Tuesday, June 2, 2015

Love Story (VeNal) - 2

Oh iya, mau bilang, FF ini emang adaptasi dari FF K-Pop, tapi authornya udah izin kok. Jadi tenang aja :D

Kata authornya:

Happy Reading…



Love Story (VeNal) - Part 4
Tidak, tidak disini Nal! Jangan bodoh!

“Nal!” Kinal menoleh keasal suara, dilihatnya Beby setengah berlari sambil menggenggam tangan Shania. Dalam hati dia bersyukur karena menemukan sahabatnya disini dalam waktu yang tepat. Setidaknya kehadiran Beby bisa sedikit menyita pikirannya tentang hal-hal yang menyakitkannya.
“kau kenapa?” Nada gadis itu terdengar sangat khawatir. Kinal hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Diliriknya Shania yang juga memandanginya dengan ekspresi khawatir.
“oh come on guys, apakah kita sedang menghadiri acara pemakaman sekarang? Mengapa wajah kalian sendu begitu?” Kinal meninju pelan lengan Beby kemudian merangkul bahu Shania. Beby hanya meliriknya sejenak lalu tidak menggubris perlakuannya.
“kau sudah menyalami sahabatmu Nju?” tanya Kinal kepada gadis yang tubuhnya sedang terkunci dalam lengannya itu
“belum. Kami memang sengaja menunggumu” jawab Shania sambil melepas tangan Kinal dari bahunya kemudian dengan cepat dia meraih lengan Beby dan melingkarkan tangannya disana.
“wah, apa kau melarangnya dekat denganku Beb?” Kinal bertanya menyelidik. Beby menggeleng cepat
“tak pernah sekalipun”

“lalu, mengapa kau begitu sombong gadis manis? Aku hanya merangkulmu” Kinal menoel dagu Shania, membuat gadis itu mengusap-usap dagunya yang bekas disentuh Kinal. *dikira najis kali yak xD*
“apapun itu, biarkan Beby yang melakukannya terhadapku. Apapun itu” Shania menjawab tegas.
“kau tak tau? Hm?” Kinal mulai menggoda, Shania memasang ekspresi bertanya, membuat Kinal menaik-naikkan kedua alisnya. Beby tau sahabatnya ini sangat senang menggoda kekasihnya “kau harus tau satu hal Nju. Aku dan Beby selalu membagi semuanya bersama. Milikku adalah miliknya. Miliknya adalah milikku” Kinal tersenyum nakal “jadi, jangan pernah menolak jika aku mengajakmu sedikit bersenang-senang”
“hei!” Shania melepaskan pegangannya pada lengan Beby, menatap kedua sahabat yang sedang susah payah menahan tawa mereka itu bergantian.

“jadi, kau juga membagi Ve kepada Beby? Ha?” Shania mendapat ide cemerlang untuk menjatuhkan Kinal. Hal itu membuat Kinal mengerutkan keningnya namun sedetik kemudian senyum cerah mengembang diwajahnya.
“kau tak tau? Beby tak menceritakannya? Kasian sekali kau ini. Aku selalu merelakan Beby memiliki apa yang aku miliki termasuk jika dia ingin having fun dengan Ve” tawa Kinal meledak. Beby tau sahabatnya sudah mulai keterlaluan dan dia harus angkat bicara.
“hei! Kinal bongsor! Jangan mengada-ada cerita!” Beby memukul bahu Kinal membuat gadis itu semakin tertawa. Shania menunjukkan wajah cemberutnya.

“tak usah percaya dia sayang, dia hanya ingin menggodamu” Beby menarik Shania mendekat lalu mencium kilat bibir gadis itu, membuat pipi Shania memerah.
“hei guys” sebuah suara menghentikan percakapan mereka. Ketiganya menoleh dan mendapati kedua mempelai berada dihadapan mereka. Ve dan Marcel sedang berjalan berkeliling untuk menyapa para tamu.
“woaaaah! Kau sangat cantik Ve” Beby yang pertama kali melontarkan kalimat pujian itu membuat Shania memandangnya dengan tatapan mematikan dan Kinal berusaha menahan kikikannya.
“terima kasih Beby” Ve tersenyum. Sekilas Kinal melirik tangan Ve yang seperti terpaku pada lengan Marcel. Sedari tadi dia tidak melepaskannya.

“hai Nal…” Ve menyentuh lengan Kinal, gadis itu tersenyum. Kecut.
“kau tampan sekali kak Marcel” Shania seperti ingin membalas perlakuan Beby
“ah, terimakasih Shania. Kau juga sangat cantik sekali hari ini” Beby tersenyum menanggapi komentar Marcel membuat Shania sedikit kesal karena rencananya gagal.
“ehm… Nal, ini” Ve memberikan sebucket bunga yang sedari tadi dipegangnya. Kinal mengerutkan keningnya tidak mengerti maksud Ve “aku tidak melempar bunga ini, aku menyimpannya hingga kau datang dan memberikannya kepadamu. Karena aku ingin kau menyusulku setelah ini” Ve tersenyum, tulus. Kinal tak juga bergerak mengambil bunga itu sampai Beby menyikut lengannya. Kinal tersenyum dan mengambil bucket itu.
“makasih say-“ Kinal terdiam sejenak sebelum membenarkan kalimatnya “makasih Ve” Ve membalas dengan senyuman manisnya.

“by the way, selamat ya Ve, kak Marcel. Semoga rumah tangga kalian langgeng sampai kakek nenek” Beby mengambil alih suasana yang sudah berubah sedikit canggung itu. Dia menyalam Marcel dan memberikan pelukan selamat kepada Ve. Diikuti Shania yang melakukan hal yang sama, namun Kinal tidak melakukannya, dia hanya menyalam keduanya dengan senyum buatan terbaik yang dia punya.
“sayang…” Ve memanggil Marcel dengan manja membuat lelaki itu tersenyum dan menoleh kepada istrinya.
“kenapa Ve?”

“maukah kau meninggalkanku bersama mereka sebentar saja? Hanya untuk ucapan perpisahan kepada sahabat. Kau tau kan, urusan para wanita” Ve mengedipkan sebelah matanya membuat Marcel tersenyum.
“tentu saja Ve. Ladies, ambil waktu kalian sebanyak mungkin. Tapi ingat untuk mengembalikan istriku” Marcel mengedipkan matanya kepada ketiga gadis yang berada dihadapannya sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan menjauhi lingkaran para gadis.
“Nal….” Ve meraih lengan Kinal “guys, aku permisi sebentar” Ve menarik Kinal menjauhi Shania dan Beby. Keduanya mengangguk tanda mengerti. Ve membawa Kinal ketaman luas yang berada dibelakang hall.
“akhirnya kau datang” Ve tersenyum saat mereka berdiri berisisian sambil menatap pekarangan bunga yang sangat indah dihadapan mereka.

“kau yang memintaku bukan?” Kinal berusaha membuat suaranya terdengar datar dan biasa saja.
“aku tak menyangka kau menurutinya”
“anggap saja hadiah pernikahan dariku, bukan begitu?” Ve tidak merespon pertanyaan Kinal.
“Nay, bagaimana penampilanku hari ini menurutmu?” Ve berputar-putar dihadapan gadis itu.
“kau kelihatan cantik, Nyonya Candrawinata” Kinal tersenyum, namun tatapannya begitu menyedihkan. Wajah Ve berubah murung mendengar pernyataan Kinal.
“Nay… terimakasih”
“untuk apa?”

“semuanya…”
“Aku tak memberimu apapun”
“kau memberiku segalanya” Ve meraih tangan Kinal “kau mengajariku cara mencintai dengan tulus, mengajariku menjadi Ve yang tegar seberat apapun masalahku, kau mengajariku bersabar menghadapi orang sekonyol dirimu” Ve terkikik “kau menunjukkan kepadaku surga dunia, kau sudah membawaku merasakan bahagia yang luar biasa” Ve tersenyum, perlahan-lahan ingatan kisah mereka kembali terlintas dalam pikirannya.
“Veranda, aku harap kau membawaku kesini bukan untuk menguak kembali rasa sakitku” Kinal sudah mengantisipasinya. Dia memang bukan Beby yang bisa menyembunyikan segala perasaannya hanya untuk membuat gadis pujaannya tetap merasa nyaman. Dia tidak pintar menyembunyikan perasaannya terutama didepan Ve. Ve sedikit tertegun mendengar pernyataan Kinal.
“m-maaf…” bisik Ve lirih

“hei…” Kinal menangkupkan tangannya pada wajah Ve “tersenyumlah padaku Ve, setidaknya untuk yang terakhir kali” Kinal tersenyum masih dengan senyum sendunya. Ve menarik tangan Kinal lalu menggenggamnya. Dia menunduk sebentar berusaha mengatur perasaannya. Kemudian diangkatnya kembali kepalanya, didekatkannya wajah mereka lalu mengecup lembut bibir gadis dihadapannya. Kinal tak bisa mengelak, dia tak akan pernah bisa menolak ciuman cinta ini. Cinta? Apakah benar Ve mencintainya?
Tidak ada pergerakan yang berarti, Ve hanya mempertemukan bibir mereka dan menunggu Kinal yang melanjutkannya seperti biasa, namun harapannya sirna ketika Kinal melepaskan ciumannya, dia tersenyum menatap Ve yang terlihat tidak setuju. Dielusnya pipi gadis dihadapannya

“tidak baik bila seorang wanita yang baru saja menikah berciuman dengan orang lain” Ve membuang pandangannya, berusaha sekuat tenaga tidak menjatuhkan air matanya.
“Kinay…” ditatapnya kembali gadis kekar dihadapannya. Kinal mengangkat alisnya
“peluk aku” pintanya, namun tak disangka Kinal menggeleng kepalanya “kenapa?” terlihat kesedihan yang semakin jelas diwajah Ve.
“aku hanya takut jika aku tak sanggup melepaskanmu lagi” Kinal mengadahkan kepalanya menatap langit cerah diatasnya sambil berusaha untuk tidak menumpahkan airmatanya.
“iya, aku mengerti” Ve mengangguk.

“Sekali lagi kuucapkan selamat untukmu Nyonya Candrawinata” Kinal tersenyum berusaha menggoda Ve, namun gadis itu malah semakin murung.
“tersenyumlah, Ve…” Kinal menatap gadis itu lagi “tersenyum dan bahagialah. Impianmu telah tercapai” Kinal tak bisa membendungnya. Air matanya dengan cepat meloloskan diri dari pelupuk matanya dan mengalir membasahi pipinya. Segera dihapusnya airmatanya.
“maaf aku mengingkari janji” Kinal memaksakan senyumnya “sampai bertemu sepuluh tahun lagi” Kinal menyodorkan hadiahnya, Ve menerimanya “i love you” Kinal mengecup kening Ve, ditahannya ciumannya disana beberapa saat sebelum dia melepasnya dan pergi berlari meninggalkan gadis itu.
Ve tak lagi menahannya, dia tak ingin membuat Kinal terus menderita. Ditatapnya sebuah benda persegi ditangannya. Dibuka bungkusnya, dilihatnya sebuah benda tebal berbentuk seperti album foto.

Dear Jessica Veranda, my Angel…

Hanya itu kata yang tertulis dicovernya, dibukanya album itu perlahan. Pada lembar pertama dilihat fotonya yang sedang tersenyum manis kearah kamera. Dia tau itu foto dirinya yang menjadi favorit Kinal Dibukanya perlahan lembar kedua dan seterusnya. Album itu berisi penuh foto dirinya sendiri, ada banyak foto yang diambil Kinal diam-diam. Saat mereka bekencan, saat mereka hang out bersama Beby dan Shania, bahkan saat mereka belum saling kenal dulu waktu keduanya berada dalam satu proyek pekerjaan yang sama untuk pertama kalinya. Ve tersenyum sambil mengusap foto dirinya sendiri, hingga dia sampai pada lembaran terakhir. Disitu adalah foto mereka berdua dengan posisi Kinal yang tersenyum manis dan Ve yang melingkarkan kedua lengannya pada leher Kinal dan tersenyum manis kearah kamera. Keduanya terlihat begitu bahagia. Wajah mereka begitu bercahaya dan memancarkan cinta. Ve tersenyum. Haru.
Ve menemukan sebuah kertas yang tertempel pada cover belakang bagian dalam album tersebut. Disentuhnya goresan pena itu, dia tau pasti bahwa itu adalah tulisan Kinal. Dibacanya surat itu.
Dear my Angel Veranda

Sekarang, setelah mungkin aku tidak akan melihatmu lagi sepuluh tahun kemudian, aku harap kau bahagia dengan ini semua. Aku pasti akan sangat merindukanmu. Veranda-ku yang selalu membuatku tertawa karena tingkah kekanakannya, Veranda-ku yang nakal yang selalu menggoda waktu yoga ku. Veranda-ku yang bisa membekukanku dengan sikap dingin nya ketika dia sedang marah. Semua akan terkenang didalam hati dan pikiranku Ve.

Akan ada saat dimana aku akan merindukan kehangatan cinta dalam pelukanmu. Akan datang waktu dimana aku membutuhkan lagi pelukanmu yang bisa menenangkanku seperti hari-hari sebelumnya. Meski kutau, pelukanku, mungkin tak lagi berarti karena suamimu sudah memberikan yang lebih baik dari sekedar pelukan menghangatkan diriku. Biarkan aku tetap melukis bayanganmu, didalam pikiranku. Karena hanya itu satu-satunya cara agar aku tetap mengingat bahwa kita ada, kita pernah punya cerita.

With love,

Devi Kinal.

Ve menutup mulutnya, menahan isakannya. Bayangan wajah Kinal terlintas dibenaknya. Tak pernah dia pikir akan sesakit ini jadinya bila mereka sudah benar-benar berpisah. Ve masih terus terisak saat kembali semua kenangan mereka terputar dipikirannya. Dia tau, satu yang Kinal tak pernah tau, bahwa dia sangat mencintai gadis itu jauh dari apa yang dia bayangkan. Bahkan tak ada cinta yang tersisa untuk suaminya sekarang karena hatinya sepenuhnya telah menjadi milik Kinal. Namun, Ve sengaja memendamnya karena dia tak ingin Kinal terbebani dengan perasaannya. Dia menginginkan Kinal menata hatinya sendri tanpa harus memikirkan tentang perasaannya yang sebenarnya juga terluka akibat situasi ini.

***

3 Tahun Kemudian…
Kinal duduk dengan pandangan kosong. Airmata kembali menetes di pipinya, jatuh membasahi sebagian bajunya.
Tiga tahun dan dia tak berubah.

Dia tidak berhenti, terus berjalan, namun seperti jalan ditempat, terjebak didalam bayang-bayang masa lalu membuatnya terus berlari namun tanpa sadar posisinya masih tetap seperti diawal dia memulai garis start. Tidak beranjak, tidak bergerak. Setiap malam hanya ada keheningan dan kesedihan. Rasa sakit dan rindu yang begitu menyiksa batin. Dia seperti manusia yang sudah hampir mati, hatinya. Ketika siang datang dia adalah Devi Kinal sang fotografer yang sering bertingkah konyol dan membuat orang-orang disekitarnya tertawa melihat tingkahnya. Namun ketika bulan mulai meninggi, Devi Kinal hilang berganti menjadi sesosok wanita menyedihkan dengan kenangan masa lalu yang menjeratnya dan membawanya kedalam lubang kematian.
Disinilah dia sekarang. Sebuah ruangan karaoke yang biasa dia datangi bersama kekasihnya Jessica Veranda, dulu. Sebelum gadis itu pergi menggapai mimpi indahnya. Kinal memutar sebuah lagu kesayangan mereka, namun dia tidak kunjung bernyanyi melainkan membiarkan sebuah gambar bergerak terpampang nyata di layar datar dihadapannya. Dipegangnya dadanya yang kembali nyeri saat mengingat masa lalunya. Masa bahagianya dulu, masa kejayaannya menggenggam hati seorang gadis yang sangat dicintainya.

Beby, sahabatnya yang selalu ada untuknya, kapanpun Kinal merasa frustasi dan tak sanggup lagi Beby akan datang dan menemaninya. Namun malam ini dia ingin sendiri, menghabiskan malam ini sendiri seperti dua malam di tahun yang berbeda sebelumnya.

Ya, ini adalah tahun ketiga perpisahannya dengan Ve, dan malam ini tepat malam dimana dia melepas gadis itu seminggu sebelum hari pernikahannya. Hingga detik ini dia tak tau dimana dan apa kabar gadis itu sekarang. Beberapa kali Beby dan Shania sempat bertemu dengannya namun Kinal dan Ve pernah bersepakat untuk tidak saling mengetahui kabar mereka hingga waktu yang ditentukan, sepuluh tahun setelah perpisahan mereka.
Kinal tertawa hambar saat menghitung masih akan ada tujuh malam seperti ini lagi yang dia lewati setiap tahun sebelum mencapai hari pertemuannya dengan gadis itu. dan dia berani bersumpah bahwa hingga harinya datang sedikitpun perasaan Kinal tak akan berubah.

***

Kinal memasuki apartemennya, apartemen yang selalu dia tempati. Karena disini dia merasa hidup dalam kenangannya bersama Ve. Dia tau, hal ini membuatnya tersiksa namun Kinal bersikeras untuk tetap menjaga eksistensi seorang Jessica Veranda didalam ingatannya dengan cara seperti ini.

Dia berjalan gontai kearah sebuah kamar yang punya kenangan manis didalamnya. Kadang dia tak habis pikir bagaimana sebuah kamar sesederhana ini bisa membuatnya menangis tersedu-sedu hanya karena masuk kedalamnya dan menghirup udara didalamnya. Wangi parfum kesayangan Ve merasuki indra penciumannya. Terdengar gila memang karena dia senantiasa menyemprotkan parfum itu keudara untuk sekedar membiarkan Ve ada dalam ingatannya, dirabanya ranjang itu dengan telapak tangannya sambil memejamkan mata. Dirasakannya cerita itu kembali menguak dari sebuah kotak kenangan. Lepas, bebas menembus pikirannya. Sentuhan-sentuhan Ve yang membuatnya terlena, desahan lembut gadis itu saat dia berada dalam puncak kenikmatannya.

Kinal berbaring dengan posisi telungkup, airmatanya membasahi sprei berwarna soft pink yang selalu menjadi pilihan gadisnya dulu.

*Flashback*

“Ve.. bangun..” Kinal berbisik pelan tepat ditelinga gadisnya yang masih tertidur pulas dalam pelukannya. Gadis itu diam tak bergeming. Namun, satu hal yang Kinal tau bisa membangunkan gadis itu.
“sayang, perutku lapar. Bisakah membuatkanku sarapan? Kurasa maag ku akan kambuh sebentar lagi” Kinal tidak sepenuhnya berbohong karena kenyataannya memang perutnya sudah mulai menciptakan suara-suara berisik.
“hoaaaaam” Ve menguap, diregangkannya tubuhnya sejenak kemudian menatap Kinal. dielusnya perut gadis itu “Selamat pagi sayang” dikecupnya bibir Kinal sekilas, Kinal hanya membalas dengan senyuman.
“tunggu disini sebentar ya”
Karena Ve tak akan pernah membiarkan Kinal menyiapkan sarapannya sendiri.*cocwiitthh bgt kmvrtL*

*flashback end*

Kinal tersenyum mengingat kejadian yang terjadi hampir disetiap pagi itu. Namun sebuah pertanyaan muncul dalam hatinya, apakah Ve melakukan hal yang sama juga kepada suaminya sekarang? Tentu saja. Kinal bodoh.
Hatinya teriris mengingat kembali kenangan nyata itu, sebuah cerita manis mereka yang mereka kemas dan mereka simpan hingga sepuluh tahun nanti mereka membukanya bersama. Ntah apa yang akan terjadi saat itu Kinal tak pernah tau. Namun dalam hati dia kerap menghitung. Hari-hari, minggu-minggu juga bulan-bulan yang sudah berganti tahun yang dia lewati sendirian tanpa gadisnya. Ranjang ini terasa begitu besar karena dia menikmati empuknya sendirian. Tatapannya jatuh pada sebuah frame foto yang berada disamping ranjang. Diraihnya foto tersebut, kemudian dipeluknya. Foto yang sama seperti foto yang ada dihalaman terakhir di album foto hadiah pernikahan yang diberikannya kepada Ve. Ntah sudah berapa banyak airmata yang dia teteskan malam ini.

Same bed but it feels just a little bit bigger now
Our song on the radio but it don’t sound the same
When our friends talk about you, all it does is just tear me down
‘Cause my heart breaks a little when I hear your name

That I should have bought you flowers
And held your hand
Should have gave you all my hours
When I had the chance
Take you to every party
‘Cause all you wanted to do was dance
Now my baby’s dancing
But she’s dancing with another man

Tangannya bergetar hebat saat wajah Ve memenuhi otaknya. Kinal merasa benar-benar hancur kali ini. Dia tak pernah tau bahwa cinta bisa membuat manusia merasa sebegitu dekat dengan kematian. Nafasnya sesak, keringat bercucuran diwajahnya. Dia berjalan gontai keluar kamar saat dirasanya harum Ve terasa begitu sesak menusuk jantungnya kini. Pertahanannya runtuh saat membayangkan Ve memeluknya dikala kehancuran menghampirinya. Kinal terduduk disofa yang berada diruang tengah, masih dengan nafas tersengal dipeluknya kedua lututnya. Berharap pelukan itu bisa menenangkan dirinya sendiri.

“Ve…” erangnya lirih, air matanya tak henti mengalir. Dipejamkannya matanya, sedetikpun dia tak ingin menghilangkan bayangan gadis itu, malah ingin melihatnya lebih lama lagi, ingin membiarkan bayangan Ve diam bersemayam didalam benaknya selama mungkin meski jantungnya harus terhenti karena rasa sakit yang kian menyiksa.
“Ve… sakit…” Kinal kembali berucap lirih, masih terus memeluk lututnya “Ve… peluk aku…” dia berharap dengan hal ini dia dapat merasakan kehangatan dalam rengkuhan Ve meski itu semua hanya ada dalam khayalannya.
“Ve… Sayang…. dengar aku… sakit sekali….” Kinal terisak, kini dadanya terasa panas seakan ingin meledak. Namun tak sedetikpun dia ingin mengakhiri penderitaannya. Dia rela menjadi orang paling bodoh didunia jika itu bisa membuat Veranda-nya tetap hidup dalam khayalannya.

TINGTONG!

Suara bel ditekan. Kinal tidak menggubris suara itu. Pikiran dan pendengarannya ditutupi kabut gelap yang membutakan semuanya.
“Kinal!” samar-samar Kinal bisa mendengar suara itu. Suara yang selama ini sudah berada disekelilingnya. Suara sahabatnya.

BRUAK!

Beby mendobrak paksa pintu apartemen Kinal, lengannya terasa sakit akibat dorongan kuat yang dia lakukan namun dia tak peduli karena dia merasa sesuatu sedang terjadi kepada sahabatnya malam ini.
“Kinal! Kau kenapa?!” Beby segera menarik Kinal dalam pelukannya. Dielusnya rambut gadis berantakan itu, Kinal diam dalam rengkuhan tangan Beby.

“hei kapten. Kau tidak boleh begini” Beby benci melihat sahabatnya seperti ini.
“a-aku merindukannya Beb…” Suara Kinal terdengar begitu lirih, namun Kinal masih bisa dengan jelas mendengarnya “aku merindukan Verandaku…” Kinal terisak, membuat hati Beby pilu. Gadis itu tak tau harus berbuat apa selain membiarkan kebisuan menguasainya.
“d-dimana dia Beb? Izinkan aku menemuinya…” suara Kinal seperti memohon. Beby menggeleng.
“sssh~ sudahlah Nal, jangan begini. Kau harus kuat” Beby mencium puncak kepala Kinal. *geli yak xD
“tapi aku membutuhkannya… aku membutuhkan Ve” Kinal terisak, diremasnya erat kemeja Beby. Sebelum Ve pergi, Kinal tak pernah sehancur ini, dia tak pernah serapuh ini sekalipun didepan Beby sahabat yang telah mengenalnya luar dalam. Namun setelah Ve pergi meninggalkannya tak jarang Beby menemukan Kinal seperti ini. Malam-malam kelam yang selalu menghantuinya.

Beby menemaninya dalam keheningan. Dia tau tak ada satupun yang mampu dia perbuat selain menemani Kinal melewati masa kelamnya. Kinal terus meracau dengan kalimat-kalimat yang menyedihkan, tak jarang dia menyebut nama Ve sambil terus terisak.
“Kinal… tenanglah..” Beby mengusap rambut legam gadis itu, namun Kinal masih tak juga menggubrisnya “jangan menangis lagi sobat” Beby tau Kinal sudah sangat kelelahan malam ini, dia hanya ingin Kinal menghentikan hal yang membuatnya menderita dan beristirahat karena tidak lama lagi pagi akan datang menjemput.

“ayolah kapten, kau harus tidur” Beby melepas pelukannya, membaringkan Kinal diatas sofa. Mata Kinal tengah terpejam namun airmata terus mengalir dari sana. Beby mengambil kotak tissue yang tergeletak diatas meja lalu menghapus airmata sahabatnya, di keringkannya juga keringat Kinal disekitar wajahnya “kau harus kuat sobat, ingatkah? Dua anak ayam, bersama melawan dunia?” Beby tersenyum mengenang celotehan mereka ketika saat masih kecil. Kinal dan Beby kecil sangat menyukai anak ayam, mereka sampai mengibaratkan dirinya seperti anak ayam. Perlahan Kinal membuka matanya yang membengkak.
“terimakasih Beb…” ucapnya tulus. Beby menggeleng.
“tidak menerima ucapan terimakasih. Sudah kewajibanku sebagai sahabat” Beby lalu mengelus kepala gadis itu “tidurlah, aku akan disini hingga kau terbangun” Beby mengambil selimut dari dalam kamar Kinal lalu menyelimuti gadis itu hingga menutupi lehernya.

***

“selamat pagi Nona muda yang suka menangis” Kinal mendapati Shania sedang duduk dihadapannya dengan sebuah nampan dengan sepiring sereal dan segelas susu diatasnya. Kinal memejamkan matanya kembali sejenak sebelum membukanya setelah mendapatkan kesadaran. Dirasakannya sesuatu seperti sedang memukuli kepalanya. Dipegangnya kepalanya.

“Nal? Kau tak apa-apa?” Shania dengan cepat memindahkan nampan dalam pangkuannya keatas meja lalu mendekat kearah Kinal. Kinal hanya menggeleng sambil tersenyum.
“hanya sedikit sakit” jawabnya sambil mencoba meraih segelas susu yang disediakan Shania tadi. Shania membantunya meraih gelas susu tersebut. Setelah dia mendapatkannya diteguknya hingga setengah “mana Beby?” Kinal menyodorkan Shania gelas tersebut. Gantian Shania mengambil semangkuk sereal lalu menyodorkannya kepada Kinal.

“dia sedang pergi membeli obat untukmu” Shania tersenyum saat Kinal meraih mangkuk serealnya dan menyuapkannya kedalam mulutnya.
“untuk apa? Aku tidak sakit”
“menurutmu” Shania mencibir “kau tau badanmu semalam panas sekali, subuh tadi Beby meneleponku dengan nada khawatir setelah beberapa menit kau tertidur. Kau tau sendiri dia tak mengerti apa-apa tentang hal medis. Aku segera menuju kesini dan mengukur panasmu. Kau bisa saja mati karena panas yang tinggi itu. jadi, berterimakasihlah kepadaku” Shania berbicara terus sambil merapikan bekas kompres Kinal malam tadi

“iya, tante. terimakasih” jawab Kinal dengan nada malas. Shania merapikan beberapa perabotan yang terlihat sedikit berantakan “oh iya, kunci ruanganmu rusak. Tadi Beby sudah menelepon tukang servis pintu. Mungkin sore nanti mereka akan datang dan memperbaikinya”
“si kurus itu menyusahkanku saja” Kinal melirik Shania, menunggu reaksinya.
“hei!” Shania memukul kepala Kinal pelan “kau harusnya berterimakasih. Dia begitu mengkhawatirkanmu semalam sampai rela mendobrak pintu itu dengan tubuh kecilnya. Aku saja tidak yakin apakah dia akan melakukan hal yang sama jika kau adalah aku”

“waaaaaw Miss Anadila cemburu” Kinal menggoda Shania sambil mencolek dagu gadis itu, Shania dengan cepat menepis tangan Kinal “kau galak sekali nona” Kinal meletakkan mangkuk serealnya yang sudah hampir habis saat dia merasa perutnya sudah begitu penuh “si kurus itu akan melakukan hal yang lebih gila dari mendobrak pintu apartemen jika orangnya adalah kau” Kinal tersenyum manis.
“jangan mencoba menghiburku” Shania bersiap menyimpan nampannya.

“Shanju..” Kinal menahan tangannya “kau harus tau satu hal. Bahwa Beby sangat mencintaimu. Aku tak tau, tapi jika dia kehilanganmu mungkin dia bisa sama gilanya denganku” Kinal tersenyum kecut. Shania kembali duduk disebelah gadis itu menghadap kearahnya.
“kau masih mencintainya? Setelah dia meninggalkanmu tiga tahun yang lalu?”
“aku mencintainya Shan. Lebih besar dari apapun yang orang bisa bayangkan. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk mencintainya hingga saat itu tiba, saat dimana aku bisa menemuinya lagi. 10 tahun setelah hari perpisahan kami” Kinal mencoba tegar, menunjukkan senyum manlynya.

“bagaimana jika dalam sepuluh tahun dia tak pernah mengingatmu? Bagaimana jika sepuluh tahun lagi dia bahkan tidak menemuimu?” Shania menatap telak pada mata Kinal, mencari sebuah keyakinan disana.
“aku mempercayainya Shania. Aku mencintainya maka aku mempercayainya. Tak peduli apapun yang membuatku ragu. Aku tetap mempercayainya. Dia akan datang, dia akan kembali memelukku tujuh tahun lagi, aku percaya itu” Kinal tersenyum. Yakin.

Deg.

Bahkan Shania bisa merasakan degupan itu, seperti sebuah ketukan halus dalam jantungnya melihat keyakinan Kinal terhadap Ve, seorang kekasih yang meninggalkannya dengan keluarga barunya. Shania tak pernah sanggup membayangkan jika hal ini terjadi kepada hidupnya.
“kau tau Nal..” mata Shania berkaca-kaca “aku bersyukur karena dia mendapatkan orang sepertimu”
“dulu” Kinal mengoreksi membuat Shania mengangguk lemah.
“aku menyayangi Ve, dan tak pernah seorangpun didunia ini yang pernah kulihat mencintai seseorang seperti kau mencintai sahabatku itu”

“setiap orang punya caranya mencintai masing-masing Shan. Dengan aku yang seperti ini tidak menjamin bahwa aku punya cinta yang lebih besar kepada Ve daripada cinta Beby kepadamu” Kinal menggenggam tangan Shania “dan inilah caraku. Mencintainya dengan rasa sakitku. Tidakkah kau ingat sahabatku yang bodoh itu juga melakukan hal yang sama denganku? Tersakiti, namun tetap mencintai” Kinal tersenyum. Shania tertegun mendengar perkataan Kinal.
Kinal benar. Setiap manusia mencintai dengan caranya masing-masing.
Shania memeluk Kinal, mengelus belakang kepala gadis itu dengan sayang.

“kalian adalah wanita-wanita hebat yang pernah kutemui didunia. Kau, dan Beby telah memberiku banyak pelajaran dalam hidup. Thanks a lot” Shania melepas pelukannya, dihapusnya dengan cepat airmata yang sudah membasahi pipinya.
“aku dataaaaang” Beby berseru sambil langsung menghampiri kedua orang yang berada ditengah ruangan itu. dilihatnya mata Shania yang sedikit merah, Beby langsung berlutut dihadapannya.
“kau kenapa sayang? Kau menangis?” Beby bertanya dengan nada khawatir sambil mengelus pipi Shania. Gadis itu menggeleng sambil menggenggam tangan kekasihnya yang berada dipipinya.
“tidak apa-apa sayang, kau tau kekasihmu ini sedikit berlebihan mengekspresikan perasaan” Shania melirik Kinal yang menjawab pertanyaan Beby dan keduanya terkikik. Beby hanya mengerutkan keningnya.

KINAL POV
Tuhan memang Maha adil. Dia tak pernah membiarkanku benar-benar kesusahan. Bisa bayangkan bagaimana jadinya aku sekarang bila kedua makhluk ajaib ini tidak ada diduniaku? Terkhusus sahabatku. Beby Chaesara.
Aku selalu bersyukur bisa mengenal dan menjadi sahabatnya. Dia dengan segala ketertutupannya, dengan segala sifat mengalahnya, seperti malaikat yang tak bersayap. Tapi bukankah malaikat juga tak pernah mengatakan bahwa dia memiliki sayap? Mungkin Beby adalah salah satu diantara mereka. Dia dengan dunianya yang seringkali tidak bisa kujangkau, namun dia selalu berhasil masuk kedalam duniaku, ikut membantuku menatanya dan menggenggam tanganku untuk kami berjalan bersama.

Ada waktu saat dimana dia tak lagi bisa memikul dunianya sendirian, dia akan datang dan menceritakannya kepadaku. Tak banyak yang dapat aku lakukan, namun aku tau dengan diam dan menjadi pendengarnya adalah suatu yang cukup yang bisa kulakukan. Sahabat mungkin tak selalu bisa membantumu menyelesaikan masalah, namun dia selalu menemanimu melewati itu semua. Benarkan? Dan, itulah yang terjadi padaku sekarang. Apa yang bisa diperbuat sikurus ini bersama kekasihnya selain menemaniku melewati masalahku? Menemaniku yang kesepian dan hampir mati ditinggal menikah oleh orang yang sangat kucintai. Seperti cerita didrama kah? Aku tak peduli, ini kisahku, kisah yang tak pernah sekalipun kubayangkan akan terjadi didalam hidupku.

“Nal…” Si kurus itu sedang merapikan meja makan dengan berbagai macam makanan lezat diatasnya, dan bisa kupastikan, dia yang memasak semuanya. Aku menoleh “makanlah, kubuatkan khusus untukmu”
Senyum konyol yang memperlihatkan pipi bolongnya itu mampu membuatku terkikik. Gadis ini, benar-benar punya wajah kekanakan. Namun sikapnya? Bagaimana aku bisa menggambarkannya?
Aku berdiri dan menghampirinya yang sudah duduk manis dikursi. Kulihat Shania menuangkan segelas jus jeruk kedalam gelas dihadapan Beby, aku tersenyum. Andai saja…
“kau mau jus?” Shania mengangkat kotak jusnya, aku hanya mengangguk lalu dia menuangkannya kesebuah gelas.

“duduklah gadis melankolis” cibir Beby kepadaku, tak ingin menanggapi ledekannya aku hanya menuruti perkataannya.
Sebuah makan siang yang sudah sangat terlambat karena aku tau waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Beby dan Shania berhasil membawaku kedalam sebuah suasana hangat yang sangat aku suka. Makan bersama, dengan orang-orang yang kusayangi, hal yang sering sekali kami lakukan dulu, dulu saat aku juga masih bersamanya. Double date? Seperti itulah kira-kira.

“jadi, apa rencanamu malam ini? jangan bilang kau akan menghabiskan malam tololmu dengan mengurung diri ditempat menyedihkan ini lagi Depi” Beby menyenggol lenganku.
“berhenti meledekku” sungutku sambil meneguk jus jerukku.
“haaaah, kau membosankan sekali” Beby menyundul kepalaku pelan. Bersusah payah aku menahan tawaku, hanya ingin membuatnya kesal.

“dia seperti batu sayang” lagi-lagi si kurus mengomentari, Shania hanya terkikik melihat tingkah kekasihnya. Aku tau, aku sangat tau semenjak Ve pergi keduanya menjaga keintiman mereka dihadapanku, aku sangat tau bagaimana mereka mencoba menghargai keadaanku. Keduanya, benar-benar menyayangiku.
“kau harus keluar Nal, aku tak suka melihat keadaanmu yang menyedihkan ini” Beby menepuk bahuku. Aku berpikir sejenak menimbang perkataannya.
“kau mau ikut dengan kami?” Shania melirikku “kita bisa hangout ketaman hiburan, atau shopping” wajahnya berbinar.

“itu sama saja kau menyuruh kami menemanimu sayang” Beby memutar bola matanya membuatku terkikik. Shania sangat suka berbelanja, seperti Ve.
“sepertinya aku akan hunting, untuk menambah koleksiku” hal terfavorit yang sering kulakukan untuk mengisi kesendirianku. Pergi sendirian, dengan kamera kesayanganku dan mengambil beberapa gambar melalui lensaku. Hal itu seperti membawaku kesebuah dunia yang bisa kuciptakan sendiri dengan gambar-gambar hasil jepretanku.

“mau kami temani?” Aku menggeleng.
“kalian nikmatilah kencan kalian, ini weekend” aku tersenyum
“jangan begitu sobat, kami bisa berkencan kapan saja, sementara kau? Teman kencan saja kau tidak punya, jadi tak apa jika kami menemanimu”

Pletak!

Sebuah jitakan tepat mendarat di kepalanya. Membuatnya meringis. Si kurus itu jika dibiarkan akan semakin merajalela meledekku.
“aku akan pergi sendirian, lagipula aku selalu punya teman kencan, kau tau?”
“cih, kamera kesayanganmu itu? apa kau bisa mengajaknya berkencan juga diatas ranjang?” *ini kamvret

Pletak!

Sekali lagi, dan jitakan itu kini berhasil membungkam mulutnya. Aku hanya tertawa dan berjalan kekamar mandi untuk membersihkan diriku sebelum pergi.

***

CKREK.

Aku tersenyum melihat hasil bidikanku pada display kamera yang sedang kugenggam. Ku perbesar gambar itu. Seorang gadis kecil dengan gigi yang belum tumbuh sempurna, tawa bahagianya menunjukkan perasaannya saat mendapat giliran memainkan ayunan tua yang sudah ringkuh. Sedari tadi dia sudah menunggu hingga anak lelaki kecil ingusan yang sebelumnya memakai ayunan itu selesai dengan permainannya.

Sepertinya sebentar lagi matahari akan kembali keperaduanya, semburat jingga menghiasi taman. Beberapa orang yang berada ditaman ini masih senantiasa menikmati indahnya sore bersama orang-orang kesayangan mereka. Namun gadis kecil itu dari tadi sendirian, gadis ini benar-benar menarik perhatianku dengan wajah malaikatnya, ntah sudah berapa kali aku mengambil gambarnya dari tempat dudukku –yang berada ditengah taman-. Aku terus memandanginya dan mengarahkan kameraku pada angle yang kurasa sempurna, saat lensaku mengarah keayunan gadis itu, gadis itu menghilang. Aku mengerutkan keningku seraya menurunkan lensa dari depan wajahku. Kulihat gadis itu terjatuh dan menangis didepan ayunannya. Mungkin dia mengayun terlalu kencang. Segera aku berlari menghampirinya.

“kau tak papa? Apa kau terluka adik kecil?” aku segera berlutut. Kusampirkan kameraku kepunggungku. Kuperhatikan sedikit goresan pada lututnya, dia menangis.
“tenang ya, ini hanya luka kecil. Sebentar aku obati” kurogoh saku celanaku, terdapat sebuah saputangan berwarna putih, kutimbang sejenak sebelum akhirnya kuputuskan untuk membalut lukanya dengan saputangan itu. Apalah artinya sebuah kenangan yang disimpan oleh benda mati yang hampir tak ada gunanya untukku itu. kuikatkan pada lututnya, gadis itu sedikit meringis saat lukanya bersentuhan dengan saputanganku.
“nah, apa kau bisa berdiri?” gadis itu mengangguk dengan ragu, kubantu dia berdiri “kau sendirian gadis kecil?”
“a-aku bersama mami” dia menunjuk kearah mini market yang berada dipinggir taman

“apa mau aku temani?”
“tidak usah, kata mami aku tidak boleh berbicara dengan orang yang tidak kukenal” dia menatap mataku. Aku tertawa pelan melihat tatapan polosnya.
“yasudah, kalau begitu kau duduklah disana, aku akan menunggumu dari kejauhan sampai mami mu datang, bagaimana?” kataku sambil menunjuk sebuah bangku panjang ditengah taman tempatku duduk tadi. Gadis itu hanya mengangguk, saat berjalan beberapa langkah dia membalikkan badannya.
“terimakasih kak” ucapnya dengan senyuman tulus, aku hanya mengangguk sambil melambaikan tangan. Dia melanjutkan langkahnya. Kupilih untuk menunggunya dibalik sebuah wahana permainan berbentuk lorong, aku harus merangkak untuk masuk kedalamnya. Konyol kan?

“Gracia~” aku sedang asik membidik sasaranku –gadis kecil tadi- saat sebuah suara menghentikan aktifitasku.
“kau disini rupanya” kuturunkan lagi kameraku untuk menatap dengan jelas siapa pemilik suara tersebut.
“kau terjatuh?”
“iya mami”
“lalu? Ini? punya siapa?” seorang wanita muda yang kutau adalah ibu dari gadis yang kutolong tadi memperhatikan sapu tangan yang kuikatkan pada lututnya. Wanita itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

“kemana perginya orang yang menolongmu tadi?” gadis kecil itu menunjuk kearah tempatku berada sekarang. Cukup jelas untuknya melihatku berada didalam sini. Kupastikan saat ini dia sedang berjalan kearahku.

Bletak!

“aiiih!” kuelus kepalaku yang terantuk pada dinding lorong sial ini.
“hei…” wanita itu berjongkok untuk melihatku, aku memutar tubuhku dan merangkak pelan keujung lorong yang satunya namun setelah sampai diujung kuhentikan langkahku saat wanita itu sudah berhasil mengepungku disana.
“keluarlah, aku tau kau siapa”

DEG!

-Tebece-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minta pendapatnya dong dikolom komentar,
Terimakasih banyak sudah membaca :)

-Kang BeCak-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

4 comments:

  1. Baper gw :')
    Keren thor. Gw selalu nunggu post selanjutnya tentang love strory venal. Jangan lama-lama yah thour ,ane tunggu nih xD

    ReplyDelete
  2. cedih..., ga bisa apa2 dgn cerita ne.

    ReplyDelete
  3. boleh nangis? wkwkwk *lebay baper buseeettt.. bagus ceritanya

    ReplyDelete
  4. Pasti yg jadi anaknya gracia... ternyata bener... hahaha lanjutkan....

    ReplyDelete