emang dodol authornya ga ngerti cara ngepost di bloig :') syedih betul
Yaudah langsung aja, eaa~~
Happy Reading …
Love Story (VeNal) - Part 5
“keluarlah, aku tau kau siapa”
DEG!
Suaranya, tak pernah berubah.
***
AUTHOR POV
“aku tau itu kau, KV… ” wanita itu
menyebutkan sebuah inisial yg terbordir disudut saputangan yang diberikan Kinal
kepada anaknya. Suaranya terdengar lirih dan bergetar. Nada seperti itu
seketika membuat Kinal khawatir dan berusaha mengeluarkan tubuhnya. Namun,
ketika mereka sudah berhadapan matanya tak sanggup menatap wajah wanita
dihadapannya. Kini keduanya berdiri saling berhadapan, namun Kinal mengalihkan
pandangannya dengan cara berpura-pura membersihkan pakaiannya yang sedikit
berdebu akibat ulah konyolnya tadi.
“Nal…” wanita itu menahan tangannya,
dengan sangat enggan Kinal menatap perlahan wanita itu, tepat pada manik
matanya.
Meleleh.
Itu yang dia rasakan. Lututnya lemas,
hingga dia hampir sedikit terjatuh. Wanita dihadapannya tertawa kecil
melihatnya
“you’ve never changed”
Sebuah senyum manis, dan…
Setetes cairan bening.
“miss you” wanita itu berkata lirih.
Kinal mengangkat tangannya, menghapus airmata pada pipi wanita dihadapannya.
“I miss you too, Veranda” saat
kalimat itu terloloskan dari mulutnya seperti ada ribuan ton beban diangkat
dari pundaknya, membuat tubuhnya menjadi terasa lebih ringan. Ve menatap mata
sendu gadis kekar dihadapannya, mata yang selalu menatapnya dengan teduh, dia
sangat merindukannya. Ve melangkah maju, direntangkannya tangannya, namun Kinal
melangkah mundur membuat perubahan drastis diwajah Ve.
“a-aku…” Kinal menundukkan kembali
kepalanya “aku tak bisa”
“kenapa?” raut sedih tergambar
diwajah Ve “apa kekasihmu melarangmu berpelukan dengan mantan kekasihmu?” Ve
menatap Kinal, mencari jawaban akan pertanyaannya. Kinal menggeleng. Hanya
menggeleng.
“jawab aku Nal…” Ve menggoyang tangan
Kinal, gadis itu menatap wajah Ve, tersirat luka mendalam disana. Namun, Kinal
masih tetap bergeming.
“baiklah, baiklah jika kau tak mau
kupeluk” Ve tersenyum, senyum kekecewaan. Senyum yang dulu pernah dimiliki Kinal
untuknya “maafkan aku Nal, maafkan jika aku begitu membuatmu membenciku. Aku
hanya… aku hanya begitu merindukanmu” Ve menutup wajahnya dengan kedua telapak
tangannya.
Kinal tertegun, namun tak sebuah
katapun meluncur dari mulutnya. Seperti tubuhnya membeku dan lidahnya menjadi
kaku untuk sekedar memberi tanggapan kepada Ve. Ve masih terus terisak
dihadapannya. Perlahan, Kinal mengulurkan tangannya, hendak menarik Ve kedalam
pelukannya namun seketika Ve menurunkan tangannya yang masih menutupi wajahnya,
ditatapnya Kinal yang kini sudah kembali keposisi awalnya.
“aku tau ini belum waktunya, maafkan
aku Nal. Aku juga tak pernah tau jika kita akan bertemu disini” Ve menghapus
sisa air matanya “kuharap kau baik-baik saja, sampai bertemu pada waktu yang
dijanjikan”
Tak mendapat respon apapun, Ve
berjalan menjauhi Kinal, tanpa menoleh dia menghampiri seorang gadis kecil yang
sedari tadi setia menunggunya dibangku taman. Kinal hanya menatap dari
kejauhan, menelan semua kata-kata yang ingin diucapkannya, membiarkan Ve pergi,
meninggalkannya. Lagi.
Saat Ve sudah tak terlihat dari jarak
pandangnya, Kinal tertawa pelan. Menertawakan kebodohannya, menertawakan
kekakuannya, menertawakan semua yang seharusnya dia lakukan namun tak dia
lakukan.
“SHIT!” Kinal menendang wahana
permainan yang berada dihadapannya dengan cukup keras membuat kakinya terasa
nyeri namun tidak dihiraukannya hal itu. Dia berlutut, dengan nafas tersengal,
dikepalkannya tangannya dengan sangat keras, membuat buku-buku jarinya memutih.
Kinal menggeleng, menyesali sebuah kesempatan yang dia sia-siakan begitu saja.
KINAL POV
Devi Kinal bodoh!! Kenapa aku bisa
begitu bodoh? Kenapa tidak kuterima pelukannya dan membalasnya? Kenapa tidak
kurengkuh dia dalam pelukanku? Kenapa tidak kuredakan tangisnya saat dia
tersedu didepanku? Seperti dulu… ya, seperti dulu. Saat aku selalu memeluknya
kapanpun dan apapun yang membuatnya menangis. Seperti dulu… saat airmatanya
selalu membasahi baju yang kukenakan. Seperti dulu… saat hanya aku, hanya aku
yang dibiarkannya melihat dan menghapus air matanya.
Jessica Veranda, aku merindukanmu.
Bukan, bukan hanya merindukan. Tapi sangat, sangat, sangat merindukanmu. Andai
kau tau apa yang terjadi kepadaku setelah kau pergi meninggalkanku, akankah
semudah itu kau melangkahkan kakimu meninggalkanku seperti tadi? Sanggupkah kau
melakukannya setelah kau tau bahwa setiap malam aku hampir mati oleh rasa sakit
yang menderu hatiku karena merindukanmu?
Rasa sesak kembali menjamahku,
nafasku tersengal dan air mata kembali menetes dipipiku. Aku terduduk diatas
tanah, menekuk lututku dan menenggelamkan wajahku disana. Menangis sejadinya,
melepaskan semua rasa sakit yang kurasa selama ini telah membebaniku, namun aku
tau sekuat apapun aku berusaha melepas semuanya, rasa sakit itu akan terus disitu,
akan terus terasa menyiksa. Menangispun tidak mengurangi bebanku, sedikitpun.
***
AUTHOR POV
Tingtong…
Suara bel yang ditekan sudah beberapa
kali menarik Kinal dari mimpinya, menjemputnya dari alam yang tidak nyata itu.
Dibukanya matanya perlahan lalu diliriknya kearah jam diatas meja, waktu sudah
menunjukkan tengah malam. Hanya Beby yang biasa mengunjunginya ke apartemennya,
dia selalu memilih tempat pertemuan lain jika itu urusan pekerjaan. Namun Kinal
mengerutkan keningnya saat diingatnya bahwa Beby sedang berada di Busan bersama
Shania.
Tidak mau memperbesar rasa
penasarannya, dilangkahkannya kakinya keluar kamar dirapikannya dengan
jemarinya tatanan rambutnya yang masih acak-acakan. Kinal meraih kenop pintu,
seketika pintu terbuka
Bruk!
Sebuah tubuh langsing menabraknya dan
memeluknya. Dari aroma tubuhnya saja Kinal bisa menebak siapa gadis itu.
Kinal diam, masih bergeming.
“maaf” gadis itu berbicara disela
isaknya, membuat Kinal perlahan mengangkat tangannya untuk membalas pelukan
itu. Dielusnya lembut punggung gadis itu, menenangkannya.
Dia tak ingin mengulangi lagi
kesalahannya.
“aku minta maaf Nal” kembali, gadis
itu bersusah payah berucap disela isakannya.
“sssh… tenanglah Ve…” Kinal mengelus
belakang kepala gadis itu, ditutupnya perlahan pintu appartemennya.
“a-aku… aku sudah menyakitimu…” Ve
masih terus berucap semampunya, walaupun dadanya kini terasa panas dan sesak.
Kinal tak berbicara, diciumnya puncak kepala gadis itu, dihirupnya dalam aroma
yang tak pernah berubah itu. Aroma itu kembali membangkitkan kenangannya,
menyegarkan lagi hatinya yang sempat kering karena rasa rindu yang membakarnya.
***
“jadi, namanya Gracia?” Kinal
menyodorkan segelas teh hangat yang diharapnya mampu menenangkan sedikit
perasaan Ve. Ve hanya mengangguk mendengar pertanyaan Kinal
“dia cantik” Kinal tersenyum, matanya
menatap langit-langit. Perlahan ditatapnya wajah gadis yang sedang duduk
disebelahnya, “sepertimu” suaranya lembut, penuh ketulusan.
“seperti janjiku bukan?” Ve melirik
gadis disebelahnya, Kinal mengangguk.
“Marcel sangat menyayanginya,
bagaimana aku menggambarkannya? Dia begitu memanjakan anaknya”
“bukankah bagus jika dia menyayangi
anaknya sendiri?”
“ya, tapi… aku tak ingin jika
nantinya Gracia akan menjadi terlalu manja karena perlakuan papi nya” Kinal
hanya tersenyum menanggapinya
“suamimu tau kau kesini?” Kinal
menatap Ve yang kini sedang bersandar pada sandaran sofa, Ve menggeleng.
“bagaimana jika dia mencarimu?”
“biarkan saja”
“kalian sedang bertengkar?”
“sama sekali tidak”
“jadi, rumah tangga kalian baik-baik
saja kan?”
“ya begitulah”
“aku ikut bahagia mendengarnya”
“Nal…”
“ya?”
“aku mencintaimu”
DEG!
Waktu seolah berhenti berputar saat
Ve mengatakannya, Kinal tak pernah sekalipun berpikir bahwa Ve akan mengatakan
hal seperti itu saat ini. Kini, lidahnya kelu terasa kaku untuk sekedar
digerakkan dan merespon ucapan Ve.
“Nal?” Ve menoleh, ditariknya tangan
Kinal lalu digenggamnya lembut.
“y-ya?”
“apa kau masih mencintaiku?” tak ada
satupun jawaban didalam otaknya selain…
“m-masih… dan akan selalu” Kinal
menatap dalam mata Ve, keduanya terhanyut dalam sengatan cinta yang mereka
pancarkan satu sama lain. Hingga akhirnya Ve mendekatkan wajahnya kewajah
Kinal, semakin dekat hingga Ve dapat merasakan nafas segar Kinal.
Ditempelkannya bibirnya pada bibir gadis dihadapannya. Kinal diam, tetap
bergeming. Sampai Ve melepasnya dan tersenyum.
“maaf jika aku lancang” katanya
sambil memundurkan posisi duduknya. Kinal mengerutkan keningnya. Sampai
akhirnya dia meraih tangan Ve dan menggenggamnya erat.
“Ve…” Kinal menatap dalam mata Ve
“boleh aku mengatakan sesuatu?”
Ve mengangguk
“setelah kepergianmu, aku tak pernah
menyentuh siapapun. Seperti aku terjebak dalam pesonamu. Dan, hati ini…” Kinal
menunjuk dada bagian atasnya “terasa begitu sakit saat membayangkan kau melakukannya
dengan suamimu” Kinal tertunduk, tak kuasa menahan air matanya.
“Nal…” Ve menarik dagu Kinal hingga
gadis itu bisa menatapnya “jangan menangis…”
Ve menghapus airmata Kinal dengan ibu
jarinya, dan saat itu pula juga airmatanya menetes membasahi pipinya sendiri.
Ve menutup matanya, menarik nafasnya dalam, dia ingin merasakan kesakitan yang
dirasakan Kinal, dia ingin mengetahui rasanya. Setidaknya dia tau sejauh apa
dia menyakiti orang yang dicintainya. Membayangkannya saja membuat dada Ve
terasa begitu sesak.
“kau, dan semua kenanganmu…” Ve
mengelus pipi Kinal, suaranya terdengar lemah “selamanya ada disini” ditariknya
tangan Kinal menyentuh dada bagian atasnya.
“Devi Kinal selalu tau bagaimana cara
untuk membawa Jessica Veranda terbang ke angkasa, merasakan keindahan surga
didunia” Ve tersenyum sejenak “dan suamiku, tak pernah melakukan itu kepadaku”
Ve mendekatkan wajahnya kepada Kinal,
kali ini Kinal menyambutnya. Bibir mereka bertemu, cinta yang selama ini hanya
membawa luka kini mendatangkan kembali kebahagiaan untuk mereka. Rasa itu
begitu membuncah saat keduanya membagi ciuman ringan mereka yang penuh cinta
yang kini sudah berubah menjadi ciuman penuh gairah.
***
KINAL POV
Bulan tak lagi seterang biasanya,
karena matahari akan datang menggantikan perannya. Malamku berakhir dengan aku
yang tak memejamkan mataku sedikitpun, hanya menikmati hasil mahakarya sang
Pelukis Agung yang kini berada dipelukanku, Jessica Veranda. Tak ingin
sedikitpun aku kehilangan waktu untuk mencumbui indah wajahnya dengan
pandanganku. Tak sedetikpun aku ingin waktuku berlalu dengan ketidak sadaran
jika aku tertidur saat luka dihatiku sedang dibalut oleh penyembuh
terhandalnya. Berulang kali kutarik nafasku dalam, sambil menciumi bahunya yang
polos, sesekali mengecup wajahnya yang terlihat damai saat tertidur seperti
ini.
Aku tersenyum.
Sebuah senyum yang sudah lama sekali
rasanya tidak kukeluarkan, senyum dari hati.
I could stay awake just to hear you
breathing
Watch you smile while you are
sleeping
While you’re far away and dreaming
I could spend my life in this sweet
surrender
I could stay lost in this moment
forever
Where every moment spent with you is
a moment I treasure
Kehadirannya kini seperti oase
dipadang gurunku. Seperti sebuah sumber kesejukan dikala tenggorokanku
terbakar.
Don’t wanna close my eyes, I don’t
wanna fall asleep
’Cause I’d miss you baby and I don’t
wanna miss a thing
’Cause even when I dream of you the
sweetest dream would never do
I’d still miss you baby and I don’t
want to miss a thing
Tiga tahun setelah perpisahan itu,
kau terlihat lebih matang dan menawan dimataku. Sebagai seorang wanita dewasa
yang masih begitu mempesona untukku. Veranda-ku.
Lying close to you feeling your heart
beating
And I’m wondering what you’re
dreaming
Wondering if it’s me you’re seeing
Then I kiss your eyes and thank God
we’re together
I just wanna stay with you in this
moment forever, forever and ever
Detak jantungmu yang teratur, seperti
sebuah irama yang kini membuat malamku terasa stabil, tak lagi goyah seperti
sebelum-sebelumnya. Ve, apa yang sedang kau lihat didalam mimpimu? Ada akukah
disana? Jika saja aku diberikan sebuah permintaan, aku ingin tetap diam
disaat-saat seperti ini, selamanya.
I don’t wanna close my eyes, I don’t
wanna fall asleep
’Cause I’d miss you baby and I don’t
wanna miss a thing
’Cause even when I dream of you the
sweetest dream would never do
I’d still miss you baby and I don’t
want to miss a thing
AUTHOR POV
“selamat pagi” Kinal mengecup kedua
mata Ve yang masih tertutup. Dia tau gadis itu sudah bangun namun masih enggan
membuka matanya. Kinal masih mengingat sebuah malam yang menjadi malam
kehancurannya saat kenangan pagi-pagi seperti ini terlintas dalam pikirannya.
“selamat pagi sayang” Ve tersenyum
kemudian mengecup kilat bibir Kinal setelah kemudian membuka matanya “kau
lapar?” kata pertama yang diucapkan Ve begitu matanya terbuka. Kinal hanya
tersenyum dan menggeleng.
“yakin?” Kinal mengangguk.
Veranda-nya tak berubah.
“ah, aku akan membuatkanmu sarapan”
Ve hendak bangkit sebelum tangan Kinal menahan pinggang polosnya dibalik
selimut membuat Ve kembali menjatuhkan tubuhnya dalam posisi berbaring.
“jangan tinggalkan aku” Kinal
mengecup bahu putih Ve, membuat gadis itu mengulurkan tangannya untuk mengelus
rambut Kinal.
“aku tidak akan meninggalkanmu” Ve
tersenyum disela ucapannya
“benarkah?”
“yaa..” Ve mengarahkan badannya
hingga tubuh mereka berhadapan “tapi izinkan aku membuatkanmu sarapan, okay?”
Ve mengecup sekilas bibir Kinal, kemudian dia bergegas untuk beranjak dari
ranjang itu.
“Sayang… tetaplah disini” Kinal
kembali menarik Ve hingga gadis itu kini terjatuh kedalam pelukannya. Dengan
cepat Kinal mengunci pinggang Ve dengan kedua lengannya.
“biarkan seperti ini… sebentar saja…”
Kinal menenggelamkan wajahnya pada cekungan leher Ve, membuat Ve mengangguk
kemudian mengelus rambut pendek hitamnya.
Beberapa lama mereka bertahan dengan
posisi seperti itu. Kinal seperti menemukan tempat ternyamannya untuk
menyandarkan kepalanya atas segala masalah yang selama ini melingkupinya. Kinal
menghirup aroma tubuh Ve yang masih terasa sama, menyesapnya hingga ke
paru-paru, membuatnya mengingat hal-hal yang sudah lama sekali dia rindukan.
Namun sesuatu menyadarkannya.
Ve datang, namun bukan untuk tetap
tinggal.
Air mata langsung menetes dipipinya.
Dia tak tau kapan Ve akan kembali meninggalkannya di ruangan appartemen
menyedihkan ini sendirian. Membiarkannya kembali diselimuti kenangan manis
mereka yang menjeratnya dalam rasa sakit. Dia ketakutan.
“Nal? Kenapa?” Ve merasakan sesuatu
yang hangat mengalir di lehernya, membuatnya menegakkan wajah Kinal untuk
melihatnya.
“tak apa” Kinal menggeleng.
“jangan menangis sayang…” Ve
menghapus airmata Kinal dengan ibu jarinya.
“Ve…”
“ya sayang?”
“setelah ini semua selesai, akankah
kau kembali meninggalkanku lagi?” Kinal menatapnya dengan tatapan sendu. Sorot
matanya menggambaran ketakutan, membuat Ve membuang pandangannya “jawab aku…”
Kinal mengadahkan tangannya di pipi Ve, membuat gadis itu terpaksa menatap
matanya.
“a-aku…” Ve berpikir sejenak,
sesungguhnya dia tak pernah tau apa yang akan dia lakukan setelah ini “aku tak
tau…” Ve tertunduk, Kinal kembali mengangkat wajahnya.
“katakan kepadaku, apa rencanamu
setelah ini?”
“a-aku tak tau Nal…” Ve menghela
nafasnya “tapi kau tau… kau tau aku punya keluarga yang membutuhkanku, aku
punya suami dan anak yang menjadi tanggung jawabku”
Hati Kinal terasa sakit, seperti
teriris saat Ve menyebut tentang keluarganya. Keluarga yang tak pernah bisa
dimilikinya bersama gadis itu.
“aku mengerti…” suaranya bergetar,
Kinal menyandarkan tubuhnya pada kepala tempat tidur.
“maafkan aku…” Ve tertunduk.
“tidak apa apa… harusnya aku sudah
menyadarinya dari awal”
“maksudmu?”
“kau… hanya singgah, tidak untuk
menetap” Kinal menatap Ve “tak apa, semua yang kau lakukan sudah lebih dari
cukup” Kinal sedikit memaksakan senyumnya. Ve hanya diam, tak tau harus
menjawab apa.
***
“masuklah… suamimu pasti
mencemaskanmu” Kinal menghentikan mobilnya disebuah rumah mewah yang sangat
besar, siang ini dia memutuskan untuk mengantar Ve kembali kerumahnya.
“t-terimakasih…” Ve melepaskan safety
belt nya kemudian membuka pintu mobil sport putih milik Kinal.
“Ve…” suara Kinal membuat Ve
menghentikan gerakannya lalu menoleh kearahnya.
“aku mencintaimu…” suaranya bergetar.
Hatinya masih terlalu rentan untuk kembali merasakan rasa sakit yang baru saja
diobati.
“aku juga..” Ve tersenyum sambil
menggenggam tangan Kinal, dimajukannya wajahnya hingga bibir mereka bertemu,
dilumatnya sebentar lalu dilepaskannya. Ve mengelus lembut pipi Kinal
“hati-hati dijalan ya?” Ve tersenyum, manis.
“Veranda…” sebuah suara membuat
keduanya menoleh keluar mobil.
“M-mas…” Kinal mengerutkan kening
saat mendengar Ve masih saja menggunakan panggilan itu untuk suaminya.
“dari mana saja kau semalaman?”
Marcel membukakan pintu Ve, Kinal bisa melihat Marcel menggenggam erat tangan
Gracia yang berdiri disebelahnya.
“mami…” Gracia memeluk Ve, Ve segera
mengangkatnya dalam gendongannya.
“m-maaf Mas… aku…”
“sudahlah, tak usah dipermasalahkan”
Marcel tersenyum kemudian dia sedikit menunduk untuk menatap seseorang yang
berada dibalik kemudi.
“Kinal, mampirlah dulu”
“terimakasih sebelumnya, aku sedang
buru-buru”
“ah, kau ini masih saja sungkan.
Ayolah, tak sekalipun kau mengunjungi kami setelah kami menikah”
“t-tapi…”
“ada hal-hal yang ingin kubicarakan
padamu, ayolah Nal” Kinal berpikir sejenak, mengira-ngira hal apa yang akan
dibicarakan Marcel kepadanya.
“baiklah..” akhirnya Kinal turun dari
mobilnya dan ketiganya berjalan masuk kedalam rumah.
“mami, ini kan kakak yang menolongku
ditaman” Gracia tersenyum kepada Kinal membuat Kinal ikut tersenyum.
“iya sayang, ayo perkenalkan dirimu”
Ve menurunkan Gracia dari gendongannya, kemudian gadis itu berdiri didepan
Kinal yang sedang duduk disofa.
“Hai kak, aku Shania Gracia” Gracia
sedikit membungkuk, Kinal tertawa kecil melihat kepolosan Gracia, tangannya
tergerak untuk mengelus rambut indah gadis kecil itu.
“silahkan minum Nal…” Marcel datang
dengan sebotol wine dan dua buah gelas ditangannya, Marcel memang sengaja
menyiapkannya sendiri karena dia tau Ve tidak suka dengan wine.
“terimakasih…” Kinal tersenyum sambil
meraih sebuah gelas yang sudah dituangkan wine oleh Marcel.
“Ve”
“ya Mas?”
“bawa Gracia kekamarnya” Ve
mengangguk kemudian menggendong Gracia dalam gendongannya dan membawanya
kekamar gadis kecil itu.
“jadi apakah istriku itu masih terasa
sama untukmu?”
DEG!
Seperti mendengar sebuah nuklir yang
dijatuhkan tidak jauh dari tempatnya berdiri, Kinal terkejut. Sebuah
kekhawatiran menelusup benaknya.
“m-maksudnya?” Kinal berusaha sekuat
tenaga untuk mengatur nafasnya.
“Nal… jangan kau berpikir bahwa semua
orang didunia ini adalah orang bodoh” Marcel tersenyum kemudian menyesap wine
dalam gelasnya “ada orang yang kelihatan tidak tau apa-apa namun sebenarnya
mengetahui semuanya…”
“a-aku tidak mengerti…” jantung Kinal
berdegup kencang. Marcel kembali menambahkan wine pada gelasnya sendiri.
“dulu… jauh sebelum dia mengenalmu”
tatapan Marcel menerawang, seperti kembali kesebuah kenangan yang masih terus
diingatnya “dia adalah gadis yang tertutup, dia selalu tertawa dan tersenyum
melalui mulut, bukan hati. Aku mengenalnya sejak kecil, sejak kami masih
sama-sama ingusan. Namun, lama atau tidaknya kita mengenal orang lain itu tidak
menjamin sejauh apa kita memahaminya. Tapi satu yang aku tahu pasti. Ve tidak
pernah sebahagia saat dia bersamamu”
“apa maksudmu? Jangan membuatku
bingung”
Marcel kembali menegak wine nya.
“kau datang, dan semua berubah. Ve
menjadi lebih ceria, dia menjadi mudah menunjukkan perasaannya, kinerjanya
dikantor juga meningkat pesat, dan saat dia tertawa…” Marcel tersenyum
membayangkan wajah Ve “saat dia tertawa bersamamu, aku bisa melihatnya tertawa
dari hati Nal”
Kinal terdiam, tak tau harus berkata
apa.
“setelah kami menikah, aku tau kau
pergi…” wajahnya berubah menjadi sendu “kau pergi, dan membawa Veranda” Kinal
mengerutkan keningnya.
“Jessica Veranda kembali menjadi
wanita membosankan yang tertutup, tawanya tidak lagi dari hati. Dan aku tau,
selama menikah denganku dia tak pernah sebahagia saat dia bersamamu”
“Marcel… j-jangan berkata…”
“sudahlah Nal, aku sudah tau tentang
kalian” Marcel tersenyum. Ntah sudah tegukan keberapa kali ini, wajahnya sudah
memerah.
“Mas? Kau sudah minum terlalu banyak”
Ve setengah berlari melihat wajah Marcel yang memerah, diraihnya gelas yang
digenggam lelaki itu, namun dengan segera Marcel manjauhkannya dari jangkauan
istrinya.
“tidak, aku tidak apa-apa Ve”
“kau mabuk Marcel” Kinal menggeleng
“tidak… biarkan aku menyelesaikan
perkataanku” Marcel berusaha menegakkan tubuhnya “jika saat ini kukatakan untuk
tidak menemuinya lagi, apa yang akan kau lakukan?”
Ve memandangi keduanya bergantian,
mencoba mencari jawaban akan apa yang tengah mereka bicarakan saat ini.
“apa yang sedang kalian bicarakan?”
“aku sudah mengetahui semuanya Ve,
bagaimana kau bisa tinggal serumah, berbagi kamar, dengan seseorang dan kau
tidak bisa membaca isi hati dan pikirannya? Aku tidak sebodoh itu sayang”
Marcel menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, tangannya masih menggenggam
gelas wine nya yang hampir kosong. Ditutupnya matanya erat sebentar sebelum dia
membukanya kembali dan menatap dua gadis dihadapannya.
“jawab pertanyaanku Nal…”
Kinal tertegun. Dia berpikir sejenak
sebelum menjawab.
“kami sudah sepakat untuk kembali
bertemu sepuluh tahun setelah hari perpisahan kami, biarkan aku menepatinya Marcel”
“bukankah kalian berdua sudah
melanggar janji itu?” Marcel tertawa pelan, Ve dan Kinal bungkam, seperti kedua
penjahat yang sedang akan dieksekusi.
“katakan kepadaku, what if… aku
melarang Ve untuk menemuimu sedetikpun?”
“dia adalah sang istri biarkan dia
mengabdi kepadamu” jawab Kinal.
“sekarang aku bertanya padamu Ve”
Marcel menyesap kembali minumannya, wajahnya sudah memerah seperti kerang rebus
“bagaimana jika, aku melarangmu untuk bertemu dengannya sedetikpun?”
Ve terdiam. Dia tak tau harus menjawab
apa. Marcel menegakkan duduknya, meraih lagi botol wine, Ve mencegahnya, namun
Marcel tak mempedulikannya. Terus dituangkannya wine itu kemudian diteguknya.
“pertanyaan terakhir sebelum mungkin
aku benar-benar melakukan hal itu. Kinal, apakah kau benar-benar mencintai
istriku hingga detik ini? Dan istriku, apa kau benar-benar mencintai Kinal
hingga detik ini?”
Keduanya terdiam. Walau dalam
kebisuan keduanya sudah saling mengetahui jawabannya. Kinal berpikir keras
untuk menyelesaikan situasi yang dirasa sangat tidak nyaman sekarang ini, Ve
melirik Kinal sekilas sebelum kembali menatap Marcel.
“Mas, kau mabuk” Ve merampas gelas
wine yang masih digenggam Marcel, lelaki itu kini hanya menyandarkan kembali
tubuhnya pada sandaran sofa.
“jawab aku” suaranya rendah.
“Ve, bawa suamimu masuk kekamar, dia
sudah sangat mabuk. Aku permisi” Kinal berdiri
“aku tidak mabuk, aku… aku masih
sadar, aku masih… tau apa yang aku… aku ucapkan” Marcel terlihat kesusahan
menyelesaikan kalimatnya
“sudahlah Mas, biar kuantar kau masuk
kekamar” Ve meraih lengan Marcel namun lelaki itu menepis tangan istrinya.
“Devi Kinal…” dia berdiri, setengah
limbung, Ve dengan sigap menahannya. Marcel melingkarkan lengannya pada bahu
Ve, membuat Kinal membuang pandangannya “jika kukatakan kau untuk… untuk tidak
mendekatinya… apa… apakah yang akan kau lakukan?”
Kinal menatap lelaki yang kelihatan
sangat mabuk itu dengan tajam. Hatinya teriris. Jika kenyataanya dia memang tak
bisa lagi berhubungan dengan Ve, dia akan mundur karena dia tau seperti apa
posisinya saat ini.
“jika… jika aku menyadarkan kau…
bahwa… bahwa kau harusnya tau diri… dengan posisimu, dengan posisinya… yang
telah menjadi… menjadi istri orang”
Sakit. Kinal merasa hatinya sangat
perih. Namun semua yang dikatakan lelaki itu adalah sebuah kebenaran.
“Mas…” Ve memperingatkan Marcel saat
melihat ekspresi sendu tergambar dari wajahnya.
“kau… kau harusnya mengembalikan
istriku kepadaku… bukan menikmati malam… malam bersamanya, kau sudah… puas
Kinal?”
“Mas! Jaga bicaramu!” Ve memperingati
lagi tetapi tubuhnya masih terkunci pada lengan Marcel, Kinal tetap diam.
“kenapa? Apa ada yang salah degan
ucapanku?” Marcel melirik gadis yang berada dalam rengkuhannya. Ve diam.
“kau…” Marcel menatap Kinal tajam
“tinggalkan rumah ini… tinggalkan jika… jika kau tidak benar-benar mencintai…
mencintai istriku”
Kinal tertegun, menimbang perkataan
Marcel, apa maksud dibalik semua pertanyaan ini? dia tak mengerti.
“mengapa diam? Pergilah, sedari tadi…
sedari tadi kau tidak bisa menjawab satupun… pertanyaanku”
“baiklah, aku permisi. Terimakasih
minumannya”
“jangan pernah… jangan pernah
sekalipun kau kembali menemuinya… lupakan semua… semua janji kalian, jangan
harap… kau bisa menemuinya… lagi”
Kinal mengangguk kemudian membalikkan
tubuhnya, berjalan pelan ke arah pintu. Dia tau, dia memang sudah kalah.
Dilangkahkannya kakinya dengan langkah yang terasa begitu berat.
“Kinal kau pembohong!”
Kinal berhenti saat sebuah suara yang
dikenalnya meneriakinya.
“katakan jika kau tidak benar-benar
mencintaiku, katakan Nal!” Ve berteriak, Kinal membalikkan lagi tubuhnya,
menangkap sosok seorang gadis yang dicintainya kini berdiri dengan ekspresi
marahnya dan airmata yang mengalir melalui pipinya. Marcel terduduk dan
menunduk. Dia tersenyum namun dalam hati sebuah perasaan sakit menjalar
perlahan.
Kinal menghampiri Ve, digenggamnya
tangan gadis itu.
“bohong…”
Ve menangis sambil menatap mata Kinal
dalam-dalam.
“katakan kepadaku jika kau tidak
mencintaiku”
Kinal masih diam, namun dia membalas
tatapan itu tanpa ragu.
“katakan padaku, pengecut!” Ve
mendolak tubuh Kinal hingga gadis itu mundur selangkah.
Marcel berdiri, sedikit menggelengkan
kepalanya agar kesadarannya kembali.
“Kinal… bagaimana bisa aku
membiarkanmu bersama istriku jika belum apa-apa kau sudah membuatnya menangis?”
Marcel angkat bicara, ditatapnya Kinal yang masih mematung. Gadis itu
mengerutkan keningnya.
“seperti inikah caramu mencintai
seseorang? Pergi disaat posisimu terasa terancam? Meninggalkannya dan tidak
memperjuangkannya? Seperti itukah caramu membahagiakannya?” Marcel mengeraskan
rahangnya, emosi menyelusup jiwanya.
“jawab aku, Kinal!” Marcel berdiri,
didekatkannya tubuhnya pada Kinal “aku, tak akan pernah merasa takut, jika ada
yang menyakitinya, sekalipun kau adalah seorang wanita. Aku sama sekali tak
takut, karena aku mencintainya maka aku memperjuangkannya!” Marcel berbicara
dengan cukup keras dihadapan wajah Kinal membuat gadis itu memundurkan lagi
langkahnya.
“jika saja Ve tidak meneriakimu saat
kau pergi tadi, jika saja aku tak mengetahuinya, mengetahui bahwa Ve
mencintaimu, jika saja Ve ternyata mencintaiku…” Marcel meraih kerah baju
Kinal, “aku akan menghajarmu karena kau melukainya” desisnya.
“apa maksudmu?” Kinal mendorong tubuh
Marcel, dia sama sekali tidak mengetahui maksud lelaki dihadapannya ini.
“kau memang bodoh, Kinal Bodoh!”
Marcel kemudian meraih pergelangan tangan Ve “kau…” Marcel menusuk Ve dengan
tatapannya “jika kau memang mencintainya… tetaplah berada disisinya…”
Ve dan Kinal terdiam. Keduanya merasa
begitu terkejut mendengar sebuah pernyataan dari Marcel.
“Mas, apa maksudmu? Bagaimana dengan
Gracia? Bagaimana dengan kau? Keluarga kita?”
“Ve…” Marcel melirik sekilas pintu
kamar Gracia yang berada dilantai dua. Air matanya tergenang “jika kau memilih
untuk bertahan bersamaku karena kewajibanmu sebagai seorang ibu, jika kau
bertahan bukan karena kau mencintai suamimu… Apa yang sepantasnya aku lakukan?
Kau sudah banyak mengorbankan segalanya sayang” Marcel mengelus pipi Ve “kau
mengorbankan perasaanmu, mengorbankan kebahagiaanmu hanya demi sebuah janji
yang kau buat waktu kita masih muda dulu. Mungkin aku yang terlalu bahagia saat
itu hingga tidak berani mengatakan semuanya, aku takut kebahagiaan itu sirna
begitu saja. Namun sekarang aku ingin kau…” Marcel meneteskan airmatanya
“bahagia bersamanya…”
Ve memeluk Marcel, begitu erat. Dia
tak tau harus berkata apa lagi. Kinal membuang pandangannya saat dirasanya
sebuah tetesan hangat mengalir di pipinya.
“aku akan membawa Gracia ke Paris,
aku akan fokus pada cabang perusahaanku disana” Marcel melepas pelukannya. Ve
menggeleng.
“Gracia juga anakku, kau tidak bisa
menjauhkannya dariku Mas, tidak…” Ve menggeleng, Marcel tersenyum.
“jadi, apa yang harus aku lakukan?
Kau mau membawanya dan menjauhkannya dariku? Apa bedanya?”
Ve terdiam, perkataan Marcel ada
benarnya.
“tidak apa-apa Ve, kau bisa
menemuinya kapanpun kau mau” Marcel tersenyum sambil mengelus pipi Ve “aku tak
akan mengatakan hal apapun yang tidak perlu diketahui Gracia tentang dirimu,
disana aku akan mencari penggantimu agar Gracia tak harus merasa kesepian”
“Mas…” Ve mengelus pipi Marcel dengan
penuh sayang, dimatanya kini Marcel adalah lelaki terhebat yang dia temui,
lelaki yang benar-benar seorang lelaki “terimakasih… terimakasih banyak” Ve
melepas pelukannya, diliriknya Kinal sekilas lalu kembali menatap Marcel
“bahagialah, kau juga harus bahagia”
“aku janji, aku janji untuk
mendapatkan kebahagiaanku disana. Seseorang yang mungkin bisa ikut bahagia
bersamaku” Marcel tersenyum, kemudian berjalan menghadap Kinal.
“dan kau Kinal Bodoh… jangan pernah
lagi kau bertindak sebodoh ini. jika kau mencintainya dan mengetahui bahwa dia
juga membalas cintamu, maka perjuangkanlah hingga titik darah penghabisan”
“terimakasih Marcel…”
Marcel mengangguk sambil tersenyum.
“kalian jika masih ingin disini
silahkan saja, aku akan beristirahat sebentar”
“aku antar Mas…” Ve menahan tangan
Marcel, namun lelaki itu menolak
“tak usah, kau temani saja si bodoh
ini” Marcel memainkan sebelah matanya kepada Ve, Ve melirik Kinal, tanpa suara
Kinal mengisyaratkan Ve untuk mengantarkan Marcel kembali kekamar mereka, Ve
mengangguk.
“biarkan aku mengantarmu Mas…
kumohon…” Ve memohon, membuat Marcel mendenguskan nafasnyas sambil menggeleng.
“kau tau, aku tak pernah sanggup
menolak perkataanmu, ayo” Marcel berjalan dengan Ve yang memegangi lengannya,
menjaganya agar tidak terjatuh.
Kinal tersenyum, seketika airmata
menetes di pipinya. Dia tak pernah menyangka bahwa kisahnya akan berujung
seperti ini.
***
“so… congrats buat kalian berdua”
Beby mengangkat gelas wine nya.
“selamat tinggal masa-masa
menyakitkan” Kinal tersenyum sambil ikut mengangkat gelasnya, Ve dan Shania
mengikutinya
“cheers” keempatnya mengadukan gelas
mereka, kemudian meminum wine nya masing-masing.
“tak akan ada lagi malam-malam dimana
aku menemukanmu meringis sendirian karena rasa sakitmu. Thanks to our Veranda,
tugasku sudah berkurang satu” Beby menunjukkan senyum konyolnya.
“hei!” Kinal melempar tissue
kearahnya.
“aku merindukan saat-saat hangat
seperti ini” Ve menyandarkan kepalanya pada bahu Kinal.
“aku merindukanmu” Kinal tertawa
melihat Beby dan Shania mencibir mendengar omongannya
“semoga kebahagiaan selalu menyertai
kita” Shania menatap mata Beby lekat, menggenggam erat tangan kekasihnya lalu
melirik sepasang sahabatnya yang berada dihadapannya “aku menyayangi
kalian”
“kau menyayangiku juga Nju? Bagaimana
jika kita bertukar pasangan?” Kinal menatap Shania dengan tatapan menggoda yang
dibuat-buat.
“HEI!” Beby, Shania dan Ve menatapnya
dengan tatapan mematikan.
END
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Makasih ya udah sempetin waktu luang
buat baca epep ini, Big thanks juga buat ka rui nih udah ngijinin lagi buat
numpang ngepost. Hehehe :3 maap bila ada typosaurus dan typodol
bertebaran :) sankyuuu~
Ditunggu kritik dan sarannya dikolom
komentar yaa, biar aku tau pendapat kalian. Bhayyy~
With love
-Kang BeCak-
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yg scandal kpan d update
ReplyDeletegausah dibilang disini juga kali ka :''
ReplyDeletebilangnya lupa ngepost kek gitu :((( huffbeb~
Kapan nih update lagi,makin seru...gk sabar
ReplyDelete