Wednesday, June 24, 2015

Majisuka Gakuen (JKT48) - Chapter 5

Akhirnya apdet lagi~~
Btw, maaf nih, disini adegan fightingnya seiprit banget wkwk.

Soalnya fokus ke cerita masa lalu....
Langsung aja
Happy reading~~
*semoga gak bikin batal puasa*

Majisuka Gakuen (JKT48)

Ciee yang kemaren Danso~~
Chapter 5
Semenjak pertarungan dengan SexySter, Elaine tidak lagi masuk sekolah. Kabarnya sih luka di tubuhnya cukup parah. Menyebabkan gadis itu harus beristirahat. Sudah 4 hari semenjak Elaine tidak masuk dan seperti biasa, Ghaida dan Duo ChelVan ikut nimbrung makan sate bersama Tim Gesrek di kelas 2-4.
*Elaine-nya istirahat dulu gan!*
“APA?! KALIAN BERANTEM SAMA ANAK YABAKUNE?!” Kaget Tim Gesrek dan Ghaida bersamaan.
“Ssstt!! Aduh jangan teriak-teriak! Rachel juga ngapain sih cerita-cerita.” Omel Vanka.
Ditengah obrolan mereka, Gracia tiba. Dan tentunya dapat mendengar obrolan mereka yang cukup keras itu. Mendengar Yabakune disebut, Gracia langsung mendekat ke arah mereka.
“Kalian berantem sama anak Yabakune?” Tanya Gracia to the point.
Mereka semua langsung menoleh ke arah Gracia. Entah kenapa Vanka dan Rachel terlihat takut.
“Ciri-ciri anak Yabakunenya seperti apa? Apa memiliki tahi lalat di pipinya? Atau-”
“Bukan. Gak ada tahi lalatnya. Anaknya tinggi-tinggi.” Ceplos Rachel.
“Tinggi-tinggi? Lebih dari satu orang?”
“Iya ada dua-”
Pletak!
Kepala Rachel-pun dijitak oleh Vanka.
“Aduh! Sakit Tacil.” Ucap Rachel sambil mengusap-usap kepalanya.
Gracia hanya menggeleng lalu kembali keluar setelah menaruh tas dan mengambil tas kameranya. Dia berjalan melangkahkan kakinya menuju atap sekolah mereka. Tempat paling favorit untuk menenangkan diri. Saat Gracia tiba disana, sudah ada seorang Melody yang sedang memandangi langit di atas sekolah mereka yang sedikit mendung.
“Gracia.” Panggil Melody pelan lalu menatap Gracia yang reflek langsung membungkuk hormat. “Apa kamu tahu rasanya berpisah dengan sahabat karena kesalah pahaman?” Tanya Melody tanpa menatap Gracia. Gracia mendekatkan dirinya pada Melody.
“Mungkin.” Jawab Gracia lalu memandangi pemandangan di bawah sana.
“Yabakune mulai bergerak. Dan mereka mengincar anak baru yang belum ada dua bulan disini. Kamu tahu kenapa? Dia sahabatmu, kan?” Kali ini Melody bertanya sambil menatap Gracia.
Gracia melirik sekilas pada Melody lalu tersenyum. “Dia cuman mantan sahabat.”
“Hmm. Tapi, pada nyatanya, kau tidak akan pernah melupakan benar-benar seseorang yang sudah dianggap sahabat itu. Iya, kan?” Saling tatap terjadi antara Melody dan Gracia. Keheningan tercipta diantara keduanya. Angin yang berhembus mengibaskan rambut panjang keduanya.
Melody tersenyum miris. Di pikirannya dia memikirkan, seseorang yang kini menjadi petinggi sekolah yang menjadi rival sekolahnya….
BRAK!!
Di hadapan Desy, ketuanya memukul keras tembok sampingnya sambil menatapnya tajam. Di belakang Desy, seorang Okta bersembunyi dengan menahan tangisnya. Terlihat begitu ketakutan. Desy terus menunduk, tahu atas kesalahannya.

I really like this photo kyaaaa~~
Pipinya itu lohhh~~
“Udahlah, Je. Okta sama Desy kan gak sengaja dan gak ada maksud. Mereka juga dipancing, kan.” Ucap Naomi yang sedang mengupas kulit apel.
Tiba-tiba tangan yang sedang sibuk mengupas itu, ditarik seseorang, badannyapun di dorong hingga menabrak tembok. Tangannya dicengkram kasar, sampai pisau yang dipegang Naomi jatuh.
“Tetep aja mereka melakukan sesuatu yang belum gw izinkan!” Bentak gadis yang tubuhnya lebih tinggi dari Naomi itu.
“Kak Je, Desy minta maaf. Desy siap terima hukuman kalau memang itu harus. Tapi, mohon jangan hukum Okta.” Ucap Desy sambil membungkuk, begitu juga Okta di belakangnya.
“Je.” Panggil lembut Naomi. Tangannya mengusap lembut pipi tembem ketuanya itu. “Semua kan salah Michelle bukan Desy atau Okta. Lihat Okta udah mau nangis gitu. Kamu tega?”
Keduanya saling bertatapan. Naomi masih mengusap lembut dan memasang senyuman manisnya. “Hah. Yaudahlah.” Sambil menghela nafasnya, murid tertinggi di Yabakune itu menghempaskan tubuhnya ke sofa kesayangannya. “Mi, Yona sama Viny mana?”
“Ini, apel buat kamu.” Ucap Naomi sambil meletakkan sepiring kecil berisi apel. “Yona? Dia masih mencari tahu soal Andela, kan. Kalau Viny-”
Cklek.
Panjang umur, gadis berambut pendek dengan senyuman manis itu masuk sambil membawa sekantung plastic belanjaan.
Viny lalu menghampiri ketuanya yang sedang memakan apel itu. “Maaf Kak Je, Viny pergi tanpa pamit.” Ucap Viny sambil membungkuk. “Oh iya, tadi ada perilisan novel baru. Mungkin Kak Je mau baca?” Viny mengambil novel dari dalam tasnya dan memberikannya pada kakak kelasnya itu.
Viny tersenyum manis saat dirinya ditatap oleh sang ketua yang kemudian akhirnya mengambil novel tersebut. Sebuah novel karangan penulis Indonesia, berjudul “Sahabat tak berpisah.” *ini ngarang ye*. Dibukanya cover novel tersebut, sambil menyandarkan diri, dirinya mulai membaca prolog novel tersebut. Cerita yang membawanya kembali ke masa lalu…
BUGH!!
Dalam waktu bersamaan, kedua gadis yang mengenakan seragam sama itu saling memukul.
BRUG!
Keduanyapun saling terjatuh. Nafas mereka tak beraturan. Seragam mereka kotor karena tanah dan darah. Dibawah jembatan layang mereka berkelahi sambil ditonton seorang gadis berambut pendek yang hanya jongkok diantara keduanya.
“Jadi, kita seri lagi Ve?” Ucap gadis yang kini kita ketahui sebagai Melody.
“Entahlah. Coba tanya Kinal.” Jawab gadis yang wajahnya penuh luka memar itu.
“Kok tanya aku, Ve?” Tanya Kinal dengan wajah bodohnya.
“Kamu kan daritadi merhatiin. Jadi mungkin tau siapa yang lebih kuat.” Ucap gadis itu kembali.
“Engg…” Kinal terlihat berpikir. Dia lalu menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal itu. “Kenapa kalian harus berantem gini, sih?” Dengan raut wajah yang sedih, Kinal bertanya balik.
Melody bangkit lalu duduk di samping Kinal. “Tenang aja, aku sama Ve, kan gak berantem. Cuma ingin mencari tahu. Iya kan, Ve?”
Gadis yang daritadi dipanggil dengan nama ‘Ve’ itu ikut duduk di samping Kinal.
“Aku sama Kak Mel kan cuman mau cari siapa yang paling kuat untuk naik ke atas sana.”
“Hmm, kenapa gak bareng-bareng aja, sih?” Tanya Kinal heran.
“Bukankah, pada akhirnya, hanya satu orang yang menduduki puncak tertinggi Majijo? Iya kan, Ve?” Pertanyaan Melody itu dijawab dengan anggukan…
~~~
“Kenapa Kak Melody menceritakannya padaku?” Tanya Gracia bingung.
“Entahlah. Aku juga gak tahu.” Ucap Melody sambil tersenyum tipis. “Yaudah, Kak Melody pergi dulu, ya. Udah mau ujan.” Tambahnya lalu pergi meninggalkan Gracia seorang diri.
Graciapun menatap ke langit di atas sana, rintik hujan mulai turun menetes mengenai tubuhnya. Gracia menghela nafasnya. Rintikan hujan itu membawanya kembali ke masa lalu…
Hujan deras turun membasahi bumi. Di bawahnya, dua orang gadis berseragam putih-biru berlari kencang seakan tak peduli dengan hujan. Wajah mereka terlihat panik, ketakutan dan kekhawatiran terpancar disana. Setelah berlari cukup lama, mereka berhenti di sebuah gudang tua tak terpakai.
BRUG!
Dengan kasarnya, Gracia menendang pintu gudang tersebut. Dia dan seorang Andela akhirnya masuk ke dalam gudang tersebut, dan betapa terkejutnya saat melihat Elaine di dalam sana sedang duduk berlutut sambil memegang sesuatu.
Di dekat Elaine, Hamids terkapar. Darah memenuhi tubuh keduanya. Elaine terlihat menangis. Kenapa?
“Gracia, Andela…” Ucap Elaine di tengah isak tangisnya. “Hamids…”
“Ha-Hamids?? HAMIDSSSSS!!!”
*ups potong duls*
“HAMIDSSSS!!!” Teriak Elaine yang lalu bangkit dari tidurnya.
Nafas Elaine tak beraturan, keringat deras mengaliri tubuhnya. Dari luar, Shani langsung masuk dan menghampiri adik sepupunya itu.
“Mimpi buruk?” Tanyanya saat sudah duduk di tepi ranjang Elaine. Elaine hanya diam. Shani menempelkan punggung tangannya ke kening Elaine, memeriksa suhu tubuh Elaine. “Demam kamu belum turun. Mending kamu istirahat lagi, ya.” Ucap Shani sambil membantu Elaine untuk tidur kembali. “Oh iya, tadi Ci Shani beli novel baru. Tapi, kamu gak boleh baca sebelum sembuh!” Elaine hanya mengangguk. “Yaudah, Ci Shani keluar lagi. Selamat tidur, sayang.” Ucap Shani setelah menyelimuti Elaine.
Elaine menatap kepergian Shani, lalu melirik ke sampingnya. Di atas meja belajarnya, sebuah novel yang masih terbungkus rapi ada disana. Sebuah novel berjudul sama seperti yang sedang dibaca oleh ketua Yabakune…
“Je.” Panggil Naomi. “Je?” Masih tak ada sautan. “Jessica Veranda!” Panggil Naomi agak kencang kali ini.
Ya, itulah nama lengkap sang ketua Yabakune. Jessica Veranda. “Hmmfhh. Apasih, Mi?” Tanyanya sambil menatap Naomi yang berdiri di belakangnya.
“Konsen banget bacanya. Kamu gak mau pulang?” Tanya Naomi yang terlihat sudah bersiap pulang.
“Gak, kamu duluan aja. Aku masih mau disini.”
Naomi menghela nafasnya. Tentu saja dia tak akan memaksa. “Yaudah aku pulang dulu.” Saat sampai di depan pintu, Naomi kembali melirik Jessica –begitulah panggilannya di Yabakune- dan tersenyum miris sebelum akhirnya benar-benar pergi.
Sekitar 10 menit berlalu semenjak Naomi pergi dan hanya ada seorang Jessica di dalam ruangan itu. Tiba-tiba pintu ruangan tersebut dibuka seseorang. Jessica yang masih asik membaca, mengabaikannya, seakan tak peduli. Dengan santainya, gadis yang masuk itu lalu duduk di samping Jessica dan tersenyum pada kakak kelasnya itu.
“Selain anggota, dilarang masuk. Apa kamu tak mengerti?”
“Ayolah Kak Je, kan udah jam pulang sekolah. Lagian ruangan ini nanti akan jadi milikku.” Jessica langsung menatap adik kelasnya itu. “Benar kan Kak Je?” Tanyanya sambil kembali tunjukkan senyumannya.
Jessica menggeleng lalu menutup novel yang sedari tadi mencuri perhatiannya. “Apa maumu Michelle?”
“Tak ada, hanya mau mampir. Tak boleh?” Jessica memilih mengabaikannya dan kembali membaca novelnya. “Kak Je, gak tertarik dengan anak baru di Majijo itu?”
“Apa pentingnya untukmu?”
“Hanya bertanya. Tapi, ya mana mungkin sih ya Kak Je tertarik pada anak itu. Kecuali menyangkut Kak Melody dan Kak Kinal, ya?” Kembali, Jessica menatap Michelle dengan tajam. “Hah. Sudah kuduga. Udah ah aku balik.” Saat ingin bangkit, tangan kecil Michelle ditahan Jessica. “Ada apa Kak Je?”
“Ada apa dengan mereka?”
“Tak ada apa-apa.” Tangan Michelle tiba-tiba diplintir Jessica. “A-A-Aw, oke. Oke.” Tangan itu lalu dilepaskan oleh Jessica. “Rappapa sudah mulai bergerak. Tapi, aku belum tau apa yang akan mereka lakukan apalagi anak baru itu sakit setelah pertarungan dengan SexySter.”
“Hmm, begitu. Baiklah.”
“Udah ah, lama-lama disini bahaya.” Ucap Michelle, entah maksudnya apa. Diapun pergi meninggalkan Jessica. Saat Michelle hampir keluar…
“Michelle.” Panggil Jessica pelan, Michellepun menoleh. “Aku tidak akan memberikan posisiku ini nanti padamu.”
Michelle tertawa kecil sebelum menjawab. “Aku tidak meminta. Aku akan mengambilnya sendiri.” Jawab Michelle sebelum benar-benar pergi.
~~~
Hari kembali berganti, Elaine yang sudah sembuh kini kembali menapakkan kakinya di Majijo. Saat tiba di lantai 2 tentu saja yang menyambutnya adalah…
“Elaine~~~” “Kak Elaine~~” Sambil berlari lalu memeluk Elaine, Tim Gesrek, Ghaida dan Duo ChelVan mengampiri Elaine.
Mereka begitu rusuh melihat kedatangan Elaine, berbagai pertanyaan langsung mereka utarakan. Sesekali Ghaida ingin modus, namun langsung dihajar Nabilah. Duo ChelVan menyambut Elaine dengan memberikan kue buatan mereka.
Elaine begitu merasa bahagia bahwa ada yang menyayanginya. Tapi, lagi, perasaan takutnya kembali muncul. Kenangan masa lalunya selalu lewat dalam bayangannya. Kejadian di masa lalu yang kini memisahkan dirinya, dengan seseorang yang kini mencuri dengar dari atas tangga.
“Kembalilah pada sahabatmu selagi ada kesempatan.” Ucap seseorang dari balik punggung Gracia.
Gracia menoleh dan terkejut saat melihat Melody berdiri disana. Gracia membungkuk hormat sebelum kembali menatap Melody.
“Jadi, apa Rappapa sudah mulai bergerak?”
“Hmm. Pasti.” Melody berbalik memunggungi Gracia.
“Kak Melody.” Panggil Gracia menghentikan langkah Melody. “Jika butuh nama, Elaine jawaban yang Kak Melody cari.” Melody hanya tersenyum tipis sebelum pergi menghilang dari hadapan Gracia.
~~~
Melody kini sudah bersama Kinal dan anggota Rappapa di dalam ruangannya. Tentunya Melody duduk di kursi kebesarannya. Dihadapannya para anggota Rappapa menatapnya dengan antusias.
“Kita mulai bergerak sekarang.” Ucap Melody setelah diam cukup lama. “Kinal, aku minta tolong awasin jangan sampe ada murid Majijo yang berkelahi lagi dengan murid Yabakune.”
“Siap Teh.” Jawab Kinal sambil membungkuk hormat.
“Beby, Kak Melody minta tolong kamu cari tahu soal masa lalu Elaine. Semuanya. Terutama yang berhubungan dengan Gracia.”
“Siap.” Jawab Beby sambil membungkuk hormat.
“Shania, tolong cari tahu soal Yabakune. Pertarungan Elaine dengan tiga orang murid Yabakune itu sepertinya tidak diatur oleh para petinggi mereka.”
“Oke, Kak.”
“Dan Nobi. Seperti yang dibilang Kinal pada kamu sebelumnya. Awasi Elaine. Dan bila tiba waktunya. Lakukan yang seharusnya.”
“SIAP.” Jawab Nobi bersemangat tentunya sambil hormat.
“Sementara Frieska, kakak minta kamu gak ngelakuin apapun. Sampai memang tiba giliran kamu.”
“Teh, aku-”
“Sekian. Gak ada protes. Sekarang kalian boleh keluar dan mulai bergerak.” Ucap Melody memotong ucapan Frieska, lalu berbalik menatap pemandangan di luar jendelanya.
Frieska keluar setelah mendengus kesal dan terlihat bete. Berbanding terbalik dengan Nobi yang keluar dengan semangat 48, Shania-Beby tentu saja keluar sambil bergandengan tangan dengan mesranya. Sementara Kinal yang masih di dalam ruangan itu…
“Teh, kenapa bukan aku? Kenapa gak aku yang dikasih tugas soal Yabakune?” Tanya Kinal dengan nada agak menuntut dan kesal.
“Kalau kamu yang dapat tugas, akan jadi lain ceritanya.”
“Tapi, Teh-”
“Gak ada tapi-tapian.” Jawab Melody tegas.
BRAK!
Kinal mendengus kesal. Dibantingnya pintu ruangan Melody itu. Di ruangan Rappapa hanya tinggal ada Frieska dan BebNju couple. Frieska duduk dalam diamnya, sementara Beby dan Shania…
“Shan, kamu mau ngelaksanain tugas kapan?” Tanya Beby yang sedang menonton video di HPnya itu.
“Emm, mungkin mulai nanti. Kamu sendiri?” Tanya balik Shania yang sedang merangkul dan bersandar pada Beby.
“Nanti, abis nonton ini.” Shania hanya mengangguk. “Shan, kamu nanti hati-hati, ya.”
Mendengar perhatian Beby itu, wajah Shania memerah. “Iya Mickey Mouse-ku sayang~” Cuu~ Shania mencium lembut pipi Beby.
Melihat kemesraan Beby dan Shania membuat Kinal sedih. Membuatnya teringat dengan seseorang, gadis yang dahulu manja padanya. Gadis yang kini sudah lagi tak bisa dijangkaunya…
“Kinay~” Panggil gadis itu manja, sambil menyandarkan kepalanya pada Kinal.
“Kenapa Ve?”
“Kamu gak akan ninggalin aku, kan?” Tanyanya yang memegang erat telapak tangan Kinal itu.
“Selamanya. Selamanya aku akan ada di samping kamu.” Dibawah cahaya sang mentari sore, tanpa ragu, Kinal mendekatkan wajahnya pada gadis disampingnya itu dan mencium…..
*ihihih di cut ah*
BRUG!!
Novel yang digenggam Elaine terjatuh. Elaine yang tertidur di kelasnya itu langsung membuka matanya yang sipit dan mengusap matanya pelan. Saat dia menoleh, terlihat seseorang tengah mengambilkan novelnya yang terjatuh itu.
“Ini novelnya.” Suara berat keluar dari mulut gadis berbadan kekar itu.
Elaine memperhatikan sosok gadis yang menggunakan celana tentara itu. Gadis itu mengulurkan tangannya yang memegang novel milik Elaine pada Elaine. Gadis itu memperhatikan Elaine balik. Elaine terus menatap balik gadis yang duduk di lantai seperti ala-ala pangeran melamar itu.
“Hey, kenapa malah bengong?”
Elaine mengambil novelnya. “Makasih, Kak.” Elaine bangkit lalu membungkuk hormat.
“Kak? Kau tahu siapa aku?”
“Kak Nobi, anggota Rappapa.”
“Wah baguslah kalau gitu gak perlu perkenalan lagi, ya?”
“Emm… Maaf, aku balik dulu, kak.” Elaine mulai berjalan pergi tinggalkan Nobi.
Namun, langkah kecilnya terhenti di depan pintu kelasnya. Tiba-tiba Elaine menggenggam tali di depannya yang hampir sama sekali tidak terlihat. Ditariknya tali itu kuat-kuat, bunyi benda yang agak berat bergesekan dengan tembok dan lantai. Begitu cepat melewati Elaine yang menyadari jebakan itu, benda itu mengarah ke arah Nobi, dan…
BRUG!!
Dengan pukulannya, Nobi menghancurkan benda yang disiapkannya sendiri.
“Wah hebat kau menyadari jebakanku.” Puji Nobi yang sedang membersihkan tangannya.
“Permisi.” Ucap Elaine mengabaikan Nobi dan pergi dari sana.
Sambil tersenyum menyeringai, Nobi menatap kepergian Elaine. “Menarik.”
~~~
Hari kembali berganti. Kedua sekolah yang berseteru itu sama-sama belum melakukan pergerakan apapun. Di Yabakune, para petinggi mereka seperti tidak atau mungkin belum ingin melakukan pergerakan apapun. Jessica Veranda yang kini lebih memilih dipanggil ‘Je’ seperti biasa duduk dengan tenang sambil membaca novel yang sama sejak kemarin.
Naomi disampingnya sedang sibuk dengan HPnya dan tertawa-tawa sendiri. Entah apa yang dilihatnya. Di belakangnya, Viny sedang menggambar sesuatu di buku gambarnya. Di sudut ruangan, sambil menyuapi es krim, Desy menemani Okta menonton ‘Pocoyo’.
Begitulah keadaan ruangan para petinggi Yabakune sampai pintu ruangan mereka terbuka. Desy dan Viny melirik sekilas pada gadis bertubuh agak kurus dan berambut pendek yang baru datang itu. Senyum manis ditunjukkannya pada Viny yang langsung melengos malas.
Gadis itu terus berjalan, mendekatkan tubuh dan wajahnya pada wajah manis Viny, dengan cepat Viny menghindarinya.
“Aku lagi gambar.” Ucap Viny.
“Ck. Yaudah.”
Ditolak oleh Viny, gadis itu berjalan mendekati Naomi. Dipeluknya leher Naomi dari belakang. Spontan, Naomi menoleh dan dapatkan kecupan lembut di bibirnya.
“Hei, sayang.”
“Yona! Kamu ngagetin aja.”
“Hehe, maaf. Oh iya, ini ada sesuatu buat kamu dan Je. Informasi soal Andela dan anak baru Majijo itu.” Ucap Yona sambil mengeluarkan sebuah map dari tas selempangnya dan memberikannya pada Jessica.
Diambilnya map tersebut. “Makasih Yona.” Mulai dibukanya, dan dibaca kertas-kertas yang ada di dalamnya.
“Ini data-datanya, tapi itu belum semua. Yang pasti Andela dan Elaine memang berteman sejak lama. Dan ada sebuah kejadian yang akhirnya membuat mereka pisah.”
“Kejadian apa?” Tanya Jessica yang masih membaca-baca kertas yang berisi biodata Elaine.
“Entahlah. Kasusnya simpang siur. Kabarnya sih orang tua Andela maupun Elaine orang terpandang yang bisa membuat kasus mereka hilang dan lenyap bagaikan abu.” Jelas Yona.
“Karena sebuah kejadian, persahabatan mereka terpisah. Serupa tapi tak sama ya, Melody?” Tanya Jessica dengan suara pelan pada sahabat lamanya. Sahabat lamanya yang juga sedang berkumpul bersama anggotanya di ruangan paling pribadi yang ada di Majijo.
“Aman, murid-murid Majijo udah Kinal peringatin untuk gak terlibat dan menghindari Yabakune.” Ucap Kinal.
“Sebenernya Yabakune belum bertindak apapun mengenai ini. Pertarungan Elaine itu diluar dari genggaman mereka.” Ucap Shania kali ini.
“Oh iya, cuman ChelVan yang terakhir melawan dua murid Yabakune. Yang sepertinya sih termasuk petinggi disana.” Tambah Kinal lagi.
“Tapi, itu sepertinya pertarungan yang tidak disengaja. Oh iya, mereka sedang menyelidiki sesuatu juga soal… emm… entahlah. Shania gak tahu.”
“Yang pasti, Elaine dan Gracia memang teman baik. Mereka pernah dalam satu geng.” Beby memberikan map yang ada di tangannya pada Melody. “Yang pasti, ada sebuah kejadian yang membuat mereka bubar. Ahh, salah satu diantara anggotanya dari kabar burung yang kudapat, merupakan murid Yabakune.” Jelas Beby pada Melody yang sedang membaca isi map yang diberikan Beby.
“Jadi, Elaine juga punya hubungan sama Yabakune. Pantas. Dengan siapa?” Tanya Melody.
Beby terlihat berpikir sambil menggaruk leher belakangnya. “Emm… Nah itu, aku kurang tau. Siapa ya…. Emm… An… An….”
“Anindya *eh bukan deh wkwk” “Andela.” Spontan para petinggi Majijo yang ada di dalam ruangan Melody langsung menoleh.
Betapa terkejutnya mereka, melihat seorang Gracia berdiri di depan pintu sambil bersandar. Seperti biasa, sebuah DSLR menggantung dan dikalunginya di lehernya.
“Gracia?”
“Sore Kak Melody.” Ucap Gracia sambil membungkuk hormat pada Melody tak lupa pada Kinal dan juga pasangan BebNju. “Pintu depan tak terkunci dan kosong jadi… maaf kalau Gracia main asal masuk.”
“Kau…”
“Biarin, Nal.” Ucap Melody menahan Kinal yang ingin menghampiri Gracia. “Bisa tinggalin aku sama Gracia berdua aja?”
Beby, Shania dan Kinal saling pandang. Dengan malas mereka keluar dari ruangan Melody. Kini hanya Melody dan Gracia di dalamnya. Gracia berjalan perlahan, memandangi dengan seksama ruangan yang sejujurnya baru dilihatnya untuk pertama kalinya.
“Ruangan ini tahun depan akan jadi milikmu dan Elaine.” Ucap Melody membuka obrolan diantara mereka. Gracia langsung berbalik dan menatap Melody.
“Jadi, Kak Melody sudah pasti menyerahkan posisinya pada Elaine?”
“Bukannya kamu menolaknya? Tapi, tenang saja, Elaine tidak akan mendapatkannya secara gratis.” Gracia hanya diam memperhatikan Melody. “Lalu ada urusan apa kamu kemari?”
“Apa yang terjadi dengan aku dan Elaine--”
“Serupa tapi tak sama dengan Kak Melody? Ceritakanlah.”
“Hmm, sudah kuduga.” Ucap Gracia sambil berpose ala meme ini ‘sudah kuduga’ tersenyum menyeringai. “Aku, Elaine dan Andela berteman sejak kecil. Persahabatan kami biasa saja seperti pada umumnya. Memang cinta terlarang dirasakan Andela dan Elaine. Tapi, itu tidak mempengaruhi apapun. Lalu, suatu hari kami kedatangan Hamids...”
“Hamids?” Tanya Melody heran, lalu mencoba mencari nama itu dalam lembaran yang ada di dalam map.
“Namanya Nina Hamidah.” Jawab Gracia dengan suara bergetar. “Tapi percuma. Kalian gak akan pernah dapatkan info tentang dirinya karena kasus itu.”
“Kasus apa?”
“Kasus yang menghancurkan persahabatan kami…” Cerita lama itu, akhirnya dibuka oleh Gracia…
“Andela! Ayooo balik!!” Ucap Gracia sambil menarik-narik lengan Andela yang terlihat ingin tiduran menggunakan lengannya sebagai bantalan.
“Entar dulu opo, Gre. Ngantuk iki.” Jawab Andela yang terlihat mengantuk itu.
“Ya, makanya balik.”
“Bentar deh bentar. Lima menit aja.” Gracia menghela nafasnya dan kembali duduk.
Entah kenapa Gracia merasa gelisah dan gundah. Pikirannya merasa tak enak. Bayang-bayang Hamids melintasi pikirannya. Jantungnya berdegup tak karuan. Gracia merasa benar-benar tidak tenang. Lima menit yang diminta Andela, bahkan terasa begitu lama.
“Ndel, udah lima menit. Ayok ah.”
Dengan malasnya, Andela bangkit dan mengikuti Gracia. Keduanyapun mulai berjalan keluar tinggalkan ruangan OSIS SMP mereka. Hujan deras terlihat turun di luar sana. Dengan langkah yang cukup cepat, Gracia menuju sebuah ruang kelas yang terlihat lampunya masih menyala.
Saat gadis pecinta fotography itu membuka pintu ruangan kelas itu, yang didapatkannya hanyalah sebuah pemandangan kelas kosong, sebuah bangku yang terjatuh, dan gantungan bebek yang terlepas dari asalnya. Dalam sekali lihat, Gracia langsung dengan jelas tahu siapa pemiliknya.
“Dimana mereka?” Tanya Gracia sambil menggenggam gantungan bebek yang tergeletak di lantai.
“Hmm… Loh kok kosong?!” Kaget Andela telat.
Lagi, pikiran Gracia kembali dihantui sesuatu yang tidak mengenakkan. Dengan cepat dia mengecek HPnya. Terlihat ada banyak chat line masuk dari Hamids. Dibukanya dengan cepat chat tersebut.
HmdsCengo: Gre, aku ngantuk.
HmdsCengo: *sticker ngorok *kayak favorit-nya Nia
HmdsCengo: Gre… kamu masih lama, ya?
HmdsCengo: *sticker guling-guling *kayak favorit-nya dekriz
HmdsCengo: Gre, Ilen pergi!!
HmdsCengo: Ada yang jebak Ilen.
Wajah Gracia langsung pucat setelah membaca chat Hamids yang belum dibacanya itu.
“Ndel, ada yang jebak Elaine. Hamids ngikutin Elaine.”
“Hah?”
“Cek handphone lo!”
Dengan cepat Andela mengecek HPnya. Sama, banyak chat masuk dari Elaine yang belum dibacanya. Dan ada sebuah pesan tak dikenalnya yang masuk ke HPnya. Andela langsung mengecek chat Line dari Elaine, tak ada yang aneh. Dan saat ia membuka pesan dari seseorang yang tidak diketahuinya…
“Gre…”
“Kenapa, Ndel?” Tanya Gracia heran saat melihat wajah kaget Andela.
Andela langsung memperlihatkan isi pesan di HPnya pada Gracia. Kedua bola mata Gracia-pun melebar. Wajahnya makin pucat, kakinya lemas, amarah merasukinya. Dengan kesalnya, keduanya langsung berlari. Cepat sangat cepat. Lelah dan kantuk akibat rapat OSIS yang menguras tenaga dan pikiran mereka hilang sejenak.
Dua nama di pikiran mereka begitu menghantui. Hujan deras bahkan tidak mereka pedulikan. Nafas mereka tersengal. Takut, rasa takut begitu menyerang Gracia.
Setibanya di sebuah gudang tua yang sepertinya memang sudah tak terpakai, Gracia menendang pintu gudang tersebut. Dan pemandangan yang di dapatinya…
BRUG!
*maap potong lagi gaes
“Aduh maaf Teh, kekencengan bukanya.” Ucap Kinal. “Nobi telepon, dia melihat Elaine bersama seorang murid Yabakune. Kemungkinan besar itu…”
“Andela.” Ucap Gracia, dia dan Melodypun saling tatap. “Lebih baik aku permisi.” Gracia pergi setelah membungkuk hormat pada ketua dan wakil ketua Majijo itu.
“Ada apa, Teh?”
“Emm bukan apa-apa. Mungkin yang dialami Elaine dan Gracia, lebih buruk dari yang kita alamin.” Kinal terlihat bingung sendiri. “Sudahlah. Bagaimana dengan Nobi?”
“Masih mengawasi tentunya.”
Seperti yang dikatakan Kinal, Nobi dari tempatnya berdiri memperhatikan sosok pasangan kekasih yang kini saling pandang dalam tatapan dingin. Kehangatan dan kerinduan seperti tidak lagi dimiliki oleh Andela. Hanya kebencian yang terpancar disana.
Dihadapannya Elaine memandanginya dalam sedih. Rindu. Ingin rasanya tubuh mungil itu jatuh kedekapan gadis bertubuh tinggi dan berambut panjang dihadapannya itu. Tapi, apa daya. Tubuhnya kaku. Hatinya kelu. Bibirnyapun membisu.
“Apa lagi Elaine?” Tanya Andela yang sedang memegang sebuah pistol di tangan kirinya.
Keduanya sedang berada di sebuah tempat latihan menembak. Tempat yang kebetulan juga suka di datangi Nobi dan menjadi favorit Andela sejak dahulu.
“Aku mohon. Berikan aku kesempatan kedua.”
DOR!!
Tanpa melihat sasarannya, Andela menembak dan mengenai sasarannya. Kembali ciptakan keheningan diantara mereka. Keheningan yang juga mengisi suasana di kamar yang didominasi warna ungu milik Gracia.
Duduk di tepi ranjangnya, Gracia diam. Melamun. Di atas meja belajar yang ada di sampingnya, dua buah foto berdiri dengan tegapnya disana. Foto yang satu menggambarkan kedekatannya dengan Hamids. Foto kedua melukiskan indahnya kecerian dan kebersamaan keempat gadis remaja yang kini telah terenggut oleh takdir Tuhan.
Bohong. Iya, Gracia berbohong mengatakan telah membuang semua hal yang berbau Elaine dan Andela. Dia menghela nafasnya. Tanpa terasa air matanyapun mengalir. Dia kembali teringat. Teringat akan masa lalunya. Kenangan bersama Hamids yang mungkin tak akan pernah kembali lagi…
“Gre.” Panggil Hamids pelan. “Kalau nanti terjadi sesuatu sama aku, kamu gak pernah boleh sedih, ya!”
“Kamu ngomong apa sih, Mids?”
“Ihh~~ aku serius, Gre. Manusia kan gak ada yang tahu kedepannya gimana.”
“Iya, aku juga ngerti. Terus.”
“Ya, pokoknya, apapun yang terjadi nanti. Semoga gak akan pernah menghancurkan persahabatan kita. Kamu janji, kan?”
“Emm. Duh apaan sih, Mids! Gak bakal ada apa-apa juga.”
“Gre~”
“Iya, iya aku janji.” Kedua jari kelingking merekapun saling bertautan.
“Gre.”
“Apa lagi?”
“Ini.” Pinta Hamids sambil menunjuk bibirnya.
“Ogah.”
“Dih.” Hamids terlihat kecewa, wajahnya terlihat murung.
“Mids.”
“Emm?”
“Lihat sini.”
“Kena-” Chu~ Sekilas tapi begitu manis. Begitulah rasa ciuman yang diberikan Gracia saat itu…
BRUG!!
Dipukulnya keras meja belajarnya. Nyaris saja menjatuhkan DSLR yang diletakkannya juga di atas meja. Keringat dan air mata masih mengalir membasahi pipi Gracia.
“Aku harus gimana, Mids?” Tanya Gracia pada dirinya sendiri. Ya, tidak mungkin pada Hamids.
Dikepalnya kedua tangannya secara keras. Diluapkan emosinya pada kepalan tangannya itu, tanpa disadari dan terasa, darah menetes dari kedua telapak tangannya itu.
“Ahh.” Erangan kesakitan keluar dari mulut Gracia.
Tubuhnya bergetar, emosi yang campur aduk begitu dirasakannya. Nafasnya begitu tak karuan. Selalu. Selalu seperti itu.
“Aku harus apa?”
‘Temui Elaine. Kembalilah disisinya.’ Bisik pelan suara hatinya.
“Tapi-”
‘Gak ada tapi-tapian, Gre. Inget janjimu sama Hamids.’
“Err. AAAAAAA.” Teriak Gracia begitu kencang. Lagi, air mata keluar dari kedua sudut matanya yang sedang terpejam.
Dihembuskannya panjang nafasnya yang begitu berat. Perlahan matanya terbuka. Kembali perlihatkan mata tajamnya yang mampu menusuk siapapun orang yang ada di hadapannya. Gracia bangkit lalu mengambil perban yang ada di laci meja belajarnya. Dibalutnya kedua tangannya yang terluka dengan kencang. Gracia lalu berjalan menuju lemari kacanya. Lemari kaca tempat penyimpanan berbagai jenis kamera dan peralatannya yang dikoleksinya. *orang kaya gaes* Diambilnya satu, sebuah mini kamera pemberian Hamids dahulu. Tanpa basa-basi, dia langsung berlari keluar dari kamar dan rumahnya.
~~~
Gracia terus berlari. Dia masih ingat kemungkinan tempat Elaine dan Andela akan bertemu. Tak jauh dari tempat tujuannya, larinya terhenti. Siapa sangka, kedua orang yang pernah bersahabat itu bertemu di tangah jalan. Senyum miris diberikan Andela sebelum dia membungkuk hormat sedikit.
“Andela?”
“Apa kabar, Gre?”
“Buruk. Sama sepertimu.” Andela hanya tertawa kecil lalu berjalan melewati Gracia. “Dimana Elaine?”
Langkah Andela terhenti. “Kau masih peduli padanya?”
“Bukan urusanmu.”
“Gre, kau tahu. Aku masih menyayanginya. Hanya saja, apa yang dilakukannya tidak akan pernah aku maafkan.”
“Kau pikir, aku sudah memafkannya. Tidak Andela. Tapi, kenapa tidak kita coba dari 0?”
“Dari 0, ya? Hmm.” Andela menyeringai. “Tempat latihan menembak pacar *salah bukan!. Semoga tidak terlambat, karena sepertinya, dia sudah bertarung dengan murid yang keliatannya cukup kuat dari sekolah kalian.”
Langsung saja Gracia kembali berlari meninggalkan Andela. Beruntung tempat yang dimaksud Andela tidak terlalu jauh dari tempat Gracia bertemu dengan Andela itu. Namun, saat Gracia tiba…
BUGH!!
Telatkah? Dihadapannya, tubuh mungil Elaine terpental cukup jauh setelah ditendang Nobi. Darah yang ada di mulut Elainepun dilepehkannya. Belum sempat Elaine berdiri normal, tubuhnya kembali diangkat oleh Nobi. Nobi tersenyum begitu gembira sebelum membanting tubuh Elaine keras ke lantai.
BUGH!!
“Aaaa.” Dengan susah payah, Elaine coba bangkit.
Darah menetes dari mulut dan kepalanya yang lagi-lagi kembali terluka. Dipegangnya perutnya yang begitu kelaparan karena lagi puasa masih terasa begitu sakit. Dibelakangnya, Nobi terlihat kesal. Ada raut kekecewaan yang terpancar di wajahnya.
“Cuman begini? Cuman segini kemampuan orang yang diharapkan Kak Melody?” Tanya Nobi benar-benar kecewa.
Elaine hanya tersenyum tipis sambil memejamkan matanya. ‘Lebih baik begini, dianggap lemah agar tak ada lagi orang disekitarku yang terluka.’ Ucap Elaine dalam hatinya.
“Ck.” Gracia yang memperhatikan itu entah merasa geram sendiri. Dia tahu dengan baik kemampuan Elaine lebih dari itu. Setelah menghela nafasnya, Gracia membuka mulutnya. “Kau menyerah dan mengalah seperti itu? Payah. Elaine gak akan pernah nyerah dan mengalah hanya karena takut.”
“Su-suara ini??”
“Mana, mana Elaine yang gw kenal?! Yang bahkan lebih menyeramkan dari monster sekalipun.”
“Gra-Gracia?” Elaine bangkit dan berdiri dengan benar kali ini. Dicarinya sosok Gracia yang tidak terlihat dimanapun.
“Woahh?? Benarkah lebih menyeramkan dari monster sekalipun? Jadi penasaran.”
“Ta-Tapi-”
“Aku tidak kenal Elaine ini! MANA SAHABATKU YANG DULU?!”
Elaine berbalik, ditatapnya Nobi dengan mata tajamnya yang tidak terlihat sedari tadi. “Wihh, matanya serem be-”
BUGH!!
“Tul. Uhuk. Uhuk.” Bersamaan dengan batuknya, darah keluar dari mulut Nobi karena pukulan kencang yang di terimanya di ulu hatinya.
Dengan cepat, Elaine berputar, ditendangnya punggung Nobi keras hingga tubuh gadis itu terpental dan menabrak pinggiran meja yang terdapat berbagai jenis pistol di atasnya. Diambilnya satu kotak besar berisi peluru dan dilemparnya pada Elaine. Namun, Elaine yang sedang berlari mendekatinya mampu menghindarinya.
Elaine berputar, ditendangnya Nobi. Namun, dengan tangan kanannya, Nobi berhasil menepis tendangan tersebut. Dengan tangan kirinya yang menganggur, Nobi mencoba memukul Elaine. Elaine yang menyadari itu, ternyata sudah mundur terlebih dahulu. Dan dengan kerasnya, menyikut tangan Nobi.
Nobipun kehilangan keseimbangannya. Memanfaatkan itu, Elaine melompat dan…
DUGH!!
Dengan lutut kanannya, dihajar begitu kerasnya wajah Nobi. Darah mengalir dari hidung kakak kelasnya itu. Tak menyianyiakan waktu lagi, Elaine menendang Nobi. Tubuhnya kembali mengenai meja lain. Kepala Nobi terasa pening. Saat dia membalikan tubuhnya untuk kembali menghadapi Elaine…
“Aaaaaaa!!” Dengan tenaga yang entah darimana, Elaine mengangkat tubuh Nobi yang jauh lebih besar darinya dan…
BUGH!! BRUG!!
Dibantingnya tubuh Nobi ke atas meja, hingga meja kayu itupun hancur.
“Hah. Hah. Hah.” Nafas Elaine begitu tidak beraturan, kepalanya kembali terasa sakit.
Menang. Elaine sudah menang. Di kakinya Nobi sudah pingsan. Elaine berjalan dengan gontai menuju novelnya yang tergeletak sembarang. Namun, saat ia menunduk….
BUGH!
Tubuh kecilnya terjatuh. Elaine merasakan efek samping perkelahiannya akhir-akhir ini. Matanya merasa makin parah. Belum lagi, kepalanya selalu cucurkan darah segar. Elaine merasa beruntung. Kadang terlalu beruntung dengan dirinya yang masih hidup di dunia.
Sebelum pingsan, samar-samar dalam pandangan matanya yang telah kabur, Elaine dapat melihat sosok pemilik suara yang menyemangatinya. Namun, Elaine hanya tersenyum tipis. Berharap semua itu bukanlah mimpi….
~~~
“Ngghh…” Perlahan, Elaine membuka matanya.
Cukup lama sampai Elaine menyadari bahwa dirinya telah tiba di kamarnya. Elaine mengusap matanya masih tak yakin sebelum akhirnya pandangannya benar-benar bersih.
Cklek.
Pintu kamarnya perlahan terbuka, perlihatkan kakak sepupunya yang begitu manis masuk sambil membawa sebuah nampan berisi teh angat dan cemilan.
“Kamu demam lagi. Kenapa sepupu Ci Shani jadi bandel gini.” Ucap Shani setelah menaruh yang dibawanya dan mengecek suhu tubuh Elaine. “Kita ke dokter, ya?”
“Gak mau.” Jawab Elaine yang lalu memeluk Sao.
“Elaine. Kamu mau tahu siapa yang membawamu pulang dan menggantikan bajumu?” Elaine langsung berbalik menghadap Shani.
“Ci Shani?”
Shani menggeleng. “Bukan. Tapi, Gracia.” Elaine diam, tak percaya. “Anak itu makin cantik. Matanya begitu tajam. Seperti milikmu.”
“Ci Shani.”
“Iya?”
“Boleh tinggalkan aku sendiri?”
“Baiklah.” Shani tersenyum lalu membenarkan posisi selimut yang dipakai Elaine sebelum keluar pergi tinggalkan Elaine yang terlihat tersenyum bahagia.
~~~
“Je.” Panggil Naomi pelan. “Je.” Jessica yang duduk di sofanya itu hanya diam melamun. Naomi kembali menghela nafasnya. “Jessica.”
“I-Iya, Mi? Kamu manggil aku?”
“Emm… Kamu kenapa?”
“Gak apa-apa. Ah ada berita terbaru?”
Cklek.
Pintu ruangan mereka terbuka. Perlihatkan Yona yang masuk sambil memakan sebuah snack.
“Anak baru itu bertemu dengan Andela, lalu berhasil mengalahkan salah satu anggota Rappapa.” Jawab Yona yang lalu duduk di sebelah Viny yang seperti biasa sedang menggambar.
“Begitu, ya.” Jessica terlihat berpikir. “Viny, boleh Kak Je minta tolong sesuatu?”
“Dengan sangat hormat dan senang, silahkan.”
“Menyusuplah ke Majijo dan cari tahu juga awasi anak baru itu.”
“Baiklah.”
“Yona, berikan segala yang dibutuhkan Viny.”
“Tentu Je~”
“Kinal, Melody, akhirnya. Tak lama lagi kita pasti bertemu…”
~~~
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya.” Ucap Nobi sambil membungkuk hormat pada Melody.
“Tak apa. Emm. Shania dan Kinal tolong tetap melakukan tugas kalian yang sebelumnya. Dan Beby, tolong awasi Elaine.”
“Siap!” Jawab ketiganya kompak sambil membungkuk hormat.
“Tunggu Kak Mel!” Protes Frieska. “Biarkan aku yang menghadapi Elaine! Menghentikannya. Aku akan buktikan!”
“Frieska-”
“Aku gak peduli walau Kak Melody melarangnya. Aku akan tetap bergerak.”
BRAK!!
Frieska membanting pintu ruangan Melody dengan kerasnya. Sang kakak hanya bisa menggeleng dan menghela nafasnya.
“Biarkanlah. Kalau begitu Beby. Tolong awasi Gracia.”
“Buat apa, Kak?”
“Lakukan saja.”
“Baiklah kalau begitu.”
“Sekarang, Nobi, Beby dan Shania boleh keluar.” Ketiganyapun keluar.
“Teh. Soal Yabakune-”
“Apalagi Nal? Kamu mau aku kasih tahu sesuatu?”
“Apa itu?”
“Percayalah. Yang diinginkan Ve dengan menjadi ketua Yabakune hanyalah untuk bertarung dengan kamu dan aku. Selebihnya. Dia tidak peduli.” Kinal terlihat diam. Tak mampu berucap. “Tapi, aku tak seperti itu. Tujuan kita tidak seperti itu. Apapun yang terjadi dengan aku, kamu dan dia dulu. Itu Cuma kesalah pahaman Veranda seorang.”
“Aku hanya ingin menyelesaikan kesalah pahaman ini, Teh.”
“Aku tahu, Kinal. Aku izinkan jika kalian bisa bertemu tidak dengan membawa status kalian di sekolah masing-masing.”
“Kinal usahakan.” Ucap Kinal sambil membungkuk hormat lalu pergi keluar.
Melody kembali menghela nafasnya dan menyandarkan tubuhnya pada kursi kebeseran miliknya. Melody memejamkan matanya. Mengistirahatkan dirinya sejenak.
“Aku juga rindu padanya, Nal. Pada sahabatku itu…”
~~~
Seperti biasa, di kelas 2-4, Tim Gesrek, Ghaida dan Duo ChelVan merusuh sambil memakan sate tentunya. Tentu saja, topik pembicaraan utama mereka adalah seseorang yang mereka anggap sebagai ketua mereka. Siapa lagi kalau bukan Elaine Hartanto.
“Elaine sakit lagi?” Tanya Ghaida.
“Iya, begitu deh katanya Kadong.”
“Akhir-akhir ini Elaine sakit terus. Dia gak apa-apa, kan?” Tanya Dena.
“Gak apa-apa, tenang aja Den.” Jawab Nabilah.
“Kalau gini, apa Elaine bisa ke atas?” Tanya Jeje yang terlihat mulai ragu.
“Wah. Jangan pesimis gitu dong, Je. Elaine pasti bisa. Lagian siapa sih yang mau sakit. Elaine kan juga manusia.” Ucap Nabilah tidak terima.
“Benar kata Nabilah.” Ucap seseorang dari belakang Nabilah dan mengambil satu tusuk sate yang dipegang Nabilah. “Percayalah, Elaine akan mendapatkan posisi tertinggi di Majijo. Bukannya kalian orang pertama yang paling mempercayai hal itu?” Kompak ke delapan orang yang sedang makan bersama itu langsung menoleh. Terlihat Gracia berdiri sambil memakan sate yang diambilnya.
“Gracia?” Kaget mereka bersamaan.
“Tunggu saja. Setelah ini semuanya akan jadi lebih menarik.” Ucap Gracia sambil berjalan pergi. “Ah iya Tim Gesrek. Terima kasih atas satenya. Enak.” Ucap Gracia tersenyum sebelum pergi keluar dari kelasnya.
Kedelapan orang itu hanya bisa saling pandang dalam kebingungan.
Apa yang selanjutnya akan terjadi?
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jadi, apa sudah pada tahu apa yang terjadi di masa lalu? Masih belom jelas? Sabarlah~~
Btw, ngelarin ini dengan kantuk yang sangat menyerang. Jadi gitu deh.
Semoga tetap memuaskan.
Next: Serupa tapi tak sama. Pertarungan antara ambisi, pembuktian dan gengsi. Frieska vs Elaine.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

5 comments:

  1. Good job 😊
    Saya suka saya suka

    ReplyDelete
  2. Kayaknya bagusan ve versi Jessica yang itu loh ka 😁..

    ReplyDelete
  3. seru nih kak.
    di tunggu update selanjutnya.
    o iya mau nanya princess hours nya kapan lanjut lagi ya ?

    ReplyDelete
  4. Keren, ga sabar nungguin kelajutannya...

    ReplyDelete