Tuesday, June 9, 2015

Majisuka Gakuen (JKT48) - Chapter 4

Akhirnya apdet juga ya setelah sekian lama :')
moodnya susah cyin~ apalagi kemaren juga fokus kelarin DoA duls.
Sebagai permintaan maaf, nih chapter gw buat panjang~~ dengan karakter-karakter baru pada muncul!!

Betewe, baru ngeh nih FF perkelahiannya kasar -__-)/ harusnya gw kasih peringatan juga nih...
Dan curhat dong... coba MV Boku Dake no Value-nya JKT48 ada duluan sebelum nih FF, pasti Elaine gw bikin 'berubah'nya kek di tuh MV. Tapi, yasudahlah :'v

Warning, adegan action 17+.
Sekali lagi. Saya udah peringatkan. Resiko ditanggung sendiri.

Happy Reading~~

Majisuka Gakuen (JKT48)


Chapter 4
Seperti biasa, kedatangan Elaine selalu disambut oleh murid-murid yang langsung membicarakannya. Tentu saja, belum genap sebulan, Elaine sudah berurusan sama 3 ‘orang’ yang cukup dianggap di Majijo. Lama-kelamaan, kuping Elainepun sudah terbiasa dengan berbagai celotehan murid-murid Majijo.
Pagi itu, Elaine sudah berada di kelas 2-4, duduk di kursi milik Nabilah tentunya sambil membaca Novel yang cukup berat kali ini. Di dekatnya, tentu saja Tim Gesrek sedang membuat sate.
“Kangen banget gw bray sama lu pade!” Ucap Nabilah sambil merangkul Sisil.
“Ahh~~ Nabilah my oshi~ Sisil juga kangen~”
“Kemane emang lu kemaren deh?” Tanya Jeje sambil menyiapkan daging-daging.
“Ada deh, biasa urusan per-bajay-an se-Jakarte.” Nabilah melirik sekilas Elaine yang tersenyum lembut padanya itu. “Udehlah yang penting kan sekarang gw udah masuk. Jadi tenang aje. Nih Len, duluan.” Nabilah memberikan piring berisi beberapa tusuk sate dengan bumbunya pada Elaine.
“Gak kamu aja dulu?”
“Woles elah! Gampang ogut mah.”
“Makasih, Bil.” Elainepun mengambil piring tersebut, menaruh piringnya di meja.
Elaine mengambil satu tusuk sate, dan saat ingin memakannya…
“ELAINE~~” Panggil seseorang sambil berlari ke arah Elaine melewati Gracia lalu memuluk Elaine.
BRUG!!
Piring plastic berisi sate-sate untuk Elaine itu jatuh ke lantai. Dan sate yang dipegang Elaine juga terlempar mengenai Ayana yang seperti biasa sedang tidur.
“Aw.” Erang Ayana pelan.
“Maaf Ayana.” Ucap Elaine yang masih dalam dekapan…
“Grrr. KADONGGGG!!!” Teriak Nabilah yang sudah berdiri di belakang Ghaida.
“Aduh!” Ghaida melepaskan pelukannya pada Elaine. “Gak usah teriak-teriak juga dong, Dedong~”
“Kadong? Dedong?” Tanya Dena, Sisil dan Jeje kompak dalam bingungnya.
“GIMANE OGUT GAK TERIAK-TERIAK BANG?! Liat dong, lo udah jatohin sate buatan anak-anak buat Elaine. Belum pernah tau rasanya di lindes bajay lo!”
“Wa-Waduh ma-maaf, Len. Maaf Nab.”
“Maap, maap bae lo kek mpok Minah. Udeh keluar lu, keluar!” Nabilah mendorong badan Ghaida. “Keluar lu! Masuk-masuk udah rusuh bae lu.”
“Maaf deh, Bil. Maafin Kadong.” Ucap Ghaida sambil memohon.
“Gak ada. Gak ada! Balik sana, balik aje lu!!” Nabilah terus mendorong.
“Gracia~” Sempat-sempatnya Ghaida menyapa Gracia yang hanya menggeleng itu.
“Ett dah!! Genit banget lu! Sempet-sempetnya modus! Keluar!!” Nabilah terus mendorong Ghaida sampai pintu depan lalu menendangnya. “Pergi lau sana!” Ghaida yang ada depan pintu itu memanyunkan bibirnya. “Ape?”
“Len, nanti aku-”
“GAK ADA!!” Teriak Nabilah memotong ucapan Ghaida yang akhirnya pergi sambil mendengus kesal. “Cih! Dasar pleier cap bebek!” Nabilah berbalik, pandangannya bertemu dengan Gracia yang ternyata memperhatikannya. “Eh, Sorry ya Gracia.” Gracia hanya tersenyum tipis.
Nabilah kembali menghampiri dan duduk bersama Tim Gesrek.
“Kadong sama Dedong apaan Nab?” Tanya Sisil.
“Panggilan special?” Tanya Dena.
“Panggilan special dah. Lu kate nasi goreng ada specialnya.” Jawab Nabilah tentunya ngaco.
Elaine hanya tersenyum melihat tingkah laku Nabilah pada Ghaida. Mengingatkannya pada dirinya dan Andela dulu. Elaine menghela nafasnya. Apa dia bisa bersama Andela lagi? Hanya Tuhan yang tahu jawabannya.
~~~

Sore tiba, sudah waktunya jam pulang sekolah. Namun, Elaine tidak memilih untuk pulang dan tetap berada di sekolah. Dengan novel sebagai temannya, Elaine menikmati angin sore yang sejuk di atas gedung Majijo itu.
Tiba-tiba, terlihat Nabilah berjalan menghampirinya. Lalu duduk di sebelah Elaine. Dari sudut matanya, Elaine dapat melihat Nabilah yang terlihat grogi dan salah tingkah itu. Mulutnya terlihat ingin mengucapkan sesuatu namun seperti ragu.
“Kamu belum pulang Nab? Yang lain kemana?” Tanya Elaine membuka obrolan.
“Hah? Gw? Eh itu, belum. Lagi males. Anak-anak udah pulang duluan tadi.” Elaine hanya mengangguk tanda tahu.
Elaine terus memperhatikan Nabilah. Gadis itu terlihat gusar. Elainepun menghela nafasnya.
“Kamu kenapa Nab? Mau ngomong sama aku atau gimana?”
“Eh? Ahh gak kok. Gak. Ini badan gw gatel-gatel gak enak aje.”
“Hmm. Yaudah, kalau gitu aku balik, ya.” Saat Elaine berdiri dan ingin pergi, Nabilah menahan tangannya.
“Tunggu dulu, Len. Gw mau ngomong.” Elaine kembali duduk disamping Nabilah. “Kamu suka nonton film gak?”
“Engg… Lumayan, kenapa?”
“Jangan lupa ye, nonton Wewe gak pake gombel. Sama drama yang lagi ngetren sekarang ini #DramaDiatasBajay seru tuh! Kang haji naik bubur aje kalah.” *ini ditulis pada saat jaman itu
“……” Elaine hanya diam tak menanggapi. “Emm, aku balik ya?”
“Ehh tunggu.” Nabilah masih menahan tangan Elaine. “Iya iya, serius deh sekarang.” Elaine kembali duduk. “Sebenernya ini sama sekali gak ada hubungannya sama lo sih. Makanya gw bingung dan gak enak.”
“Aku gak apa-apa, kok. Kan ini cerita kamu.”
“Tapi, gw malu Len.”
“Malu kenapa? Soal Kak Ghaida, ya?” Tanya Elaine yang sepertinya tepat. Wajah Nabilah langsung memerah bagaikan kelinci rebus (?).
“A-Ahh I-I-Itu.” Nabilah terlihat begitu grogi, melihat sisi lain seorang Nabilah, Elainepun tersenyum.
“Aku gak akan maksa kamu cerita kok.”
“Err… Len. Tapi janji jangan cerita ke anak-anak, ya?”
“Emm, kenapa?”
“Gw malu. Keknya aneh aje orang kek gw jatuh cinta. Sama cewek macem Kadong pula.” Ceplos Nabilah begitu saja. “Eh? Eh? Eh? Barusan ngomong paan gw? Wah ngaco nih mulut!”
“Gak apa-apa kali, Nab. Gak ada salahnya kok.”
“Gak salah ye? Tapi, gimana ya Len. Doi biarpun cewek, gitu-gitu ganteng banyak yang naksir. Herman gw, deket sama dia dari kecil kek gak pernah dilirik.”
“Mungkin kamu aja yang gak sadar. Kenapa gak dicoba aja?”
“Coba paan?”
“Ungkapin.” Ucap Elaine sambil tersenyum.
“Gile lu Ndro.”
“Takut? Katanya yankee, masa ngungkapin cinta takut? Nabilah mah gitu orangnya ternyata.”
“Ett. Ini kan beda judul bray. Lagian, gw tuh gak bisa digituin. Eh apasih Nabilah gak jelas ah.” Elainepun hanya tertawa. “Lo sendiri gimana, Len?”
“Gimana apanya?”
“Pernah jatuh cinta?”
Elaine menatap lekat mata Nabilah lalu kembali menatap ke depan.
“Aku pernah, masih dan akan terus. Terus mencintainya.” Elainepun tersenyum kecil.
“Wih! Beruntung banget itu orang!”
Elaine hanya diam, tidak menanggapi ucapan Nabilah itu. Matanya tetap menatap lurus ke pemandangan di depannya. Tapi, hati dan pikirannya memikirkan hal lain atau lebih tepatnya orang lain. Seseorang yang kini sedang tiduran di atas kursi kayu di sudut sekolahnya.
Gadis itu begitu menikmati tidurnya, sampai suara-suara langkih mendekat ke arahnya. Saat dia membuka mata dan menolehkan kepalanya, terlihat 3 gadis seksi datang mendekat padanya. Diapun bangkit dari tidurnya untuk duduk.
“Ehh!! Tiduran aja Andela!!” Ucap seorang gadis yang langsung berlari duduk di samping Andela. “Sini-sini, aku rela kok jadi bantalmu.” Tambahnya sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri.
“Farin modus.” Ucap gadis lainnya yang duduk di sisi kiri Andela. “Siniin kakinya sayang, biar aku pijitin.”
“Sama aja lo, Ty!” Protes Farin. “Aku pijitin pundaknya mau gak?” Saat Farin ingin memijat kedua pundak Andela, gadis itu bangkit untungnya Manda bisa mencegahnya.
“Jangan buru-buru dong Andela.” Ucap Manda sambil menyuruh Andela kembali duduk. Mandapun ikut duduk diantara Farin dan Andela.
“Kenal ini siapa gak?” Tanya Manda sambil menunjukkan foto Elaine pada Andela.
Melihat itu, tentunya Andela terkejut, saat dia ingin mengambilnya, Manda menjauhkan foto itu dan memberikannya pada Farin.
“Mantannya Andela nih? Kecil amat.” Komen Farin. *apanya yang kecil? :v
“Kita mau berantem lawan dia loh~ Kamu dukung siapa?” Tanya Manda. “Jawab dong Andela.”
Bukannya menjawab, Andela bangkit. “Lebih baik kalian gak usah buang waktu.” Ucap Andela sebelum pergi tinggalkan ketiganya.
Andela terus berjalan sampai seseorang menyapanya. Andelapun menatapnya.

“Andela. Liat dimana para SexySter?” Tanya gadis bertubuh jangkung itu.
“Di dalam sana.” Jawab Andela sambil menunjuk tempat yang tadi dijadikannya tempat beristirahat.
Gadis itu tersenyum. “Makasih Andela.” Gadis itu mulai melangkahkan kakinya. “Ota, ayo.” Ajak gadis itu pada gadis lain yang membutinya.
Andela hanya menatap datar gadis bernama Okta yang menatapnya dengan tidak suka sambil memakan es krim itu. Andelapun memperhatikan borgol yang menyatukan pergelangan tangan keduanya, Andela terus memperhatikan keduanya hingga cukup jauh. Keduanya terus berjalan sampai tiba di tempat yang dimaksud Andela. Di dalamnya Manda dan lainnya sedang ribut, entahlah apa yang mereka ributkan.
“Ehem.”
“De-Desy?” Kaget Manda, Tya dan Farin bersamaan.
“Kaget banget, biasa aja kali.” Gadis jangkung bernama Desy itu mendekat ke arah Manda. “Coba liat fotonya dong, kayaknya bagus banget.” Dengan ragu, Farin memberikan foto bergambar Elaine itu pada Desy. “Jadi, ini anak baru di Majijo itu?”
“Mantan pacarnya Andela—Aw! Apa-apaan sih, Man?!” Protes Farin karena Manda menyikutnya.
“Mantannya Andela? I see. Kalian udah gak butuh lagi fotonya, kan? Aku ambil, ya.” Desypun berbalik. “Yuk, Ota.” Desy berjalan, namun Okta malah diam. Menatap tajam Manda, Tya dan Farin dengan tatapan yang… “Ota, ayok.” Oktapun berbalik.
“Apaan sih tuh bocah kelas satu. Dasar freak.” Bisik Tya sangatttttt pelan.
Ternyata Okta mendengar itu, diapun berhenti. “Cidey, Ota dikatain freak.” Ucap Okta dengan suara bergetar.
Mendengar keluhan Okta, Desy berbalik. Menarik Okta dan…
BUGH!!
Desy memukul lemari yang tepat ada di belakang Tya dengan sangat kencang. Tya yang kaget hanya bisa membuka lebar kedua matanya juga mulutnya. Nafasnya begitu sesak secara mendadak, keringat tiba-tiba mengalir. Dihadapannya, Desy menatapanya begitu tajam.
“Sekali lagi gw denger ada yang ngomongin Ota, gw abisin.” Desy mengelap darah yang ada di tangannya itu di wajah Tya. “Ayo, Okta kita balik.”
“Tangannya Cidey sini.” Desy memberikan tangan kanannya itu –yang tadi dipakainya memukul- pada Okta. Bagaikan es krim, Okta menjilati bekas darah yang masih ada. Keduanyapun pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Desy yang tangan kirinya terborgol dengan tangan kanan Okta itu, berjalan menulusuri bagian terdalam sekolahnya. Tentunya menuju ruangan para petinggi Yabakune. Saat Desy membuka pintu tersebut, ruangan begitu sepi hanya ada dua orang disana. Sang ketua yang sedang duduk di sofanya sambil membaca novel dan sang wakil yang sedang membuat minuman.
“Ehh Ota sama Desy. Mau minum apa? Biar Kak Naomi bikinin.” Tanya gadis cantik bernama Naomi itu. Ya, sang wakil ketua Yabakune.
“Es.” Jawab Okta singkat.
“Aku gak usah Ci. Makasih.” Jawab Desy kali ini.
“Oke.” Naomi kembali berkutat dengan minumannya. “Je, ini minumannya.” Naomi meletakakkan secangkir teh di meja depan sang ketua.
“Green Tea? Thanks, Mi.”
“Dan ini buat Ota. Awas, panas.” Ucap Naomi menekankan pada kata ‘panas’ sambil memberikan cangkir berisi susu coklat pada Okta.
“Uhh! Kak Naomi.”
“Etts, gak terima penolakan.” Naomi mengedipkan salah satu matanya pada Okta.
Dengan raut wajah kesal, Okta terlihat perlahan meminum susu coklat itu. Melihat tingkah laku adik kelasnya itu, Naomi hanya tersenyum. Naomi lalu melirik Desy yang hanya diam.
“Kenapa Des?”
“Ah? Ini.” Desy memberikan foto Elaine pada Naomi. “Itu foto anak baru di Majijo itu. Mantan pacarnya Andela.”
“Oh ya? Wah.”
“Coba aku liat Mi.” Pinta sang ketua, Naomi menghampiri dan memberikan foto tersebut.
“Selera Andela yang lucuk kecil-kecil gitu, ya? Pantes gw godain gak mempan. Payah.” Keluh Naomi.
“Nih Mi.” Naomi kembali mengambil foto tersebut dan menempelnya di dinding ruangan tersebut yang terdapat banyak foto-foto anak-anak Majijo.
Mulai dari foto Elaine barusan, para petinggi di Majijo bahkan juga foto ChelVan, Ghaida dan Tim Gesrek. Yang berbeda disana hanyalah foto Kinal yang diberi tanda ‘X’ tebal dengan spidol Hitam di bagian wajahnya.
“Kak Je.” Panggil Desy.
“Hmm?”
“Michelle beneran mau dibiarin?”
“Iya, biarin aja.” Jawab sang ketua singkat dan tetap tidak berubah.
~~~
Seminggu kembali berlalu. Tentunya seperti biasa, Tim Gesrek sedang membuat sate untuk santapan mereka. Terlihat begitu serius. Sampai bisa dibilang mereka tidak konsentrasi pada sekelilingnya.
“Ini gak ada yang mau nantangin Elaine lagi?” Tanya seseorang yang ada disamping kanan Nabilah, orang itu lalu mengambil sate yang baru ditaruh Nabilah di piring.
“Iye, ye? Iye juga sih. Udah seminggu lebih adem ayem nih. Tapi, siapa lagi yang jadi lawannya?” Tanya Nabilah.
“Hmm, kalau sesuai urutan di Majijo, berarti harusnya udah lawan Rappapa. Iya kan, Cil?”
“Iya, Chel.” Dua orang yang duduk di sebelah kiri Nabilah itu mengambil sate yang baru saja jadi.
“Wah iye, bener juga. Udah Rappapa ye. Tim Gesrek, Kadong, ChelVan terus--” Nabilah lalu menghentikan kata-katanya, merasa ada yang aneh. Dia menengok ke kananya, dengan santainya Ghaida yang sedang makan sate bersama dengan Dena itu tersenyum pada Nabilah sambil menaikkan kedua alisnya. “Kadong?” Nabilah lalu menghadap sebelah kiri, ada Rachel dan Vanka yang juga seenaknya makan sate. “Eh busee!!” Nabilah berdiri. “Sejak kapan lu pade disini? Ett bujug! Dari tadi yang ngomong sama gw itu lu pade?”
“Hai Kak Nabilah~” Ucap Rachel dan Vanka bersamaan.
“Hai Dedong~” Ucap Ghaida kali ini.
“Ett!! Gile lu pade, ngapain disini?!”
Nabilah terus berteriak-teriak tidak jelas, yang tentunya suaranya terdengar oleh Gracia yang baru saja menuju kelas mereka. Gracia hanya menggeleng. Sudah biasa. Saat dirinya ingin menginjakkan kaki di anak tangga terakhir, lewatlah seseorang yang berjalan begitu cepat. Gracia cukup kaget. Dia tidak merasakan hawa gadis itu.
Apa gadis itu bukan manusia? Tapi, kakinya masih menapak. Gadis yang berjalan cepat itupun melewati pintu belakang kelas 2-4, Ayana yang melihat itu langsung menjatuhkan satenya.
“Ha-Hantu?!” Ucap Ayana masih terlihat kaget.
“Hah? Nih anak kobam? Ya kali pagi-pagi ada hantu, bangun Ay!!” Teriak Jeje.
Gracia yang melihat itu langsung menaruh tasnya dan mengikuti gadis yang berjalan cepat itu. Rasa penasaran membaluti pikirannya. Gadis yang dianggap hantu oleh Ayana itu ternyata masuk ke dalam kelas 2-1, lalu duduk di sebuah kursi. Siapa lagi yang dihampirinya kalau bukan… Elaine.
Elaine yang tengah membaca Novel karya Dan Brown itu langung menoleh, cukup kaget melihat gadis disampingnya yang tersenyum-senyum tidak jelas padanya. Siapa gadia itu? Ada perlu apa dengan Elaine?
“Hai Elaine.” Ucap gadis itu sambil menjulurkan tangan. Elaine memperhatikan tangan gadis itu lalu ke atas menatap wajahnya yang terdapat tahi lalat di dekat mata. Siapa dia? “Ahh iya, nama gw gak penting buat lo.” Gadis itu menarik tangannya, lalu terlihat mencari sesuatu di dalam bajunya. “Gw cuman mau ngasih sesu-”
“Buat apa murid Yabakune ada di Majijo?”
“Ketawan? Wah hebat juga. Padahal udah pake seragam Majijo.”
“Tetap saja, kau pasti tidak akan menggunakan pin sekolah lain.”
Gadis itu melirik ke arah dalam kerah bajunya. “Ahh, ternyata aku terlalu mencintai Yabakune. Tapi, yasudahlah itu tidak penting. Langsung saja.” Gadis itu memberikan sebuah amplop pada Elaine. “Untukmu.”
“Apa ini?”
“Dari Andela.” Elaine langsung menatap gadis itu yang hanya tersenyum sinis.
“Andela? Gak mungkin.”
“Kenapa gak mungkin? Ahh iya, kalian sudah putus, ya? Maaf ya.”
“Siapa kau sebenernya?”
“Bukan urusanmu. Ahh yasudah aku permisi dulu.” Gadis itu berdiri lalu keluar dari kelas Elaine.
“Siapa kau?” Tanya Gracia yang berdiri menyandar di lorong antara kelas 2-1 dan kelas 2-2, menghentikan gadis yang baru saja keluar itu.
Gadis itu menoleh dan…
KLIK!
Gracia mengambil fotonya.
“Bukan urusanmu.”
“Urusanku. Untuk apa murid sekolah lain kemari?”
“Ahh, kupikir hanya Elaine saja yang bakal sadar.”
“Aku sudah 2 tahun sekolah disini. Tentu saja aku sadar kalau kau bukan murid Majijo.”
“Begitu ya? Hmm tapi aku memang tidak ada urusannya denganmu. Maaf lebih baik aku pergi, kau membuang waktuku.”
Gracia menarik salah satu sudut bibirnya, dia diam dan membiarkan gadis itu pergi berlalu. Gadis itu akhirnya sudah keluar dari Majijo lalu menghampiri temannya yang menunggu di depan gerbang.
“Ehem.”
“Eh? Michelle. Udah? Kamu baik-baik aja?”
“Keliatannya?”
“Emang gak ada murid Majijo yang sadar?”
“Mereka cukup bodoh untuk menyadari keberadaanku. Yaudah yuk ah.”
“Kemana? Yabakune?”
“Ganti baju dulu kali. Udah ayo ah.” Michelle menarik tangan Nadse untuk pergi dari sana.
~~~
Elaine yang sudah tiba di kamarnya sepulang sekolah setelah mengganti baju langsung merebahkan diri di kasur. Dia hanya diam memandangi langit-langit kamarnya. Boneka bebek kesayangannya ada disampingnya selalu menemani. Elaine melirik ke samping kirinya, Novel berjudul “Angels and Demons” yang berada di atas meja belajarnya itu mencuri perhatiannya. Elaine bangkit, saat ingin mengambil kertas yang jadi pembatasnya…
Tok. Tok. Tok.
Pintu kamarnya diketuk dan seseorang membukanya.
“Dek, makan malem dulu, yuk.” Ucap gadis cantik yang memandangi Elaine sambil tersenyum dari depan pintu itu.
“Iya, Ci.”
Kini Elaine sudah duduk di kursi makannya. Di hadapannya, berbagai lauk pauk yang sehat dan bergizi sudah tersedia. Sementara itu, gadis cantik yang tadi memanggil Elaine sedang mengambilkan nasi untuk mereka berdua.
“Ini Dek. Yuk makan.”
“Makasih Ci.”
“Sama-sama.” Gadis yang sepertinya lebih tua dari Elaine itu lalu duduk di depan Elaine. “Makan, Dek.”
“Iya, Ci. Tumben Ci Shani udah pulang?”
“Iya, Dek. Lagi bisa pulang. Maaf ya, akhir-akhir ini kegiatan kampus nguras waktu banget. Padahal Om sama Tante nitip kamu sama Ci Shani, tapi malah gak ku urusin.” Ucap gadis bernama Shani itu, merasa tak enak.
“Gak apa-apa, Ci. Aku udah biasa sendiri kok.” Jawab Elaine yang sudah mulai makan.
Shani menatap sedih wajah adik sepupunya itu. Adik sepupu yang kembali lagi ke Jakarta dari Neptunus Malang hanya untuk menguntai ulang kisah persahabatan lamanya yang pernah terputus dulu. Ditatapnya lekat kedua bola mata Elaine, gadis imut dihadapannya itu terlihat kesepian.
“Gimana sekolah baru kamu?” Tanya Shani.
“Biasa aja.”
“Kenapa harus pindah ke sekolah Yankee seperti itu?”
“Karena hanya tempat seperti itu yang membuatku bisa bertemu lagi dengan mereka.”
“Lalu ketemu?”
Elaine mengangguk pelan. “Gracia bersekolah di Majijo. Tapi, Andela…” Elaine menghentikan ucapannya.
“Andela kenapa? Dia masih marah sama kamu?”
“Dia sekolah di Yabakune. Musuh bebuyutan Majijo.”
“Hmm. Terus hubungan kamu sama Gracia bagaimana?” Elaine hanya menggeleng.
Hening. Ruang makan itu kembali dalam keadaan hening. Hanya ada bunyi dari jarum jam yang ada di ruangan itu. Jarum pendek di jam dinding tersebut menunjuk angka 7 sementara jarum panjangny ada di antara angka 8 dan 9. Belum begitu malam, tapi suasana rumah itu begitu sepi. Keduanya masih makan dengan begitu konsentrasi.
Di hadapan Elaine, Shani masih memperhatikan wajah Elaine. Elaine yang pikirannya entah berada dimana. Shani tersenyum sedih, dahulu adik sepupunya itu tidak seperti ini. Shani tiba-tiba teringat, masa lalu saat Elaine dan ketiga sahabatnya bermain di rumahnya itu…
“Selamat siang Ci Shani~” Ucap kompak Gracia dan Hamids saat Shani membukakan pintu untuk mereka.
“Selamat sayang Ci Shani~” Ucap Andela kali ini yang langsung saja dapatkan cubitan di perutnya. Siapa lagi kalau bukan Elaine yang mencubitnya. “A-Aduh, aduh Kwek. Ampun.”
“Huh! Tau ah, sebel sama Andela.” Keluh Elaine. “Siang Ci, temen-temenku mau main. Tapi, yang namanya Andela itu gak usah disuruh masuk.”
“Ih, kok Kwek gitu?”
“Bodo.”
Shani hanya diam, bingung tentu saja. Elaine lalu masuk ke dalam rumah Shani, disusul Gracia dan Hamids yang masuk setelah menunduk hormat. Sementara itu, Andela masih berdiam di depan pintu.
“Gak masuk?” Tanya Shani heran.
“Tadi kata Kwek, gak boleh. Yaudah.”
“Ahaha. Makanya jangan bikin dia kesel. Coba bujuk sana.”
“Jadi, boleh masuk nih?”
“Boleh. Udah ayo masuk ah.” Andelapun masuk, dan saat akan memeluk Shani. “Ettss mau ngapain? Gak liat tuh udah ditatap tajem sama Anak Poseidon?”
“Ehehe. Gak jadi kok. Elaine~~” Shani hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan ketiga anak SMP itu.
Keempatnya langsung berlari dengan cepat ke arah kamar Elaine. Lagi, Shani hanya menggeleng. Tanpa diminta, Shani lalu membuatkan minuman dan berbagai cemilan untuk mereka. Di dalam kamar Elaine, mereka langsung merebahkan diri di kasur Elaine. Gracia dan Hamids langsung bernasis ria dengan Sao, nama boneka bebek kesayangan Elaine. Tak lupa update status juga di Twitter, tapi tidak di Path. Karena di Path, Neptunus gak ada di location. Oke ini jayus.
Sementara Andela, sambil memejamkan matanya dia memeluk guling. Diam-diam, gadis itu mengintip Elaine yang sedang ganti baju di depannya. Setelah Elaine berganti baju, mereka ber empat-pun bermain. Sekitar 30 menit kemudian, pintu kamar Elaine dibuka. Perlihatkan Shani yang datang dengan membawa nampan berisi minuman dan juga piring berisi kue.
“Ya, ampun Ci. Elaine jadi ngerepotin.” Ucap Elaine sambil membantu Shani menaruh minuman mereka, Graciapun juga membantu.
“Gak apa-apa kok, Len. Lagian Ci Shani gak repot.” Jawab Shani sambil tersenyum. “Oh iya, cobain deh kuenya. Itu special buat kalian loh, untung Elaine udah bilang dari kemaren-kemaren. Jadi tadi, tingal nunggu jadi.”
“Spesial?” Keempatnya langsung melihat ke arah piring tersebut. Terdapat kue bentuk empat cewek yang saling bergandengan tangan.
“Tapi, maaf ya gak mirip kalian. Abis Ci Shani kan belum pernah ketemu kalian.”
“Ahh~~ Ci Shani ini lucu banget.” Ucap Gracia, hal itu disetujui Hamids yang mengangguk-ngangguk. “Kapan-kapan ajarin Gracia, ya?”
“Boleh aja.”
“Tapi, dalam rangka apa Ci Shani bikinin kue gini?”
“Dalam rangka… apa ya? Gak tau juga. Kepengen aja. Ya, anggep aja kado untuk persahabatan kalian.” Spontan Elaine langsung memeluk Shani.
“Ahh, makasih Ci Shani~”
“Makasih Ci Shani~~” Gracia dan Hamidspun ikut memeluk Shani.
“Makasih Ci Shantik~” Saat Andela juga ingin ikut memeluk Shani….

Bonus foto Shani nih.
BUGH!!
Pukulan melayang ke wajahnya, siapa lagi kalau bukan Elaine yang memukulnya.
“Aduh, sakit Kwek. Gitu banget sih, Hamids aja dibolehin sama Gre.”
“Hamids sama kamu tuh beda! Kamu mah sekalian modus, emangnya aku gak tau!”
“Ehehehe.” Andela hanya nyengir-nyengir kuda.
“Makasih makan malamnya.” Ucap Elaine buyarkan lamunan Shani. “Aku balik ke kamar dulu, Ci.” Elainepun bangkit dari tempat duduknya.
“Elaine.” Elaine menoleh, menatap Shani. “Jangan bobok malem-malem.” Elaine hanya mengangguk lalu berjalan pergi tinggalkan Shani. “Semoga persahabatan kalian bisa kembali seperti yang dulu, walau semua telah berbeda…”
Di dalam kamar, Elaine langsung duduk di depan meja belajarnya. Mengambil sebuah buku dan alat tulisnya dan mulai membaca dan mengerjakan soal-soal di buku tersebut. Satu jam berlalu, gadis pecinta bebek itu tidak bisa konsentrasi dengan rumus-rumus di buku pelajaran Fisika tersebut. Novel tebal di meja belajarnya itu selalu mencuri konsentrasinya, apalagi amplop yang jadi pembatasnya.
Elaine mengambil novel tersebut, juga amplopnya. Dilihatnya muka amplop tersebut, hanya ada tulisan ‘Elaine Hartanto’ disana. Elaine menghela nafasnya lalu mulai membuka dan membaca surat yang ada di dalamnya…
Halo Elaine.
Aku tunggu kedatangan kamu di gudang TwT setiap harinya sepulang sekolah. Jika dalam waktu kurang dari 7 x 24 Jam kau tidak memperlihatkan batang hidungmu. Jangan harap teman-temanmu selamat.
Andela Y.
Itulah kalimat yang ada di dalam surat tersebut. Sebuah cap bibir dan cap logo Yabakune juga ada di surat tersebut. Andela? Apa-apaan. Dalam hati dan pikirannya, Elaine tentu mempercayai bahwa surat ini jelas bukan dari Andela.
Mungkin, seseorang hanya memakai dan ‘meminjam’ namanya. Cewek yang memberikannya surat? Tapi, untuk apa? Ah sudahlah. Elaine kembali melipat surat tersebut dan memasukkan ke dalam amplopnya. Diapun kembali belajar.
~~~
Hari kembali berganti. Seperti biasa, di ruang kelas 2-4 bersama Ghaida dan Duo ChelVan, Tim Gesrek sedang memakan sate. Ketiga orang itu terasa sudah jadi bagian dari Tim Gesrek. Di depan ruangan kelas tersebut, Elaine yang baru datang tersenyum bahagia. Apalagi, saat melihat kedekatan Nabilah dan Ghaida.
Pemimpin Tim Gesrek itu sesekali terlihat memukul kepala Ghaida yang makan sambil menggoda anggota Tim Gesrek atau Rachel/Vanka. Elaine hanya menggeleng. Bila diingat-ingat persis seperti dia pada Andela dulu.
“Buat apa berdiri memperhatikan dari situ? Kenapa gak masuk aja?” Tanya seseorang. Elaine menoleh, terlihat Gracia ternyata yang baru tiba. “Bukankah kamu juga udah jadi bagian dari mereka?”
Elaine terlihat berpikir sejenak. “Gre. Apa kamu liat cewek yang kemaren dateng kesini?”
“Cewek yang mana? Ahh tunggu. Yang jalannya cepet itu?” Elaine mengangguk. “Kenapa memangnya dengan cewek itu?”
“Dia murid Yabakune.”
“Ahh. Pantes. Setelah aku memperhatikan wajahnya baik-baik. Dia cewek yang menonton perkelahianmu dengan ChelVan beberapa waktu yang lalu.”
Hening, keduanya tampak sama-sama berpikir. Tanpa disadari keduanya, Tim Gesrek, Ghaida, dan Duo ChelVan memperhatikan mereka dengan tenang dan seksama, begitu juga dengan seseorang yang mendengarkan dari atas.
“Dia menyebut nama Andela saat berbicara denganku.” Ucap Elaine kembali.
“Wah? Benarkah? Berarti kau sudah tenar sampe Yabakune. Tapi… untuk apa menceritakannya padaku? Apapun yang akan kamu bilang berikutnya, semua tentang kamu dan Andela tidak ada lagi hubungannya dengan aku.”
“Tapi, Gre-”
“Ahh, satu lagi. Asal kamu tahu, aku udah membuang semua hal yang bersangkutan dengan kalian.”
“Termasuk soal Hamids?” Tanya Elaine dengan raut wajah yang sedih.
Raut wajah Gracia terlihat berubah, mukanya sedikit merah. Menahan marah? Atau menahan tangis? Tidak ada yang tahu pasti. Hanya seorang Gracia yang tahu. Gracia memejamkan mata dan menghela nafasnya.
“Itu bukan urusan kamu lagi. Dan kamu gak perlu tau.”
“A-”
“Cukup, Len. Terakhir tolong bilangin kurcaci-kurcaci kamu. Untuk menghilangkan hobi mengintip mereka.” Elainepun langsung menengok ke arah Tim Gesrek dan lainnya. Kedelapan orang tersebut langsung berpura-pura sibuk atau makan sate kembali. “Sekali lagi mereka begitu gw gak akan segan-segan bakar mereka kayak sate yang mereka makan. Atau jadiin mereka kelinci rebus.” Graciapun berbalik dan kembali menuruni tangga sekolah mereka.
Elaine kembali menoleh ke arah mereka berdelapan. Mereka hanya bisa menelan ludah sendiri. Tidak berani menatap Elaine yang menatap mereka dengan tajam. Elaine menghela nafasnya sebelum kembali menuju ruang kelasnya.
“Lo, sih Je.”
“Lo, sih Sil.” Saling tuduh sambil mendorong-dorong badan yang lainnyapun terjadi.
Semenjak kejadian itu berlalu, hampir di setiap harinya enam orang dari delapan orang tersebut (kecuali Ghaida dan Nabilah yang menyatakan mereka itu senjata terakhir) selalu meminta maaf secara bergantian. Mereka berpikir Elaine marah karena tidak pernah kembali berkumpul bersama mereka (terutama dengan Tim Gesrek).
Padahal, kenyataannya tidak seperti itu. Elaine sudah pernah mengatakan pada mereka bahwa Elaine tidak marah dan hanya butuh sendirian dulu. Tapi, mereka tetap tidak percaya. Memang sih, Elaine berbohong soal ingin menyendiri. Karena lebih tepatnya, Elaine memang ingin menghindari mereka dulu. Bukan karena marah, tapi ya karena surat yang diterimanya.
Elaine bukannya takut. Benar atau tidaknya surat dari ‘Andela’ itu, main-main atau tidaknya. Elaine hanya berjaga-jaga juga mencegah yang terburuk. Dan hal itu hanya disimpan dalam hatinya seorang diri. Hingga tiba di hari ke tujuh…
“Michelle.” Panggil Manda pada gadis yang sedang sibuk memainkan HPnya itu. “Heh, Michelle!”
“Hmm?” Saut Michelle tanpa memperhatikan Manda.
“Heh, Michelle! Lo bisa sopan sedikit gak sih sama yang lebih tua? Kalau diajak ngomong tuh liat orangnya!”
“Hah.” Michelle menghela nafasnya. “Kenapa sih, Kak Manda?”
“Itu bocah kecil mana? Kok gak muncul-muncul?! Udah seminggu kita ke tempat yang lo bilang. Tapi, mana?!?” Teriak Manda yang terlihat kesal.
Manda membalikkan badannya. Kesal dan marah. Emosinya makin tersulut saat melihat Tya dan Farin malah asik-asikan dengan Nadse. Bebas aja suka-suka imajinasi para pembaca, mereka lagi ngapain.
“Errr!! Itu dua bocah malah enak-enakan lagi.”
“Kak Manda gak ikutan?” Tanya Michelle sambil memeluk Manda dari belakang, spontan kagetkan Manda yang langsung menghadap Michelle.
“Ngapain, lo?”
“Ahahahahaha! Santai aja sih. Udah tujuh hari, ya? Berarti udah saatnya kalian gerak.”
“Gerak gimana? Samperin dia di Majijo?”
“Pancing dengan ini, dong!” Ucap Michelle sambil menunjukkan foto yang di kantongin Manda. Mandapun tersenyum.
“Hampir aja gw lupa.” Manda kembali mengambil foto yang dipegang Michelle. “Tya, Farin. Kita jalan sekarang.”
“Tapi, Man-”
“Gak ada tapi-tapi-an. Udah ayok.”
“Man-”
“Sekarang.”
Farin dan Tya saling bertatapan lalu bangkit sambil merapihkan pakaian mereka dan mengikuti Manda. Sementara itu Nadse…
“Syel, lagi nanggung juga.”
“Bukan urusan gw.” Jawab Michelle ketus. Membuat Nadse bete. “Gak usah bete. Lanjut sama gw, gimana?”
“Serius?” Tanya Nadse dengan girangnya.
“Kapan sih seorang Michelle bercanda.” Jawab Michelle sambil tersenyum.
~~~
Sambil menatap cerahnya langit di atas gedung sekolahnya, Elaine berdiri disana dan menikmati udara segar yang ada diatas sana. Tiba-tiba, ada suara grasak-grusuk dari kejauhan. Elaine menoleh. Ternyata ada Nabilah dan Ghaida yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.
“Sore, Len. Belom pulang?” Tanya Ghaida.
“Yaelah dah Kadong basi amat sih nanyanya. Udah tau Elaine ada di depan mata kita. Ya masih ada, lah.” Omel Nabilah.
“Ada apa?”
“A-A-Anu, Len. Itu, anuan.”
“Apaan, sih lu, Dek? Ambigu banget. Kita mau ngomong aja, kok. Boleh, kan?”
“Soal ngintip lagi?” Nabilah dan Ghaida saling berhadap-hadapan dan saling sikut-sikutan. Elainepun menghela nafasnya. “Hmmfh. Kalau soal itu aku udah maafin kalian. Tapi, aku harap kalian tau sopan santun untuk tidak selalu mencuri dengar obrolan orang lain.” Tambah Elaine.
“Makasih Elaine.” Ucap Ghaida dan Nabilah hampir bersamaan sambil membungkuk pada Elaine.
“Ehh?? Sudahlah. Gak apa-apa, kok. Gak usah sampe kayak gitu.”
“Hehehe. Makasih ye, Len. Kalau gitu, gw sama Kadong pulang dulu boleh, nih?” Elaine mengangguk.
“Yaudah kita pulang dulu, Len. Sekali lagi maaf.” Ucap Ghaida.
“Kak Ghaida, Nabilah tunggu.” Panggil Elaine kembali. “Anak-anak tim Gesrek udah pada pulang, kan?”
“Udah kok daritadi mereka.”
“Yaudah kalau gitu. Kalian hati-hati, ya.” Ghaida dan Nabilah saling bertatapan sebelum pergi tinggalkan Elaine.
Sial. Sungguh sial. Tim Gesrek memang sudah keluar dari Majijo, tapi mereka tidak langsung pulang ke rumah masing-masing. Keempat orang anggota Tim Gesrek itu sedang mengobrol sambil bermain dan makan martabak di taman bermain –tempat Elaine dan ChelVan berantem-.
“Kira-kira Elaine udah maafin kita belum, ya?” Tanya Sisil.
“Cuman bisa doa dan berharap sama si Kubil.” Jawab Jeje.
“Ehem, ehem.” Batuk seseorang mencuri perhatian keempatnya.
“Tim Gesrek betul?” Tanya salah seorang diantara tiga orang yang menghampiri Tim Gesrek.
“Ya-Yabakune??” Tiga orang itu hanya tersenyum dan….
BAGH! BUGH! BAGH! BUGH!
~~~
Sudah sejam Elaine berdiam diri di atas sekolahnya. Sudah waktunya dia pulang. Saat berjalan menuruni tangga, tak sengaja Elaine berpapasan dengan seorang cewek bertubuh macho dan tinggi yang tidak dikenalnya.
“Itu anak baru yang dibilangin Beby? Hmm.” Ucap orang itu.
Elaine terus berjalan, sampe di taman yang tidak jauh dari sekolah itu. Elaine memperhatikan dengan seksama taman tersebut. Keadaannya aneh. Seperti terdapat bekas perkelahian. Pikiran Elaine langsung kemana-mana, ia mendekat dan mencari sesuatu yang diharapkannya semoga tidak sesuai yang dipikirkannya.
Saat sedang mencari, kakinya menginjak sesuatu. Elaine berjongkok. Dan ternyata itu adalah pin Majijo. Di dekatnya, ada darah yang masih cukup segar.
“Tim Gesrek? Sial.” Sambil menggenggam pin itu, Elaine bangkit dan berlari. Menuju….
BUGH!!
Dengan kasarnya, Manda memukul perut Dena.
“Hah.” Kini Manda menarik rambut pendek Sisil. “Tinggal jawab dimana bocah kecil itu apa susahnya sih?!” Kesal Manda.
“Gak akan. Kita gak akan kasih tau.” Dengan kasarnya, Manda melepas pegangannya. Dan kini menuju Ayana.
“Nih anak udah mati duluan kali, ya?” Tanya Manda saat melihat Ayana yang memang memejamkan matanya. “Bodo amat.” Manda lalu berjalan mendekat ke arah Jeje. “Heh, cihuy. Kasih tau gw cepet nama contact tuh bocah di HP lo!!”
“Lo mau tau banget? Nih…” Cih!! Dengan sengaja, Jeje meludahi Manda. Dan tentu saja…
BUGH!!
“Jeje!!” Teriak anggota Tim Gesrek lainnya saat melihat Jeje dipukul wajahnya. Darah segar kembali keluar dari hidung Jeje.
Manda lalu kembali mendekati Tya. “Ty, lo gak bisa nemuin apa contact tuh bocah di HP mereka?!” Tya hanya menggeleng. Tim Gesrek tersenyum dalam sakitnya. Bukannya mereka tidak punya contact Elaine, hanya saja sesuai perintah Nabilah, mereka tidak menamain Elaine di HP mereka dengan yang sebenernya.
“Brengsek.”
“Man.” Panggil Farin. “Manda.”
“Apasih, Rin?”
“Di foto, mereka ada lima orang? Kok di kita cuman empat?” Tanya Farin. Manda langsung menghampirinya, dan saat Manda memperhatikan foto itu…
BRAK!!
Pintu tersebut, dibanti seseorang. Perlihatkan Elaine yang datang dengan nafas tak beraturan setelah berlari.
“Elaine?!” Kaget kompak Tim Gesrek. Elaine langsung menoleh kepada mereka. Betapa terkejutnya Elaine saat melihat keadaan keempatnya yang tidak hanya babak belur, tapi juga dalam keadaan tali mengikat tangan dan leher mereka. Dan bila kursi yang jadi tempat mereka berdiri jatuh…
“Hyaaa!!” Tanpa aba-aba Manda menyerang Elaine.
Elaine menunduk menghindari tinju tersebut lalu berputar dan menendang perut Manda. Dari depannya, Tya menyerang bertubi-tubi. Tentu saja Elaine mampu menepisnya dan dengan tangan kirinya, Elaien memukul perut Tya. Manda melayangkan tendangan berputar yang sukses mengenai pelipis kiri Elaine, namun Elaine tidak tinggal diam, dirinya juga langsung berputar dan tendangannya sukses membuat Manda jatuh menimpa Tya.
Elaine langsung menatap Farin yang entah kenapa dari tadi hanya diam di dekat Tim Gesreka. Saat Elaine berjalan mendekatinya…
“Etss. Maju lagi, bangkunya gw tendang.” Elaine melihat kaki Farin sudah siap menendang bangku yang jadi tumpuan Sisil berdiri. Dan bila bangku itu benar-benar ditendang, hilanglah sudah nyawa Sisil karena mati tercekik.
“Elaine!!!” Teriak Tim Gesrek bersamaan dan saat Elaine menoleh…
BUGH!!
Dengan sebuah tongkat kayu, Manda memukul kepala Elaine. Seperti saat bertarung dengan Ghaida, kepala Elaine kembali teteskan darah segar. Tubuhnya langsung oleng, Tya langsung menangkapnya. Dan dengan kedua tangannya memegangi Elaine. Darah yang mengucur dari kepalanya mengganggu penglihatan Elaine. Sambil tersenyum, Manda kembali memukul Elaine yang tidak bisa lagi melawan.
BUGH!! BAGH!! BUGH!!
Pukulan terus terdengar bersaman dengan suara bunyi kamera HP. Ya, dengan HP ber-case Stitch milik Ayana, Farin mengambil foto-foto Elaine yang makin terluka karena pukulan Manda. Foto tersebut dikirim ke grup Line Tim Gesrek. Tentu saja, tujuan mereka adalah untuk…
Nabilah. Gadis penyuka kelinci yang sedang jalan-jalan bersama seorang Ghaida. Di taman yang sama, Nabilah lalu duduk di ayunan, memainkan ayunan tersebut seperti anak kecil.
“Kadong. Tau gak? Di taman ini, waktu itu, Elaine berantem sama ChelVan.”
“Hmm.” Di dekat papan jungkat-jungkit, Ghaida berjongkok mengambil sesuatu. “Dek, ini novelnya Elaine bukan, sih?” Tanya Ghaida sambil menunjukkan novel yang memang milik Elaine.
“Lah? Kayaknya sih iya tuh. Coba gw tanya Elaine, dah.” Nabilah lalu mengambil HP di kantongnya. “Ett busee! Apaan neh banyak banget notif dari Ayana.” Nabilah lalu membuka HPnya, dan mengecek Linenya. “Ngirim foto apaan nih bocah ke grup?” Nabilah lalu membukanya dan foto-foto yang dikirimkan dari HP Ayana itu sukses membuat matanya melebar.
“Dedong….” “Kadong….”
“Elaine…” Ucap keduanya bersamaan.
Nabilah menoleh menatap Ghaida yang sedang membaca surat yang ada dalam novel tersebut. Surat tersebut dilihatkannya pada Nabilah yang langsung membacanya. Nabilah menelan ludahnya lalu memperlihatkan foto-foto yang barusan dilihatnya pada Ghaida. Betapa kagetnya Ghaida melihat Tim Gesrek dan terutama Elaine yang sudah tak berdaya.
“Yabakune brengsek!!” Ghaida meremas surat tersebut dan melemparnya. Lemparan surat tersebutpun ditangkap oleh seseorang.
~~~
“HAHAHAHA.” “Ternyata payah!” “Cuman segini doang!” “Kenapa Michelle sampai takut?!” Ucap SexySter bergantian sambil memandangi Elaine yang sudah terduduk lemas.
BRAG!!
Pintu itu kembali dibanting.
“Ghaida? Nabilah?!” Teriak Tim Gesrek.
Elaine menoleh melihat keduanya yang langsung berlari ke arahnya dan mendorong SexySter.
“Len? Kamu gak apa-apa?” Tanya Ghaida yang lansgung mengusap luka Elaine dengan sapu tangannya. Sementara Nabilah membantu Elaine berdiri.
“Kenapa kalian kemari?” Tanya Elaine dengan suara lemah.
“Jelaslah! Tim Gesrek itu sohib-sohib gw! Begitu juga elo!” Ucap Nabilah. Elaine menatap keduanya bergantian yang tersenyum padanya.
“Cukup basa-basi adegan persahabatannya. Menggelikan!” Bentak Manda. “Mending lo berdua gak usah macem-macem deh. Atau nyawa empat kunyuk itu bakal melayang!” Teriak Manda.
Ghaida yang terlihat emosi, nyaris saja maju menyerang ketiganya. Beruntung Nabilah mencegahnya.
“Len, ngerasa ada yang kurang gak?” Elaine menatap Nabilah dengan bingung. “Nih novel lo, barangkali mau dilempar.” Elaine mengambil novelnya dan tersenyum sambil menatap SexySter.
“Cukup sudah main-mainnya.” Elaine memejamkan matanya lalu dilemparlah novelnya.
Dengan secepat kilat, Elaine maju. Dengan tangan kanannya dia meninju Farin yang ada di sisi kanan Manda, lalu menendang Tya. Kedua gadis itu terjatuh, saat Manda belum siap, Elaine langsung menarik tangan kanan Manda, memelintirnya dan…
BUGH!

Dengan sikunya mematahkan tangan Manda. Tidak sampe situ, Elaine langsung menghajar leher Manda. Gadis itu jatuh dengan posisi terduduk. Ringis kesakitan begitu terdengar dari mulutnya. Saat Tya dan Farin ingin membantu Manda, Ghaida dan Nabilah langsung bergerak. Tak membiarkan Tya-Farin membantu.
Pertarungan 3 vs 3 terjadi. Walau kemampuan Ghaida-Nabilah sedikit dibawah Tya-Farin, setidaknya itu membantu Elaine. Elaine yang sesungguhnya kemampuannya jauh di atas mereka semua. Saat Nabilah yang sudah terluka itu akan dihajar Farin… dari belakang, Elaine merangkul leher Farin dan langsung menjatuhkan gadis itu selayaknya smackdown.
Elaine berputar dan…
BUGH!!
Dengan sikutnya menghajar dagu Farin dangan posisi mereka yang tiduran itu. Elaine lalu bangkit dan…
BUGH!!
Selayaknya smackdown menghajar perut Farin yang tentunya masih tiduran itu dengan sikutnya. Elaine kembali bangkit, dan dengan cepat berlari loncat dan menendang Tya. Tubuh Tya langsung terdorong dan menabrak tembok dengan kerasnya. Tya berbalik dan mendapati Elaine…
BUGH!!
Keras, sangat keras. Itulah yang dirasakan Tya yang langsung tersungkur saat Elaine menghajar ulu hatinya. Darah segar dimuncratkannya dan mengotori seragam Elaine yang sudah penuh darahnya sendiri.
Kini tinggal Manda yang masih tersadar. Dengan tatapan begitu tajam, Elaine menuju gadis itu. Tatapan mata yang sungguh menyeramkan. Elaine mengambil tongkat kayu yang sebelumnya dipakai Manda. Tanpa perintah, Ghaida-Nabilah memegangi kedua lengan Manda.
Manda begitu ketakutan saat menatap Elaine. Manda sudah tak mampu lagi berkelahi, apalagi setelah tulang lengan kanannya dipatahkan Elaine. Elaine memegangi rambut Manda, ditariknya rambut Manda yang otomatis juga Elaine menarik kepala Manda.
Dengan tangan kanannya, Elaine melayangkan tongkat kayu tersebut dan….
PRAK!!
Manda yang menutup matanya karena takut, membuka matanya. Dengan takutnya menatap Elaine yang ternyata tidak memukul dirinya dengan tongkat tersebut, melainkan malah mematahkan kayu tersebut dengan tangan kirinya. Setengah tongkat kayu tersebut jatuh di depan tubuh Manda, sementara setengah tongkat kayunya masih di bawa Elaine yang berjalan dengan gontai mendekati empat anggota Tim Gesrek.
Dibuangnya tongkat tersebut. Sambil tersenyum miris, Elaine membukakan tali yang mengikat leher Dena. Ghaida-Nabilah saling bertatapan dalam tanya, mengerti Elaine tak akan pernah benar-benar menghabisi musuhnya, mereka melepaskan Manda dan membantu Elaine melepaskan tali yang mengikat anggota yang lainnya.
Akhirnya setelah membereskan barang-barang mereka, sambil saling menopang atau berangkulan, mereka keluar dari gudang tersebut. Melihat pemandangan itu, Michelle merasa geram. Tak habis pikir bahwa Elaine mampu mengalahkan SexySter walau dengan ancaman seperti itu (nyawa Tim Gesrek akan melayang).
“Hey bocah Yabakune.” Panggil seseorang dari belakang Michelle dan Nadse. Keduanya menoleh, ternyata seorang yang tidak asing untuk Michelle -namun asing untuk Nadse- yang memanggilnya. “Pertarungan licik seperti itu tidak akan pernah bisa mengalahkan Elaine. Sekaligus ada seorang Andela Yuwono di gudang itu.”
Michelle tersenyum licik mendengar itu. “Aku baru sadar. Kau ini Shania Gracia. Sahabat Elaine-”
“Mantan sahabat kalau boleh dikoreksi.” Ucap Gracia sambil tersenyum.
“Hmm. Kudengar, bukannya kau tidak tertarik dengan hal seperti ini? Hal yang menyangkut Majijo?”
“Memang tidak. Hanya saja, aku tak ingin. Elaine dikalahkan sebelum bertarung denganku.” Gracia kembali tersenyum sebelum berbalik untuk meninggalkan keduanya.
“Ahh!! Jadi kau ingin membalaskan dendam kematian--”
SRET!!
Sebuah foto dilemparkan Gracia ke wajah Michelle, beruntung Michelle dapat menangkapnya. Kalau tidak ujung foto tersebut pasti sudah mengenai matanya.
“Jangan ikut campur. Karena aku tak akan mencampuri urusan kalian.” Ucap Gracia sebelum benar-benar pergi.
Michelle lalu melihat foto yang berisi foto dirinya bersama Nadse. Michelle lalu tersenyum. “Menarik.”
~~~
Berita pertarungan Elaine dengan SexySter itupun dengan cepatnya menyebar ke seluruh penjuru kota. Ya, tidak hanya di Majijo, tapi juga di Yabakune dan di sekolah-sekolah lainnya. Tentunya berita kemenangan Elaine itu juga sampai kepada mereka yang katanya petinggi di sekolah masing-masing. Tentunya Desy-Okta yang sedang membeli es krim juga sudah mengetahui hal itu.
Saat mereka berbalik, tanpa sengaja mereka bertabrakan dengan dua orang yang juga ingin membeli es krim, tentu saja akibat trabakan itu, es krim milik Okta mengotori baju kedua orang yang ditabrak mereka.
“Aduh, mohon maaf. Kami tidak sengaja.” Ucap Desy sambil membungkuk tanda meminta maaf.
“Waduh. Baju kita jadi kotor nih!!” Bentak gadis berkulit hitam.
“Baju kita mahal tau!” Bentak gadis berkulit putih.
Okta terlihat ingin menangis karena dibentak seperti itu. Apalagi es krimnya juga ludes. Melihat itu, Desy merasa pusing. Tanpa sengaja, Desy melihat pin Majijo yang ada dibalik baju yang dipakai kedua gadis yang ditabraknya. Tak ingin menambah panjang masalah, Desy menghela nafasnya, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu.
“Ini sebagai gantinya, buat bersihin.” Ucap Desy. Melihat itu, Okta langsung menatapnya heran.
“Cidey, kok?” Desy hanya menggeleng.
“Lo berdua… anak Yabakune, ya?” Tanya si gadis berkulit putih.
“Serius, Cil?”
“Liat itu yang di leher mereka, Chel. Pin Yabakune, kan?” Ucap siapa lagi kalau bukan Vanka. “Wah, wah, kayaknya Yabakune takut nih sama Majijo sampe pake uang gitu. Hahaha.” Ledek Vanka.
Mendengar itu, amarah Okta meningkat. Inginnya menghajar, namun tangan kanannya tertahan karena terborgol dengan tangan kiri Desy.
“Cidey, mereka ngeledek Yabakune dan Cidey.”
“Biarkan. Kita gak boleh gerak sebelum dapet perintak Kak Je.”
“Wah. Wah. Badan gede doang ternyata penakut.” Ledek Vanka kembali. “Hahahaha.” Duo ChelVan itupun tertawa.
“Cidey~~”
“Gak Ota.”
“Cidey, Ota gak terima. Please, Cidey.” Pinta Okta dengan muka memelas.
Desy kembali menghela nafasnya. “Sebentar dan jangan sampai parah.”
Cklek.
Borgol yang mengunci lengan kanan Okta dilepaskan dan…
BUGH! BAGH! BUGH!!
Desy memejamkan matanya sambil menunggu Okta, tidak sampe 10 menit…
“Cidey~” Okta memeluk Desy dari belakang. “Udah.” Desy langsung menoleh.
Borgol kembali dipasang Desy di lengan kanan Okta. “Yaudah kita balik.” Keduanyapun pergi meninggalakan Vanka dan Rachel yang sudah terkapar.
~~~
Di dalam ruangannya, Melody duduk memejamkan matanya. Dipijatnya keningnya yang terasa pusing. Siapa sangka, pertarungan Yabakune-Majijo tiba-tiba dimulai dengan seperti ini. Kinal hanya duduk diam di hadapan Melody.
“Teh…” Panggil Kinal pelan.
BRAK!
Pintu ruangan Melody dibuka kasar oleh seseorang yang ternyata adalah Frieska. Dengan emosinya Frieska langsung mendekati sang kakak.
“Teh, ini gak bisa dibiarin. Rappapa harus gerak!” Ucap Frieska dengan nada agak keras. “Teteh!”
BRUG!
Tiba-tiba Melody memukul mejanya. “Teteh juga tau. Tapi gak sekarang. Pokoknya jangan ada yang bergerak sebelum aku bilang iya.” Ucap Melody sambil menatap Kinal dan Frieska bergantian. “Sekarang tolong kalian berdua keluar.” Dengan malasnya, Frieska keluar dari ruangan tersebut.
Melody membalikan badannya dan menatap pemandangan di luar jendelanya.
“Teh…”
“Biarin aku sendiri, Nal.” Kinal menghela nafasnya, lalu keluar setelah membungkuk hormat pada Melody.
Di luar anggota Rappapa terlihat menunggu Kinal. Terutama Frieska yang entah kenapa terlihat bernafsu sekali. Kinal membanting tubuhnya di kursi yang suka di duduki Beby. Dia menghela nafasnya dan menatap keempatnya secara bergantian dan berakhir di Nobi.
“Nobi…”
“Siap.” Nobi langsung berdiri dengan tegap.
“Awasi anak itu, tapi jangan lakukan apapun sebelum Teteh bilang iya.” Nobi langsung membungkuk hormat dan pergi dari ruangan milik Rappapa itu.
Jadi…. Apa Rappapa sudah mulai bergerak?
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ada pertanyaan baru yang muncul dibenak kalian? Hehehe. Ditunggu ajalah.
Btw, udah pada tau siapa ketua Yabakune? Harusnya sih udah :v
Yaudah segitu aja ah.

Next: Rappapa akhirnya bergerak?! Nobi vs Elaine. Perlahan kisah di masa lalu semakin terungkap…
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

3 comments:

  1. yah klo dr panggilannya kak je trus hubungannya sma kinal
    pasti si mba badai/jessica positive kan.

    permintaan maaf di terima
    puas banget bacanya hr ini
    makasih kakmin

    ReplyDelete
  2. Maish bingung. Tapi seru/?. Desta nya ngeri tapi ena/?

    ReplyDelete
  3. Ku penasaran hub antara wakil ketua majijo sama ketua yabakune

    ReplyDelete