenapa.

Part 4
*betewe karena lagi pada Danso, jadi narasinya pake nama Danso mereka, ya!*

“Frieska, apasih yang kamu pegang itu?” Tanya cameraman yang menyorot wajah Frieska.

“Ahh, ini? Ini kartu untuk kita bermain dan menikmati fasilitas disini.”

“Terus, kamu sama Ditho bakal main apa dulu nih?” Tanya cameraman-nya lagi.

“Gak tau deh. Bingung. Mau liat-liat dulu nih di peta. Yuk kita kesana.” Ucap Frieska ke arah kamera, lalu menarik tangan Ditho menuju tempat dimana peta berada.

Seperti Friendzone eh Tim*zone dan sejenisnya, beberapa fasilitas permainan di Wonderland harus dimainkan dengan kartu yang besarnya sama seperti KTP. Tentunya secara gratis, setiap ‘pasangan’ JKT48 yang ikut diberikan oleh crew variety.

Sambil bergandengan tangan dengan Ditho, Frieska membawa junior-nya itu mendekat ke arah peta Wonderland yang berada tidak jauh dari gerbang masuk. Selain Ditho-Frieska, ada Boby-Elaine dan Hamids-Melody disana.

Ada 3 peta disana, yang dibagi sesuai jenis permainan. Hamids-Melody sedang melihat peta bagian ‘Sports-Arcade Game Location’. Sementara Boby-Elaine melihat peta bagian lain.

“Eh, Teteh.” Sapa Frieska pada kakaknya. “Mau main apa dulu, Teh?”

“Kayaknya sih ke ‘Virtual Sports’ dulu. Hamids kepo. Yaudah, duluan Dek, Nin eh Ditho.” Ucap Melody pamit dan pergi tentunya sambil bergandengan tangan dengan Hamids.

Boby-Elaine masih memperhatikan dengan baik peta di hadapan mereka. Layar LCD dimana peta tersebut berada, bisa dipencet dan memberikan informasi singkat mengenai permainan yang ada. Entah ketagihan memencet-mencet (?) atau memang ingin menghafal terlebih dahulu. Intinya Boby-Elaine begitu konsentrasi saat menerima informasi yang diberikan peta canggih milik Wonderland tersebut.

“Jadi, Kak Boby mau main dimana?” Tanya Elaine.

“Terserah kamu, Kak Boby ikut aja.”

“Yaudah, kalau gitu kita berangkat sekarang.” Elaine yang terlihat girang mulai melangkahkan kakinya, namun Boby menahan tangannya. “Kenapa?” Tanya Elaine sambil menoleh ke arah Boby.

“Jangan buru-buru. Yuk.” Ucap Boby lalu berjalan sambil menggandeng Elaine.

Aneh. Elaine merasa aneh. Dia tahu dirinya dan Boby sepakat untuk bersikap professional dan melakukan fanservice demi kebutuhan variety ini. Tapi, ada yang aneh. Elaine merasa gegana, alias gelisah gundah gulana. Entah karena apa… Apa mungkin karena adanya crew yang mengikuti dan kamera yang mengambil setiap potret moment mereka? Mungkin saja.

Elaine menggeleng. Mencoba membuang pikiran-pikiran yang membuatnya pusing. Boby melirik sekilas padanya dan tersenyum. Elainepun tersenyum. Dapat hak bermain gratis di tempat sekeren ini, kenapa Elaine malah pusing?

“Mari bersenang-senang!!” Teriak Elaine sambil menatap kamera. Boby hanya tertawa kecil.

Di sisi lain, beberapa pasangan sudah menikmati wahana permainan yang ada. Namun, dari sekian banyaknya wahana permainan, pasangan Mario-Ayana memilih masuk ke rumah hantu. Mario sengaja memilih permainan itu untuk meledek Ayana yang takut dengan hal-hal berbau mistis.

“Mario mahhh!! Gak mauuu ahhh~~”

“Kenapa toh? Kamu takut?”

“Menurut kamu?”

“Kan ada aku.”

“Tetep gak mau!” Jawab ketus Ayana.

Moment itupun diambil oleh kamera yang mengikuti mereka. Hening. Keduanya hanya saling diam. Ayana berdiri sambil melipat tangannya, tanda kesal. Mereka masih saling diam, sampai sang cameraman bertanya.

“Ayana gak suka atau takut?”

“Takut. Gak suka.” Jawab Ayana masih ketus.

“Mario, kenapa ngotot masuk ke dalam?” Tanya cameraman Mario kali ini.

“Supaya Ayana jadi pemberani. Lagian, aku juga penasaran.” Jelas Mario. Ayana menatapanya sinis. Mario menghela nafasnya. Sepertinya Ayana tetap tidak akan mau bila dipaksa. “Baiklah. Kalau begitu biar aku sendiri aja.”

Saat Mario ingin masuk ke dalam, Ayana menahan tangannya. “Jangan tinggalin aku dong.”

“Terus gimana? Kamu mau ikut?”

“Emm…” Ayana terlihat berpikir.

“Gimana? Gak usah dipaksain. Kamu disini aja sama crew, biar aku aja yang masuk.”

“Ih!” Ayana memukul bahu Mario. “Mario gimana sih?! Ini kan acara berdua! Masa sendiri-sendiri!! Alias gw tetep mau berduaan sama lo.” Bentak Ayana.

“Oh iya, ya! Yaudah jadi mau ikut?” Dengan malu-malu dan ragu, Ayana mengangguk. Mario-pun tersenyum.

Karena kamera TV tidak diperbolehkan masuk dan merekam keadaan yang ada di dalam rumah hantu. Akhirnya, kamera dimatikan, Mario-Ayana diberikan kamera kecil saja yang di pasang dan disambungkan dengan topi Mario-Ayana untuk merekam ekspresi mereka.

Setelah proses pemasangan selesai, akhirnya keduanya masuk ke dalam. Tidak ada yang menakutkan di awal-awal bagi seorang Mario. Tapi, tidak dengan Ayana. Wajahnya sudah pucat. Dia terus memeluk lengan kiri Mario. Seperti anak kecil yang takut hilang. Tak ingin lepas.

Kira-kira gini berarti ya~
Njir lucuks :'v
Hingga tiba di tengah permainan, dari samping belakang Ayana ada yang mencoleknya dan saat Ayana melihatnya…

“HWAAAAAAA!!!!” Tanpa kata apapun, Ayana kabur dari sana sambil berlari ngibrit meninggalkan Mario.

Gadis berdarah campuran itu terus berlari entah kemana, mengabaikan panggilan Mario. Hingga dirinya sadar ada di tempat yang entah dimana. Alias nyasar. Suasana sekililingnya begitu mengerikan. Tanpa ragu, para pekerja yang bertugas sebagai Hantu melaksanakan tugasnya. Membuat Ayana menangis. Kakinya lemas.

Ayana duduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. “Mario…” Panggil Ayana di tengah isak tangisnya.

5 menit lebih, keadaan Ayana seperti itu. 10 menit, Ayana masih seorang diri. Dengan cemasnya, Mario terus mencari keberadaan Ayana.

“Ayana, kamu dimana, sih?” Sambil berlari, Mario melihat sekelilingnya. Tidak dipedulikannya para hantu yang menakutinya. Mungkin kehilangan Ayana lebih menakutkan dibanding para hantu sekalipun.

“Mario… Hiks. Hiks.” Suara tangis Ayana terdengar cukup dekat.

Mario menoleh kesampingnya dan akhirnya menemukan sosok Ayana. Dia tersenyum lalu berjalan mendekat. Dipeluknya gadis itu dari belakang. Ayana sempat kaget, tapi begitu tahu Mario-lah yang memeluknya, Ayana terdiam.

Mereka terus diam dalam keadaan seperti itu, hingga Mario membuka mulutnya.

“Maafin aku, Ay.” Bisiknya lembut di telinga Ayana.

Rasa takut dan teman-temannya itu hilang begitu saja. Digantikan oleh debaran jantung dan rasa merinding yang tercipta bukan lagi karena hantu. Tapi, karena suara lembut dan terpaan nafas Mario yang dapat dirasakan kulit daun telinga Ayana.

“Aku gak bermaksud bikin kamu nangis.” Ucap Mario kembali.

Ayana membalik badannya dan menatap Mario. Kedua matanya yang sayu itu menatap lekat mata sipit Mario. Tanpa kata, gadis itu langsung memeluk Mario. Seakan lupa dengan kamera pengawas dan kamera kecil yang mereka pakai.

“Jangan gini lagi.” Ucap Ayana dalam pelukan erat mereka.

Mario tersenyum dan membalas pelukan Ayana. “Iya, aku gak bakal gini lagi. Yaudah sekarang kita keluar.” Dilepasnya pelukan mereka. Diusapnya lembut kedua sudut mata Ayana dengan kedua ibu jarinya. “Yuk. Bangun.” Sambil berpegangan tangan keduanya berdiri.

Ayanapun melangkahkan kakinya, namun Mario malah menahannya. “Service for Arabian Princess.” Mario membungkukkan badannya dan menunjukkan punggungnya. Tapi, Ayana tentunya diam. Bingung. “Anggep aja permintaan maafku. Ayo naik.”

“Tapi-”

“Udah naik.”

“Malu ah-”

“Yaudah, kalau gak mau, aku tinggal nih.”

“Ihhh!! Iya, iya.” Ayanapun naik ke atas punggung Mario. 

Tanpa disadari Ayana, senyumnya merekah saat Mario benar-benar menggendong tubuhnya yang jauh lebih kecil itu. Masih dalam posisi menggendong, Mario membawa gadis yang ada di punggungnya keluar dari tempat menakutkan itu.

Di luar sana, tentunya para crew yang bersama mereka telah menunggu. Keluar dari tempat itu, gadis yang dipanggil Achan itu malah sedih. Karena berakhirlah sudah moment gendong-gendongan itu. Munafik, munafik bila Ayana bilang dia tak suka dengan perilaku Mario barusan. Siapa sangka, punggung Mario begitu nyaman untuknya.

Syuting mereka harus kembali terhenti, karena mereka harus memasang ulang wireless Mario dan Ayana yang agak lepas karena gendong-gendongan tadi. Keduanya hanya bisa saling melempar senyuman. Senyuman termanis mereka yang membuat seseorang di jauh sana merasa kecut. Siapa lagi kalau bukan…

“Aduh, yang panas. Sampe es di tangannya cair.” Ledek Gaby tentunya pada siapa lagi kalau bukan pada...

“Apaan sih, Kak Gaby. Au ah.” Okta tiba-tiba berjalan cepat.

“Eh? Tunggu dong, Okta. Okta!! Ihh!! Dasar ambekan.” Gaby dengan kesalnyapun mengikuti Okta. Dilihatnya Okta ingin membuang es krim yang belum sepenuhnya abis itu. “Ehh!! Jangan dibuang sebelum abis!! Gak boleh buang-buang makanan.”

Okta menatap Gaby yang ada disampingnya dengan malas. “Yaudah Kak Gaby mau abisin?”

“Boleh. Sini.” Saat Gaby ingin mengambil es krim tersebut, Okta menyembunyikan.

“Jangan ambil! Ota suapin aja.”

“Ihh, yaudah.” Siapa sangka, Okta akan melakukan hal romantis seperti itu. Ada rasa sedikit bahagia di dalam hati Gaby. Gabypun memejamkan matanya dan membuka mulutnya.

Hening. Okta sempat diam beberapa saat. Ditatapnya wajah dan bibir Gaby. Membuat pikirannya kemana-mana. Sial. Pikirnya dalam hati. Okta menggeleng untuk menghilangkan pikirannya yang aneh-aneh. Tanpa pikir panjang, diambilnya dengan sendok sisa es krim yang ada di cup nya. Disuapnya ke mulut Gaby. Lalu pergi dari sana setelah membuang cupnya ke tong sampah.

“Eummmhhhh!!!!” Gaby tak bisa berucap, dia menutup mulutnya dan hanya bisa menunjuk-nunjuk Okta. Mulutnya terasa begitu dingin. Tentu saja, Okta memberinya satu suapan besar berisi sisa es krim yang masih banyak. “Okta!!!!!!!!” Teriaknya sambil mengejar Okta setelah berhasil menelan es krim yang ada di mulutnya.

Keduanya berjalan menuju arena olahraga. Mereka masuk ke lokasi lapangan Virtual Football. Tempat dimana kita bermain sepakbola secara virtual, mulai dari penonton sampe bola dan wasitnya semua komputerisasi. *betewe ini ide dari iklan salah satu minuman soda gamenya, cuman di iklannya itu bolanya asli. Tapi, kalau disini virtual. Mumpung bisa ngayal mah, ngayalnya sekalian :v

Ternyata di dalam, sudah ada Hamids-Melody, Dimana Hamids sedang bertindak sebagai penjaga gawang dan Melody sebagai penyerang. Mereka sedang bermain tendangan penalty sepertinya.

“Ikutan boleh, dong~” Ucap Gaby.

“Wah boleh banget.” Jawab Melody. “Boleh kan, Mids?”

“Boleh lah. Ayo sini, Ta, Kak. Lumayan, dua lawan dua.”

Seperti yang dikatakan Hamids, mereka bermain 2 vs 2. Tanpa penjaga gawang. Dimulai tim Hamids-Melody terlebih dahulu yang memegang bola. Siapa sangka, Hamids begitu lincah memainkan bola di kakinya. Tidak sulit untuknya melewati Okta apalagi Gaby. Dan… Gol. Suara tepuk tangan yang begitu meriah dari penonton virtual terdengar bergemuruh.

Permainan kembali di mulai, kini Okta yang memegang bola virtual itu. Namun, sekali lagi, Hamids begitu ahli, merebutnya, memberikan pada Melody yang ternyata mudah melewati Gaby. Dan gol kembali. Melody reflek menghampiri Hamids dan memeluk juniornya itu. Dengan tidak sadarnya, Hamids memeluk Melody balik dan mengangkat tubuhnya.

Saat suara gemuruh penonton virtual telah hilang, barulah mereka sadar dengan yang mereka lakukan. Hamids langsung menurunkan Melody. Merah. Kedua wajah mereka merah. Malu dan sama-sama tidak enak. Akhirnya permainan kembali di mulai.

Gaby yang kali ini memegang bola. “Kak Gaby oper!!” Teriak Okta. Gaby nurut saja, dengan pelan dan untungnya terarah di opernya bola itu pada Okta.

Kini posisi Okta, membelakangi Hamids. Tidak jauh di belakang Hamids, Okta dapat melihat gawang tim Hamids.

“Ayo, Ta.”

Bersamaan dengan menetesnya keringat dari wajah Okta, Okta berputar dan yak! Berhasil menipu Hamids. Hamids terkecoh, dipikirnya Okta akan melewati sisi kirinya ternyata Okta malah berputar ke sisi sebaliknya. Di lewati Hamids dan….. gol!

“Yeah!! Berhasil!!”

“Wah, kecolongan.”

Lagi, permainan dimulai dengan bola di kaki Hamids. Tanpa aba-aba dan cukup mengagetkan Hamids, Okta merebut bola dari kaki Hamids. Hamidspun langsung mengejar dan menjaganya. Tidak membiarkan Okta memiliki celah untuk menendang. Bahaya bila tendangannya tepat sasaran. Keduanya terlihat begitu serius, apalagi Okta yang terlihat tidak ingin kalah.

“Gab, Okta kenapa?” Tanya Melody, berbisik pada Gaby.

“Biasa, panas ngeliat MarYana.” Jawab Gaby.

Melody hanya menghela nafasnya dan menggeleng. Ternyata main serius karena rasa cemburu.

Kembali ke Hamids dan Okta, gadis berwajah shota itu kembali berhasil melewati Hamids dan menendang bola tersebut. Terciptalah gol penyama kedudukan. Girangnya bukan main seorang Okta.

“Wah, wah! Ada yang girang banget.” Komen seseorang yang suaranya tentunya tidak asing.

Keempat orang yang sedang bermain itu menoleh, terlihat lah Farish-Stefi dan Ditho-Frieska yang baru tiba. Sepertinya tadi, seorang Farish yang memberi komen.

“Ikutan boleh gak, nih?” Tanya Frieska.

Mereka saling menoleh, Hamids-Melody sih sepertinya terlihat setuju. Tapi, tidak dengan Okta. Dia langsung menarik senior yang sedang jadi pasangannya. Ditariknya Gaby keluar dari tempat itu. Melewati Farish-Stefi, Ditho-Frieska dalam kebingungan melihat keduanya yang tentunya pergi tanpa pamit.

“Okta tunggu!” Diam, Okta mengabaikan panggilan Gaby dan masih terus menarik tangan putihnya. “Okta!!” Masih diabaikan. “Okta! Berhenti gak!!” Bentak Gaby yang akhirnya berhasil membuat Okta berhenti dan…

BRUG!!

“Aduh!! Lu kalau berhenti bisa gak sih bilang-bilang?! Udah tau badan lu tinggi gini!”

Okta menghela nafasnya lalu berputar menghadap Gaby dengan lekat. Deg. Jantung Gaby langsung berdegup kencang. Untuk pertama kalinya, posisi mereka sedekat ini. Hanya berjarak mungkin satu jengkal. Apalagi Okta masih memegang tangan Gaby. Menggoda. Siapa kira, bau keringat Okta yang mengalir dari kepalanya dan turun membasahi wajah kekanakan dan leher jenjangnya menggoda Gaby. Apalagi, leher Okta benar-benar persis ada di depan matanya. Gaby hanya menelan ludahnya, menahan semua godaan itu.


“Kenapa lagi Kak Gaby?”

“….” Gaby not responding.

“Malah diem. Aku udah berhenti, nih. Terus, Kak Gaby mau ngomong apa?”

“Hah? Apa, ya?” Oonnya Gaby keluar. Alias jakun Okta mengalihkan dunianya.

Dia masih ingat apa yang ingin diucapkannya pada Okta. Sekadar nasehat untuk juniornya di JKT48 itu untuk pergi dengan pamit. Tidak main pergi seperti barusan. Apalagi ada Melody juga yang bukan hanya senior untuk Okta, tapi secara umur juga jauh. Tapi, mulutnya tak mampu terbuka untuk sekadar mengucap satu kata saja.

“Ahh, lama ahh. Udah ah. Ota aus, nih.” Okta kembali menarik lengan Gaby.

Keduanya kembali, ke tempat sebelumnya Okta membeli es krim. Okta langsung menyuruh Gaby duduk, sementara dia memesan minuman. Setelah beberapa menit, Okta kembali dengan nampan berisi 2 minuman yang berbanding terbalik.

“Ini buat Kak Gaby. Yang anget. Pasti tadi dingin banget karena es krim, jadi biar anget.” Ucap Okta sambil meletakkan Lemon Tea panas di depan Gaby.

“Ta, tapi kan tadi-”

“No protes.” Jawab Okta yang lalu duduk dan meminum minuman super dinginnya yang penuh dengan es batu.

Kesal. Gaby kesal. Suara ‘klutuk-klutuk’ dari mulut Okta yang memakan es batu bagai cemilan itu membuatnya tambah kesal apalagi bila ditambah dia harus meminum minuman panas di depannya. Gaby-pun hanya duduk dengan menopang wajahnya dengan kedua tangannya. Ditatapnya Okta. Lagi, jakun Okta mengalihkan dunianya.

Naik-turun, terlihat seperti itu saat Okta sedang meminum minumannya yang berwarna Orange terang. Entah minuman apa, yang pasti terlihat begitu menyegarkan.

“Kak Gaby liatin apaan, sih?”

“A-A-A itu…. Ahh!! Es batu diminuman lo.”

“Kenapa? Mau?”

“Gak. Gak butuh.” Gaby terlihat salah tingkah, tanpa ditiup, diminumnya minuman yang masih agak panas itu. “Duh.”

“Ck. Bilang aja sih kalau mau es batunya Ota.”

“Gak usah. Gak perlu. Lagian, biarin aja lo makan tuh es batu. Sakit perut tau rasa!”

“Dih, yaudah.”

Hening… Hening… Hening… Hanya suara kunyahan es batu dari mulut Okta dan bunyi sendok yang beradu dengan gelas yang berdenting saat Gaby mengaduk minumannya.

“Kak Gaby mau main dimana abis ini?”

“Gak tau, gw kan belom pernah kesini. Jadi, gak tau.”

“Siapa yang bilang Kak Gaby udah pernah kesini. Ini aja baru dibuka.”

“Oh, iya ya?”

“Errr…. Yaudahlah cepetan abisin, Ota pengen ke kamar mandi, nih.”

“Kenapa? Sakit perut?”

“Kebelet, ayo ahh cepetan.”

“Bentar!” Untunglah sudah tidak begitu panas, minuman itu langsung dihabiskan Gaby.

Terlihat Okta jalan dengan terburu-buru, Gaby dibelakangnya mengikuti. Tentunya mereka menuju kamar mandi. Kamar mandi dimana Frans alias Sisca sedang membuka topeng Spiderman-nya untuk memuntahkan isi perutnya.

“Ya elah dah Sis. Gitu doang juga.” Ucap Nabilah yang menunggu di depan wastafel sambil mengaca.

“Gitu doang apanya, Kak? Aduh. Hoeekkk.” Sisca kembali muntah. Nabilah hanya memutar bola matanya.

Jadi apa yang terjadi sama Sisca? Begini ceritanya…

Frans-Nabilah ternyata mempunya selera permainan sama. Setelah bermain game yang berbau petualangan dan tentunya ekstrim, mereka menuju permainan lain. Ternyata permainan yang sebenernya dicari Nabilah adalah roller coaster!!

Roller coaster di Wonderland cukup ekstrim, panjang dan banyak putaran atau liukan. Dengan mata berbinar, Nabilah menuju area permainan itu dengan semangat 48 tentunya. Tapi, tidak dengan Frans. Wajahnya pucat. Pucat pasi saat baru melihatnya saja.

Tanpa memikirkan Frans, Nabilah main asal tarik dan mengajaknya paksa untuk bermain. Keringat sudah mengalir deras di tubuhnya. Roller coaster-pun berjalan. Nabilah begitu bersemangat dan berteriak dengan girangnya. Tapi, tidak dengan Frans. Teriakkan gadis itu, teriakkan minta tolong. Jeritan hati yang tidak kuasa menahan semua gejolak mengerikan sehingga menjadi respuker alias aoaab.

“MAMAAAAA TOLONGGGG SISCAA MAMAAAA!!!” Begitulah teriak Frans.

Sementara teriakan Nabilah… “YEAAHHH MANTEP COYYY!! TARIK MANGGG!! (?)”

Akhirnya permainan berhenti. Tapi, dengan entengnya seorang Nabilah….

“Lagi ye, Sis?” Karena Frans tidak menjawab, menurut Nabilah itu adalah sebuah tanda setuju. Padahal setengah nyawa Frans telah hilang. “Bang, lagi bang. Sekali lagi, mariii!!”

Karena Nabilah meminta lagi, roller coaster kembali berjalan. Pelan terlebih dahulu. Barulah Frans sadar.

“Kak? Lagi?”

“Iye, lagi.”

“Kak!! Udahan!!! Aku gak kuat!!”

“Lah? Begimane? Tadi ogut tanya, lu diem aje. Gw pikir lu setuju.”

“I-Itu-”

“Yaudahlah Sis, udah di jalanin sama abangnya. Tanggung. Sekali lagi aja. Abis itu kita main yang enteng-enteng, dah.”

Begitulah, roller coaster itu kembali menyiksa Frans yang langsung membuka topengnya –yang tadinya cuman buka bagian mulut sampe idung- dan berlari sambil menutup mulutnya dengan tangannya setelah penyiksaan itu berakhir. Apalagi kalau bukan ingin muntah.

Begitulah kira-kira…


Nabilah lalu berjalan keluar dari kamar mandi, dilihatnya para crew mereka -yang tentunya tidak ikut ke kamar mandi- menunggu sambil duduk-duduk manis dan rumpi-rumpi lucuk. Dari tempatnya, Nabilah juga dapat melihat Okta-Gaby bersama para crew mereka yang mendekat ke tempatnya.

“Gaby….” Ucap lirih Nabilah. “Siskeeeee!!” Dengan terburu-buru, Nabilah langsung masuk ke dalam kamar mandi kembali.

Di dalam, akhirnya Frans yang telah selesai dengan urusannya keluar. Namun, Nabilah kembali menariknya ke dalam bilik yang tadi dipakai Frans. Dibawah sana, crew Okta-Gaby langsung bergabung dengan crew Frans-Nabilah. Okta-Gaby pun langsung menuju kamar mandi.

“Kak Gaby pipis juga, gak?” Tanya Okta.

“Gak pengen.”

“Yaudah. Entar kalau kebelet, Ota gak tanggung jawab, ya. Kak Gaby tunggu disini, jangan tinggalin.”

“Iya, iya.”

Oktapun masuk ke dalam kamar mandi dan memilih bilik toilet disamping bilik Frans-Nabilah berada. Tidak sampe beberapa lama, Okta keluar bersamaan dengan si sosok Spiderman. Okta cuek aja dan memilih merapihkan pakaian dan rambutnya. Melihat si Spiderman yang keluar, Okta masa bodo. Wajar ajalah ada Spiderman disitu. Pikirnya.

Gaby yang masih menunggu Okta sambil memandangi Wonderland tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah colekan di pinggulnya. Reflek, Gaby langsung menoleh. Cukup terkejut pada awalnya saat melihat sosok Spiderman disana, tapi hanya sementara saat akhirnya dia ingat memang Frans-Nabilah sedang di kamar mandi juga.

“Ya ampun Sisca. Ngagetin aja.” Ucap Gaby. “Sendirian aja? Nabilah mana?” Pertanyaan Gaby hanya dijawab dengan tangan yang menunjuk kamar mandi. “Ohh.”

Diam. Mereka hanya diam. Berdiri sebelahan tanpa ada yang berbicara. Canggung. Tentu saja. Gaby tidak ahli untuk mengakrabkan diri dengan juniornya di JKT48.

“Emm… boleh ngomong sesuatu?”

Gaby langsung mengerutkan keningnya saat mendengar suara yang tidak asing dari Spiderman yang ada disampingnya itu. Tapi, masa iya?

“Boleh aja.”

“Tapi, gak disini.” Lagi-lagi sosok Gaby ditarik oleh orang lain.

Mereka menjauh dari kamar mandi dan dari para crew tentunya.

“Mau ngomong apa, Sis? Soal Nabilah, ya?” Pertanyaan itu kini dijawab dengan anggukan. “Nabilah kenapa?”

“Emm itu….”

“Kalau dia aneh-aneh bilang crew aja. Biar diomelin tuh anak. Pecicilan banget sih jadi orang.”

“Pecicilan gimana?”

“Iya gitu, sukanya bikin onar.”

“Bikin onar gimana?”

“Iya, gitu. Suka ganggu aja. Masa suka gangguin Kak Gaby kalau lagi deketin Kak Beby. Apaan coba maksudnya? Kayanya yang Kak Gaby tau dia sukanya sama Shania deh. Jadi, bukannya bagus, ya?”

“Oon.”

“Hah? Apaan, Sis?”

“Enggak bukan apa-apa.”

“Eh ya, kenapa juga gw ceritain ke Sisca sih. Errr, terus yang ma-”

“OHH!! JADI MAKSUD LO, GW NGEREBUT CIDEY GITU?” Teriak Okta. Tentunya kagetkan Gaby.

“Okta kenapa? Kok teriak gitu?” Tangan Gaby ditahan saat ingin kembali.

“Tunggu Gab, gw mau ngomong sama lo.”

“Gab? Gw? Lo?”

“Errr. Udahlah. Gak usah pake basa-basi. Lo harus tau sebenernya soal semuanya. Dan gw mau jelasin soal kesalah pahaman ini.”

“Kesalah pahaman apaan?”

“AIhhh. Gaby mah oon banget sih.”

“Lah kok?”

“Iya, iya. Jadi, gini. Sebenernya selama ini yang gw suka bukan Shania. Dan alasan kenapa gw suka gangguin lo sama Beby karena--”

“UDAHLAH SIS, GAK USAH DI BAHAS!” Teriak Okta kembali.

“Okta kenapa sih?” Panik Gaby kembali.

“Udah abaikan aja mereka gak kenape-nape, kok.”

“Engg…. Tunggu. Jangan-jangan lo….”

SREK!! (?)

Tanpa izin, Gaby membuka topeng Spiderman itu dan terlihatlah sosok yang selama ini berbicara dengannya ternyata adalah….

“Nabilah?”

“Ehehehe.” Nabilah hanya bisa nyegir.

Marah, malu, campur aduk perasaan Gaby. Dilemparlah topeng Spiderman itu ke wajah Nabilah.

“Tunggu Gab, dengerin penjelasan gw dulu.” Ucap Nabilah kembali sambil menahan tangan Gaby.

“Penjelasan apa lagi? Dan kalau mau ngomong soal lo kenapa tadi pura-pura jadi Sisca gitu?!”

“Iye, iye. Gw tau gw salah Gab. Tau kok. Tapi, Please dengerin gw dulu.”

“Gak tau ah. Gw gak peduli.” Gaby membanting tangan Nabilah dan menuju kamar mandi.

Gaby langsung membuka bilik toilet dimana Okta dan Sisca berada. Seperti mengulang, kini Gaby yang menarik Okta dan pergi meninggalkan Sisca-Nabilah tanpa pamit.

“Lo ngapain berantem sama Okta, sih?” Tanya Nabilah dengan kesalnya.

“Sorry, Kak. Gak sengaja. Oktanya aja ambekan.” Jawab Sisca yang tentunya sudah memakai baju Gwen yang sebelumnya dipakai Nabilah.

Nabilah hanya mendengus kesal. Gagal. Lagi-lagi dia gagal untuk menyatakannya pada Gaby. Tunggu, tapi apa yang terjadi dengan Okta dan Sisca? Begini ceritanya…

Saat Spiderman yang ternyata Nabilah itu keluar. Okta cuek saja karena berpikir itu Sisca. Dia terus merapihkan dirinya, sampai dia sadar, ada seseorang dari balik bilik toilet mengintipnya.

“Kak Nabilah ngapain ngintip-ngintip, deh?” Tanya Okta yang berpikir di dalam bilik tersebut adalah seorang Nabilah.

Tentu saja itu sebenernya adalah Sisca. Sisca langsung menutup kembali bilik toiletnya karena kaget Okta menyadarinya. Sisca mondar-mandir di dalam bilik toilet yang tidak besar itu.

‘Tolong tahan Okta, ye. Gw mau ngomong sama Gaby.’

Begitulah ucapan Nabilah saat mereka tengah bertukar pakaian.

‘Gimana caranya gw nahan Okta??’ Pikir Sisca yang bingung dalam hatinya.

“Kak Nabilah~ Ota keluar duluan, ya~” Mendengar itu, Sisca langsung panik. Tanpa pikir panjang, dia membuka pintuk bilik toiletnya dan langsung menarik Okta untuk masuk ke dalam bilik toiletnya. “Aduh Kak Nabilah apa-” Sisca hanya tersenyum setelah menutup rapat pintu bilik toiletnya. “Sisca?!?” Sisca langsung menutup mulut Okta dengan kedua tangannya.

Tentunya dengan mudahnya, Okta melepas kedua tangan Sisca itu. “Apaan ini, Sis? Kok lo make gini? Jadi yang tadi make baju spiderman-”

“Iya. Iya. Itu, Kak Nabilah.”

“Kok bisa?”

“Aduh udah ceritanya panjang. Yang penting sekarang lu tunggu dulu disini deh.”

“Dih? Ngapain? Kak Gaby di luar nung-”

“Aduh, udah. Tenang aja. Kak Gaby aman di luar sama Kak Nabilah.”

“Kak Nabilah ngapain sih sama Kak Gaby.”

“Udah gak usah ikut campur deh, Ta. Kak Gaby kan bukan pasangan lo beneran. Posesif banget.” Ucap Sisca sambil menyenderkan tubuhnya. “Jangan ganggu hubungan orang mulu, deh. Suka banget sih.”

“Maksud lo apaan, Sis?”

“Gak nyadar? Kena kan lo sekarang Ci Des diambil Ayana.”

“OHH!! JADI MAKSUD LO, GW NGEREBUT CIDEY GITU?”

“Menurut lo aja.” Jawab Sisca santai.

Perang mulutpun terjadi antara Sisca dan Okta. Dan hal utama yang jadi pembahasan mereka adalah seorang Desy yang namanya panjang banget kaya kereta yang saat ini dengan gembiranya sedang bermain di wahana permainan anak-anak bersama seorang Ayana Shahab. Tanpa menyadari, dirinya menjadi penyebab perkelahian antara sang Jenderal Gen 3 dengan prajuritnya. Tapi, hal itu memang bukanlah mau Mario alias Desy. Dan juga memang bukan salahnya.

“UDAHLAH SIS, GAK USAH DI BAHAS!”

Keduanya kembali diam, sampai pintu bilik toilet mereka dibuka oleh seorang Gaby yang wajahnya terlihat kesal. Okta-Gabypun meninggalkan Nabil-Sisca tentunya tanpa pamit.

Lalu apa yang akan terjadi dengan mereka? Bagaimana dengan pasangan lain?

TBC

NAGAAAA AHHH GESREK AAAAA
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wkwk, drama gitu cyin~

Awalnya ini kan cuman mau niat bikin drama antara BebNju sama AndElaine dan pas awal buat nih FF, belum NaGa-an kan. Eh pas ditengah-tengah NaGa-an. Jadi, ada drama NaGa. Apalagi pas gw sadar, di nih FF ada dua drama cinta segi empat *aoaab* GaBebNjuNab sama DeSisTAyana wkwk dan mana kebetulan gw masangin Okta-Gaby dan Sisca-Nab pula wkwk :v

Tapi, kalau disambung-sambungin mah…. Ini mah jadi aja cinta segi dua puluh (“--)/

Tadinya ini mau jadiin satu part aja semuanya… eh kepanjangan lagi. Halah orang belum dibikin -- authornya pusing karena kebanyakan drama wkwk.

Next masih ada NaGa *mungkin* dan tentunya masuk ke GreVer, KinaLele dan cinta segiempat BebKwek-ShaniAdam~~

*mohon maaf gak bisa bikin adegan Ghai-Stefi dan Ditho-Anin. Maafkeun m(_ _)m *bow
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

3 comments:

  1. kirai beneran bakal jd part terakhir

    ternyata jd panjang ya haha
    lanjut terus gan

    emmm entar melody ada lg ga?

    ReplyDelete
  2. ka rui ada moment romantisnya gak nih?
    ada dooong ya? ya? hehe

    ReplyDelete
  3. ciie maryana romantisan okta cemburu terus tu.

    lanjut terus di tunggu.

    ReplyDelete