Tuesday, June 16, 2015

Love Story (VeNal) - 3

Harusnya ini FF udah bisa di post dari kapan tau klo authornya bisa ngepost sendiri -,-
emang dodol authornya ga ngerti cara ngepost di bloig :') syedih betul

Yaudah langsung aja, eaa~~
Happy Reading …



Love Story (VeNal) - Part 5
“keluarlah, aku tau kau siapa”
DEG!
Suaranya, tak pernah berubah.
***
AUTHOR POV
“aku tau itu kau, KV… ” wanita itu menyebutkan sebuah inisial yg terbordir disudut saputangan yang diberikan Kinal kepada anaknya. Suaranya terdengar lirih dan bergetar. Nada seperti itu seketika membuat Kinal khawatir dan berusaha mengeluarkan tubuhnya. Namun, ketika mereka sudah berhadapan matanya tak sanggup menatap wajah wanita dihadapannya. Kini keduanya berdiri saling berhadapan, namun Kinal mengalihkan pandangannya dengan cara berpura-pura membersihkan pakaiannya yang sedikit berdebu akibat ulah konyolnya tadi.
“Nal…” wanita itu menahan tangannya, dengan sangat enggan Kinal menatap perlahan wanita itu, tepat pada manik matanya.
Meleleh.
Itu yang dia rasakan. Lututnya lemas, hingga dia hampir sedikit terjatuh. Wanita dihadapannya tertawa kecil melihatnya
“you’ve never changed”
Sebuah senyum manis, dan…
Setetes cairan bening.
“miss you” wanita itu berkata lirih. Kinal mengangkat tangannya, menghapus airmata pada pipi wanita dihadapannya.
“I miss you too, Veranda” saat kalimat itu terloloskan dari mulutnya seperti ada ribuan ton beban diangkat dari pundaknya, membuat tubuhnya menjadi terasa lebih ringan. Ve menatap mata sendu gadis kekar dihadapannya, mata yang selalu menatapnya dengan teduh, dia sangat merindukannya. Ve melangkah maju, direntangkannya tangannya, namun Kinal melangkah mundur membuat perubahan drastis diwajah Ve.
“a-aku…” Kinal menundukkan kembali kepalanya “aku tak bisa”
“kenapa?” raut sedih tergambar diwajah Ve “apa kekasihmu melarangmu berpelukan dengan mantan kekasihmu?” Ve menatap Kinal, mencari jawaban akan pertanyaannya. Kinal menggeleng. Hanya menggeleng.
“jawab aku Nal…” Ve menggoyang tangan Kinal, gadis itu menatap wajah Ve, tersirat luka mendalam disana. Namun, Kinal masih tetap bergeming.
“baiklah, baiklah jika kau tak mau kupeluk” Ve tersenyum, senyum kekecewaan. Senyum yang dulu pernah dimiliki Kinal untuknya “maafkan aku Nal, maafkan jika aku begitu membuatmu membenciku. Aku hanya… aku hanya begitu merindukanmu” Ve menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Kinal tertegun, namun tak sebuah katapun meluncur dari mulutnya. Seperti tubuhnya membeku dan lidahnya menjadi kaku untuk sekedar memberi tanggapan kepada Ve. Ve masih terus terisak dihadapannya. Perlahan, Kinal mengulurkan tangannya, hendak menarik Ve kedalam pelukannya namun seketika Ve menurunkan tangannya yang masih menutupi wajahnya, ditatapnya Kinal yang kini sudah kembali keposisi awalnya.
“aku tau ini belum waktunya, maafkan aku Nal. Aku juga tak pernah tau jika kita akan bertemu disini” Ve menghapus sisa air matanya “kuharap kau baik-baik saja, sampai bertemu pada waktu yang dijanjikan”
Tak mendapat respon apapun, Ve berjalan menjauhi Kinal, tanpa menoleh dia menghampiri seorang gadis kecil yang sedari tadi setia menunggunya dibangku taman. Kinal hanya menatap dari kejauhan, menelan semua kata-kata yang ingin diucapkannya, membiarkan Ve pergi, meninggalkannya. Lagi.
Saat Ve sudah tak terlihat dari jarak pandangnya, Kinal tertawa pelan. Menertawakan kebodohannya, menertawakan kekakuannya, menertawakan semua yang seharusnya dia lakukan namun tak dia lakukan.
“SHIT!” Kinal menendang wahana permainan yang berada dihadapannya dengan cukup keras membuat kakinya terasa nyeri namun tidak dihiraukannya hal itu. Dia berlutut, dengan nafas tersengal, dikepalkannya tangannya dengan sangat keras, membuat buku-buku jarinya memutih. Kinal menggeleng, menyesali sebuah kesempatan yang dia sia-siakan begitu saja.
KINAL POV
Devi Kinal bodoh!! Kenapa aku bisa begitu bodoh? Kenapa tidak kuterima pelukannya dan membalasnya? Kenapa tidak kurengkuh dia dalam pelukanku? Kenapa tidak kuredakan tangisnya saat dia tersedu didepanku? Seperti dulu… ya, seperti dulu. Saat aku selalu memeluknya kapanpun dan apapun yang membuatnya menangis. Seperti dulu… saat airmatanya selalu membasahi baju yang kukenakan. Seperti dulu… saat hanya aku, hanya aku yang dibiarkannya melihat dan menghapus air matanya.

Jessica Veranda, aku merindukanmu. Bukan, bukan hanya merindukan. Tapi sangat, sangat, sangat merindukanmu. Andai kau tau apa yang terjadi kepadaku setelah kau pergi meninggalkanku, akankah semudah itu kau melangkahkan kakimu meninggalkanku seperti tadi? Sanggupkah kau melakukannya setelah kau tau bahwa setiap malam aku hampir mati oleh rasa sakit yang menderu hatiku karena merindukanmu?
Rasa sesak kembali menjamahku, nafasku tersengal dan air mata kembali menetes dipipiku. Aku terduduk diatas tanah, menekuk lututku dan menenggelamkan wajahku disana. Menangis sejadinya, melepaskan semua rasa sakit yang kurasa selama ini telah membebaniku, namun aku tau sekuat apapun aku berusaha melepas semuanya, rasa sakit itu akan terus disitu, akan terus terasa menyiksa. Menangispun tidak mengurangi bebanku, sedikitpun.
***
AUTHOR POV
Tingtong…
Suara bel yang ditekan sudah beberapa kali menarik Kinal dari mimpinya, menjemputnya dari alam yang tidak nyata itu. Dibukanya matanya perlahan lalu diliriknya kearah jam diatas meja, waktu sudah menunjukkan tengah malam. Hanya Beby yang biasa mengunjunginya ke apartemennya, dia selalu memilih tempat pertemuan lain jika itu urusan pekerjaan. Namun Kinal mengerutkan keningnya saat diingatnya bahwa Beby sedang berada di Busan bersama Shania.
Tidak mau memperbesar rasa penasarannya, dilangkahkannya kakinya keluar kamar dirapikannya dengan jemarinya tatanan rambutnya yang masih acak-acakan. Kinal meraih kenop pintu, seketika pintu terbuka
Bruk!
Sebuah tubuh langsing menabraknya dan memeluknya. Dari aroma tubuhnya saja Kinal bisa menebak siapa gadis itu.
Kinal diam, masih bergeming.
“maaf” gadis itu berbicara disela isaknya, membuat Kinal perlahan mengangkat tangannya untuk membalas pelukan itu. Dielusnya lembut punggung gadis itu, menenangkannya.
Dia tak ingin mengulangi lagi kesalahannya.
“aku minta maaf Nal” kembali, gadis itu bersusah payah berucap disela isakannya.
“sssh… tenanglah Ve…” Kinal mengelus belakang kepala gadis itu, ditutupnya perlahan pintu appartemennya.
“a-aku… aku sudah menyakitimu…” Ve masih terus berucap semampunya, walaupun dadanya kini terasa panas dan sesak. Kinal tak berbicara, diciumnya puncak kepala gadis itu, dihirupnya dalam aroma yang tak pernah berubah itu. Aroma itu kembali membangkitkan kenangannya, menyegarkan lagi hatinya yang sempat kering karena rasa rindu yang membakarnya.
***
“jadi, namanya Gracia?” Kinal menyodorkan segelas teh hangat yang diharapnya mampu menenangkan sedikit perasaan Ve. Ve hanya mengangguk mendengar pertanyaan Kinal
“dia cantik” Kinal tersenyum, matanya menatap langit-langit. Perlahan ditatapnya wajah gadis yang sedang duduk disebelahnya, “sepertimu” suaranya lembut, penuh ketulusan.
“seperti janjiku bukan?” Ve melirik gadis disebelahnya, Kinal mengangguk.
“Marcel sangat menyayanginya, bagaimana aku menggambarkannya? Dia begitu memanjakan anaknya”
“bukankah bagus jika dia menyayangi anaknya sendiri?”
“ya, tapi… aku tak ingin jika nantinya Gracia akan menjadi terlalu manja karena perlakuan papi nya” Kinal hanya tersenyum menanggapinya
“suamimu tau kau kesini?” Kinal menatap Ve yang kini sedang bersandar pada sandaran sofa, Ve menggeleng.
“bagaimana jika dia mencarimu?”
“biarkan saja”
“kalian sedang bertengkar?”
“sama sekali tidak”
“jadi, rumah tangga kalian baik-baik saja kan?”
“ya begitulah”
“aku ikut bahagia mendengarnya”
“Nal…”
“ya?”
“aku mencintaimu”
DEG!
Waktu seolah berhenti berputar saat Ve mengatakannya, Kinal tak pernah sekalipun berpikir bahwa Ve akan mengatakan hal seperti itu saat ini. Kini, lidahnya kelu terasa kaku untuk sekedar digerakkan dan merespon ucapan Ve.
“Nal?” Ve menoleh, ditariknya tangan Kinal lalu digenggamnya lembut.
“y-ya?”
“apa kau masih mencintaiku?” tak ada satupun jawaban didalam otaknya selain…
“m-masih… dan akan selalu” Kinal menatap dalam mata Ve, keduanya terhanyut dalam sengatan cinta yang mereka pancarkan satu sama lain. Hingga akhirnya Ve mendekatkan wajahnya kewajah Kinal, semakin dekat hingga Ve dapat merasakan nafas segar Kinal. Ditempelkannya bibirnya pada bibir gadis dihadapannya. Kinal diam, tetap bergeming. Sampai Ve melepasnya dan tersenyum.
“maaf jika aku lancang” katanya sambil memundurkan posisi duduknya. Kinal mengerutkan keningnya. Sampai akhirnya dia meraih tangan Ve dan menggenggamnya erat.
“Ve…” Kinal menatap dalam mata Ve “boleh aku mengatakan sesuatu?”
Ve mengangguk
“setelah kepergianmu, aku tak pernah menyentuh siapapun. Seperti aku terjebak dalam pesonamu. Dan, hati ini…” Kinal menunjuk dada bagian atasnya “terasa begitu sakit saat membayangkan kau melakukannya dengan suamimu” Kinal tertunduk, tak kuasa menahan air matanya.
“Nal…” Ve menarik dagu Kinal hingga gadis itu bisa menatapnya “jangan menangis…”
Ve menghapus airmata Kinal dengan ibu jarinya, dan saat itu pula juga airmatanya menetes membasahi pipinya sendiri. Ve menutup matanya, menarik nafasnya dalam, dia ingin merasakan kesakitan yang dirasakan Kinal, dia ingin mengetahui rasanya. Setidaknya dia tau sejauh apa dia menyakiti orang yang dicintainya. Membayangkannya saja membuat dada Ve terasa begitu sesak.
“kau, dan semua kenanganmu…” Ve mengelus pipi Kinal, suaranya terdengar lemah “selamanya ada disini” ditariknya tangan Kinal menyentuh dada bagian atasnya.
“Devi Kinal selalu tau bagaimana cara untuk membawa Jessica Veranda terbang ke angkasa, merasakan keindahan surga didunia” Ve tersenyum sejenak “dan suamiku, tak pernah melakukan itu kepadaku”
Ve mendekatkan wajahnya kepada Kinal, kali ini Kinal menyambutnya. Bibir mereka bertemu, cinta yang selama ini hanya membawa luka kini mendatangkan kembali kebahagiaan untuk mereka. Rasa itu begitu membuncah saat keduanya membagi ciuman ringan mereka yang penuh cinta yang kini sudah berubah menjadi ciuman penuh gairah.
***
KINAL POV
Bulan tak lagi seterang biasanya, karena matahari akan datang menggantikan perannya. Malamku berakhir dengan aku yang tak memejamkan mataku sedikitpun, hanya menikmati hasil mahakarya sang Pelukis Agung yang kini berada dipelukanku, Jessica Veranda. Tak ingin sedikitpun aku kehilangan waktu untuk mencumbui indah wajahnya dengan pandanganku. Tak sedetikpun aku ingin waktuku berlalu dengan ketidak sadaran jika aku tertidur saat luka dihatiku sedang dibalut oleh penyembuh terhandalnya. Berulang kali kutarik nafasku dalam, sambil menciumi bahunya yang polos, sesekali mengecup wajahnya yang terlihat damai saat tertidur seperti ini.
Aku tersenyum.
Sebuah senyum yang sudah lama sekali rasanya tidak kukeluarkan, senyum dari hati.
I could stay awake just to hear you breathing
Watch you smile while you are sleeping
While you’re far away and dreaming
I could spend my life in this sweet surrender
I could stay lost in this moment forever
Where every moment spent with you is a moment I treasure
Kehadirannya kini seperti oase dipadang gurunku. Seperti sebuah sumber kesejukan dikala tenggorokanku terbakar.
Don’t wanna close my eyes, I don’t wanna fall asleep
’Cause I’d miss you baby and I don’t wanna miss a thing
’Cause even when I dream of you the sweetest dream would never do
I’d still miss you baby and I don’t want to miss a thing
Tiga tahun setelah perpisahan itu, kau terlihat lebih matang dan menawan dimataku. Sebagai seorang wanita dewasa yang masih begitu mempesona untukku. Veranda-ku.
Lying close to you feeling your heart beating
And I’m wondering what you’re dreaming
Wondering if it’s me you’re seeing
Then I kiss your eyes and thank God we’re together
I just wanna stay with you in this moment forever, forever and ever
Detak jantungmu yang teratur, seperti sebuah irama yang kini membuat malamku terasa stabil, tak lagi goyah seperti sebelum-sebelumnya. Ve, apa yang sedang kau lihat didalam mimpimu? Ada akukah disana? Jika saja aku diberikan sebuah permintaan, aku ingin tetap diam disaat-saat seperti ini, selamanya.

I don’t wanna close my eyes, I don’t wanna fall asleep
’Cause I’d miss you baby and I don’t wanna miss a thing
’Cause even when I dream of you the sweetest dream would never do
I’d still miss you baby and I don’t want to miss a thing
AUTHOR POV
“selamat pagi” Kinal mengecup kedua mata Ve yang masih tertutup. Dia tau gadis itu sudah bangun namun masih enggan membuka matanya. Kinal masih mengingat sebuah malam yang menjadi malam kehancurannya saat kenangan pagi-pagi seperti ini terlintas dalam pikirannya.
“selamat pagi sayang” Ve tersenyum kemudian mengecup kilat bibir Kinal setelah kemudian membuka matanya “kau lapar?” kata pertama yang diucapkan Ve begitu matanya terbuka. Kinal hanya tersenyum dan menggeleng.
“yakin?” Kinal mengangguk. Veranda-nya tak berubah.
“ah, aku akan membuatkanmu sarapan” Ve hendak bangkit sebelum tangan Kinal menahan pinggang polosnya dibalik selimut membuat Ve kembali menjatuhkan tubuhnya dalam posisi berbaring.
“jangan tinggalkan aku” Kinal mengecup bahu putih Ve, membuat gadis itu mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut Kinal.
“aku tidak akan meninggalkanmu” Ve tersenyum disela ucapannya
“benarkah?”
“yaa..” Ve mengarahkan badannya hingga tubuh mereka berhadapan “tapi izinkan aku membuatkanmu sarapan, okay?” Ve mengecup sekilas bibir Kinal, kemudian dia bergegas untuk beranjak dari ranjang itu.
“Sayang… tetaplah disini” Kinal kembali menarik Ve hingga gadis itu kini terjatuh kedalam pelukannya. Dengan cepat Kinal mengunci pinggang Ve dengan kedua lengannya.
“biarkan seperti ini… sebentar saja…” Kinal menenggelamkan wajahnya pada cekungan leher Ve, membuat Ve mengangguk kemudian mengelus rambut pendek hitamnya.
Beberapa lama mereka bertahan dengan posisi seperti itu. Kinal seperti menemukan tempat ternyamannya untuk menyandarkan kepalanya atas segala masalah yang selama ini melingkupinya. Kinal menghirup aroma tubuh Ve yang masih terasa sama, menyesapnya hingga ke paru-paru, membuatnya mengingat hal-hal yang sudah lama sekali dia rindukan.
Namun sesuatu menyadarkannya.
Ve datang, namun bukan untuk tetap tinggal.
Air mata langsung menetes dipipinya. Dia tak tau kapan Ve akan kembali meninggalkannya di ruangan appartemen menyedihkan ini sendirian. Membiarkannya kembali diselimuti kenangan manis mereka yang menjeratnya dalam rasa sakit. Dia ketakutan.
“Nal? Kenapa?” Ve merasakan sesuatu yang hangat mengalir di lehernya, membuatnya menegakkan wajah Kinal untuk melihatnya.
“tak apa” Kinal menggeleng.
“jangan menangis sayang…” Ve menghapus airmata Kinal dengan ibu jarinya.
“Ve…”
“ya sayang?”
“setelah ini semua selesai, akankah kau kembali meninggalkanku lagi?” Kinal menatapnya dengan tatapan sendu. Sorot matanya menggambaran ketakutan, membuat Ve membuang pandangannya “jawab aku…” Kinal mengadahkan tangannya di pipi Ve, membuat gadis itu terpaksa menatap matanya.
“a-aku…” Ve berpikir sejenak, sesungguhnya dia tak pernah tau apa yang akan dia lakukan setelah ini “aku tak tau…” Ve tertunduk, Kinal kembali mengangkat wajahnya.
“katakan kepadaku, apa rencanamu setelah ini?”
“a-aku tak tau Nal…” Ve menghela nafasnya “tapi kau tau… kau tau aku punya keluarga yang membutuhkanku, aku punya suami dan anak yang menjadi tanggung jawabku”
Hati Kinal terasa sakit, seperti teriris saat Ve menyebut tentang keluarganya. Keluarga yang tak pernah bisa dimilikinya bersama gadis itu.
“aku mengerti…” suaranya bergetar, Kinal menyandarkan tubuhnya pada kepala tempat tidur.
“maafkan aku…” Ve tertunduk.
“tidak apa apa… harusnya aku sudah menyadarinya dari awal”
“maksudmu?”
“kau… hanya singgah, tidak untuk menetap” Kinal menatap Ve “tak apa, semua yang kau lakukan sudah lebih dari cukup” Kinal sedikit memaksakan senyumnya. Ve hanya diam, tak tau harus menjawab apa.
***
“masuklah… suamimu pasti mencemaskanmu” Kinal menghentikan mobilnya disebuah rumah mewah yang sangat besar, siang ini dia memutuskan untuk mengantar Ve kembali kerumahnya.
“t-terimakasih…” Ve melepaskan safety belt nya kemudian membuka pintu mobil sport putih milik Kinal.
“Ve…” suara Kinal membuat Ve menghentikan gerakannya lalu menoleh kearahnya.
“aku mencintaimu…” suaranya bergetar. Hatinya masih terlalu rentan untuk kembali merasakan rasa sakit yang baru saja diobati.
“aku juga..” Ve tersenyum sambil menggenggam tangan Kinal, dimajukannya wajahnya hingga bibir mereka bertemu, dilumatnya sebentar lalu dilepaskannya. Ve mengelus lembut pipi Kinal “hati-hati dijalan ya?” Ve tersenyum, manis.
“Veranda…” sebuah suara membuat keduanya menoleh keluar mobil.
“M-mas…” Kinal mengerutkan kening saat mendengar Ve masih saja menggunakan panggilan itu untuk suaminya.
“dari mana saja kau semalaman?” Marcel membukakan pintu Ve, Kinal bisa melihat Marcel menggenggam erat tangan Gracia yang berdiri disebelahnya.
“mami…” Gracia memeluk Ve, Ve segera mengangkatnya dalam gendongannya.
“m-maaf Mas… aku…”
“sudahlah, tak usah dipermasalahkan” Marcel tersenyum kemudian dia sedikit menunduk untuk menatap seseorang yang berada dibalik kemudi.
“Kinal, mampirlah dulu”
“terimakasih sebelumnya, aku sedang buru-buru”
“ah, kau ini masih saja sungkan. Ayolah, tak sekalipun kau mengunjungi kami setelah kami menikah”
“t-tapi…”
“ada hal-hal yang ingin kubicarakan padamu, ayolah Nal” Kinal berpikir sejenak, mengira-ngira hal apa yang akan dibicarakan Marcel kepadanya.
“baiklah..” akhirnya Kinal turun dari mobilnya dan ketiganya berjalan masuk kedalam rumah.
“mami, ini kan kakak yang menolongku ditaman” Gracia tersenyum kepada Kinal membuat Kinal ikut tersenyum.
“iya sayang, ayo perkenalkan dirimu” Ve menurunkan Gracia dari gendongannya, kemudian gadis itu berdiri didepan Kinal yang sedang duduk disofa.
“Hai kak, aku Shania Gracia” Gracia sedikit membungkuk, Kinal tertawa kecil melihat kepolosan Gracia, tangannya tergerak untuk mengelus rambut indah gadis kecil itu.
“silahkan minum Nal…” Marcel datang dengan sebotol wine dan dua buah gelas ditangannya, Marcel memang sengaja menyiapkannya sendiri karena dia tau Ve tidak suka dengan wine.
“terimakasih…” Kinal tersenyum sambil meraih sebuah gelas yang sudah dituangkan wine oleh Marcel.
“Ve”
“ya Mas?”
“bawa Gracia kekamarnya” Ve mengangguk kemudian menggendong Gracia dalam gendongannya dan membawanya kekamar gadis kecil itu.
“jadi apakah istriku itu masih terasa sama untukmu?”
DEG!
Seperti mendengar sebuah nuklir yang dijatuhkan tidak jauh dari tempatnya berdiri, Kinal terkejut. Sebuah kekhawatiran menelusup benaknya.
“m-maksudnya?” Kinal berusaha sekuat tenaga untuk mengatur nafasnya.
“Nal… jangan kau berpikir bahwa semua orang didunia ini adalah orang bodoh” Marcel tersenyum kemudian menyesap wine dalam gelasnya “ada orang yang kelihatan tidak tau apa-apa namun sebenarnya mengetahui semuanya…”
“a-aku tidak mengerti…” jantung Kinal berdegup kencang. Marcel kembali menambahkan wine pada gelasnya sendiri.
“dulu… jauh sebelum dia mengenalmu” tatapan Marcel menerawang, seperti kembali kesebuah kenangan yang masih terus diingatnya “dia adalah gadis yang tertutup, dia selalu tertawa dan tersenyum melalui mulut, bukan hati. Aku mengenalnya sejak kecil, sejak kami masih sama-sama ingusan. Namun, lama atau tidaknya kita mengenal orang lain itu tidak menjamin sejauh apa kita memahaminya. Tapi satu yang aku tahu pasti. Ve tidak pernah sebahagia saat dia bersamamu”
“apa maksudmu? Jangan membuatku bingung”
Marcel kembali menegak wine nya.
“kau datang, dan semua berubah. Ve menjadi lebih ceria, dia menjadi mudah menunjukkan perasaannya, kinerjanya dikantor juga meningkat pesat, dan saat dia tertawa…” Marcel tersenyum membayangkan wajah Ve “saat dia tertawa bersamamu, aku bisa melihatnya tertawa dari hati Nal”
Kinal terdiam, tak tau harus berkata apa.
“setelah kami menikah, aku tau kau pergi…” wajahnya berubah menjadi sendu “kau pergi, dan membawa Veranda” Kinal mengerutkan keningnya.
“Jessica Veranda kembali menjadi wanita membosankan yang tertutup, tawanya tidak lagi dari hati. Dan aku tau, selama menikah denganku dia tak pernah sebahagia saat dia bersamamu”
“Marcel… j-jangan berkata…”
“sudahlah Nal, aku sudah tau tentang kalian” Marcel tersenyum. Ntah sudah tegukan keberapa kali ini, wajahnya sudah memerah.
“Mas? Kau sudah minum terlalu banyak” Ve setengah berlari melihat wajah Marcel yang memerah, diraihnya gelas yang digenggam lelaki itu, namun dengan segera Marcel manjauhkannya dari jangkauan istrinya.
“tidak, aku tidak apa-apa Ve”
“kau mabuk Marcel” Kinal menggeleng
“tidak… biarkan aku menyelesaikan perkataanku” Marcel berusaha menegakkan tubuhnya “jika saat ini kukatakan untuk tidak menemuinya lagi, apa yang akan kau lakukan?”
Ve memandangi keduanya bergantian, mencoba mencari jawaban akan apa yang tengah mereka bicarakan saat ini.
“apa yang sedang kalian bicarakan?”
“aku sudah mengetahui semuanya Ve, bagaimana kau bisa tinggal serumah, berbagi kamar, dengan seseorang dan kau tidak bisa membaca isi hati dan pikirannya? Aku tidak sebodoh itu sayang” Marcel menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, tangannya masih menggenggam gelas wine nya yang hampir kosong. Ditutupnya matanya erat sebentar sebelum dia membukanya kembali dan menatap dua gadis dihadapannya.
“jawab pertanyaanku Nal…”
Kinal tertegun. Dia berpikir sejenak sebelum menjawab.
“kami sudah sepakat untuk kembali bertemu sepuluh tahun setelah hari perpisahan kami, biarkan aku menepatinya Marcel”
“bukankah kalian berdua sudah melanggar janji itu?” Marcel tertawa pelan, Ve dan Kinal bungkam, seperti kedua penjahat yang sedang akan dieksekusi.
“katakan kepadaku, what if… aku melarang Ve untuk menemuimu sedetikpun?”
“dia adalah sang istri biarkan dia mengabdi kepadamu” jawab Kinal.
“sekarang aku bertanya padamu Ve” Marcel menyesap kembali minumannya, wajahnya sudah memerah seperti kerang rebus “bagaimana jika, aku melarangmu untuk bertemu dengannya sedetikpun?”
Ve terdiam. Dia tak tau harus menjawab apa. Marcel menegakkan duduknya, meraih lagi botol wine, Ve mencegahnya, namun Marcel tak mempedulikannya. Terus dituangkannya wine itu kemudian diteguknya.
“pertanyaan terakhir sebelum mungkin aku benar-benar melakukan hal itu. Kinal, apakah kau benar-benar mencintai istriku hingga detik ini? Dan istriku, apa kau benar-benar mencintai Kinal hingga detik ini?”
Keduanya terdiam. Walau dalam kebisuan keduanya sudah saling mengetahui jawabannya. Kinal berpikir keras untuk menyelesaikan situasi yang dirasa sangat tidak nyaman sekarang ini, Ve melirik Kinal sekilas sebelum kembali menatap Marcel.
“Mas, kau mabuk” Ve merampas gelas wine yang masih digenggam Marcel, lelaki itu kini hanya menyandarkan kembali tubuhnya pada sandaran sofa.
“jawab aku” suaranya rendah.
“Ve, bawa suamimu masuk kekamar, dia sudah sangat mabuk. Aku permisi” Kinal berdiri
“aku tidak mabuk, aku… aku masih sadar, aku masih… tau apa yang aku… aku ucapkan” Marcel terlihat kesusahan menyelesaikan kalimatnya
“sudahlah Mas, biar kuantar kau masuk kekamar” Ve meraih lengan Marcel namun lelaki itu menepis tangan istrinya.
“Devi Kinal…” dia berdiri, setengah limbung, Ve dengan sigap menahannya. Marcel melingkarkan lengannya pada bahu Ve, membuat Kinal membuang pandangannya “jika kukatakan kau untuk… untuk tidak mendekatinya… apa… apakah yang akan kau lakukan?”
Kinal menatap lelaki yang kelihatan sangat mabuk itu dengan tajam. Hatinya teriris. Jika kenyataanya dia memang tak bisa lagi berhubungan dengan Ve, dia akan mundur karena dia tau seperti apa posisinya saat ini.
“jika… jika aku menyadarkan kau… bahwa… bahwa kau harusnya tau diri… dengan posisimu, dengan posisinya… yang telah menjadi… menjadi istri orang”
Sakit. Kinal merasa hatinya sangat perih. Namun semua yang dikatakan lelaki itu adalah sebuah kebenaran.
“Mas…” Ve memperingatkan Marcel saat melihat ekspresi sendu tergambar dari wajahnya.
“kau… kau harusnya mengembalikan istriku kepadaku… bukan menikmati malam… malam bersamanya, kau sudah… puas Kinal?”
“Mas! Jaga bicaramu!” Ve memperingati lagi tetapi tubuhnya masih terkunci pada lengan Marcel, Kinal tetap diam.
“kenapa? Apa ada yang salah degan ucapanku?” Marcel melirik gadis yang berada dalam rengkuhannya. Ve diam.
“kau…” Marcel menatap Kinal tajam “tinggalkan rumah ini… tinggalkan jika… jika kau tidak benar-benar mencintai… mencintai istriku”
Kinal tertegun, menimbang perkataan Marcel, apa maksud dibalik semua pertanyaan ini? dia tak mengerti.
“mengapa diam? Pergilah, sedari tadi… sedari tadi kau tidak bisa menjawab satupun… pertanyaanku”
“baiklah, aku permisi. Terimakasih minumannya”
“jangan pernah… jangan pernah sekalipun kau kembali menemuinya… lupakan semua… semua janji kalian, jangan harap… kau bisa menemuinya… lagi”
Kinal mengangguk kemudian membalikkan tubuhnya, berjalan pelan ke arah pintu. Dia tau, dia memang sudah kalah. Dilangkahkannya kakinya dengan langkah yang terasa begitu berat.
“Kinal kau pembohong!”
Kinal berhenti saat sebuah suara yang dikenalnya meneriakinya.
“katakan jika kau tidak benar-benar mencintaiku, katakan Nal!” Ve berteriak, Kinal membalikkan lagi tubuhnya, menangkap sosok seorang gadis yang dicintainya kini berdiri dengan ekspresi marahnya dan airmata yang mengalir melalui pipinya. Marcel terduduk dan menunduk. Dia tersenyum namun dalam hati sebuah perasaan sakit menjalar perlahan.
Kinal menghampiri Ve, digenggamnya tangan gadis itu.
“bohong…”
Ve menangis sambil menatap mata Kinal dalam-dalam.
“katakan kepadaku jika kau tidak mencintaiku”
Kinal masih diam, namun dia membalas tatapan itu tanpa ragu.
“katakan padaku, pengecut!” Ve mendolak tubuh Kinal hingga gadis itu mundur selangkah.
Marcel berdiri, sedikit menggelengkan kepalanya agar kesadarannya kembali.
“Kinal… bagaimana bisa aku membiarkanmu bersama istriku jika belum apa-apa kau sudah membuatnya menangis?” Marcel angkat bicara, ditatapnya Kinal yang masih mematung. Gadis itu mengerutkan keningnya.
“seperti inikah caramu mencintai seseorang? Pergi disaat posisimu terasa terancam? Meninggalkannya dan tidak memperjuangkannya? Seperti itukah caramu membahagiakannya?” Marcel mengeraskan rahangnya, emosi menyelusup jiwanya.
“jawab aku, Kinal!” Marcel berdiri, didekatkannya tubuhnya pada Kinal “aku, tak akan pernah merasa takut, jika ada yang menyakitinya, sekalipun kau adalah seorang wanita. Aku sama sekali tak takut, karena aku mencintainya maka aku memperjuangkannya!” Marcel berbicara dengan cukup keras dihadapan wajah Kinal membuat gadis itu memundurkan lagi langkahnya.
“jika saja Ve tidak meneriakimu saat kau pergi tadi, jika saja aku tak mengetahuinya, mengetahui bahwa Ve mencintaimu, jika saja Ve ternyata mencintaiku…” Marcel meraih kerah baju Kinal, “aku akan menghajarmu karena kau melukainya” desisnya.
“apa maksudmu?” Kinal mendorong tubuh Marcel, dia sama sekali tidak mengetahui maksud lelaki dihadapannya ini.
“kau memang bodoh, Kinal Bodoh!” Marcel kemudian meraih pergelangan tangan Ve “kau…” Marcel menusuk Ve dengan tatapannya “jika kau memang mencintainya… tetaplah berada disisinya…”
Ve dan Kinal terdiam. Keduanya merasa begitu terkejut mendengar sebuah pernyataan dari Marcel.
“Mas, apa maksudmu? Bagaimana dengan Gracia? Bagaimana dengan kau? Keluarga kita?”
“Ve…” Marcel melirik sekilas pintu kamar Gracia yang berada dilantai dua. Air matanya tergenang “jika kau memilih untuk bertahan bersamaku karena kewajibanmu sebagai seorang ibu, jika kau bertahan bukan karena kau mencintai suamimu… Apa yang sepantasnya aku lakukan? Kau sudah banyak mengorbankan segalanya sayang” Marcel mengelus pipi Ve “kau mengorbankan perasaanmu, mengorbankan kebahagiaanmu hanya demi sebuah janji yang kau buat waktu kita masih muda dulu. Mungkin aku yang terlalu bahagia saat itu hingga tidak berani mengatakan semuanya, aku takut kebahagiaan itu sirna begitu saja. Namun sekarang aku ingin kau…” Marcel meneteskan airmatanya “bahagia bersamanya…”
Ve memeluk Marcel, begitu erat. Dia tak tau harus berkata apa lagi. Kinal membuang pandangannya saat dirasanya sebuah tetesan hangat mengalir di pipinya.
“aku akan membawa Gracia ke Paris, aku akan fokus pada cabang perusahaanku disana” Marcel melepas pelukannya. Ve menggeleng.
“Gracia juga anakku, kau tidak bisa menjauhkannya dariku Mas, tidak…” Ve menggeleng, Marcel tersenyum.
“jadi, apa yang harus aku lakukan? Kau mau membawanya dan menjauhkannya dariku? Apa bedanya?”
Ve terdiam, perkataan Marcel ada benarnya.
“tidak apa-apa Ve, kau bisa menemuinya kapanpun kau mau” Marcel tersenyum sambil mengelus pipi Ve “aku tak akan mengatakan hal apapun yang tidak perlu diketahui Gracia tentang dirimu, disana aku akan mencari penggantimu agar Gracia tak harus merasa kesepian”
“Mas…” Ve mengelus pipi Marcel dengan penuh sayang, dimatanya kini Marcel adalah lelaki terhebat yang dia temui, lelaki yang benar-benar seorang lelaki “terimakasih… terimakasih banyak” Ve melepas pelukannya, diliriknya Kinal sekilas lalu kembali menatap Marcel “bahagialah, kau juga harus bahagia”
“aku janji, aku janji untuk mendapatkan kebahagiaanku disana. Seseorang yang mungkin bisa ikut bahagia bersamaku” Marcel tersenyum, kemudian berjalan menghadap Kinal.
“dan kau Kinal Bodoh… jangan pernah lagi kau bertindak sebodoh ini. jika kau mencintainya dan mengetahui bahwa dia juga membalas cintamu, maka perjuangkanlah hingga titik darah penghabisan”
“terimakasih Marcel…”
Marcel mengangguk sambil tersenyum.
“kalian jika masih ingin disini silahkan saja, aku akan beristirahat sebentar”
“aku antar Mas…” Ve menahan tangan Marcel, namun lelaki itu menolak
“tak usah, kau temani saja si bodoh ini” Marcel memainkan sebelah matanya kepada Ve, Ve melirik Kinal, tanpa suara Kinal mengisyaratkan Ve untuk mengantarkan Marcel kembali kekamar mereka, Ve mengangguk.
“biarkan aku mengantarmu Mas… kumohon…” Ve memohon, membuat Marcel mendenguskan nafasnyas sambil menggeleng.
“kau tau, aku tak pernah sanggup menolak perkataanmu, ayo” Marcel berjalan dengan Ve yang memegangi lengannya, menjaganya agar tidak terjatuh.
Kinal tersenyum, seketika airmata menetes di pipinya. Dia tak pernah menyangka bahwa kisahnya akan berujung seperti ini.
***
“so… congrats buat kalian berdua” Beby mengangkat gelas wine nya.
“selamat tinggal masa-masa menyakitkan” Kinal tersenyum sambil ikut mengangkat gelasnya, Ve dan Shania mengikutinya
“cheers” keempatnya mengadukan gelas mereka, kemudian meminum wine nya masing-masing.
“tak akan ada lagi malam-malam dimana aku menemukanmu meringis sendirian karena rasa sakitmu. Thanks to our Veranda, tugasku sudah berkurang satu” Beby menunjukkan senyum konyolnya.
“hei!” Kinal melempar tissue kearahnya.
“aku merindukan saat-saat hangat seperti ini” Ve menyandarkan kepalanya pada bahu Kinal.
“aku merindukanmu” Kinal tertawa melihat Beby dan Shania mencibir mendengar omongannya
“semoga kebahagiaan selalu menyertai kita” Shania menatap mata Beby lekat, menggenggam erat tangan kekasihnya lalu melirik sepasang sahabatnya yang berada dihadapannya “aku menyayangi kalian”
“kau menyayangiku juga Nju? Bagaimana jika kita bertukar pasangan?” Kinal menatap Shania dengan tatapan menggoda yang dibuat-buat.
“HEI!” Beby, Shania dan Ve menatapnya dengan tatapan mematikan.
END
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Makasih ya udah sempetin waktu luang buat baca epep ini, Big thanks juga buat ka rui nih udah ngijinin lagi buat numpang ngepost. Hehehe :3 maap bila ada typosaurus dan typodol bertebaran :) sankyuuu~
Ditunggu kritik dan sarannya dikolom komentar yaa, biar aku tau pendapat kalian. Bhayyy~

With love

-Kang BeCak-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

3 comments:

  1. gausah dibilang disini juga kali ka :''
    bilangnya lupa ngepost kek gitu :((( huffbeb~

    ReplyDelete
  2. Kapan nih update lagi,makin seru...gk sabar

    ReplyDelete