Kata authornya:
Happy Reading…
Love Story (VeNal) - Part 4
Tidak, tidak disini Nal! Jangan bodoh!
“Nal!” Kinal menoleh keasal suara, dilihatnya Beby setengah
berlari sambil menggenggam tangan Shania. Dalam hati dia bersyukur karena
menemukan sahabatnya disini dalam waktu yang tepat. Setidaknya kehadiran Beby
bisa sedikit menyita pikirannya tentang hal-hal yang menyakitkannya.
“kau kenapa?” Nada gadis itu terdengar sangat khawatir. Kinal
hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Diliriknya Shania yang juga
memandanginya dengan ekspresi khawatir.
“oh come on guys,
apakah kita sedang menghadiri acara pemakaman sekarang? Mengapa wajah kalian
sendu begitu?” Kinal meninju pelan lengan Beby kemudian merangkul bahu Shania.
Beby hanya meliriknya sejenak lalu tidak menggubris perlakuannya.
“kau sudah menyalami sahabatmu Nju?” tanya Kinal kepada gadis yang
tubuhnya sedang terkunci dalam lengannya itu
“belum. Kami memang sengaja menunggumu” jawab Shania sambil
melepas tangan Kinal dari bahunya kemudian dengan cepat dia meraih lengan Beby
dan melingkarkan tangannya disana.
“wah, apa kau melarangnya dekat denganku Beb?” Kinal bertanya
menyelidik. Beby menggeleng cepat
“tak pernah sekalipun”
“lalu, mengapa kau begitu sombong gadis manis? Aku hanya
merangkulmu” Kinal menoel dagu Shania, membuat gadis itu mengusap-usap dagunya
yang bekas disentuh Kinal. *dikira najis kali yak xD*
“apapun itu, biarkan Beby yang melakukannya terhadapku. Apapun
itu” Shania menjawab tegas.
“kau tak tau? Hm?” Kinal mulai menggoda, Shania memasang ekspresi
bertanya, membuat Kinal menaik-naikkan kedua alisnya. Beby tau sahabatnya ini
sangat senang menggoda kekasihnya “kau harus tau satu hal Nju. Aku dan Beby
selalu membagi semuanya bersama. Milikku adalah miliknya. Miliknya adalah
milikku” Kinal tersenyum nakal “jadi, jangan pernah menolak jika aku mengajakmu
sedikit bersenang-senang”
“hei!” Shania melepaskan pegangannya pada lengan Beby, menatap
kedua sahabat yang sedang susah payah menahan tawa mereka itu bergantian.
“jadi, kau juga membagi Ve kepada Beby? Ha?” Shania mendapat ide
cemerlang untuk menjatuhkan Kinal. Hal itu membuat Kinal mengerutkan keningnya
namun sedetik kemudian senyum cerah mengembang diwajahnya.
“kau tak tau? Beby tak menceritakannya? Kasian sekali kau ini. Aku
selalu merelakan Beby memiliki apa yang aku miliki termasuk jika dia ingin
having fun dengan Ve” tawa Kinal meledak. Beby tau sahabatnya sudah mulai
keterlaluan dan dia harus angkat bicara.
“hei! Kinal bongsor! Jangan mengada-ada cerita!” Beby memukul bahu
Kinal membuat gadis itu semakin tertawa. Shania menunjukkan wajah cemberutnya.
“tak usah percaya dia sayang, dia hanya ingin menggodamu” Beby
menarik Shania mendekat lalu mencium kilat bibir gadis itu, membuat pipi Shania
memerah.
“hei guys” sebuah suara menghentikan percakapan mereka. Ketiganya
menoleh dan mendapati kedua mempelai berada dihadapan mereka. Ve dan Marcel
sedang berjalan berkeliling untuk menyapa para tamu.
“woaaaah! Kau sangat cantik Ve” Beby yang pertama kali melontarkan
kalimat pujian itu membuat Shania memandangnya dengan tatapan mematikan dan
Kinal berusaha menahan kikikannya.
“terima kasih Beby” Ve tersenyum. Sekilas Kinal melirik tangan Ve
yang seperti terpaku pada lengan Marcel. Sedari tadi dia tidak melepaskannya.
“hai Nal…” Ve menyentuh lengan Kinal, gadis itu tersenyum. Kecut.
“kau tampan sekali kak Marcel” Shania seperti ingin membalas perlakuan
Beby
“ah, terimakasih Shania. Kau juga sangat cantik sekali hari ini”
Beby tersenyum menanggapi komentar Marcel membuat Shania sedikit kesal karena
rencananya gagal.
“ehm… Nal, ini” Ve memberikan sebucket bunga yang sedari tadi
dipegangnya. Kinal mengerutkan keningnya tidak mengerti maksud Ve “aku tidak
melempar bunga ini, aku menyimpannya hingga kau datang dan memberikannya
kepadamu. Karena aku ingin kau menyusulku setelah ini” Ve tersenyum, tulus.
Kinal tak juga bergerak mengambil bunga itu sampai Beby menyikut lengannya.
Kinal tersenyum dan mengambil bucket itu.
“makasih say-“ Kinal terdiam sejenak sebelum membenarkan
kalimatnya “makasih Ve” Ve membalas dengan senyuman manisnya.
“by the way, selamat ya Ve, kak Marcel. Semoga rumah tangga kalian
langgeng sampai kakek nenek” Beby mengambil alih suasana yang sudah berubah
sedikit canggung itu. Dia menyalam Marcel dan memberikan pelukan selamat kepada
Ve. Diikuti Shania yang melakukan hal yang sama, namun Kinal tidak
melakukannya, dia hanya menyalam keduanya dengan senyum buatan terbaik yang dia
punya.
“sayang…” Ve memanggil Marcel dengan manja membuat lelaki itu
tersenyum dan menoleh kepada istrinya.
“kenapa Ve?”
“maukah kau meninggalkanku bersama mereka sebentar saja? Hanya
untuk ucapan perpisahan kepada sahabat. Kau tau kan, urusan para wanita” Ve
mengedipkan sebelah matanya membuat Marcel tersenyum.
“tentu saja Ve. Ladies, ambil waktu kalian sebanyak mungkin. Tapi
ingat untuk mengembalikan istriku” Marcel mengedipkan matanya kepada ketiga
gadis yang berada dihadapannya sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan
menjauhi lingkaran para gadis.
“Nal….” Ve meraih lengan Kinal “guys, aku permisi sebentar” Ve
menarik Kinal menjauhi Shania dan Beby. Keduanya mengangguk tanda mengerti. Ve
membawa Kinal ketaman luas yang berada dibelakang hall.
“akhirnya kau datang” Ve tersenyum saat mereka berdiri berisisian
sambil menatap pekarangan bunga yang sangat indah dihadapan mereka.
“kau yang memintaku bukan?” Kinal berusaha membuat suaranya
terdengar datar dan biasa saja.
“aku tak menyangka kau menurutinya”
“anggap saja hadiah pernikahan dariku, bukan begitu?” Ve tidak
merespon pertanyaan Kinal.
“Nay, bagaimana penampilanku hari ini menurutmu?” Ve
berputar-putar dihadapan gadis itu.
“kau kelihatan cantik, Nyonya Candrawinata” Kinal tersenyum, namun
tatapannya begitu menyedihkan. Wajah Ve berubah murung mendengar pernyataan
Kinal.
“Nay… terimakasih”
“untuk apa?”
“semuanya…”
“Aku tak memberimu apapun”
“kau memberiku segalanya” Ve meraih tangan Kinal “kau mengajariku
cara mencintai dengan tulus, mengajariku menjadi Ve yang tegar seberat apapun
masalahku, kau mengajariku bersabar menghadapi orang sekonyol dirimu” Ve
terkikik “kau menunjukkan kepadaku surga dunia, kau sudah membawaku merasakan
bahagia yang luar biasa” Ve tersenyum, perlahan-lahan ingatan kisah mereka
kembali terlintas dalam pikirannya.
“Veranda, aku harap kau membawaku kesini bukan untuk menguak
kembali rasa sakitku” Kinal sudah mengantisipasinya. Dia memang bukan Beby yang
bisa menyembunyikan segala perasaannya hanya untuk membuat gadis pujaannya
tetap merasa nyaman. Dia tidak pintar menyembunyikan perasaannya terutama
didepan Ve. Ve sedikit tertegun mendengar pernyataan Kinal.
“m-maaf…” bisik Ve lirih
“hei…” Kinal menangkupkan tangannya pada wajah Ve “tersenyumlah
padaku Ve, setidaknya untuk yang terakhir kali” Kinal tersenyum masih dengan
senyum sendunya. Ve menarik tangan Kinal lalu menggenggamnya. Dia menunduk sebentar
berusaha mengatur perasaannya. Kemudian diangkatnya kembali kepalanya,
didekatkannya wajah mereka lalu mengecup lembut bibir gadis dihadapannya. Kinal
tak bisa mengelak, dia tak akan pernah bisa menolak ciuman cinta ini. Cinta?
Apakah benar Ve mencintainya?
Tidak ada pergerakan yang berarti, Ve hanya mempertemukan bibir
mereka dan menunggu Kinal yang melanjutkannya seperti biasa, namun harapannya
sirna ketika Kinal melepaskan ciumannya, dia tersenyum menatap Ve yang terlihat
tidak setuju. Dielusnya pipi gadis dihadapannya
“tidak baik bila seorang wanita yang baru saja menikah berciuman
dengan orang lain” Ve membuang pandangannya, berusaha sekuat tenaga tidak
menjatuhkan air matanya.
“Kinay…” ditatapnya kembali gadis kekar dihadapannya. Kinal
mengangkat alisnya
“peluk aku” pintanya, namun tak disangka Kinal menggeleng
kepalanya “kenapa?” terlihat kesedihan yang semakin jelas diwajah Ve.
“aku hanya takut jika aku tak sanggup melepaskanmu lagi” Kinal
mengadahkan kepalanya menatap langit cerah diatasnya sambil berusaha untuk
tidak menumpahkan airmatanya.
“iya, aku mengerti” Ve mengangguk.
“Sekali lagi kuucapkan selamat untukmu Nyonya Candrawinata” Kinal
tersenyum berusaha menggoda Ve, namun gadis itu malah semakin murung.
“tersenyumlah, Ve…” Kinal menatap gadis itu lagi “tersenyum dan
bahagialah. Impianmu telah tercapai” Kinal tak bisa membendungnya. Air matanya
dengan cepat meloloskan diri dari pelupuk matanya dan mengalir membasahi
pipinya. Segera dihapusnya airmatanya.
“maaf aku mengingkari janji” Kinal memaksakan senyumnya “sampai
bertemu sepuluh tahun lagi” Kinal menyodorkan hadiahnya, Ve menerimanya “i love
you” Kinal mengecup kening Ve, ditahannya ciumannya disana beberapa saat
sebelum dia melepasnya dan pergi berlari meninggalkan gadis itu.
Ve tak lagi menahannya, dia tak ingin membuat Kinal terus
menderita. Ditatapnya sebuah benda persegi ditangannya. Dibuka bungkusnya,
dilihatnya sebuah benda tebal berbentuk seperti album foto.
Dear Jessica Veranda, my Angel…
Hanya itu kata yang tertulis dicovernya, dibukanya album itu
perlahan. Pada lembar pertama dilihat fotonya yang sedang tersenyum manis
kearah kamera. Dia tau itu foto dirinya yang menjadi favorit Kinal Dibukanya
perlahan lembar kedua dan seterusnya. Album itu berisi penuh foto dirinya
sendiri, ada banyak foto yang diambil Kinal diam-diam. Saat mereka bekencan,
saat mereka hang out bersama Beby dan Shania, bahkan saat mereka belum saling
kenal dulu waktu keduanya berada dalam satu proyek pekerjaan yang sama untuk
pertama kalinya. Ve tersenyum sambil mengusap foto dirinya sendiri, hingga dia
sampai pada lembaran terakhir. Disitu adalah foto mereka berdua dengan posisi
Kinal yang tersenyum manis dan Ve yang melingkarkan kedua lengannya pada leher
Kinal dan tersenyum manis kearah kamera. Keduanya terlihat begitu bahagia.
Wajah mereka begitu bercahaya dan memancarkan cinta. Ve tersenyum. Haru.
Ve menemukan sebuah kertas yang tertempel pada cover belakang
bagian dalam album tersebut. Disentuhnya goresan pena itu, dia tau pasti bahwa
itu adalah tulisan Kinal. Dibacanya surat itu.
Dear my Angel Veranda
Sekarang, setelah mungkin aku tidak akan melihatmu lagi sepuluh
tahun kemudian, aku harap kau bahagia dengan ini semua. Aku pasti akan sangat
merindukanmu. Veranda-ku yang selalu membuatku tertawa karena tingkah
kekanakannya, Veranda-ku yang nakal yang selalu menggoda waktu yoga ku.
Veranda-ku yang bisa membekukanku dengan sikap dingin nya ketika dia sedang
marah. Semua akan terkenang didalam hati dan pikiranku Ve.
Akan ada saat dimana aku akan merindukan kehangatan cinta dalam
pelukanmu. Akan datang waktu dimana aku membutuhkan lagi pelukanmu yang bisa
menenangkanku seperti hari-hari sebelumnya. Meski kutau, pelukanku, mungkin tak
lagi berarti karena suamimu sudah memberikan yang lebih baik dari sekedar
pelukan menghangatkan diriku. Biarkan aku tetap melukis bayanganmu, didalam
pikiranku. Karena hanya itu satu-satunya cara agar aku tetap mengingat bahwa
kita ada, kita pernah punya cerita.
With love,
Devi Kinal.
Ve menutup mulutnya, menahan isakannya. Bayangan wajah Kinal
terlintas dibenaknya. Tak pernah dia pikir akan sesakit ini jadinya bila mereka
sudah benar-benar berpisah. Ve masih terus terisak saat kembali semua kenangan
mereka terputar dipikirannya. Dia tau, satu yang Kinal tak pernah tau, bahwa
dia sangat mencintai gadis itu jauh dari apa yang dia bayangkan. Bahkan tak ada
cinta yang tersisa untuk suaminya sekarang karena hatinya sepenuhnya telah
menjadi milik Kinal. Namun, Ve sengaja memendamnya karena dia tak ingin Kinal
terbebani dengan perasaannya. Dia menginginkan Kinal menata hatinya sendri
tanpa harus memikirkan tentang perasaannya yang sebenarnya juga terluka akibat
situasi ini.
***
3 Tahun Kemudian…
Kinal duduk dengan pandangan kosong. Airmata kembali menetes di
pipinya, jatuh membasahi sebagian bajunya.
Tiga tahun dan dia tak berubah.
Dia tidak berhenti, terus berjalan, namun seperti jalan ditempat,
terjebak didalam bayang-bayang masa lalu membuatnya terus berlari namun tanpa
sadar posisinya masih tetap seperti diawal dia memulai garis start. Tidak
beranjak, tidak bergerak. Setiap malam hanya ada keheningan dan kesedihan. Rasa
sakit dan rindu yang begitu menyiksa batin. Dia seperti manusia yang sudah
hampir mati, hatinya. Ketika siang datang dia adalah Devi Kinal sang fotografer
yang sering bertingkah konyol dan membuat orang-orang disekitarnya tertawa
melihat tingkahnya. Namun ketika bulan mulai meninggi, Devi Kinal hilang
berganti menjadi sesosok wanita menyedihkan dengan kenangan masa lalu yang menjeratnya
dan membawanya kedalam lubang kematian.
Disinilah dia sekarang. Sebuah ruangan karaoke yang biasa dia
datangi bersama kekasihnya Jessica Veranda, dulu. Sebelum gadis itu pergi
menggapai mimpi indahnya. Kinal memutar sebuah lagu kesayangan mereka, namun
dia tidak kunjung bernyanyi melainkan membiarkan sebuah gambar bergerak
terpampang nyata di layar datar dihadapannya. Dipegangnya dadanya yang kembali
nyeri saat mengingat masa lalunya. Masa bahagianya dulu, masa kejayaannya
menggenggam hati seorang gadis yang sangat dicintainya.
Beby, sahabatnya yang selalu ada untuknya, kapanpun Kinal merasa
frustasi dan tak sanggup lagi Beby akan datang dan menemaninya. Namun malam ini
dia ingin sendiri, menghabiskan malam ini sendiri seperti dua malam di tahun
yang berbeda sebelumnya.
Ya, ini adalah tahun ketiga perpisahannya dengan Ve, dan malam ini
tepat malam dimana dia melepas gadis itu seminggu sebelum hari pernikahannya.
Hingga detik ini dia tak tau dimana dan apa kabar gadis itu sekarang. Beberapa
kali Beby dan Shania sempat bertemu dengannya namun Kinal dan Ve pernah
bersepakat untuk tidak saling mengetahui kabar mereka hingga waktu yang
ditentukan, sepuluh tahun setelah perpisahan mereka.
Kinal tertawa hambar saat menghitung masih akan ada tujuh malam
seperti ini lagi yang dia lewati setiap tahun sebelum mencapai hari
pertemuannya dengan gadis itu. dan dia berani bersumpah bahwa hingga harinya
datang sedikitpun perasaan Kinal tak akan berubah.
***
Kinal memasuki apartemennya, apartemen yang selalu dia tempati.
Karena disini dia merasa hidup dalam kenangannya bersama Ve. Dia tau, hal ini
membuatnya tersiksa namun Kinal bersikeras untuk tetap menjaga eksistensi
seorang Jessica Veranda didalam ingatannya dengan cara seperti ini.
Dia berjalan gontai kearah sebuah kamar yang punya kenangan manis
didalamnya. Kadang dia tak habis pikir bagaimana sebuah kamar sesederhana ini
bisa membuatnya menangis tersedu-sedu hanya karena masuk kedalamnya dan
menghirup udara didalamnya. Wangi parfum kesayangan Ve merasuki indra penciumannya.
Terdengar gila memang karena dia senantiasa menyemprotkan parfum itu keudara
untuk sekedar membiarkan Ve ada dalam ingatannya, dirabanya ranjang itu dengan
telapak tangannya sambil memejamkan mata. Dirasakannya cerita itu kembali
menguak dari sebuah kotak kenangan. Lepas, bebas menembus pikirannya.
Sentuhan-sentuhan Ve yang membuatnya terlena, desahan lembut gadis itu saat dia
berada dalam puncak kenikmatannya.
Kinal berbaring dengan posisi telungkup, airmatanya membasahi
sprei berwarna soft pink yang selalu menjadi pilihan gadisnya dulu.
*Flashback*
“Ve.. bangun..” Kinal berbisik pelan tepat ditelinga gadisnya yang
masih tertidur pulas dalam pelukannya. Gadis itu diam tak bergeming. Namun,
satu hal yang Kinal tau bisa membangunkan gadis itu.
“sayang, perutku lapar. Bisakah membuatkanku sarapan? Kurasa maag
ku akan kambuh sebentar lagi” Kinal tidak sepenuhnya berbohong karena
kenyataannya memang perutnya sudah mulai menciptakan suara-suara berisik.
“hoaaaaam” Ve menguap, diregangkannya tubuhnya sejenak kemudian
menatap Kinal. dielusnya perut gadis itu “Selamat pagi sayang” dikecupnya bibir
Kinal sekilas, Kinal hanya membalas dengan senyuman.
“tunggu disini sebentar ya”
Karena Ve tak akan pernah membiarkan Kinal menyiapkan sarapannya
sendiri.*cocwiitthh bgt kmvrtL*
*flashback end*
Kinal tersenyum mengingat kejadian yang terjadi hampir disetiap
pagi itu. Namun sebuah pertanyaan muncul dalam hatinya, apakah Ve melakukan hal
yang sama juga kepada suaminya sekarang? Tentu saja. Kinal bodoh.
Hatinya teriris mengingat kembali kenangan nyata itu, sebuah
cerita manis mereka yang mereka kemas dan mereka simpan hingga sepuluh tahun
nanti mereka membukanya bersama. Ntah apa yang akan terjadi saat itu Kinal tak
pernah tau. Namun dalam hati dia kerap menghitung. Hari-hari, minggu-minggu
juga bulan-bulan yang sudah berganti tahun yang dia lewati sendirian tanpa
gadisnya. Ranjang ini terasa begitu besar karena dia menikmati empuknya sendirian.
Tatapannya jatuh pada sebuah frame foto yang berada disamping ranjang.
Diraihnya foto tersebut, kemudian dipeluknya. Foto yang sama seperti foto yang
ada dihalaman terakhir di album foto hadiah pernikahan yang diberikannya kepada
Ve. Ntah sudah berapa banyak airmata yang dia teteskan malam ini.
Same bed but it feels just a little bit bigger now
Our song on the radio but it don’t sound the same
When our friends talk about you, all it does is just tear me down
‘Cause my heart breaks a little when I hear your name
That I should have bought you flowers
And held your hand
Should have gave you all my hours
When I had the chance
Take you to every party
‘Cause all you wanted to do was dance
Now my baby’s dancing
But she’s dancing with another man
Tangannya bergetar hebat saat wajah Ve memenuhi otaknya. Kinal
merasa benar-benar hancur kali ini. Dia tak pernah tau bahwa cinta bisa membuat
manusia merasa sebegitu dekat dengan kematian. Nafasnya sesak, keringat
bercucuran diwajahnya. Dia berjalan gontai keluar kamar saat dirasanya harum Ve
terasa begitu sesak menusuk jantungnya kini. Pertahanannya runtuh saat
membayangkan Ve memeluknya dikala kehancuran menghampirinya. Kinal terduduk
disofa yang berada diruang tengah, masih dengan nafas tersengal dipeluknya kedua
lututnya. Berharap pelukan itu bisa menenangkan dirinya sendiri.
“Ve…” erangnya lirih, air matanya tak henti mengalir.
Dipejamkannya matanya, sedetikpun dia tak ingin menghilangkan bayangan gadis
itu, malah ingin melihatnya lebih lama lagi, ingin membiarkan bayangan Ve diam
bersemayam didalam benaknya selama mungkin meski jantungnya harus terhenti
karena rasa sakit yang kian menyiksa.
“Ve… sakit…” Kinal kembali berucap lirih, masih terus memeluk
lututnya “Ve… peluk aku…” dia berharap dengan hal ini dia dapat merasakan
kehangatan dalam rengkuhan Ve meski itu semua hanya ada dalam khayalannya.
“Ve… Sayang…. dengar aku… sakit sekali….” Kinal terisak, kini
dadanya terasa panas seakan ingin meledak. Namun tak sedetikpun dia ingin
mengakhiri penderitaannya. Dia rela menjadi orang paling bodoh didunia jika itu
bisa membuat Veranda-nya tetap hidup dalam khayalannya.
TINGTONG!
Suara bel ditekan. Kinal tidak menggubris suara itu. Pikiran dan
pendengarannya ditutupi kabut gelap yang membutakan semuanya.
“Kinal!” samar-samar Kinal bisa mendengar suara itu. Suara yang
selama ini sudah berada disekelilingnya. Suara sahabatnya.
BRUAK!
Beby mendobrak paksa pintu apartemen Kinal, lengannya terasa sakit
akibat dorongan kuat yang dia lakukan namun dia tak peduli karena dia merasa
sesuatu sedang terjadi kepada sahabatnya malam ini.
“Kinal! Kau kenapa?!” Beby segera menarik Kinal dalam pelukannya.
Dielusnya rambut gadis berantakan itu, Kinal diam dalam rengkuhan tangan Beby.
“hei kapten. Kau tidak boleh begini” Beby benci melihat sahabatnya
seperti ini.
“a-aku merindukannya Beb…” Suara Kinal terdengar begitu lirih,
namun Kinal masih bisa dengan jelas mendengarnya “aku merindukan Verandaku…”
Kinal terisak, membuat hati Beby pilu. Gadis itu tak tau harus berbuat apa
selain membiarkan kebisuan menguasainya.
“d-dimana dia Beb? Izinkan aku menemuinya…” suara Kinal seperti
memohon. Beby menggeleng.
“sssh~ sudahlah Nal, jangan begini. Kau harus kuat” Beby mencium
puncak kepala Kinal. *geli yak xD
“tapi aku membutuhkannya… aku membutuhkan Ve” Kinal terisak,
diremasnya erat kemeja Beby. Sebelum Ve pergi, Kinal tak pernah sehancur ini,
dia tak pernah serapuh ini sekalipun didepan Beby sahabat yang telah
mengenalnya luar dalam. Namun setelah Ve pergi meninggalkannya tak jarang Beby
menemukan Kinal seperti ini. Malam-malam kelam yang selalu menghantuinya.
Beby menemaninya dalam keheningan. Dia tau tak ada satupun yang
mampu dia perbuat selain menemani Kinal melewati masa kelamnya. Kinal terus
meracau dengan kalimat-kalimat yang menyedihkan, tak jarang dia menyebut nama
Ve sambil terus terisak.
“Kinal… tenanglah..” Beby mengusap rambut legam gadis itu, namun
Kinal masih tak juga menggubrisnya “jangan menangis lagi sobat” Beby tau Kinal
sudah sangat kelelahan malam ini, dia hanya ingin Kinal menghentikan hal yang
membuatnya menderita dan beristirahat karena tidak lama lagi pagi akan datang
menjemput.
“ayolah kapten, kau harus tidur” Beby melepas pelukannya,
membaringkan Kinal diatas sofa. Mata Kinal tengah terpejam namun airmata terus
mengalir dari sana. Beby mengambil kotak tissue yang tergeletak diatas meja lalu
menghapus airmata sahabatnya, di keringkannya juga keringat Kinal disekitar
wajahnya “kau harus kuat sobat, ingatkah? Dua anak ayam, bersama melawan
dunia?” Beby tersenyum mengenang celotehan mereka ketika saat masih kecil.
Kinal dan Beby kecil sangat menyukai anak ayam, mereka sampai mengibaratkan
dirinya seperti anak ayam. Perlahan Kinal membuka matanya yang membengkak.
“terimakasih Beb…” ucapnya tulus. Beby menggeleng.
“tidak menerima ucapan terimakasih. Sudah kewajibanku sebagai
sahabat” Beby lalu mengelus kepala gadis itu “tidurlah, aku akan disini hingga
kau terbangun” Beby mengambil selimut dari dalam kamar Kinal lalu menyelimuti
gadis itu hingga menutupi lehernya.
***
“selamat pagi Nona muda yang suka menangis” Kinal mendapati Shania
sedang duduk dihadapannya dengan sebuah nampan dengan sepiring sereal dan
segelas susu diatasnya. Kinal memejamkan matanya kembali sejenak sebelum
membukanya setelah mendapatkan kesadaran. Dirasakannya sesuatu seperti sedang
memukuli kepalanya. Dipegangnya kepalanya.
“Nal? Kau tak apa-apa?” Shania dengan cepat memindahkan nampan
dalam pangkuannya keatas meja lalu mendekat kearah Kinal. Kinal hanya
menggeleng sambil tersenyum.
“hanya sedikit sakit” jawabnya sambil mencoba meraih segelas susu
yang disediakan Shania tadi. Shania membantunya meraih gelas susu tersebut.
Setelah dia mendapatkannya diteguknya hingga setengah “mana Beby?” Kinal
menyodorkan Shania gelas tersebut. Gantian Shania mengambil semangkuk sereal
lalu menyodorkannya kepada Kinal.
“dia sedang pergi membeli obat untukmu” Shania tersenyum saat
Kinal meraih mangkuk serealnya dan menyuapkannya kedalam mulutnya.
“untuk apa? Aku tidak sakit”
“menurutmu” Shania mencibir “kau tau badanmu semalam panas sekali,
subuh tadi Beby meneleponku dengan nada khawatir setelah beberapa menit kau
tertidur. Kau tau sendiri dia tak mengerti apa-apa tentang hal medis. Aku
segera menuju kesini dan mengukur panasmu. Kau bisa saja mati karena panas yang
tinggi itu. jadi, berterimakasihlah kepadaku” Shania berbicara terus sambil merapikan
bekas kompres Kinal malam tadi
“iya, tante. terimakasih” jawab Kinal dengan nada malas. Shania
merapikan beberapa perabotan yang terlihat sedikit berantakan “oh iya, kunci
ruanganmu rusak. Tadi Beby sudah menelepon tukang servis pintu. Mungkin sore
nanti mereka akan datang dan memperbaikinya”
“si kurus itu menyusahkanku saja” Kinal melirik Shania, menunggu
reaksinya.
“hei!” Shania memukul kepala Kinal pelan “kau harusnya
berterimakasih. Dia begitu mengkhawatirkanmu semalam sampai rela mendobrak
pintu itu dengan tubuh kecilnya. Aku saja tidak yakin apakah dia akan melakukan
hal yang sama jika kau adalah aku”
“waaaaaw Miss Anadila cemburu” Kinal menggoda Shania sambil
mencolek dagu gadis itu, Shania dengan cepat menepis tangan Kinal “kau galak
sekali nona” Kinal meletakkan mangkuk serealnya yang sudah hampir habis saat
dia merasa perutnya sudah begitu penuh “si kurus itu akan melakukan hal yang
lebih gila dari mendobrak pintu apartemen jika orangnya adalah kau” Kinal
tersenyum manis.
“jangan mencoba menghiburku” Shania bersiap menyimpan nampannya.
“Shanju..” Kinal menahan tangannya “kau harus tau satu hal. Bahwa
Beby sangat mencintaimu. Aku tak tau, tapi jika dia kehilanganmu mungkin dia
bisa sama gilanya denganku” Kinal tersenyum kecut. Shania kembali duduk
disebelah gadis itu menghadap kearahnya.
“kau masih mencintainya? Setelah dia meninggalkanmu tiga tahun
yang lalu?”
“aku mencintainya Shan. Lebih besar dari apapun yang orang bisa
bayangkan. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk mencintainya hingga saat itu
tiba, saat dimana aku bisa menemuinya lagi. 10 tahun setelah hari perpisahan
kami” Kinal mencoba tegar, menunjukkan senyum manlynya.
“bagaimana jika dalam sepuluh tahun dia tak pernah mengingatmu?
Bagaimana jika sepuluh tahun lagi dia bahkan tidak menemuimu?” Shania menatap
telak pada mata Kinal, mencari sebuah keyakinan disana.
“aku mempercayainya Shania. Aku mencintainya maka aku
mempercayainya. Tak peduli apapun yang membuatku ragu. Aku tetap
mempercayainya. Dia akan datang, dia akan kembali memelukku tujuh tahun lagi,
aku percaya itu” Kinal tersenyum. Yakin.
Deg.
Bahkan Shania bisa merasakan degupan itu, seperti sebuah ketukan
halus dalam jantungnya melihat keyakinan Kinal terhadap Ve, seorang kekasih
yang meninggalkannya dengan keluarga barunya. Shania tak pernah sanggup
membayangkan jika hal ini terjadi kepada hidupnya.
“kau tau Nal..” mata Shania berkaca-kaca “aku bersyukur karena dia
mendapatkan orang sepertimu”
“dulu” Kinal mengoreksi membuat Shania mengangguk lemah.
“aku menyayangi Ve, dan tak pernah seorangpun didunia ini yang
pernah kulihat mencintai seseorang seperti kau mencintai sahabatku itu”
“setiap orang punya caranya mencintai masing-masing Shan. Dengan
aku yang seperti ini tidak menjamin bahwa aku punya cinta yang lebih besar
kepada Ve daripada cinta Beby kepadamu” Kinal menggenggam tangan Shania “dan inilah
caraku. Mencintainya dengan rasa sakitku. Tidakkah kau ingat sahabatku yang
bodoh itu juga melakukan hal yang sama denganku? Tersakiti, namun tetap
mencintai” Kinal tersenyum. Shania tertegun mendengar perkataan Kinal.
Kinal benar. Setiap manusia mencintai dengan caranya
masing-masing.
Shania memeluk Kinal, mengelus belakang kepala gadis itu dengan
sayang.
“kalian adalah wanita-wanita hebat yang pernah kutemui didunia.
Kau, dan Beby telah memberiku banyak pelajaran dalam hidup. Thanks a lot”
Shania melepas pelukannya, dihapusnya dengan cepat airmata yang sudah membasahi
pipinya.
“aku dataaaaang” Beby berseru sambil langsung menghampiri kedua
orang yang berada ditengah ruangan itu. dilihatnya mata Shania yang sedikit
merah, Beby langsung berlutut dihadapannya.
“kau kenapa sayang? Kau menangis?” Beby bertanya dengan nada
khawatir sambil mengelus pipi Shania. Gadis itu menggeleng sambil menggenggam
tangan kekasihnya yang berada dipipinya.
“tidak apa-apa sayang, kau tau kekasihmu ini sedikit berlebihan
mengekspresikan perasaan” Shania melirik Kinal yang menjawab pertanyaan Beby
dan keduanya terkikik. Beby hanya mengerutkan keningnya.
KINAL POV
Tuhan memang Maha adil. Dia tak pernah membiarkanku benar-benar
kesusahan. Bisa bayangkan bagaimana jadinya aku sekarang bila kedua makhluk
ajaib ini tidak ada diduniaku? Terkhusus sahabatku. Beby Chaesara.
Aku selalu bersyukur bisa mengenal dan menjadi sahabatnya. Dia
dengan segala ketertutupannya, dengan segala sifat mengalahnya, seperti
malaikat yang tak bersayap. Tapi bukankah malaikat juga tak pernah mengatakan
bahwa dia memiliki sayap? Mungkin Beby adalah salah satu diantara mereka. Dia
dengan dunianya yang seringkali tidak bisa kujangkau, namun dia selalu berhasil
masuk kedalam duniaku, ikut membantuku menatanya dan menggenggam tanganku untuk
kami berjalan bersama.
Ada waktu saat dimana dia tak lagi bisa memikul dunianya
sendirian, dia akan datang dan menceritakannya kepadaku. Tak banyak yang dapat
aku lakukan, namun aku tau dengan diam dan menjadi pendengarnya adalah suatu
yang cukup yang bisa kulakukan. Sahabat mungkin tak selalu bisa membantumu
menyelesaikan masalah, namun dia selalu menemanimu melewati itu semua.
Benarkan? Dan, itulah yang terjadi padaku sekarang. Apa yang bisa diperbuat
sikurus ini bersama kekasihnya selain menemaniku melewati masalahku? Menemaniku
yang kesepian dan hampir mati ditinggal menikah oleh orang yang sangat
kucintai. Seperti cerita didrama kah? Aku tak peduli, ini kisahku, kisah yang
tak pernah sekalipun kubayangkan akan terjadi didalam hidupku.
“Nal…” Si kurus itu sedang merapikan meja makan dengan berbagai
macam makanan lezat diatasnya, dan bisa kupastikan, dia yang memasak semuanya.
Aku menoleh “makanlah, kubuatkan khusus untukmu”
Senyum konyol yang memperlihatkan pipi bolongnya itu mampu
membuatku terkikik. Gadis ini, benar-benar punya wajah kekanakan. Namun
sikapnya? Bagaimana aku bisa menggambarkannya?
Aku berdiri dan menghampirinya yang sudah duduk manis dikursi.
Kulihat Shania menuangkan segelas jus jeruk kedalam gelas dihadapan Beby, aku
tersenyum. Andai saja…
“kau mau jus?” Shania mengangkat kotak jusnya, aku hanya
mengangguk lalu dia menuangkannya kesebuah gelas.
“duduklah gadis melankolis” cibir Beby kepadaku, tak ingin
menanggapi ledekannya aku hanya menuruti perkataannya.
Sebuah makan siang yang sudah sangat terlambat karena aku tau
waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Beby dan Shania berhasil membawaku
kedalam sebuah suasana hangat yang sangat aku suka. Makan bersama, dengan
orang-orang yang kusayangi, hal yang sering sekali kami lakukan dulu, dulu saat
aku juga masih bersamanya. Double date? Seperti itulah kira-kira.
“jadi, apa rencanamu malam ini? jangan bilang kau akan
menghabiskan malam tololmu dengan mengurung diri ditempat menyedihkan ini lagi
Depi” Beby menyenggol lenganku.
“berhenti meledekku” sungutku sambil meneguk jus jerukku.
“haaaah, kau membosankan sekali” Beby menyundul kepalaku pelan.
Bersusah payah aku menahan tawaku, hanya ingin membuatnya kesal.
“dia seperti batu sayang” lagi-lagi si kurus mengomentari, Shania
hanya terkikik melihat tingkah kekasihnya. Aku tau, aku sangat tau semenjak Ve
pergi keduanya menjaga keintiman mereka dihadapanku, aku sangat tau bagaimana
mereka mencoba menghargai keadaanku. Keduanya, benar-benar menyayangiku.
“kau harus keluar Nal, aku tak suka melihat keadaanmu yang
menyedihkan ini” Beby menepuk bahuku. Aku berpikir sejenak menimbang
perkataannya.
“kau mau ikut dengan kami?” Shania melirikku “kita bisa hangout
ketaman hiburan, atau shopping” wajahnya berbinar.
“itu sama saja kau menyuruh kami menemanimu sayang” Beby memutar
bola matanya membuatku terkikik. Shania sangat suka berbelanja, seperti Ve.
“sepertinya aku akan hunting, untuk menambah koleksiku” hal
terfavorit yang sering kulakukan untuk mengisi kesendirianku. Pergi sendirian,
dengan kamera kesayanganku dan mengambil beberapa gambar melalui lensaku. Hal
itu seperti membawaku kesebuah dunia yang bisa kuciptakan sendiri dengan
gambar-gambar hasil jepretanku.
“mau kami temani?” Aku menggeleng.
“kalian nikmatilah kencan kalian, ini weekend” aku tersenyum
“jangan begitu sobat, kami bisa berkencan kapan saja, sementara
kau? Teman kencan saja kau tidak punya, jadi tak apa jika kami menemanimu”
Pletak!
Sebuah jitakan tepat mendarat di kepalanya. Membuatnya meringis.
Si kurus itu jika dibiarkan akan semakin merajalela meledekku.
“aku akan pergi sendirian, lagipula aku selalu punya teman kencan,
kau tau?”
“cih, kamera kesayanganmu itu? apa kau bisa mengajaknya berkencan
juga diatas ranjang?” *ini kamvret
Pletak!
Sekali lagi, dan jitakan itu kini berhasil membungkam mulutnya.
Aku hanya tertawa dan berjalan kekamar mandi untuk membersihkan diriku sebelum
pergi.
***
CKREK.
Aku tersenyum melihat hasil bidikanku pada display kamera yang
sedang kugenggam. Ku perbesar gambar itu. Seorang gadis kecil dengan gigi yang
belum tumbuh sempurna, tawa bahagianya menunjukkan perasaannya saat mendapat
giliran memainkan ayunan tua yang sudah ringkuh. Sedari tadi dia sudah menunggu
hingga anak lelaki kecil ingusan yang sebelumnya memakai ayunan itu selesai
dengan permainannya.
Sepertinya sebentar lagi matahari akan kembali keperaduanya,
semburat jingga menghiasi taman. Beberapa orang yang berada ditaman ini masih
senantiasa menikmati indahnya sore bersama orang-orang kesayangan mereka. Namun
gadis kecil itu dari tadi sendirian, gadis ini benar-benar menarik perhatianku
dengan wajah malaikatnya, ntah sudah berapa kali aku mengambil gambarnya dari
tempat dudukku –yang berada ditengah taman-. Aku terus memandanginya dan
mengarahkan kameraku pada angle yang kurasa sempurna, saat lensaku mengarah
keayunan gadis itu, gadis itu menghilang. Aku mengerutkan keningku seraya
menurunkan lensa dari depan wajahku. Kulihat gadis itu terjatuh dan menangis
didepan ayunannya. Mungkin dia mengayun terlalu kencang. Segera aku berlari
menghampirinya.
“kau tak papa? Apa kau terluka adik kecil?” aku segera berlutut.
Kusampirkan kameraku kepunggungku. Kuperhatikan sedikit goresan pada lututnya,
dia menangis.
“tenang ya, ini hanya luka kecil. Sebentar aku obati” kurogoh saku
celanaku, terdapat sebuah saputangan berwarna putih, kutimbang sejenak sebelum
akhirnya kuputuskan untuk membalut lukanya dengan saputangan itu. Apalah
artinya sebuah kenangan yang disimpan oleh benda mati yang hampir tak ada
gunanya untukku itu. kuikatkan pada lututnya, gadis itu sedikit meringis saat
lukanya bersentuhan dengan saputanganku.
“nah, apa kau bisa berdiri?” gadis itu mengangguk dengan ragu,
kubantu dia berdiri “kau sendirian gadis kecil?”
“a-aku bersama mami” dia menunjuk kearah mini market yang berada
dipinggir taman
“apa mau aku temani?”
“tidak usah, kata mami aku tidak boleh berbicara dengan orang yang
tidak kukenal” dia menatap mataku. Aku tertawa pelan melihat tatapan polosnya.
“yasudah, kalau begitu kau duduklah disana, aku akan menunggumu
dari kejauhan sampai mami mu datang, bagaimana?” kataku sambil menunjuk sebuah
bangku panjang ditengah taman tempatku duduk tadi. Gadis itu hanya mengangguk,
saat berjalan beberapa langkah dia membalikkan badannya.
“terimakasih kak” ucapnya dengan senyuman tulus, aku hanya
mengangguk sambil melambaikan tangan. Dia melanjutkan langkahnya. Kupilih untuk
menunggunya dibalik sebuah wahana permainan berbentuk lorong, aku harus
merangkak untuk masuk kedalamnya. Konyol kan?
“Gracia~” aku sedang asik membidik sasaranku –gadis kecil tadi-
saat sebuah suara menghentikan aktifitasku.
“kau disini rupanya” kuturunkan lagi kameraku untuk menatap dengan
jelas siapa pemilik suara tersebut.
“kau terjatuh?”
“iya mami”
“lalu? Ini? punya siapa?” seorang wanita muda yang kutau adalah
ibu dari gadis yang kutolong tadi memperhatikan sapu tangan yang kuikatkan pada
lututnya. Wanita itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
“kemana perginya orang yang menolongmu tadi?” gadis kecil itu
menunjuk kearah tempatku berada sekarang. Cukup jelas untuknya melihatku berada
didalam sini. Kupastikan saat ini dia sedang berjalan kearahku.
Bletak!
“aiiih!” kuelus kepalaku yang terantuk pada dinding lorong sial
ini.
“hei…” wanita itu berjongkok untuk melihatku, aku memutar tubuhku
dan merangkak pelan keujung lorong yang satunya namun setelah sampai diujung
kuhentikan langkahku saat wanita itu sudah berhasil mengepungku disana.
“keluarlah, aku tau kau siapa”
DEG!
-Tebece-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minta pendapatnya dong dikolom komentar,
Terimakasih banyak sudah membaca :)
Terimakasih banyak sudah membaca :)
-Kang BeCak-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baper gw :')
ReplyDeleteKeren thor. Gw selalu nunggu post selanjutnya tentang love strory venal. Jangan lama-lama yah thour ,ane tunggu nih xD
cedih..., ga bisa apa2 dgn cerita ne.
ReplyDeleteboleh nangis? wkwkwk *lebay baper buseeettt.. bagus ceritanya
ReplyDeletePasti yg jadi anaknya gracia... ternyata bener... hahaha lanjutkan....
ReplyDelete