Dapet kiriman FF lagi dari orang, ehehe.
BebKwek (eh BobKwek sih tepatnya) gitu deh~ ngiahahah~
Sebut aja authornya 'Mister Potato' wkwk
Oh iya, sepenggal kata-kata dari authornya:
Biar lebih
drama baca sambil denger lagu apa aja, terserah yang baca
Cerita ini sudut pandangnya dari Elaine bukan orang ketiga atau keempat
Cerita ini sudut pandangnya dari Elaine bukan orang ketiga atau keempat
MALAIKAT TANPA SAYAP
Bayangin aja foto diatas itu Boby ama Elaine =) |
London,
6.30 PM
Orang-orang bilang hidupku sempurna,
punya segalanya. hidup bergelimang harta, orang tua yang menyayangiku, punya
wajah cantik, populer, disukai banyak lawan jenis, tapi semua itu.. kata mereka
“Elaine.. cepetan nanti telat.” Aku
merapikan dress coat yang kukenakan dan sekali lagi memperhatikan kaca lalu
meraih notes kecil berwarna biru sapphire dan mendekapnya di dada, notes itu
selalu aku isi dan bawa kemanapun. Setelah kejadian itu semuanya berubah
“I am coming.” Jawabku sambil menyusuri
anak tangga, mama menunggu dibawah dengan penuh senyum tapi jelas kerut
wajahnya menceritakan bagaimana ia memikirkan aku dan segala tentangku terlalu
banyak. Di ujung anak tangga aku kehilangan keseimbangan tapi dengan cepat aku
berdiri tegak lagi. Raut wajah mama berubah drastis, ia lalu mendekatiku dengan
khawatir
“Pake kesandung segala... aku gapapa
kok, Ma.” Kataku untuk menenangkan, jelas sekali ia khawatir, tapi aku
baik-baik saja. Mereka tidak tahu jika aku adalah gadis yang lemah,
menyusahkan, aku bukanlah apa-apa setelah hari naas itu, aku hanya salah satu
diantara orang-orang tak berguna di dunia ini, sampai hari keempat saat aku
dirawat di rumah sakit, aku hanyalah sampah.
“Kamu yakin mau mengambil jurusan
itu? Apa gak takut keberatan nantinya?” Aku menatap mama dengan yakin memberi
tahunya jika pilihanku sudah mantap.
“Mama sih gak ngelarang, tapi mama
takut kamu gak bisa ngi....”
“I am okay, just trust me, Mom...” Dia
tersenyum lembut mengalah kepada anaknya yang keras kepala ini. Aku menyandang
tasku yang berisikan buku dan alat tulis kuliah. Beliau mengantarku sampai
mobil lalu mengecup pipiku hangat
“Hati-hati ya, Len..” Kujawab dengan
senyuman tanda mengerti perkataan mama.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Handphoneku berdering, aku meraba
isi tasku dan meraih benda kecil yang bergetar itu tanpa melihat siapa yang
memanggil, karena aku tahu siapa dia.
“Kamu
dimana sih, Len?” Serbunya dan aku hanya bisa menjauhkan handphoneku dari
telinga lalu tertawa.
“Biasa aja bisa kali Gre, aku lagi
on the way, baru sampe Great West Road.”
“Gila..
masih jauh banget! Cepetan deh aku bete nih sendirian, nungguin kamu sampe
lumutan.”
“Iya bawel.”
Ya dia Shania Gracia, sahabatku
sejak SMP, dia kuliah di universitas yang sama denganku, dia mengambil jurusan
sosiologi sedangkan aku bisnis. Dia dua tingkat di atasku, ya harusnya aku satu
angkatan dengannya tapi karena kecelakaan dua tahun yang lalu, aku baru bisa
mulai berkuliah saat ini.
Bulan ini London sudah memasuki
musim gugur.. aku terdiam sambil memandangi jalanan kota London.. tiba-tiba
pikiranku melayang ke masa itu..
Flashback
on two years ago..
“PERGIIIIII AKU BILANG PERGIIIIII!!
Aku membanting apa yang bisa kuraih dengan tanganku. Nafasku naik turun tak
teratur, sprei biru yang menjadi alas kasurku kini sudah tak berbentuk lagi,
perawat yang memegang nampan mundur ketakutan, berusaha menenangkanku tapi
tidak bisa, aku terlalu labil.
“Tapi Elaine harus makan.. katanya
mau cepat...”
“APA? CEPAT SEMBUH? GAK! AKU GAK
AKAN SEMBUH HANYA KARENA MAKAN DAN MINUM OBAT! AKU GAK BISA DISEMBUHKAN DENGAN
CARA ITU!” Aku tahu teriakanku mengganggu penghuni rumah sakit yang lain tapi
aku tidak peduli, emosiku benar-benar labil semenjak kecelakaan yang menimpaku
empat hari yang lalu. Aku benci berada disini. Aku benci pada mobil sialan yang
menyebabkan aku menabrak pembatas jalan, aku benci Tuhan karena membiarkan ini
semua terjadi dan aku membenci-Nya karena dia membuat duniaku menjadi gelap.
“BERISIK! KAMU PIKIR CUMA KAMU DOANG
YANG PUNYA MASALAH DI DUNIA INI? SUARA KAMU GANGGU TAU GAK? KALO MAU TERIAK
SANA DI LAPANGAN SEKALIAN!” Suara itu muncul dari arah kananku, setahuku aku
dirawat di ruang VIP yang berarti hanya ada satu orang dirawat dikamar ini,
lalu siapa dia?
“KAMU SIAPA?” Teriakku tak kalah
keras. Tiba-tiba aku merasakan ada yang menyibak gorden yang ada disisi tempat
tidur, langkah kaki terdengar pertanda orang itu mendekat.
“Aku? aku malaikat yang kebetulan
lewat terus keganggu karena suara teriakan kamu itu.” Lucu sekali orang ini.
Dia ingin membodohiku.
“Aku tau aku buta, tapi aku nggak
sebodoh yang kamu kira.”
“Aku memang malaikat, malaikat yang
diutus Tuhan untuk mencabut nyawa... tapi tugasku terganggu karena mendengar
suara teriakan dari kamu tadi.” Kata dan suaranya semakin dekat. Aku penasaran
dia itu orang macam apa.. bisa-bisanya di zaman seperti ini menganggap dirinya
sendiri malaikat, gila. Kukira omongannya hanya lelucon, ternyata aku salah
tentangnya.
“Oh ya? Kalo begitu kenapa kamu gak
sekalian cabut nyawaku sekarang? Dari pada aku harus terus menyusahkan orang
lain.” Aku mendengar dia melangkah lagi semakin dekat dan sepertinya dia duduk
di tepi tempat tidur dekat kakiku.
“Jadi apa dengan mati kamu tidak
akan menyusahkan orang lain lagi?” Tanyanya yang membuatku mengernyitkan dahi
lalu mengangguk.
“Iya, kalau masih hidup, aku gak
berguna karena tidak bisa melakukan apa-apa. aku membutuhkan orang lain dan itu
menyusahkan.”
“Apa kamu pikir kamu akan menggali
kuburan sendiri? Mengubur dirimu sendiri? Terus juga berdoa untuk dirimu
sendiri gitu?” Tanyanya yang sontak membuatku terdiam. Lalu aku mendengar bunyi
suara meja lipat yang dibuka dan nampan diletakkan di atasnya.
“Kamu harus belajar bersyukur dari
sekarang ya Nona Elaine Hartanto.” Tiba-tiba sesuatu menyentuh bibirku yang
kuyakini adalah sendok. Aku memalingkan kepala menolak sendok itu dan dia
menjauhkannya.
“Aku akan mengambil nyawamu kalau
sudah waktunya, sekarang kamu harus sabar dan bertahan, paling tidak untuk
kedua orang tua dan dirimu sendiri. Mengerti?” Aku tak menjawabnya lalu ia
menghela nafasnya secara kasar. Dan tiba-tiba aku meresponnya dengan
memalingkan wajahku kembali dan membuka mulut, dia dengan cepat memasukkan
sesendok makanan ke dalam mulutku.
“Alasan kamu gak masuk akal.” Jawabku
ketus.
“Tidak semua yang ada di dunia itu
masuk akal.. udah deh. Mimpi kamu gak akan terhenti hanya karena kamu gak bisa
ngeliat.. masih ada jalan lain untuk membuatmu bisa melihat lagi dan menggapai
mimpi itu.”
“Nggak, aku buta dan itu berarti aku
gak berguna.”
“Jadi kalo gak buta kamu merasa
bakal berguna?” Hening. Aku lagi-lagi terdiam karena ucapannya.
“Orang buta juga masih bisa
beraktifitas layaknya orang normal.”
“Sok tau!”
“Taulah, aku kan malaikat.” Dia
menyuapiku lagi dan aku tahu kalau dia tertawa. Aku memegang punggungnya,
rupanya dia cukup terkejut dengan perlakuanku.
“Kau tidak memiliki sayap. Jadi kamu
bukan malaikat.”
“Baweell.”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dua bulan sudah aku disini setelah
pertemuanku dengan malaikat itu. Malaikat itu bernama Boby, aku cukup senang
dengan kehadirannya. Ku kira dia disini karena ada anggota keluarganya yang
dirawat namun aku baru tahu kalau ternyata dialah yang dirawat disini.
Katanya dia mengidap flek paru-paru
karena sering menghisap asap kendaraan bermotor.
“Hai Nona Elaine.. bagaimana
keadaanmu hari ini? Membaik?” Tanyanya sambil menghampiriku yang sedang
mendengarkan lagu.
Senyum yang lenyap perlahan kembali
datang, emosi yang meledak berubah menjadi kesenangan yang tak tergambarkan,
dan kegelapanku perlahan-lahan berubah kembali terang.
“Mau makan di taman?” Tanyanya dan
tentu saja aku mengangguk setuju. Dia selalu menghampiriku setiap hari, kamar
rawat kami bersebelahan, dan entah kenapa aku tak lagi membenci Tuhan dan
takdirnya.
Sejak Boby ada, perlahan aku mencoba
berani untuk aktif kembali. Dimulai dari hal kecil seperti mengambil gelas
dimeja dan bahkan berjalan ke toilet sendiri. Namun jika ada dia aku hanya
ingin dia menuntun atau mendorongku dikursi roda, apapun itu asalkan bisa
selalu dekat dan mendengar suaranya rasanya ada satu energi bertambah setiap
hari. Kegelapanku tak segelap dulu meskipun aku tahu kalau aku akan buta
selamanya jika dia tetap disisiku itu lebih dari cukup, keberadaanya cukup
untuk menjadi lenteraku.
“Dari dulu kamu gak pernah cerita
tentang cinta, bosen nih ngomongin tentang mimpi terus.”
Kataku setelah selesai makan siang
dengannya. Tiba-tiba dia menarik rambutku dengan kencang yang sontak membuatku
kaget.
“Aduh! Kok dijambak?”
“Bosen? Eh justru karena mimpi dunia
ini gak ngebosenin lagi.” Katanya dan membuatku tertawa.
“Oh ya? Kalau gitu kamu cuma mimpi
doang dong? Haha.” Kataku bercanda, tiba-tiba dia merangkul bahuku dengan
tangannya dan itu membuat jantungku berdegup tak karuan.
“Iya, soalnya aku bikin kamu gak
bosen lagi, ya?” Tanyanya. Pukulan ringan melayang dan mengantam kepalanya, dia
meringis kesakitan dan kamipun tertawa namun tawa itu reda ketika tanganku yang
masih menempel dikepalanya diraih oleh jemarinya, ia menuntun tanganku turun ke
pipinya. Aku mengangkat tanganku yang satu lagi untuk memegang kedua pipinya,
ku elus perlahan dan aku dapat merasakan matanya sedang menatapku. Andai saja
mata ini bisa melihat kedua bola matanya.
“Pipimu bolong..” Ucapku saat
menyentuh pipinya. “Hidungmu mancung..” Tanganku menyentuh hidungnya. “Alismu
tebal.. kamu memakai kacamata.” Tambahku lagi seraya mengelus lembut alis dan
menyentuh kacamatanya. “Dan kamu...” Aku berfikir kalimat apa yang cocok untuk
mendeskripsikannya, perasaanku sangat menggebu-gebu ingin melihatnya dan
menatapnya.. tapi sayang aku tak bisa.
“Tampan..” Sambungnya dan membuat
otakku refleks memerintahkan tanganku untuk menjitaknya.
Pletak!
“Aduhh! Heh tau gak kalau jitak
malaikat itu perbuatan yang dilarang?” Katanya yang sontak membuatku tertawa
geli.
“Kamu itu bukan malaikat.. Kita main
realistis aja deh sekarang, lama-lama kita bisa gila.” Dia menyentil hidungku
dan membuatku mundur beberapa centi.
“Kadang yang realistis itu gak
keliatan dan semu.. dan kadang yang cuma khayalan itu beneran ada.”
“Iya Tuan Boby, just as you say.
It’s up to you.”
Aku tak melihat jika terkadang
malaikat itu datang tanpa sayap dan cahayanya, aku tak melihat jika tak
selamanya malaikat itu bersayap, seperti malaikatku. Dia hanya manusia biasa
yang membuat hidupku berbeda.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam ini terasa dingin, tak terasa
sudah 4 bulan aku berada disini dan mengenal Boby. Aku tengah duduk dikamarku
menunggu dia yang biasanya akan datang dengan seenak jidatnya ke kamarku dan
membawaku ke taman rumah sakit untuk bercerita. Tapi malam ini dia tak datang,
berapa lamapun aku menunggunya namun dia tetap tak datang hingga aku tertidur
dan pagipun datang.
Hari terlewati begitu cepat dan Boby
tetap tak datang, hingga tepatnya saat malam sebelum ulang tahunku aku
mendengar mama menangis setelah dokter memanggilnya, setauku dokter bilang
kalau tak ada donor mata untukku dalam waktu dekat ini, aku diperbolehkan untuk
pulang dan menunggu di rumah tapi aku tahu kalau itu berarti memang tak akan
ada donor mata untukku dan itu membuatku seperti ditimpa berton-ton batu, aku
menangis.
Keinginanku untuk hidup normal
sepertinya tinggal harapan, kesempatanku untuk melihat Boby ternyata hanya
mimpi belaka. Tuhan kenapa kau menempatkan aku di posisi seperti ini lagi? Boby
tak kunjung datang hingga jam menunjukan pukul sebelas empat puluh, aku pernah
berharap kalau dia akan ada disampingku menghitung mundur detik menuju usiaku.
Aku ingin bertambah usia disisinya, tetapi dia tak ada. Padahal ia berjanji
akan memberikanku hadiah spesial, namun sampai saat ini ia tak pernah datang
menghampiriku.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dua hari setelah ulang tahunku, Boby
masih tak kunjung datang menghampiriku meski hanya untuk mengucapkan selamat.
“Suster Natalia..” Panggilku ketika
suster yang biasa membawakan dan menyuapiku makanan selama Boby tak ada itu
selesai menyuapiku.
“Iya Elaine.. Kenapa?” Tanyanya
halus, aku sedikit malu ingin menayakan tentang Boby padanya namun aku sungguh
penasaran
“Boby..”
“Oh pasien kamar sebelah yang tampan
itu?” Hening. Aku hanya diam dan sepertinya dia tertawa kikuk.
“Hehehe maksudnya, saya tidak tau. Karena
tidak kebagian mengurus dia jadi saya tidak begitu tau. Maaf ya.” Aku
mengangguk lemah lalu membiarkannya keluar.
Aku benci Boby. Tapi sebenarnya aku
tak bisa untuk membenci manusia itu..
Malam ini aku meminta suster Natalia
mengantarku ke taman meskipun awalnya dia menolak tetapi dengan sifat keras
kepalaku akhirnya berhasil meluluhkannya. Aku tidak menyangka kalau aku akan
bertemu dengan Boby disana. Suster Natalia yang memberitahuku kalau Boby juga
disana dan sedang duduk di kursi taman. Aku mendekat, aku mengenali harum
tubuhnya. Dia tak berbicara sampai aku memulai pembicaraan terlebih dahulu.
“Kamu kemana aja?” Tanyaku datar.
Tetapi dia tak bergeming dan aku mengulang lagi pertanyaan itu. “Kamu kemana
aja Boby Caesar Anandila?”
“Gak kemana-mana.” Jawabnya singkat
dan dingin. Aku merasakan hatiku ngilu, sakit mendengarnya yang berbeda seperti
itu.
“Oh gitu. Kamu gak ngabarin aku
selama berhari-hari, bahkan dihari spesial akupun kamu gak dateng. Kenapa? Kamu
bosen nemenin orang buta kayak aku?” Lagi-lagi emosiku labil. Mungkin ini
karena kabar mengenai donor mata yang membuatku hopeless dan desperate.
“Aku.......”
“Udahlah Bob.. Aku memang seharusnya
gak terlalu banyak berharap sejak awal. Aku harusnya sadar kalau Tuhan itu
memang merencanakan sesuatu yang membuatku terus menerus berada di lowest
point. Dan dengan adanya kamu.. aku semakin terpuruk.”
“Aku gak kenal sama Elaine yang
membenci Tuhannya sendiri. Aku udah pernah bilang sama kamu kalau bukan cuma
kamu yang punya masalah. Masih banyak diluar sana yang lebih menderita dari
kamu! Harusnya kamu itu bersyukur karena Tuhan masih memberikanmu kesempatan
untuk bisa tersenyum walaupun Tuhan sedang mengujimu. Orang-orang diluar sana
banyak yang gak tau gimana rasanya bahagia. Cuma satu yang membuat mereka
bahagia, Tuhan masih mengizinkan mereka untuk bernafas.” Aku merasakan air mata
mengalir perlahan tapi dengan cepat aku mengusapnya. Aku tidak lemah.
“KAMU GAK AKAN PERNAH NGERTI GIMANA
RASANYA JADI AKU! KARENA KAMU GAK NGALAMIN INI” Aku memutar kursi rodaku
berbalik untuk masuk ke dalam tapi aku mendengar suara Boby yang pelan namun
tajam.
“Oh ya? Kalau kamu jadi aku. Mungkin
kamu gak akan mau lagi hidup!” Aku tak menghentikan putaran rodaku, aku hanya
ingin menjauh darinya. Aku benci dia.
Kata orang penyesalan itu selalu
datang belakangan dan rasanya amat sangat menyakitkan. Aku tak peduli tentang
itu sampai akhirnya penyesalan datang padaku.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dua bulan kemudian..
Aku ada dirumah dan hidupku
benar-benar terasa sepi. Aku baru sadar kalau ternyata aku buta..gelap. Boby
benar-benar penerangku, dia tak membiarkanku kegelapan sama sekali. Aku
menghela nafasku sambil mendengarkan suara musik yang mengalun sampai tiba-tiba
mama masuk ke kamarku. Dia mengelus rambutku lembut, dan aku tau kalau sedang ada
sesuatu.
“Lagi kangen seseorang, ya?” Tepat.
Aku merindukan Boby. Sangat-sangat merindukannya.
“Yaudah yuk kita main ke rumah sakit.”
“Beneran Ma? Eh tapi apa Boby masih
dirawat disana?” Tanyaku dan lagi mama mengelus rambutku.
“Iya, mama kan kenal sama mamanya Boby.”
Aku hanya ber-oh ria. Lalu bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Aku tak
peduli dengan masalah yang membuat kami tak berbicara satu sama lain sampai
membuatku ingin pulang kerumah dua bulan yang lalu. Yang aku inginkan bertemu
dengannya dan menyatakan kejujuran.
Suasana rumah sakit sudah membuatku
terbiasa. Aku berdiri dibelakang mama karena nyaliku yang tadinya besar tiba-tiba
menciut. Aku ragu kalau Boby mau berbicara lagi denganku. Ketika aku dan mama
masuk ku dengar suara tante Cindy menyambut kami.
Beliau memelukku. Aku sama sekali
tidak mendengar suara Boby. Mungkin dia sedang keluar atau tidur. Tapi
tiba-tiba tante Cindy menarikku ke arah kasur
“Boby.. lihat siapa yang datang”
“Nggggh..”
“Nggak usah dibangunin Tante, kasian.”
Kataku lembut. Tante Cindy tiba-tiba terisak lalu mencium pipiku sekilas.
“Gapapa. Tante titip Boby sebentar
ya. Tante mau ke kantin rumah sakit dulu sama mama kamu.” Katanya dan hanya
kujawab dengan anggukan. Setelah mereka keluar aku mendekati Boby dan tiba-tiba
dia bersuara.
“Elaine...kamu...”
“Aku kangen sama kamu..” Putusku
sambil memeluk lehernya. Ia tak beranjak bangun dari tidurnya ataupun membalas
pelukanku.
“Aku juga.”
“Maaf.” Kata-kata itu terucap dari
mulut kami bersamaan. Aku rasa air mata sudah menumpuk dipelupuk kedua mataku.
“Jangan... aku mohon jangan menangis.”
Tiba-tiba tangannya menyentuh pipiku lemah. Dia kenapa sebenarnya? “Aku..”
“Kamu kenapa?” Tanyaku meminta dia
melanjutkan ucapannya namun dia malah menggenggam tanganku kuat.
“Aku sayang sama kamu, Elaine..” Tiba-tiba
tangannya menarik tengkukku dan langsung mengecup bibirku lembut.
“Aku juga...” Bisikku diakhir ciuman
kami.
Kalian tahu.. rasanya di ajak
terbang dan dijatuhkan sekaligus itu rasanya sangat sakit? Yap, sangat amat
sakit. Boby. Dia adalah malaikat kematian. Dia mengajakku terbang dengan sayap
tak terlihat miliknya, dan ketika sampai di dekat surga dia melepaskanku.
Membuatku terjatuh.
Flashback
end
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku memarkirkan mobilku di parkiran
kampus baruku. Ya, aku sudah sampai. Tak terasa perjalanan selama satu setengah
jam tadi membawaku ke masa-masa itu. Aku keluar dari mobil dan melihat
sekeliling, kampus ini.. University of College London. Pernah menjadi bagian
dari mimpi Boby.
Aku berjalan ke arah kursi taman,
setengah jam lagi aku baru akan masuk untuk jam kuliah pertama. Aku menjadi
mahasiswa fakultas Bisnis. Entah datang dari mana kegilaaan untuk mengambil
jurusan itu. Aku duduk dikursi taman dan membuka kembali notes kecilku untuk
menulis sebuah catatan singkat.
Catatanku
tersayang, tak terasa besok aku akan menginjak 20 tahun. Usia yang bukan lagi
tepat untuk menjadi labil. Dan tak terasa lembaran ini adalah lembaran
terakhirmu untuk aku isi. Aku pasti akan sangat merindukan menulis di kertasmu
yang mulai menguning dan kusam karena aku selalu membawamu kemanapun.
Catatan
sayang, aku rindu pada malaikatku, bagaimana keadaannya sekarang? Aku yakin
Tuhan akan menjaganya dengan baik. Dia adalah salah satu malaikat terbaik yang
diutusnya ke bumi untuk menuntun seorang gadis lemah buta yang butuh lentera.
Hari ini aku masuk kuliah, kegiatan yang seharusnya aku lakukan dua tahun yang
lalu, namun terhenti karena kecelakaan itu. Sekarang, aku akan memulainya dari
awal. Aku akan melakukan yang terbaik karena malaikatku melihatku dari sana.
-Elaine
Keesokan harinya…
Aku sedang tiduran dikasurku seperti
biasa sambil mendengarkan lagu. Aku membuka lagi dari awal lembar demi lembar
catatan kecil yang selama dua tahun menemaniku ini. Kisah dibaliknya adalah
kisah selama dua tahun aku mencintai malaikat kematian itu. Bukan berarti
setelah ini aku akan berhenti mencintainya.
Aku mencintainya sampai kapanpun,
meskipun aku dan dia tak mungkin bersama karena dunia kami yang berbeda. Dia
pergi tanpa mengizinkanku melihat wajahnya meski hanya sekali. Ah, tidak.
Sebenarnya dia tidak pergi. Dia ada didekatku, di pelupuk kedua mataku sejak
hari itu, sekarang dan hari-hari selanjutnya.
Flashback
on
Hari ini adalah hari dimana aku
menjalani operasi, dokter bilang donor mata untukku sudah ada. Selama operasi
berlangsung aku bermimpi melihat seorang laki-laki seusiaku yang mengaku
sebagai malaikat pencabut nyawa. Dia bilang kalau dia akan mencabut nyawaku
lain waktu karena ini belum saatnya.
Setelah itu dia tersenyum dan
terbang entah kemana. Aku membuka mata setelah enam jam mataku ditutupi oleh
perban. Aku membuka mataku dan melihat seperti ada Boby berdiri disampingku.
Meskipun tidak terlihat jelas namun aku yakin wajahnya sama persis seperti
dalam mimpiku itu. Lalu tak lama aku pun jatuh pingsan.
Aku tertidur seharian, obat bius
yang digunakan terlalu membuatku pusing dan mengantuk. Keesokan harinya. aku
bermaksud untuk menghampiri Boby ke kamarnya, tapi saat aku masuk ke ruangan Boby
disana kosong tidak ada siapa-siapa. Katanya Boby sudah dibawa pulang.
Apa kalian tahu?
Kejutan tidak selalu membahagiakan..
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku merasakan kakiku kehilangan
kekuatan untuk berdiri. Dunia seakan berhenti berputar. Langit seakan jatuh
menimpaku. Yang kulihat sekarang gelap mengelilingiku. Di tengah ruangan sebuah
rumah mewah itu terbaring kaku di dalam peti mati, malaikat tanpa sayapku.
Kukira malaikat itu akan bertugas
selamanya dibumi, tapi nampaknya tugasnya dibumi sudah selesai. Malaikatku di
panggil penciptanya.
“BOBY!!!!........” Teriakku
histeris, aku berlari ke arahnya. Aku menangis sambil menyentuh pipi, hidung
dan alisnya. Dingin menjalar ketika aku menyentuh semua ini. Kemana
kehangatanmu? Tiba-tiba Tante Cindy menghampiriku
“Elaine.. Ini hadiah ulang tahun
kamu yang ke 18. Boby baru bisa memberikannya sekarang. Mungkin ada
penjelasannya disana.” Tante Cindy menangis, matanya sembab tapi dia terlihat
tegar dariku yang justru tak bisa menahan air mata walau sedetikpun.
Kubuka kotak kecil itu yang berisi
sebuah notes kecil bersampul biru sapphire. Kubuka halaman depan dan mendapati
foto polaroid Boby sambil memegang kertas
HAPPY
BIRTHDAY ELAINE!!!!!
Ini hadiah
dariku untuk Nona Elaine Hartanto
-Boby
Kubuka halaman pertama buku ini..
Hai
cantik! Ini aku malaikat maut. Gimana foto yang di depan suka, gak? Oh ya buku
ini aku yang design sendiri. Walaupun simple tapi aku ingin buku ini diisi
tentang ‘kita’ berdua.
Pokoknya
notes ini berisi perjalanan kisah cinta kita. Nembak secara gak langsung tuh
sebenarnya. Hehe.
Berlanjut kehalaman kedua..
Apa kamu
tau hidupku berubah semenjak kehadiranmu? Si nona buta yang cantik jelita.
Semenjak hari pertama aku udah ngeliat kamu masuk ke ruangan sebelah ruanganku.
Dan dihari keempat kamu dirawat aku dapat kesempatan secara gak sengaja buat
deket sama kamu. Aku gak akan pernah menyesali itu semua. Aku udah di rumah
sakit ini hampir setahun. Perkembangan dari penyakitku.. gak ada. Sama aja.
Tapi karena ada kamu paling nggak aku gak pernah ngerasain sakit lagi. Kamu
manjur banget jadi obat buatku, hehe.
Halaman ketiga..
Elaine
malem ini aku berniat buat ngasih buku ini buat kamu. Tapi tiba-tiba kakiku gak
bisa digerakin. Aku jatuh dan aku takut kalau kamu tau apa yang sebenarnya
terjadi sama aku. Aku takut kamu marah karena aku udah bohongin kamu. Maaf ya Len..
Halaman keempat..
Aku rasa,
aku gak bisa nulis lagi untuk kamu..
Kemampuan
tanganku untuk bergerak sudah mulai menurun. Liat tulisanku ini udah kayak
ceker ayam. Aku gak bisa nemuin kamu malem ini maaf ya.. mungkin sampai
seterusnya aku gak bisa menuntunmu lagi.. aku lumpuh.
Aku mulai meneteskan air mata. Dan
membuka halaman selanjutnya
Halaman kelima..
Ini
saatnya aku jujur sama kamu, aku mau pergi tanpa menyimpan beban. Aku..sakit Len..
Aku bukan
sakit flek paru-paru melainkan sakit parah Len.. sakit ataksia. Penyakit ini
sempat buat aku marah. Marah karena kalau aku lumpuh nanti.. aku gak akan bisa
meluk kamu, menghapus air matamu. Maka dari itu saat kamu membaca ini aku harap
kamu jangan nangis ya.. soalnya jariku takut gak bisa digerakan buat hapus air
matamu. Aku benci sama penyakit ini Len. Aku takut jika sudah waktunya Tuhan
memanggilku, dia menghukumku karena tidak menjalankan tugas dengan baik. Aku
ini malaikat kematian kenapa malah berubah menjadi malaikat rupawan nan baik
hati yang membantu seorang gadis cantik.
Aku sayang
kamu, aku cinta kamu. Aku takut mulutku tidak bisa digerakan buat menyatakan
itu. Aku terlalu lama dalam bertindak.
Terima
kasih telah membuat hidupku berarti, membuatku menjadi sebuah lentera untukmu
itu amat sangat berarti. Terima kasih telah membuatku tersenyum di akhir-akhir
waktuku yang singkat ini. Terima kasih juga telah membuatku si malaikat maut
beralih profesi menjadi malaikat baik hati (?). Aku mau kamu mengenangku
sebagai kenangan terindah.
Halaman keenam..
Maaf
karena aku meninggalkanmu. Tapi sebenarnya aku tak pernah benar-benar
melakukannya, aku pergi bukan untuk meninggalkanmu tapi justru menjadi abadi
bersamamu, karena aku akan selalu hidup dalam mata dan hati kamu.
-Boby,
malaikat maut yang rupawan
Basah. Lembaran notes ini basah oleh
air mataku yang mengalir. Aku menangis sejadi-jadinya mengenang malaikatku.
THE END
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca cerita
ini.. salam #BebKwek Defender.. haha..hihi
-Mister Potato #DHW-
Sampe nangis aku bacanya :'( sumpah baper bgt. Feel nya dpet. Lanjutkan thour
ReplyDeleteNangis aku kak :''(
ReplyDelete“Kadang yang realistis itu gak keliatan dan semu.. dan kadang yang cuma khayalan itu beneran ada.”
ReplyDeletelike that one.
nais stoly
hidup BebKwek!!
Terimakasih atas informasinya Obat Benjolan Di Ketiak Kiri
ReplyDelete