Akhirnya apdet lagi~~
Btw, maaf nih, disini adegan fightingnya seiprit banget wkwk.
Soalnya fokus ke cerita masa lalu....
Langsung aja
Happy reading~~
*semoga gak bikin batal puasa*
Majisuka Gakuen (JKT48)
Ciee yang kemaren Danso~~ |
Chapter 5
Semenjak pertarungan dengan
SexySter, Elaine tidak lagi masuk sekolah. Kabarnya sih luka di tubuhnya cukup
parah. Menyebabkan gadis itu harus beristirahat. Sudah 4 hari semenjak Elaine
tidak masuk dan seperti biasa, Ghaida dan Duo ChelVan ikut nimbrung makan sate
bersama Tim Gesrek di kelas 2-4.
*Elaine-nya istirahat dulu gan!*
“APA?! KALIAN BERANTEM SAMA ANAK
YABAKUNE?!” Kaget Tim Gesrek dan Ghaida bersamaan.
“Ssstt!! Aduh jangan
teriak-teriak! Rachel juga ngapain sih cerita-cerita.” Omel Vanka.
Ditengah obrolan mereka, Gracia
tiba. Dan tentunya dapat mendengar obrolan mereka yang cukup keras itu.
Mendengar Yabakune disebut, Gracia langsung mendekat ke arah mereka.
“Kalian berantem sama anak
Yabakune?” Tanya Gracia to the point.
Mereka semua langsung menoleh ke
arah Gracia. Entah kenapa Vanka dan Rachel terlihat takut.
“Ciri-ciri anak Yabakunenya
seperti apa? Apa memiliki tahi lalat di pipinya? Atau-”
“Bukan. Gak ada tahi lalatnya.
Anaknya tinggi-tinggi.” Ceplos Rachel.
“Tinggi-tinggi? Lebih dari satu
orang?”
“Iya ada dua-”
Pletak!
Kepala Rachel-pun dijitak oleh
Vanka.
“Aduh! Sakit Tacil.” Ucap Rachel
sambil mengusap-usap kepalanya.
Gracia hanya menggeleng lalu
kembali keluar setelah menaruh tas dan mengambil tas kameranya. Dia berjalan
melangkahkan kakinya menuju atap sekolah mereka. Tempat paling favorit untuk
menenangkan diri. Saat Gracia tiba disana, sudah ada seorang Melody yang sedang
memandangi langit di atas sekolah mereka yang sedikit mendung.
“Gracia.” Panggil Melody pelan
lalu menatap Gracia yang reflek langsung membungkuk hormat. “Apa kamu tahu
rasanya berpisah dengan sahabat karena kesalah pahaman?” Tanya Melody tanpa
menatap Gracia. Gracia mendekatkan dirinya pada Melody.
“Mungkin.” Jawab Gracia lalu
memandangi pemandangan di bawah sana.
“Yabakune mulai bergerak. Dan
mereka mengincar anak baru yang belum ada dua bulan disini. Kamu tahu kenapa?
Dia sahabatmu, kan?” Kali ini Melody bertanya sambil menatap Gracia.
Gracia melirik sekilas pada Melody
lalu tersenyum. “Dia cuman mantan sahabat.”
“Hmm. Tapi, pada nyatanya, kau
tidak akan pernah melupakan benar-benar seseorang yang sudah dianggap sahabat
itu. Iya, kan?” Saling tatap terjadi antara Melody dan Gracia. Keheningan
tercipta diantara keduanya. Angin yang berhembus mengibaskan rambut panjang
keduanya.
Melody tersenyum miris. Di
pikirannya dia memikirkan, seseorang yang kini menjadi petinggi sekolah yang
menjadi rival sekolahnya….
BRAK!!
Di hadapan Desy, ketuanya memukul
keras tembok sampingnya sambil menatapnya tajam. Di belakang Desy, seorang Okta bersembunyi dengan menahan tangisnya. Terlihat begitu ketakutan. Desy terus
menunduk, tahu atas kesalahannya.
I really like this photo kyaaaa~~ Pipinya itu lohhh~~ |
“Udahlah, Je. Okta sama Desy kan
gak sengaja dan gak ada maksud. Mereka juga dipancing, kan.” Ucap Naomi yang
sedang mengupas kulit apel.
Tiba-tiba tangan yang sedang sibuk
mengupas itu, ditarik seseorang, badannyapun di dorong hingga menabrak tembok.
Tangannya dicengkram kasar, sampai pisau yang dipegang Naomi jatuh.
“Tetep aja mereka melakukan
sesuatu yang belum gw izinkan!” Bentak gadis yang tubuhnya lebih tinggi dari
Naomi itu.
“Kak Je, Desy minta maaf. Desy
siap terima hukuman kalau memang itu harus. Tapi, mohon jangan hukum Okta.”
Ucap Desy sambil membungkuk, begitu juga Okta di belakangnya.
“Je.” Panggil lembut Naomi.
Tangannya mengusap lembut pipi tembem ketuanya itu. “Semua kan salah Michelle
bukan Desy atau Okta. Lihat Okta udah mau nangis gitu. Kamu tega?”
Keduanya saling bertatapan. Naomi
masih mengusap lembut dan memasang senyuman manisnya. “Hah. Yaudahlah.” Sambil
menghela nafasnya, murid tertinggi di Yabakune itu menghempaskan tubuhnya ke
sofa kesayangannya. “Mi, Yona sama Viny mana?”
“Ini, apel buat kamu.” Ucap Naomi
sambil meletakkan sepiring kecil berisi apel. “Yona? Dia masih mencari tahu
soal Andela, kan. Kalau Viny-”
Cklek.
Panjang umur, gadis berambut
pendek dengan senyuman manis itu masuk sambil membawa sekantung plastic
belanjaan.
Viny lalu menghampiri ketuanya
yang sedang memakan apel itu. “Maaf Kak Je, Viny pergi tanpa pamit.” Ucap Viny
sambil membungkuk. “Oh iya, tadi ada perilisan novel baru. Mungkin Kak Je mau
baca?” Viny mengambil novel dari dalam tasnya dan memberikannya pada kakak
kelasnya itu.
Viny tersenyum manis saat dirinya
ditatap oleh sang ketua yang kemudian akhirnya mengambil novel tersebut. Sebuah
novel karangan penulis Indonesia, berjudul “Sahabat tak berpisah.” *ini ngarang ye*. Dibukanya cover novel
tersebut, sambil menyandarkan diri, dirinya mulai membaca prolog novel
tersebut. Cerita yang membawanya kembali ke masa lalu…
BUGH!!
Dalam waktu bersamaan, kedua gadis yang mengenakan seragam sama itu
saling memukul.
BRUG!
Keduanyapun saling terjatuh. Nafas mereka tak beraturan. Seragam mereka
kotor karena tanah dan darah. Dibawah jembatan layang mereka berkelahi sambil
ditonton seorang gadis berambut pendek yang hanya jongkok diantara keduanya.
“Jadi, kita seri lagi Ve?” Ucap gadis yang kini kita ketahui sebagai
Melody.
“Entahlah. Coba tanya Kinal.” Jawab gadis yang wajahnya penuh luka
memar itu.
“Kok tanya aku, Ve?” Tanya Kinal dengan wajah bodohnya.
“Kamu kan daritadi merhatiin. Jadi mungkin tau siapa yang lebih kuat.”
Ucap gadis itu kembali.
“Engg…” Kinal terlihat berpikir. Dia lalu menggaruk leher belakangnya
yang tidak gatal itu. “Kenapa kalian harus berantem gini, sih?” Dengan raut
wajah yang sedih, Kinal bertanya balik.
Melody bangkit lalu duduk di samping Kinal. “Tenang aja, aku sama Ve,
kan gak berantem. Cuma ingin mencari tahu. Iya kan, Ve?”
Gadis yang daritadi dipanggil dengan nama ‘Ve’ itu ikut duduk di
samping Kinal.
“Aku sama Kak Mel kan cuman mau cari siapa yang paling kuat untuk naik
ke atas sana.”
“Hmm, kenapa gak bareng-bareng aja, sih?” Tanya Kinal heran.
“Bukankah, pada akhirnya, hanya satu orang yang menduduki puncak
tertinggi Majijo? Iya kan, Ve?” Pertanyaan Melody itu dijawab dengan anggukan…
~~~
“Kenapa Kak Melody menceritakannya padaku?” Tanya Gracia bingung.
“Kenapa Kak Melody menceritakannya padaku?” Tanya Gracia bingung.
“Entahlah. Aku juga gak tahu.” Ucap
Melody sambil tersenyum tipis. “Yaudah, Kak Melody pergi dulu, ya. Udah mau
ujan.” Tambahnya lalu pergi meninggalkan Gracia seorang diri.
Graciapun menatap ke langit di
atas sana, rintik hujan mulai turun menetes mengenai tubuhnya. Gracia menghela
nafasnya. Rintikan hujan itu membawanya kembali ke masa lalu…
Hujan deras turun membasahi bumi. Di bawahnya, dua orang gadis
berseragam putih-biru berlari kencang seakan tak peduli dengan hujan. Wajah
mereka terlihat panik, ketakutan dan kekhawatiran terpancar disana. Setelah
berlari cukup lama, mereka berhenti di sebuah gudang tua tak terpakai.
BRUG!
Dengan kasarnya, Gracia menendang pintu gudang tersebut. Dia dan
seorang Andela akhirnya masuk ke dalam gudang tersebut, dan betapa terkejutnya
saat melihat Elaine di dalam sana sedang duduk berlutut sambil memegang
sesuatu.
Di dekat Elaine, Hamids terkapar. Darah memenuhi tubuh keduanya. Elaine
terlihat menangis. Kenapa?
“Gracia, Andela…” Ucap Elaine di tengah isak tangisnya. “Hamids…”
“Ha-Hamids?? HAMIDSSSSS!!!”
*ups potong duls*
“HAMIDSSSS!!!” Teriak Elaine yang
lalu bangkit dari tidurnya.
Nafas Elaine tak beraturan,
keringat deras mengaliri tubuhnya. Dari luar, Shani langsung masuk dan
menghampiri adik sepupunya itu.
“Mimpi buruk?” Tanyanya saat sudah
duduk di tepi ranjang Elaine. Elaine hanya diam. Shani menempelkan punggung
tangannya ke kening Elaine, memeriksa suhu tubuh Elaine. “Demam kamu belum
turun. Mending kamu istirahat lagi, ya.” Ucap Shani sambil membantu Elaine
untuk tidur kembali. “Oh iya, tadi Ci Shani beli novel baru. Tapi, kamu gak
boleh baca sebelum sembuh!” Elaine hanya mengangguk. “Yaudah, Ci Shani keluar
lagi. Selamat tidur, sayang.” Ucap Shani setelah menyelimuti Elaine.
Elaine menatap kepergian Shani,
lalu melirik ke sampingnya. Di atas meja belajarnya, sebuah novel yang masih
terbungkus rapi ada disana. Sebuah novel berjudul sama seperti yang sedang
dibaca oleh ketua Yabakune…
“Je.” Panggil Naomi. “Je?” Masih
tak ada sautan. “Jessica Veranda!” Panggil Naomi agak kencang kali ini.
Ya, itulah nama lengkap sang ketua
Yabakune. Jessica Veranda. “Hmmfhh. Apasih, Mi?” Tanyanya sambil menatap Naomi
yang berdiri di belakangnya.
“Konsen banget bacanya. Kamu gak
mau pulang?” Tanya Naomi yang terlihat sudah bersiap pulang.
“Gak, kamu duluan aja. Aku masih
mau disini.”
Naomi menghela nafasnya. Tentu
saja dia tak akan memaksa. “Yaudah aku pulang dulu.” Saat sampai di depan
pintu, Naomi kembali melirik Jessica –begitulah panggilannya di Yabakune- dan
tersenyum miris sebelum akhirnya benar-benar pergi.
Sekitar 10 menit berlalu semenjak
Naomi pergi dan hanya ada seorang Jessica di dalam ruangan itu. Tiba-tiba pintu
ruangan tersebut dibuka seseorang. Jessica yang masih asik membaca,
mengabaikannya, seakan tak peduli. Dengan santainya, gadis yang masuk itu lalu
duduk di samping Jessica dan tersenyum pada kakak kelasnya itu.
“Selain anggota, dilarang masuk.
Apa kamu tak mengerti?”
“Ayolah Kak Je, kan udah jam
pulang sekolah. Lagian ruangan ini nanti akan jadi milikku.” Jessica langsung
menatap adik kelasnya itu. “Benar kan Kak Je?” Tanyanya sambil kembali
tunjukkan senyumannya.
Jessica menggeleng lalu menutup
novel yang sedari tadi mencuri perhatiannya. “Apa maumu Michelle?”
“Tak ada, hanya mau mampir. Tak
boleh?” Jessica memilih mengabaikannya dan kembali membaca novelnya. “Kak Je,
gak tertarik dengan anak baru di Majijo itu?”
“Apa pentingnya untukmu?”
“Hanya bertanya. Tapi, ya mana
mungkin sih ya Kak Je tertarik pada anak itu. Kecuali menyangkut Kak Melody dan
Kak Kinal, ya?” Kembali, Jessica menatap Michelle dengan tajam. “Hah. Sudah
kuduga. Udah ah aku balik.” Saat ingin bangkit, tangan kecil Michelle ditahan
Jessica. “Ada apa Kak Je?”
“Ada apa dengan mereka?”
“Tak ada apa-apa.” Tangan Michelle
tiba-tiba diplintir Jessica. “A-A-Aw, oke. Oke.” Tangan itu lalu dilepaskan
oleh Jessica. “Rappapa sudah mulai bergerak. Tapi, aku belum tau apa yang akan
mereka lakukan apalagi anak baru itu sakit setelah pertarungan dengan
SexySter.”
“Hmm, begitu. Baiklah.”
“Udah ah, lama-lama disini
bahaya.” Ucap Michelle, entah maksudnya apa. Diapun pergi meninggalkan Jessica.
Saat Michelle hampir keluar…
“Michelle.” Panggil Jessica pelan,
Michellepun menoleh. “Aku tidak akan memberikan posisiku ini nanti padamu.”
Michelle tertawa kecil sebelum
menjawab. “Aku tidak meminta. Aku akan mengambilnya sendiri.” Jawab Michelle
sebelum benar-benar pergi.
~~~
Hari kembali berganti, Elaine yang sudah sembuh kini kembali menapakkan kakinya di Majijo. Saat tiba di lantai 2 tentu saja yang menyambutnya adalah…
Hari kembali berganti, Elaine yang sudah sembuh kini kembali menapakkan kakinya di Majijo. Saat tiba di lantai 2 tentu saja yang menyambutnya adalah…
“Elaine~~~” “Kak Elaine~~” Sambil
berlari lalu memeluk Elaine, Tim Gesrek, Ghaida dan Duo ChelVan mengampiri
Elaine.
Mereka begitu rusuh melihat
kedatangan Elaine, berbagai pertanyaan langsung mereka utarakan. Sesekali
Ghaida ingin modus, namun langsung dihajar Nabilah. Duo ChelVan menyambut
Elaine dengan memberikan kue buatan mereka.
Elaine begitu merasa bahagia bahwa
ada yang menyayanginya. Tapi, lagi, perasaan takutnya kembali muncul. Kenangan
masa lalunya selalu lewat dalam bayangannya. Kejadian di masa lalu yang kini
memisahkan dirinya, dengan seseorang yang kini mencuri dengar dari atas tangga.
“Kembalilah pada sahabatmu selagi
ada kesempatan.” Ucap seseorang dari balik punggung Gracia.
Gracia menoleh dan terkejut saat
melihat Melody berdiri disana. Gracia membungkuk hormat sebelum kembali menatap
Melody.
“Jadi, apa Rappapa sudah mulai
bergerak?”
“Hmm. Pasti.” Melody berbalik
memunggungi Gracia.
“Kak Melody.” Panggil Gracia
menghentikan langkah Melody. “Jika butuh nama, Elaine jawaban yang Kak Melody
cari.” Melody hanya tersenyum tipis sebelum pergi menghilang dari hadapan
Gracia.
~~~
Melody kini sudah bersama Kinal dan anggota Rappapa di dalam ruangannya. Tentunya Melody duduk di kursi kebesarannya. Dihadapannya para anggota Rappapa menatapnya dengan antusias.
Melody kini sudah bersama Kinal dan anggota Rappapa di dalam ruangannya. Tentunya Melody duduk di kursi kebesarannya. Dihadapannya para anggota Rappapa menatapnya dengan antusias.
“Kita mulai bergerak sekarang.”
Ucap Melody setelah diam cukup lama. “Kinal, aku minta tolong awasin jangan
sampe ada murid Majijo yang berkelahi lagi dengan murid Yabakune.”
“Siap Teh.” Jawab Kinal sambil
membungkuk hormat.
“Beby, Kak Melody minta tolong
kamu cari tahu soal masa lalu Elaine. Semuanya. Terutama yang berhubungan
dengan Gracia.”
“Siap.” Jawab Beby sambil
membungkuk hormat.
“Shania, tolong cari tahu soal
Yabakune. Pertarungan Elaine dengan tiga orang murid Yabakune itu sepertinya
tidak diatur oleh para petinggi mereka.”
“Oke, Kak.”
“Dan Nobi. Seperti yang dibilang
Kinal pada kamu sebelumnya. Awasi Elaine. Dan bila tiba waktunya. Lakukan yang
seharusnya.”
“SIAP.” Jawab Nobi bersemangat
tentunya sambil hormat.
“Sementara Frieska, kakak minta
kamu gak ngelakuin apapun. Sampai memang tiba giliran kamu.”
“Teh, aku-”
“Sekian. Gak ada protes. Sekarang
kalian boleh keluar dan mulai bergerak.” Ucap Melody memotong ucapan Frieska,
lalu berbalik menatap pemandangan di luar jendelanya.
Frieska keluar setelah mendengus
kesal dan terlihat bete. Berbanding terbalik dengan Nobi yang keluar dengan
semangat 48, Shania-Beby tentu saja keluar sambil bergandengan tangan dengan
mesranya. Sementara Kinal yang masih di dalam ruangan itu…
“Teh, kenapa bukan aku? Kenapa gak
aku yang dikasih tugas soal Yabakune?” Tanya Kinal dengan nada agak menuntut
dan kesal.
“Kalau kamu yang dapat tugas, akan
jadi lain ceritanya.”
“Tapi, Teh-”
“Gak ada tapi-tapian.” Jawab
Melody tegas.
BRAK!
Kinal mendengus kesal.
Dibantingnya pintu ruangan Melody itu. Di ruangan Rappapa hanya tinggal ada
Frieska dan BebNju couple. Frieska duduk dalam diamnya, sementara Beby dan
Shania…
“Shan, kamu mau ngelaksanain tugas
kapan?” Tanya Beby yang sedang menonton video di HPnya itu.
“Emm, mungkin mulai nanti. Kamu
sendiri?” Tanya balik Shania yang sedang merangkul dan bersandar pada Beby.
“Nanti, abis nonton ini.” Shania
hanya mengangguk. “Shan, kamu nanti hati-hati, ya.”
Mendengar perhatian Beby itu,
wajah Shania memerah. “Iya Mickey Mouse-ku sayang~” Cuu~ Shania mencium lembut
pipi Beby.
Melihat kemesraan Beby dan Shania
membuat Kinal sedih. Membuatnya teringat dengan seseorang, gadis yang dahulu
manja padanya. Gadis yang kini sudah lagi tak bisa dijangkaunya…
“Kinay~” Panggil gadis itu manja, sambil menyandarkan kepalanya pada
Kinal.
“Kenapa Ve?”
“Kamu gak akan ninggalin aku, kan?” Tanyanya yang memegang erat telapak
tangan Kinal itu.
“Selamanya. Selamanya aku akan ada di samping kamu.” Dibawah cahaya
sang mentari sore, tanpa ragu, Kinal mendekatkan wajahnya pada gadis
disampingnya itu dan mencium…..
*ihihih di cut ah*
BRUG!!
Novel yang digenggam Elaine
terjatuh. Elaine yang tertidur di kelasnya itu langsung membuka matanya yang
sipit dan mengusap matanya pelan. Saat dia menoleh, terlihat seseorang tengah
mengambilkan novelnya yang terjatuh itu.
“Ini novelnya.” Suara berat keluar
dari mulut gadis berbadan kekar itu.
Elaine memperhatikan sosok gadis
yang menggunakan celana tentara itu. Gadis itu mengulurkan tangannya yang
memegang novel milik Elaine pada Elaine. Gadis itu memperhatikan Elaine balik.
Elaine terus menatap balik gadis yang duduk di lantai seperti ala-ala pangeran
melamar itu.
“Hey, kenapa malah bengong?”
Elaine mengambil novelnya.
“Makasih, Kak.” Elaine bangkit lalu membungkuk hormat.
“Kak? Kau tahu siapa aku?”
“Kak Nobi, anggota Rappapa.”
“Wah baguslah kalau gitu gak perlu
perkenalan lagi, ya?”
“Emm… Maaf, aku balik dulu, kak.”
Elaine mulai berjalan pergi tinggalkan Nobi.
Namun, langkah kecilnya terhenti
di depan pintu kelasnya. Tiba-tiba Elaine menggenggam tali di depannya yang
hampir sama sekali tidak terlihat. Ditariknya tali itu kuat-kuat, bunyi benda
yang agak berat bergesekan dengan tembok dan lantai. Begitu cepat melewati
Elaine yang menyadari jebakan itu, benda itu mengarah ke arah Nobi, dan…
BRUG!!
Dengan pukulannya, Nobi
menghancurkan benda yang disiapkannya sendiri.
“Wah hebat kau menyadari
jebakanku.” Puji Nobi yang sedang membersihkan tangannya.
“Permisi.” Ucap Elaine mengabaikan
Nobi dan pergi dari sana.
Sambil tersenyum menyeringai, Nobi
menatap kepergian Elaine. “Menarik.”
~~~
Hari kembali berganti. Kedua
sekolah yang berseteru itu sama-sama belum melakukan pergerakan apapun. Di
Yabakune, para petinggi mereka seperti tidak atau mungkin belum ingin melakukan
pergerakan apapun. Jessica Veranda yang kini lebih memilih dipanggil ‘Je’
seperti biasa duduk dengan tenang sambil membaca novel yang sama sejak kemarin.
Naomi disampingnya sedang sibuk
dengan HPnya dan tertawa-tawa sendiri. Entah apa yang dilihatnya. Di
belakangnya, Viny sedang menggambar sesuatu di buku gambarnya. Di sudut
ruangan, sambil menyuapi es krim, Desy menemani Okta menonton ‘Pocoyo’.
Begitulah keadaan ruangan para
petinggi Yabakune sampai pintu ruangan mereka terbuka. Desy dan Viny melirik
sekilas pada gadis bertubuh agak kurus dan berambut pendek yang baru datang
itu. Senyum manis ditunjukkannya pada Viny yang langsung melengos malas.
Gadis itu terus berjalan,
mendekatkan tubuh dan wajahnya pada wajah manis Viny, dengan cepat Viny
menghindarinya.
“Aku lagi gambar.” Ucap Viny.
“Ck. Yaudah.”
Ditolak oleh Viny, gadis itu
berjalan mendekati Naomi. Dipeluknya leher Naomi dari belakang. Spontan, Naomi
menoleh dan dapatkan kecupan lembut di bibirnya.
“Hei, sayang.”
“Yona! Kamu ngagetin aja.”
“Hehe, maaf. Oh iya, ini ada
sesuatu buat kamu dan Je. Informasi soal Andela dan anak baru Majijo itu.” Ucap
Yona sambil mengeluarkan sebuah map dari tas selempangnya dan memberikannya
pada Jessica.
Diambilnya map tersebut. “Makasih
Yona.” Mulai dibukanya, dan dibaca kertas-kertas yang ada di dalamnya.
“Ini data-datanya, tapi itu belum
semua. Yang pasti Andela dan Elaine memang berteman sejak lama. Dan ada sebuah
kejadian yang akhirnya membuat mereka pisah.”
“Kejadian apa?” Tanya Jessica yang
masih membaca-baca kertas yang berisi biodata Elaine.
“Entahlah. Kasusnya simpang siur.
Kabarnya sih orang tua Andela maupun Elaine orang terpandang yang bisa membuat
kasus mereka hilang dan lenyap bagaikan abu.” Jelas Yona.
“Karena sebuah kejadian,
persahabatan mereka terpisah. Serupa tapi tak sama ya, Melody?” Tanya Jessica
dengan suara pelan pada sahabat lamanya. Sahabat lamanya yang juga sedang
berkumpul bersama anggotanya di ruangan paling pribadi yang ada di Majijo.
“Aman, murid-murid Majijo udah
Kinal peringatin untuk gak terlibat dan menghindari Yabakune.” Ucap Kinal.
“Sebenernya Yabakune belum
bertindak apapun mengenai ini. Pertarungan Elaine itu diluar dari genggaman
mereka.” Ucap Shania kali ini.
“Oh iya, cuman ChelVan yang
terakhir melawan dua murid Yabakune. Yang sepertinya sih termasuk petinggi
disana.” Tambah Kinal lagi.
“Tapi, itu sepertinya pertarungan
yang tidak disengaja. Oh iya, mereka sedang menyelidiki sesuatu juga soal… emm…
entahlah. Shania gak tahu.”
“Yang pasti, Elaine dan Gracia
memang teman baik. Mereka pernah dalam satu geng.” Beby memberikan map yang ada
di tangannya pada Melody. “Yang pasti, ada sebuah kejadian yang membuat mereka
bubar. Ahh, salah satu diantara anggotanya dari kabar burung yang kudapat,
merupakan murid Yabakune.” Jelas Beby pada Melody yang sedang membaca isi map
yang diberikan Beby.
“Jadi, Elaine juga punya hubungan
sama Yabakune. Pantas. Dengan siapa?” Tanya Melody.
Beby terlihat berpikir sambil
menggaruk leher belakangnya. “Emm… Nah itu, aku kurang tau. Siapa ya…. Emm… An…
An….”
Betapa terkejutnya mereka, melihat
seorang Gracia berdiri di depan pintu sambil bersandar. Seperti biasa, sebuah DSLR
menggantung dan dikalunginya di lehernya.
“Gracia?”
“Sore Kak Melody.” Ucap Gracia
sambil membungkuk hormat pada Melody tak lupa pada Kinal dan juga pasangan
BebNju. “Pintu depan tak terkunci dan kosong jadi… maaf kalau Gracia main asal
masuk.”
“Kau…”
“Biarin, Nal.” Ucap Melody menahan
Kinal yang ingin menghampiri Gracia. “Bisa tinggalin aku sama Gracia berdua
aja?”
Beby, Shania dan Kinal saling
pandang. Dengan malas mereka keluar dari ruangan Melody. Kini hanya Melody dan
Gracia di dalamnya. Gracia berjalan perlahan, memandangi dengan seksama ruangan
yang sejujurnya baru dilihatnya untuk pertama kalinya.
“Ruangan ini tahun depan akan jadi
milikmu dan Elaine.” Ucap Melody membuka obrolan diantara mereka. Gracia
langsung berbalik dan menatap Melody.
“Jadi, Kak Melody sudah pasti
menyerahkan posisinya pada Elaine?”
“Bukannya kamu menolaknya? Tapi,
tenang saja, Elaine tidak akan mendapatkannya secara gratis.” Gracia hanya diam
memperhatikan Melody. “Lalu ada urusan apa kamu kemari?”
“Apa yang terjadi dengan aku dan
Elaine--”
“Serupa tapi tak sama dengan Kak
Melody? Ceritakanlah.”
“Hmm, sudah kuduga.” Ucap Gracia
sambil berpose ala meme ini ‘sudah kuduga’ tersenyum menyeringai. “Aku,
Elaine dan Andela berteman sejak kecil. Persahabatan kami biasa saja seperti
pada umumnya. Memang cinta terlarang dirasakan Andela dan Elaine. Tapi, itu
tidak mempengaruhi apapun. Lalu, suatu hari kami kedatangan Hamids...”
“Hamids?” Tanya Melody heran, lalu
mencoba mencari nama itu dalam lembaran yang ada di dalam map.
“Namanya Nina Hamidah.” Jawab
Gracia dengan suara bergetar. “Tapi percuma. Kalian gak akan pernah dapatkan
info tentang dirinya karena kasus itu.”
“Kasus apa?”
“Kasus yang menghancurkan
persahabatan kami…” Cerita lama itu, akhirnya dibuka oleh Gracia…
“Andela! Ayooo balik!!” Ucap Gracia sambil menarik-narik lengan Andela
yang terlihat ingin tiduran menggunakan lengannya sebagai bantalan.
“Entar dulu opo, Gre. Ngantuk iki.” Jawab Andela yang terlihat
mengantuk itu.
“Ya, makanya balik.”
“Bentar deh bentar. Lima menit aja.” Gracia menghela nafasnya dan
kembali duduk.
Entah kenapa Gracia merasa gelisah dan gundah. Pikirannya merasa tak
enak. Bayang-bayang Hamids melintasi pikirannya. Jantungnya berdegup tak
karuan. Gracia merasa benar-benar tidak tenang. Lima menit yang diminta Andela,
bahkan terasa begitu lama.
“Ndel, udah lima menit. Ayok ah.”
Dengan malasnya, Andela bangkit dan mengikuti Gracia. Keduanyapun mulai
berjalan keluar tinggalkan ruangan OSIS SMP mereka. Hujan deras terlihat turun
di luar sana. Dengan langkah yang cukup cepat, Gracia menuju sebuah ruang kelas
yang terlihat lampunya masih menyala.
Saat gadis pecinta fotography itu membuka pintu ruangan kelas itu, yang
didapatkannya hanyalah sebuah pemandangan kelas kosong, sebuah bangku yang
terjatuh, dan gantungan bebek yang terlepas dari asalnya. Dalam sekali lihat,
Gracia langsung dengan jelas tahu siapa pemiliknya.
“Dimana mereka?” Tanya Gracia sambil menggenggam gantungan bebek yang
tergeletak di lantai.
“Hmm… Loh kok kosong?!” Kaget Andela telat.
Lagi, pikiran Gracia kembali dihantui sesuatu yang tidak mengenakkan.
Dengan cepat dia mengecek HPnya. Terlihat ada banyak chat line masuk dari
Hamids. Dibukanya dengan cepat chat tersebut.
HmdsCengo: Gre, aku ngantuk.
HmdsCengo: *sticker ngorok*kayak favorit-nya Nia
HmdsCengo: Gre… kamu masih lama, ya?
HmdsCengo: *sticker guling-guling*kayak favorit-nya dekriz
HmdsCengo: Gre, Ilen pergi!!
HmdsCengo: Ada yang jebak Ilen.
HmdsCengo: *sticker ngorok
HmdsCengo: Gre… kamu masih lama, ya?
HmdsCengo: *sticker guling-guling
HmdsCengo: Gre, Ilen pergi!!
HmdsCengo: Ada yang jebak Ilen.
Wajah Gracia langsung pucat setelah membaca chat Hamids yang belum dibacanya
itu.
“Ndel, ada yang jebak Elaine. Hamids ngikutin Elaine.”
“Hah?”
“Cek handphone lo!”
Dengan cepat Andela mengecek HPnya. Sama, banyak chat masuk dari Elaine
yang belum dibacanya. Dan ada sebuah pesan tak dikenalnya yang masuk ke HPnya.
Andela langsung mengecek chat Line dari Elaine, tak ada yang aneh. Dan saat ia
membuka pesan dari seseorang yang tidak diketahuinya…
“Gre…”
“Kenapa, Ndel?” Tanya Gracia heran saat melihat wajah kaget Andela.
Andela langsung memperlihatkan isi pesan di HPnya pada Gracia. Kedua
bola mata Gracia-pun melebar. Wajahnya makin pucat, kakinya lemas, amarah
merasukinya. Dengan kesalnya, keduanya langsung berlari. Cepat sangat cepat.
Lelah dan kantuk akibat rapat OSIS yang menguras tenaga dan pikiran mereka
hilang sejenak.
Dua nama di pikiran mereka begitu menghantui. Hujan deras bahkan tidak
mereka pedulikan. Nafas mereka tersengal. Takut, rasa takut begitu menyerang
Gracia.
Setibanya di sebuah gudang tua yang sepertinya memang sudah tak
terpakai, Gracia menendang pintu gudang tersebut. Dan pemandangan yang di
dapatinya…
BRUG!
*maap potong lagi gaes
“Aduh maaf Teh, kekencengan
bukanya.” Ucap Kinal. “Nobi telepon, dia melihat Elaine bersama seorang murid
Yabakune. Kemungkinan besar itu…”
“Andela.” Ucap Gracia, dia dan
Melodypun saling tatap. “Lebih baik aku permisi.” Gracia pergi setelah
membungkuk hormat pada ketua dan wakil ketua Majijo itu.
“Ada apa, Teh?”
“Emm bukan apa-apa. Mungkin yang
dialami Elaine dan Gracia, lebih buruk dari yang kita alamin.” Kinal terlihat
bingung sendiri. “Sudahlah. Bagaimana dengan Nobi?”
“Masih mengawasi tentunya.”
Seperti yang dikatakan Kinal, Nobi
dari tempatnya berdiri memperhatikan sosok pasangan kekasih yang kini saling
pandang dalam tatapan dingin. Kehangatan dan kerinduan seperti tidak lagi dimiliki
oleh Andela. Hanya kebencian yang terpancar disana.
Dihadapannya Elaine memandanginya
dalam sedih. Rindu. Ingin rasanya tubuh mungil itu jatuh kedekapan gadis
bertubuh tinggi dan berambut panjang dihadapannya itu. Tapi, apa daya. Tubuhnya
kaku. Hatinya kelu. Bibirnyapun membisu.
“Apa lagi Elaine?” Tanya Andela
yang sedang memegang sebuah pistol di tangan kirinya.
Keduanya sedang berada di sebuah
tempat latihan menembak. Tempat yang kebetulan juga suka di datangi Nobi dan
menjadi favorit Andela sejak dahulu.
“Aku mohon. Berikan aku kesempatan
kedua.”
DOR!!
Tanpa melihat sasarannya, Andela
menembak dan mengenai sasarannya. Kembali ciptakan keheningan diantara mereka.
Keheningan yang juga mengisi suasana di kamar yang didominasi warna ungu milik
Gracia.
Duduk di tepi ranjangnya, Gracia
diam. Melamun. Di atas meja belajar yang ada di sampingnya, dua buah foto
berdiri dengan tegapnya disana. Foto yang satu menggambarkan kedekatannya
dengan Hamids. Foto kedua melukiskan indahnya kecerian dan kebersamaan keempat
gadis remaja yang kini telah terenggut oleh takdir Tuhan.
Bohong. Iya, Gracia berbohong
mengatakan telah membuang semua hal yang berbau Elaine dan Andela. Dia menghela
nafasnya. Tanpa terasa air matanyapun mengalir. Dia kembali teringat. Teringat
akan masa lalunya. Kenangan bersama Hamids yang mungkin tak akan pernah kembali
lagi…
“Gre.” Panggil Hamids pelan. “Kalau nanti terjadi sesuatu sama aku,
kamu gak pernah boleh sedih, ya!”
“Kamu ngomong apa sih, Mids?”
“Ihh~~ aku serius, Gre. Manusia kan gak ada yang tahu kedepannya
gimana.”
“Iya, aku juga ngerti. Terus.”
“Ya, pokoknya, apapun yang terjadi nanti. Semoga gak akan pernah
menghancurkan persahabatan kita. Kamu janji, kan?”
“Emm. Duh apaan sih, Mids! Gak bakal ada apa-apa juga.”
“Gre~”
“Iya, iya aku janji.” Kedua jari kelingking merekapun saling bertautan.
“Gre.”
“Apa lagi?”
“Ini.” Pinta Hamids sambil menunjuk bibirnya.
“Ogah.”
“Dih.” Hamids terlihat kecewa, wajahnya terlihat murung.
“Mids.”
“Emm?”
“Lihat sini.”
“Kena-” Chu~ Sekilas tapi begitu manis. Begitulah rasa ciuman yang
diberikan Gracia saat itu…
BRUG!!
Dipukulnya keras meja belajarnya.
Nyaris saja menjatuhkan DSLR yang diletakkannya juga di atas meja. Keringat dan
air mata masih mengalir membasahi pipi Gracia.
“Aku harus gimana, Mids?” Tanya
Gracia pada dirinya sendiri. Ya, tidak mungkin pada Hamids.
Dikepalnya kedua tangannya secara
keras. Diluapkan emosinya pada kepalan tangannya itu, tanpa disadari dan terasa,
darah menetes dari kedua telapak tangannya itu.
“Ahh.” Erangan kesakitan keluar
dari mulut Gracia.
Tubuhnya bergetar, emosi yang
campur aduk begitu dirasakannya. Nafasnya begitu tak karuan. Selalu. Selalu seperti
itu.
“Aku harus apa?”
‘Temui Elaine. Kembalilah disisinya.’ Bisik pelan suara hatinya.
“Tapi-”
‘Gak ada tapi-tapian, Gre. Inget janjimu sama Hamids.’
“Err. AAAAAAA.” Teriak Gracia
begitu kencang. Lagi, air mata keluar dari kedua sudut matanya yang sedang
terpejam.
Dihembuskannya panjang nafasnya
yang begitu berat. Perlahan matanya terbuka. Kembali perlihatkan mata tajamnya
yang mampu menusuk siapapun orang yang ada di hadapannya. Gracia bangkit lalu
mengambil perban yang ada di laci meja belajarnya. Dibalutnya kedua tangannya
yang terluka dengan kencang. Gracia lalu berjalan menuju lemari kacanya. Lemari
kaca tempat penyimpanan berbagai jenis kamera dan peralatannya yang
dikoleksinya. *orang kaya gaes* Diambilnya
satu, sebuah mini kamera pemberian Hamids dahulu. Tanpa basa-basi, dia langsung
berlari keluar dari kamar dan rumahnya.
~~~
Gracia terus berlari. Dia masih ingat kemungkinan tempat Elaine dan Andela akan bertemu. Tak jauh dari tempat tujuannya, larinya terhenti. Siapa sangka, kedua orang yang pernah bersahabat itu bertemu di tangah jalan. Senyum miris diberikan Andela sebelum dia membungkuk hormat sedikit.
Gracia terus berlari. Dia masih ingat kemungkinan tempat Elaine dan Andela akan bertemu. Tak jauh dari tempat tujuannya, larinya terhenti. Siapa sangka, kedua orang yang pernah bersahabat itu bertemu di tangah jalan. Senyum miris diberikan Andela sebelum dia membungkuk hormat sedikit.
“Andela?”
“Apa kabar, Gre?”
“Buruk. Sama sepertimu.” Andela
hanya tertawa kecil lalu berjalan melewati Gracia. “Dimana Elaine?”
Langkah Andela terhenti. “Kau
masih peduli padanya?”
“Bukan urusanmu.”
“Gre, kau tahu. Aku masih
menyayanginya. Hanya saja, apa yang dilakukannya tidak akan pernah aku
maafkan.”
“Kau pikir, aku sudah memafkannya.
Tidak Andela. Tapi, kenapa tidak kita coba dari 0?”
“Dari 0, ya? Hmm.” Andela
menyeringai. “Tempat latihan menembak pacar *salah bukan!. Semoga tidak
terlambat, karena sepertinya, dia sudah bertarung dengan murid yang keliatannya
cukup kuat dari sekolah kalian.”
Langsung saja Gracia kembali
berlari meninggalkan Andela. Beruntung tempat yang dimaksud Andela tidak
terlalu jauh dari tempat Gracia bertemu dengan Andela itu. Namun, saat Gracia
tiba…
BUGH!!
Telatkah? Dihadapannya, tubuh
mungil Elaine terpental cukup jauh setelah ditendang Nobi. Darah yang ada di
mulut Elainepun dilepehkannya. Belum sempat Elaine berdiri normal, tubuhnya
kembali diangkat oleh Nobi. Nobi tersenyum begitu gembira sebelum membanting
tubuh Elaine keras ke lantai.
BUGH!!
“Aaaa.” Dengan susah payah, Elaine
coba bangkit.
Darah menetes dari mulut dan
kepalanya yang lagi-lagi kembali terluka. Dipegangnya perutnya yang begitu
kelaparan karena lagi puasa masih terasa begitu sakit. Dibelakangnya, Nobi
terlihat kesal. Ada raut kekecewaan yang terpancar di wajahnya.
“Cuman begini? Cuman segini
kemampuan orang yang diharapkan Kak Melody?” Tanya Nobi benar-benar kecewa.
Elaine hanya tersenyum tipis
sambil memejamkan matanya. ‘Lebih baik
begini, dianggap lemah agar tak ada lagi orang disekitarku yang terluka.’ Ucap
Elaine dalam hatinya.
“Ck.” Gracia yang memperhatikan
itu entah merasa geram sendiri. Dia tahu dengan baik kemampuan Elaine lebih
dari itu. Setelah menghela nafasnya, Gracia membuka mulutnya. “Kau menyerah dan
mengalah seperti itu? Payah. Elaine gak akan pernah nyerah dan mengalah hanya
karena takut.”
“Su-suara ini??”
“Mana, mana Elaine yang gw kenal?!
Yang bahkan lebih menyeramkan dari monster sekalipun.”
“Gra-Gracia?” Elaine bangkit dan
berdiri dengan benar kali ini. Dicarinya sosok Gracia yang tidak terlihat
dimanapun.
“Woahh?? Benarkah lebih
menyeramkan dari monster sekalipun? Jadi penasaran.”
“Ta-Tapi-”
“Aku tidak kenal Elaine ini! MANA
SAHABATKU YANG DULU?!”
Elaine berbalik, ditatapnya Nobi
dengan mata tajamnya yang tidak terlihat sedari tadi. “Wihh, matanya serem be-”
BUGH!!
“Tul. Uhuk. Uhuk.” Bersamaan
dengan batuknya, darah keluar dari mulut Nobi karena pukulan kencang yang di
terimanya di ulu hatinya.
Dengan cepat, Elaine berputar,
ditendangnya punggung Nobi keras hingga tubuh gadis itu terpental dan menabrak
pinggiran meja yang terdapat berbagai jenis pistol di atasnya. Diambilnya satu
kotak besar berisi peluru dan dilemparnya pada Elaine. Namun, Elaine yang
sedang berlari mendekatinya mampu menghindarinya.
Elaine berputar, ditendangnya Nobi.
Namun, dengan tangan kanannya, Nobi berhasil menepis tendangan tersebut. Dengan
tangan kirinya yang menganggur, Nobi mencoba memukul Elaine. Elaine yang
menyadari itu, ternyata sudah mundur terlebih dahulu. Dan dengan kerasnya,
menyikut tangan Nobi.
Nobipun kehilangan
keseimbangannya. Memanfaatkan itu, Elaine melompat dan…
DUGH!!
Dengan lutut kanannya, dihajar
begitu kerasnya wajah Nobi. Darah mengalir dari hidung kakak kelasnya itu. Tak
menyianyiakan waktu lagi, Elaine menendang Nobi. Tubuhnya kembali mengenai meja
lain. Kepala Nobi terasa pening. Saat dia membalikan tubuhnya untuk kembali
menghadapi Elaine…
“Aaaaaaa!!” Dengan tenaga yang
entah darimana, Elaine mengangkat tubuh Nobi yang jauh lebih besar darinya dan…
BUGH!! BRUG!!
Dibantingnya tubuh Nobi ke atas
meja, hingga meja kayu itupun hancur.
“Hah. Hah. Hah.” Nafas Elaine
begitu tidak beraturan, kepalanya kembali terasa sakit.
Menang. Elaine sudah menang. Di
kakinya Nobi sudah pingsan. Elaine berjalan dengan gontai menuju novelnya yang
tergeletak sembarang. Namun, saat ia menunduk….
BUGH!
Tubuh kecilnya terjatuh. Elaine
merasakan efek samping perkelahiannya akhir-akhir ini. Matanya merasa makin
parah. Belum lagi, kepalanya selalu cucurkan darah segar. Elaine merasa
beruntung. Kadang terlalu beruntung dengan dirinya yang masih hidup di dunia.
Sebelum pingsan, samar-samar dalam
pandangan matanya yang telah kabur, Elaine dapat melihat sosok pemilik suara
yang menyemangatinya. Namun, Elaine hanya tersenyum tipis. Berharap semua itu
bukanlah mimpi….
~~~
“Ngghh…” Perlahan, Elaine membuka matanya.
“Ngghh…” Perlahan, Elaine membuka matanya.
Cukup lama sampai Elaine menyadari
bahwa dirinya telah tiba di kamarnya. Elaine mengusap matanya masih tak yakin
sebelum akhirnya pandangannya benar-benar bersih.
Cklek.
Pintu kamarnya perlahan terbuka,
perlihatkan kakak sepupunya yang begitu manis masuk sambil membawa sebuah
nampan berisi teh angat dan cemilan.
“Kamu demam lagi. Kenapa sepupu Ci
Shani jadi bandel gini.” Ucap Shani setelah menaruh yang dibawanya dan mengecek
suhu tubuh Elaine. “Kita ke dokter, ya?”
“Gak mau.” Jawab Elaine yang lalu
memeluk Sao.
“Elaine. Kamu mau tahu siapa yang
membawamu pulang dan menggantikan bajumu?” Elaine langsung berbalik menghadap
Shani.
“Ci Shani?”
Shani menggeleng. “Bukan. Tapi,
Gracia.” Elaine diam, tak percaya. “Anak itu makin cantik. Matanya begitu
tajam. Seperti milikmu.”
“Ci Shani.”
“Iya?”
“Boleh tinggalkan aku sendiri?”
“Baiklah.” Shani tersenyum lalu
membenarkan posisi selimut yang dipakai Elaine sebelum keluar pergi tinggalkan
Elaine yang terlihat tersenyum bahagia.
~~~
“Je.” Panggil Naomi pelan. “Je.” Jessica yang duduk di sofanya itu hanya diam melamun. Naomi kembali menghela nafasnya. “Jessica.”
“Je.” Panggil Naomi pelan. “Je.” Jessica yang duduk di sofanya itu hanya diam melamun. Naomi kembali menghela nafasnya. “Jessica.”
“I-Iya, Mi? Kamu manggil aku?”
“Emm… Kamu kenapa?”
“Gak apa-apa. Ah ada berita
terbaru?”
Cklek.
Pintu ruangan mereka terbuka.
Perlihatkan Yona yang masuk sambil memakan sebuah snack.
“Anak baru itu bertemu dengan
Andela, lalu berhasil mengalahkan salah satu anggota Rappapa.” Jawab Yona yang
lalu duduk di sebelah Viny yang seperti biasa sedang menggambar.
“Begitu, ya.” Jessica terlihat
berpikir. “Viny, boleh Kak Je minta tolong sesuatu?”
“Dengan sangat hormat dan senang,
silahkan.”
“Menyusuplah ke Majijo dan cari
tahu juga awasi anak baru itu.”
“Baiklah.”
“Yona, berikan segala yang
dibutuhkan Viny.”
“Tentu Je~”
“Kinal, Melody, akhirnya. Tak lama
lagi kita pasti bertemu…”
~~~
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya.” Ucap Nobi sambil membungkuk hormat pada Melody.
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya.” Ucap Nobi sambil membungkuk hormat pada Melody.
“Tak apa. Emm. Shania dan Kinal
tolong tetap melakukan tugas kalian yang sebelumnya. Dan Beby, tolong awasi
Elaine.”
“Siap!” Jawab ketiganya kompak
sambil membungkuk hormat.
“Tunggu Kak Mel!” Protes Frieska. “Biarkan
aku yang menghadapi Elaine! Menghentikannya. Aku akan buktikan!”
“Frieska-”
“Aku gak peduli walau Kak Melody
melarangnya. Aku akan tetap bergerak.”
BRAK!!
Frieska membanting pintu ruangan
Melody dengan kerasnya. Sang kakak hanya bisa menggeleng dan menghela nafasnya.
“Biarkanlah. Kalau begitu Beby.
Tolong awasi Gracia.”
“Buat apa, Kak?”
“Lakukan saja.”
“Baiklah kalau begitu.”
“Sekarang, Nobi, Beby dan Shania
boleh keluar.” Ketiganyapun keluar.
“Teh. Soal Yabakune-”
“Apalagi Nal? Kamu mau aku kasih
tahu sesuatu?”
“Apa itu?”
“Percayalah. Yang diinginkan Ve
dengan menjadi ketua Yabakune hanyalah untuk bertarung dengan kamu dan aku. Selebihnya.
Dia tidak peduli.” Kinal terlihat diam. Tak mampu berucap. “Tapi, aku tak
seperti itu. Tujuan kita tidak seperti itu. Apapun yang terjadi dengan aku,
kamu dan dia dulu. Itu Cuma kesalah pahaman Veranda seorang.”
“Aku hanya ingin menyelesaikan
kesalah pahaman ini, Teh.”
“Aku tahu, Kinal. Aku izinkan jika
kalian bisa bertemu tidak dengan membawa status kalian di sekolah
masing-masing.”
“Kinal usahakan.” Ucap Kinal
sambil membungkuk hormat lalu pergi keluar.
Melody kembali menghela nafasnya
dan menyandarkan tubuhnya pada kursi kebeseran miliknya. Melody memejamkan
matanya. Mengistirahatkan dirinya sejenak.
“Aku juga rindu padanya, Nal. Pada
sahabatku itu…”
~~~
Seperti biasa, di kelas 2-4, Tim Gesrek, Ghaida dan Duo ChelVan merusuh sambil memakan sate tentunya. Tentu saja, topik pembicaraan utama mereka adalah seseorang yang mereka anggap sebagai ketua mereka. Siapa lagi kalau bukan Elaine Hartanto.
Seperti biasa, di kelas 2-4, Tim Gesrek, Ghaida dan Duo ChelVan merusuh sambil memakan sate tentunya. Tentu saja, topik pembicaraan utama mereka adalah seseorang yang mereka anggap sebagai ketua mereka. Siapa lagi kalau bukan Elaine Hartanto.
“Elaine sakit lagi?” Tanya Ghaida.
“Iya, begitu deh katanya Kadong.”
“Akhir-akhir ini Elaine sakit
terus. Dia gak apa-apa, kan?” Tanya Dena.
“Gak apa-apa, tenang aja Den.”
Jawab Nabilah.
“Kalau gini, apa Elaine bisa ke
atas?” Tanya Jeje yang terlihat mulai ragu.
“Wah. Jangan pesimis gitu dong, Je.
Elaine pasti bisa. Lagian siapa sih yang mau sakit. Elaine kan juga manusia.”
Ucap Nabilah tidak terima.
“Benar kata Nabilah.” Ucap
seseorang dari belakang Nabilah dan mengambil satu tusuk sate yang dipegang
Nabilah. “Percayalah, Elaine akan mendapatkan posisi tertinggi di Majijo. Bukannya
kalian orang pertama yang paling mempercayai hal itu?” Kompak ke delapan orang
yang sedang makan bersama itu langsung menoleh. Terlihat Gracia berdiri sambil
memakan sate yang diambilnya.
“Gracia?” Kaget mereka bersamaan.
“Tunggu saja. Setelah ini semuanya
akan jadi lebih menarik.” Ucap Gracia sambil berjalan pergi. “Ah iya Tim
Gesrek. Terima kasih atas satenya. Enak.” Ucap Gracia tersenyum sebelum pergi
keluar dari kelasnya.
Kedelapan orang itu hanya bisa saling
pandang dalam kebingungan.
Apa yang selanjutnya akan terjadi?
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jadi, apa sudah pada tahu apa yang
terjadi di masa lalu? Masih belom jelas? Sabarlah~~
Btw, ngelarin ini dengan kantuk
yang sangat menyerang. Jadi gitu deh.
Semoga tetap memuaskan.
Next: Serupa tapi tak sama. Pertarungan antara
ambisi, pembuktian dan gengsi. Frieska vs
Elaine.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m
-Jurimayu14-
Good job 😊
ReplyDeleteSaya suka saya suka
Kayaknya bagusan ve versi Jessica yang itu loh ka 😁..
ReplyDeleteseru nih kak.
ReplyDeletedi tunggu update selanjutnya.
o iya mau nanya princess hours nya kapan lanjut lagi ya ?
Keren, ga sabar nungguin kelajutannya...
ReplyDeleteMasa Gaada Haruka Sihh... :(
ReplyDelete