Update, asik!
Buat pembaca di luar anak Line BeShanan, FF ini tuh FF tentang anak BeShanan.
Selain BobNju-Viny, sisanya itu nama anak BeShanan.
Soal nama Desy, Okta dan lain-lain yang sama kayak member, cuman kebetulan nama anak-anak BeShanan itu emang sama kek member Jeketi. Ngiahaha.
FF ini amburadul sebenernya karena kan awalnya hanya iseng
Oh iya, beberapa member yang udah muncul juga bisa aja ganti lagi gendernya lelsangatlel.
Maklum deh eug ababil..
Betewe cerita masa lalu Jo dan Cidey disini udah atas seizin keduanya dan hanya fiktif belaka.
Jadi, begitu (?)
Yaudah, langsung aja... semoga memuaskan... maklum nulisnya mood-mood-an. :V
BeShanan Sounds Good
“Faris digodain sama om Ajis,
kan Faris punya Falah. Terus, Faris udah punya pacar kata Cidey, jadi Falah
galau. LaRis gagal dong.”
“Kan Papa Boby yang punya JOT, tenang aja.”
Sebenernya Falah buat ini buat cover FF ini ehehe. Thanks Falah :3 |
Part 1
Masih di perpustakaan, seorang Yuu yang bernama asli Okta itu duduk sambil memainkan alat gambarnya. Dengan begitu lihai tangan pemuda kelas 1 SMA itu menggoreskan pensilnya di sketchbook-nya. Namun, tiba-tiba Yuu berhenti. Dipandanginya hasil karyanya yang sudah 80% rampung itu. Membuat senyuman manisnya keluar. *anjir gw geli bayangin yuu wkwk :v*
Masih di perpustakaan, seorang Yuu yang bernama asli Okta itu duduk sambil memainkan alat gambarnya. Dengan begitu lihai tangan pemuda kelas 1 SMA itu menggoreskan pensilnya di sketchbook-nya. Namun, tiba-tiba Yuu berhenti. Dipandanginya hasil karyanya yang sudah 80% rampung itu. Membuat senyuman manisnya keluar. *anjir gw geli bayangin yuu wkwk :v*
Viny, itu adalah nama gadis yang
gambaran wajahnya ada dalam sketchbook milik Yuu. Tidak hanya sekali dua-kali
Yuu menjadikan Viny sebagai ‘acuan’ atau ‘model’ dalam karyanya. Hal yang
membuat pacarnya, Desy cemburu. Apa ada yang salah dengan yang dilakukannya?
Viny itu adiknya.
Yuu kembali menyenderkan tubuhnya.
Desy dan Viny. Entah kenapa kalau menyangkut keduanya selalu membuat Yuu
pusing. Dia memijat kepalanya sambil memejamkan matanya. Pikirannya kembali ke
masa lalu…
-Flashback-
Rui dan Yuu saat itu masih
sangat-sangat kecil. Rui berumur 2 tahun menuju 3 tahun. Sementara Yuu, 1 tahun
saja belum. Mereka adalah kakak-beradik laki-laki yang yatim-piatu. Mereka
diadopsi oleh Boby dan Shania sebagai ‘pancingan’. Ternyata tak lama Bu Shania
hamil dan lahirlah seorang putri mereka yang sangat cantik. Viny.
Seorang diri, Shania mengurus
ketiganya. Warbyasa. Dari kecil mereka selalu bersama. Makan, mandi, tidur,
main, intinya segalanya serba bersama. Rui selalu bersama mereka, sampe
akhirnya Boby-Shania kembali mengadopsi seorang anak, yaitu Maroza. Bocah
laki-laki yang lebih tua dua tahun dari Rui. *aslinya seumuran padahal wk*
Awalnya mereka canggung karena
Maro terkesan misterius. Namun, namanya juga bocah laki-laki gampang akrab pada
akhirnya. Viny, sebagai satu-satunya perempuan diantara mereka bagaikan seorang
ratu. Dan hal itu membuatnya manja juga ketergantungan pada ketiganya terutama
Yuu yang umurnya hanya berbeda satu tahun.
Keduanya selalu bersama. Dimana
ada Yuu disitu ada Viny. Mereka seperti direkatkan oleh lem biru yang membuat
mereka tidak bisa saling lepas. Yuu tidak merasa risih. Viny hanya seorang adik
untuknya. Hanya sebatas itu. Namun, Viny yang tak bisa lepas dari Yuu. Hingga
keadaannya sebagai bagian dari JKT48 menuntutnya untuk belajar mandiri. Hingga
Jo dan Desy datang ke kehidupan Yuu. Semuanya berubah…
-Flashback End-
“Kak Okta.” Panggil seorang dengan
sangat lembut.
“Cidey…” Gumam Yuu.
“Kak Okta.” Lagi, orang itu
memanggil sambil menarik lengan baju Yuu. Membuat Yuu sadar dan membuka
matanya.
Berdiri sambil tersenyum lebar,
ada seorang Sylvia disana. Gadis manis yang masih duduk di kelas 2 SMP itu
ternyatalah yang sedari tadi memanggil Yuu.
“Kenapa Syl?” Tanya Yuu sambil
mengusap matanya.
“Ajarin matematika dong, Kak Aikus
bala.” Yuu melirik ke arah tempat dimana para anak SMP yang sedang duduk
belajar bersama Aikus.
Namun, ada yang aneh. Aikus tidak
terlihat seperti sedang mengajari mereka. Tangan sebelah kirinya ada di dekat
mulut, tangan kanannya bergoyang-goyang. Di sebelahnya, gadis berhijab bernama
Ismi juga ikut melakukan hal yang sama. Sementara empat anak SMP lainnya, Rizky,
Wur, Bay dan Fati malah bengong menonton hal yang dilakukan Aikus dan Ismi.
Dengan wajah malas sambil
menggandeng Sylvia, Yuu menghampiri mereka. Yuu berjalan ke belakang Aikus
dan….
PLOK!! (?)
Gadis yang sedari tadi melakukan
Beatbox itu langsung terdiam. Wajahnya tiba-tiba horror. Secara perlahan, Aikus
menoleh ke belakang lalu tersenyum lebar.
“Hehe.” Tawanya garing.
“Anak-anak minta diajarin
matematika, bukan beatbox.”
“Eh Ota. Pi bes dey, Ta.”
“Gw gak ulang tahun! Udah ah. Belajar
lagi. Yang bener.”
Yuu lalu duduk di antara Sylvia
dan Ismi, bersama Aikus yang bala dan ngawur. Keduanya mengajari adik-adik
mereka itu…
Di sisi lain, Desy tidak lagi
berada di taman. Ingin kembali menenangkan diri di kamarnya. Tentunya, gadis
itu harus melalui ‘ruangan bersama’. Ruangan itu begitu rame. Masih setia dengan
tontonannya ada seorang Inas disana, bersama Danti yang sibuk ngadmin di
berbagai akun comblang main HP, dan juga Geng A3. Ann, Anggy dan Abil.
Dibagian sisi lain ruangan, Geng
cewek-cewek SMA, Fahma, Tania, Lely, Manda dan Tya terlihat sedang rumpi-rumpi
lucuk. Dari yang kelihatannya sih, obrolannya gak jauh-jauh juga dari JKT48 *ngomongin MaTy asli (?)*. Tapi yang
paling mencuri perhatiannya adalah seorang Jo. Yang duduk di sebelah Danti
dalam diamnya, tentunya juga memperhatikan balik dirinya.
Tak mau lebih lama adegan
tatap-tatapan itu terjadi, Desy pergi dari sana. Melihat itu, Jo menghela
nafasnya. Hal tersbut tentunya disadari oleh Danti.
“Tumben Om Jo sama Tante Desy gak
tubir?”
“Tubir mulu. Bosen ah. Lagi
pengsiun.” Jawab Jo asal.
Desy terus berjalan menuju
kamarnya. Sesampenya di depan pintu kamarnya, Desy bertemu dengan Clau yang
sedang sibuk dengan HPnya. Tapi, terlihat juga seperti mencari sesuatu. Membuat
Desy heran.
“Kenapa Clau?”
“Nyari sinyal Des.”
“Sinyal kok dicariin. Cariin mah
eug gitu.”
“…..” Tidak ada jawaban dari Clau.
Karena merasa sama-sama tidak ada
urusan. Keduanya tidak melanjutkan obrolan tidak jelas itu. Desy masuk ke
kamarnya lalu menutup pintu kamarnya. Direbahkan tubuhnya di atas kasur. Dia
menoleh kesamping, foto dirinya dengan Jo dan Yuu terpajang di meja belajarnya.
Desy masih ingat betul bagaimana dirinya bisa masuk secara tiba-tiba diantara
dua pemuda berwajah manis itu.
Apa ini salahnya? Atau memang
takdir Tuhan yang ingin menguji sejauh mana persahabatan ketiganya? Desy
menggeleng. Ah sudahlah, dia tidak ingin memikirkannya.
~~~
~Okta’s POV~
~Okta’s POV~
Hari berganti, aku sedang berdiri
di depan cerminku merapihkan dasi SMA yang baru saja aku pakai. Aku lalu
mengambil tasku. Kulirik ke arah kamar mandi. Kak Ui masih buat album -.- aih.
“Kak Ui~~ Gw duluan, ya.” Ucapku
sambil mengetok pintu kamar mandi.
“Iye, Ta!” Teriaknya dari dalam.
Aku lalu mengambil HPku sebelum
keluar. Terlihat ada line bejibun dari maminya (?) Falah disana.
*ceritanya di line*
Cidey: Ota, aku udah di ruang makan. Kamu udah selesai?
Cidey: Ota~~! Ih gak dibaca. Ngambek nih.
Cidey: Ota? Kamu mati ya?
Ahahah! Aku tertawa. Apa-apaan
pertanyaan terakhir dari gadisku itu? Katanya mau kayak Veranda. Tapi, begitu.
Aku hanya bisa menggeleng. Cidey, Cidey. Untung sayang.
“Ta! Jalan tuh liat depan. Jangan
liatin HP.” Aku menoleh, ternyata suara tadi dari Jo yang sedang bersama Ngene
tentunya.
“Pagi Yuu~” Sapa Ngene.
“Pagi Ne.” Sambil menuruni tangga
dan menuju ruang makan, kami mengobrol banyak hal.
Mulai dari yang gak penting sampe
yang gak penting banget. Kadang ngerasa kayak cewe (?). Obrolan kami gak ada
habisnya. Mungkin bukan hanya karena kami tinggal satu rumah, tapi karena kami
juga satu sekolah bahkan satu kelas.
Setibanya kami di ruang makan yang
mirip ruang makan di Harry Potter, tentunya keributan lah yang menyambut
kami bertiga. Bagaimana tidak rusuh? Bayangkan saja 63 orang dengan sifat-sifat
yang berbeda dan umur ber-variasi, berkumpul untuk makan dalam satu ruangan
besar. Seperti pasar di pagi hari. Begitu ramai. Apalagi kalau Papa Boby dan
Mama Shania juga Viny ikut makan disini. Hancur sudah dunia percomblangan.
Kulihat Cidey sudah duduk bersama
Geng Rumpi-nya (Kak Nabilah, Kak Carisa, Kak April, Kak Vianaya, Kak Mira dan
Kak Mita). Tapi saat yang lain terlihat menggosip, Cidey sudah dibuat repot
dengan Falah yang sepertinya tidak mau makan atau bagaimana? Entahlah.
Cidey menatapku, matanya terlihat
meminta bantuan. Dengan sengaja aku hanya tersenyum. Cidey terlihat begitu lucu
saat mengurus Falah. Ingin rasanya tertawa. Tapi, bisa-bisa Cidey ngambek lagi
kalau aku tertawa. Padahal pernah kubilang, anggap saja mengurus Falah itu
latihan untuk masa depan kami. Eh.
“Tolongin Cidey tuh. Udah tua.
Kasian kalau ngurus anak sendirian.” Ucap Jo lalu pergi bersama Ngene dan
menghampiri Naru, Widi, dan Deva yang sudah duduk di bangku favorit kami
ber-enam.
Aku lalu berjalan menghampiri
Cidey. Dan mengusap lembut kepala…. Falah. Masa Cidey. Nanti di cie-cie-in sama
kalian para comblang.
“Kenapa Falah?”
“Papiiiiiii~~ Hiks. Hiks.” Aku
melirik sekilas ke arah Cidey yang langsung menaikkan bahu tanda tak tahu.
“Kenapa? Jagoan Papi Ota kok
nangis terus?”
“Faris, Papiiii, Faris.”
“Kenapa sama Faris?”
“Faris nakal Papiiii. Tadi Falah
diledekin sama dia. T.T”
Aku menghela nafasku.
Menoleh-noleh mencari dimana keberadaan Geng Bocil lainnya. Alya dan Faris
sudah duduk tenang sambil disuapin oleh Kak Lisa dan Kak Egy. Tapi tidak dengan
Andrew yang masih lari kesana kemari, membuat Kak Eka harus mengejar untuk
menangkapnya. Kadang aku kasian dengan Geng Tua yang harus mengurus Geng Bocil
secara bergantian. Tapi, aku sendiri dan Cidey yang belum masuk Geng Tua malah
wajib menjadi satu-satunya pengurus Falah T.T Gak adil.
Dengan usaha keras yang semoga
tidak akan mengkhianati, akhirnya aku dan Cidey berhasil membuat Falah tenang
dan nurut untuk makan. Saat kami sudah mulai makan, tiba-tiba…
BRUG!!
“Anyingg.” Ringis seseorang, semua
menoleh. Ternyata Kak Ui yang baru tiba itu ditabrak oleh Andrew. Dan
sepertinya kepala Andrew menabrak… Ah sudahlah.
Aku masih memperhatikan keduanya.
Bukannya minta maaf, Andrew malah melet lalu berlari lagi. Dengan kesalnya, Kak
Ui mengejarnya dan… Hap. Tertangkaplah Andrew dengan mudahnya. Lalu keduanya
terjatuh di tengah-tengah ruangan. Kak Ui tiduran di lantai sambil mengangkat
tubuh Andrew tinggi-tinggi.
“Lepasin~~ Kak Rui Lepasin~~”
Rengek Andrew.
“Gak mau, gak mau. Ada yang bandel
tadi soalnya.”
“Kak Rui~~” Rengek Andrew seperti
ingin menangis?
“Bilang apa dulu tadi abis nabrak
orang?”
“Maafin Andrew, Kak Rui.” Ucap
Andrew pada akhirnya, Kak Ui-pun menurunkannya.
“Nah gitu dong, nanti Kak Rui
beliin sepatu roda, deh.”
“Sepatu roda? FALAH, FARIS,
ALYAAAA, ANDREW MAU DIBELIIN SEPATU RODA DONG SAMA KAK RUI~~!” Teriak Andrew,
spontan Faris dan Alya langsung loncat dari tempat duduk mereka.
“Papa Rui, Faris juga mau
sepatuuuu, sepatu yang bisa nyala-nyala~~~” Rengek Faris sambil menarik lengan
baju kakakku.
“Alya jugaaa mau sepatuuuuuu.”
Kulihat dari jauh Kak Ui langsung
pusing dengan 3 anak kecil yang mengelilinginya itu. Melihat kejadian itu,
Falah akhirnya ikut beraksi, loncatlah di dari bangkunya dan….. tumpahlah
makanannya mengotori rok abu-abu Cidey. Membuat kami berdua sama-sama melongo.
Dengan sigap aku langsung mengambil tisu yang ada di meja. Mengelap tumpahan
makanan tersebut.
“Maaf Cidey.” Ucapku.
Tuhan, aku murni ingin
membersihkan tumpahan makanan ini kok. Gak sekalian modus. Duh, tapi kenapa
deg-deg-an ya… bahaya. Wajah Cidey juga kenapa merah gitu sih? Tahan iman Ota,
tahan. Inget lagi di tempat umum (?). Aduh Kak Ui~~ Ganti POV aja deh! Gw lagi
grogi nih!
~Baiklah, Okta’s POV End~
~Jo’s POV~
Sebagian besar dari kami yang
sedang makan ini perhatiannya tercuri oleh Kak Rui yang sedang ribut dengan
Geng Bocil di tengah ruangan. Tapi, tidak untukku. Perhatianku tertuju pada
mereka berdua, siapa lagi kalau bukan Okta dan Cidey. Entah pasrah atau
menikmati, si tante-tante itu hanya menatap Okta yang sedang membersihkan
roknya. Aku kesal, cemburu, tapi bisa apa?
Aku sadar, sohib-sohibku yang
duduk bersamaku memperhatikanku. Apalagi Ngene yang memang duduk disampingku.
Tapi, dia hanya diam beda dengan seseorang yang malah…
“Ada yang panas, hey, hey~ ada
yang panas~ ada yang pa-”
“Respuker lu Wid! Bala!” Kesalku
pada Widi, memotongnya yang sedang menyanyi. Nyanyi apaan tau gak jelas.
Sebenernya bukannya aku tidak suka
diledek seperti itu. Hanya saja aku takut. Takut Okta tau. Hanya dia
satu-satu-nya dari anggota GGC (Ganteng-Ganteng Cepirit eh Cupu) yang tidak
tahu mengenai perasaanku kepada Cidey.
GGC ini sebutan Kak Rui untuk kami
berenam, katanya kami berenam ganteng, tapi karena terlalu rapih dan terlalu
baik (?) jadi Cupu. Ya, gaya berpakaian kami emang rapih sih. Mungkin hanya
Widi yang berantakan sedikit. Kembali ke Okta, dia itu memang tidak peka orangnya,
atau emang bergo? Entahlah beda tipis, sih.
Sebenernya aku juga tidak pernah
bilang pada Naru, Deva apalagi Widi soal perasaanku pada Cidey. Hanya pada YME
–YME beneran!- dan seorang Ngene yang seperti ezghrim itu aku bercerita. Tapi,
kata mereka rasa sukaku itu terlihat dari semua perlakuanku pada Cidey. Emang
gw ngapain? Au ah respuker.
Lagian, gw emang begini adanya.
Inilah seorang Jo. Jo yang sudah bahagia dan tidak suram seperti dulu. Karena
Jo yang dulu bukanlah yang sekarang. Dulu ditendang sekarang aku dibuang.
Bacanya gak usah sambil nyanyi. Hahaha. Dulu ya… aku memang dibuang. Ah jadi
keinget lagi kan. Sudahlah………..
~~~
Sarapan pagi itu kelar, kami yang
masih sekolah dan mereka yang punya jadwal kuliah pagi langsung menuju tempat
parkir kami yang super luassssss. Bagaimana tidak luas, ada 10 mobil, 20 motor,
15 sepeda, dan 4 skuter (milik Geng Bocil). #PapaBobyTajir #PapaBobyXaxuga.
Kadang ini rumah atau pulau juga
bingung -__- semua serba ada. Alias namanya juga fanfic, semuanya mah ada, ya.
Tapi, biar begitu, kami tidak dikasih ijin untuk memakai semuanya atau sesukanya.
GGC yang masih kelas 1 SMA ini mah cuman boleh bawa motor. Hanya mereka Geng
Tua yang sudah diperbolehkan bawa mobil sendiri-sendiri. Salah satunya Bang
Randi, yang kulihat bersama Kak Vivian masuk ke dalam mobil Toyota Camry putihnya
bersama 3 anak Geng Bocil.
Karena aku sadar, aku juga harus
berangkat sekolah. Aku langsung menuju Ninja Biru kesayanganku :*
Kulirik tempat kosong yang biasa
diisi motor Astra *perbandingan motornya
jauh ye? Ini ide Ota* milik Okta. Sudah tiada. Mungkin selesai makan, Okta dan
Cidey langsung berangkat karena mereka harus mengantar Falah terlebih dahulu. Di
kejauhan sana aku melihat Kak Agi dan Kak Dion sedang rebutan siapa yang akan
bawa mobil. Karena mereka tidak di izinkan bawa mobil sendiri-sendiri, jadinya
begitu (?).
“Dih! Jum’at kan lo yang bawa.
Giliran gw dong sekarang!” Teriak Kak Agi.
“Heh Ajis gagap! Lo lupa ya, sabtu
kan kita jalan dan lo yang nyetir!” Teriak Kak Dion balik.
“Eh! Gak bisa gitu, itu kan diluar
jadwal sekolah!” Balas Kak Agi dengan teriak lagi tentunya.
“Eh humu!” Teriak Kak Septian yang
kulihat sudah duduk di bangku supir. “Buruan masuk, telat nih kita. Udah tau
kita nganterin adek gw dulu. Begajulan lo pada, nyetir doang rebutan.”
Kulihat wajah Kak Dion dan Kak Agi
cengo melihat Kak Septian sudah terlebih dahulu mengambil spot yang seharusnya
tempat mereka. Dengan pasrahnya, keduanya akhirnya masuk ke dalam mobil. Tak
lama mobil Honda City berwarna Silver itu jalan keluar dari parkiran.
PLAK!!
Tiba-tiba kurasa seseorang memukul
pundakku, lagi-lagi dengan wajah sok tanpa dosanya, Ngene tersenyum padaku.
Aspaan neh anak? Ngapain?
“Bengong aja, nyalain motornya.”
“Heh?”
Hah? Ngapain sih Ngene
nyuruh-nyuruh gw nyalain motor gw? Astaga Dragon! Gw baru inget! Ngene kan
kalau sekolah boncengan sama gw -__- dia gak dibolehin bawa motor sama Papa
Boby, Kak Rui juga gak memberi izin karena dia begajulan. Tapi, hidup gw yang
miris jadinya. Motor udah keren-keren yang gw boncengin batangan juga -_-
disitu kadang ku merasa syedih :’)
Setelah mesin motorku menyala, aku
berlalu pergi. Nasip dah jones. Jo-Ngene selamanya. Lah ilah Tuhanku. :’) Jo
masih normal kok. Jo suka Cidey. Gak tau deh sama Ngene. Di dorm, cewek banyak
tapi gak ada yang katanya nyantol di hatinya. Jadi khawatir :’)
Aku memacu cepat motorku. Merasa
kayak gak ada Ngene di belakang. Ahaha. Biar aku membawanya cepat-cepat, bukan
berarti aku gak merhatiin rambu-rambu lalu lintas atau lingkungan sekitar, ya.
Aku memperhatikannya dengan baik. Dan saat mataku bertemu dengan anak jalanan,
selalu mengingatkanku dengan masa laluku. 3 tahun lalu…
-Flashback-
Aku yang tertidur, terbangun
karena dinginnya angin yang berhembus dan hujan yang begitu deras. Badanku
terasa menggigil dan begitu kedinginan. Saat aku membuka mata, aku dikejutkan
dengan pemandangan yang ada di sekelilingku. Aku berada di luar sebuah toko
yang sudah tutup. Pantas saja dingin sekali. Aku bahkan hanya tidur dengan
selimut kecil dan tipis. Dan hujan yang ada di depan mata.
Kemana orang tuaku? Kemana mereka?
Aku dimana? Tiga pertanyaan ini muncul langsung menyerang padaku. Aku senderkan
tubuhku ke dinding. Duduk memeluk lututku lalu nyanyi gomen ne summer
aku menangis. Aku takut. Mama, Papa, Nia, kemana kalian? Kenapa aku bisa
sendirian begini?
Pagi tiba, keadaan makin parah.
Aku diusir oleh pemilik toko yang menjadi tempatku bermalam sementara itu
sehingga jadi begitu. Aku berjalan tak tau arah. Perutku lapar. Kucek
kantongku, kering. Aih. Aku sadar dengan cepat. Orang tuaku membuangku. Aku tak
tahu alasannya kenapa. Rasanya begitu kesal.
Berbulan-bulan aku hidup di
jalanan Jakarta yang keras. Bekerja semampuku demi sesuap nasi. Menjadi anak
jalanan tidaklah muda. Aku sadari itu. Rasanya aku cukup beruntung masih bisa
hidup sampai sekarang.
Aku berusaha tersenyum saat ngamen
di jalan agar dapat imbalan. Tapi, senyumku yang susah payah kubangun akhirnya
hilang. Hilang dengan cepat saat aku bertemu dengan orang tuaku. Dan tau apa
yang reaksi mereka saat bertemu denganku saat itu? Pura-pura tidak kenal!
Bagaikan tersambar petir. Mati. Hatiku dan perasaanku mati.
Aku tidak lagi mengamen, pekerjaan
yang butuh keceriaan. Aku melakukan pekerjaan lain, apapun dan berujung
akhirnya aku jadi pencopet. Siapa saja aku copet. Aku sudah tak peduli. Aku
marah. Sangat marah. Tentu saja. Aku jadi anak tak berperasaan yang tumbuh
tanpa senyum sampai aku ketemu dengan mereka. Kedua orang tua baruku.
Saat itu, di sebuah minimarket,
aku melihat Mama Shania keluar setelah menambil uang sepertinya. Tentu saja
pemandangan yang menggodaku untuk mencopetnya. Dan aku berhasil. Berhasil
mengambilnya, tapi tidak berhasil kabur dari Papa Boby. Beliau berhasil
menangkapku. Aku berontak. Berusaha kabur. Tapi, naas. Tanpa ampun beliau
memasukkanku ke dalam mewahnya. Aku berasa diculik.
Di dalam mobil aku diam. Sudah
panik dan takut. Apa aku bakal dibawa ke polisi? Selain bertanya soal nama,
sesekali keduanya bertanya asal-usulku atau orang tuaku. Dan jawabanku. Aku tak
punya orang tua. Aku kembali diam. Memperhatikan jalanan di sekitarku hingga
mereka berhenti di suatu tempat. Entah tempat apa, aku tidak tahu.
Mereka masuk ke dalam,
meninggalkanku dengan sekantong kue dan minuman di dalam mobil. Aku dikuncikan
di dalam mobil. Setelah 1 jam kira-kira mereka kembali, tersenyum padaku dan
akhirnya berucap…
“Mau jadi anak kami?” Aku melongo.
Tak abis pikir.
Mereka mau mengangkatku sebagai
anak? Padahal barusan aku ingin mencopet mereka. Mereka tertawa lalu kembali
tersenyum.
“Baiklah, saya anggap itu iya.”
Ucap Papa Boby saat itu.
“Shania. Dan ini Boby. Mulai
sekarang kamu anak kami, Jo.” Aku masih melongo. “Oh iya, kami akan membawamu
ke rumah kami. Semoga betah ya. Soalnya anak kami banyak.”
Aku tidak tahu. Aku masih diam.
Bingung. Hingga kami tiba di rumah yang sekarang aku tahu sebagai BeShanan
Dorm. Rumah ini begitu besar dan sangat luas. Ini rumah apa gedung? Saat kami
tiba, banyak sekali anak-anak yang menyambut. Salah satu yang paling ku ingat
seseorang yang paling cengo dan akhirnya jadi teman sekamarku. Iya, Ngene.
Anak-anak itu terlihat bahagia,
mereka terlihat begitu senang dengan kedatangan kedua orang tua mereka dan aku.
Kenapa bisa sesenang ini? Aku bingung. Aku sih diam saja mengikuti. Papa Boby
memperkenalkanku pada Kak Rui yang terlihat bingung saat mengetahui sifatku
yang seperti tidak ramah padanya. Memang. Aku tak suka padanya waktu itu.
Kak Rui akhirnya memperkenalkanku
pada Ngene dan Yuu, adiknya. Awalnya aku canggung. Mereka terlihat bekerja
keras untuk berbicara padaku. Apalagi Kak Rui melepas tanggung jawabnya dan
menyerahkanku pada keduanya. Aku tahu keduanya lelah, tapi aku masih belum bisa
terbuka. Hingga akhirnya, seseorang yang dapat membuka hatiku datang…
Beberapa bulan kemudian, di suatu
siang, aku masuk ke dalam ruang makan. Aku pikir tak ada siapapun, ternyata ada
Mama Shania, dan seorang gadis yang sepertinya lebih tua dariku. Aku mendekat
ke arah mereka. Aku juga tidak tahu kenapa. Membiarkan kaki ini melangkah
sesukanya. Tiba-tiba Mama Shania menoleh ke arahku. Sadar akan keberadaanku.
“Eh, Jo. Kebetulan ada kamu. Mama
tinggal bentar, mau ke kamar mandi. Titip Desy, ya.” Belum aku menyetujuinya, Mama
Shania berlari terburu-buru ke kamar mandi.
“Maaf.” Ucapnya pelan. Aku lalu
duduk di hadapannya. Memperhatikan wajahnya. Manis tapi tertutup karena mata
sembabnya bekas menangis pasti. “Maaf kalau repotin.” Aku menggeleng. Tiba-tiba
dia mengulurkan tangannya. “Aku anak baru yang akan jadi bagian kalian.
Kenalin.” Aku berpikir sejenak. Awalnya aku malas dan tak ingin. Tapi, begitu
melihat raut wajahnya yang sedih tapi menggoda itu… akhirnya aku menyambut
tangannya.
“Jo.”
“Desy.”
-Flashback End-
~Jo’s POV End~
Ding-Dong!!
Jam istirahat sekolah tiba, para
murid langsung berhamburan keluar kelas mereka. Begitu juga dengan Desy. Gadis
itu langsung berjalan ke luar kelas. Berdiri memandangi pemandangan sekolahnya.
Dipandanginya dua laki-laki yang selalu berada di sisinya. Dua orang yang
memenuhi pikirannya dan juga…. hatinya…
-Flashback-
Masih jelas dibenak Desy,
bagaimana dengan kasarnya, ayahnya sendiri menyeret anaknya ke sebuah tempat
yang rasanya sangat tidak pantas dilihat apalagi diketahui oleh gadis yang
masih menggunakan rok sekolah berwarna biru.
Hanya menangis yang bisa dilakukan
gadis yang baru berusia 15 tahun itu. Tapi, sang ayah tak peduli. Tanpa ada
dosa dan perasaan sayang yang mungkin sudah ilang. Dijual, iya dijual! Anaknya
dijual pada seorang bapak-bapak yang bisa kita sebut seorang muchikari. Tega,
kejam, tidak berprasaan. Kata-kata kasar akan keluar dari mulut setiap orang
pastinya bila tahu cerita ini.
Uang yang dianggap segalanya itu menutupi
mata hati seseorang yang selama 15 tahun ini dipanggilnya dengan sebutan ayah. Penolakan
dan segala hal yang dilakukan Desy berimbas pada ibunya dan tentunya dirinya.
Akhirnya, Desy ‘pindah tangan’. Setelah menerima uang ‘imbalan’ ‘harga’ Desy,
sang ayah pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Desy. Uang benar-benar
membutakannya.
Akhirnya dengan terpaksa gadis itu
tinggal di rumah ‘remang-remang’ itu. Sebulan keadaan masih ‘aman’ karena Desy
hanya bekerja membersihkan tempat tersebut. Inginnya Desy kabur, tapi ada
penjaga-penjaga bertubuh besar yang mengawasi tempat itu. Desy pasrah.
Sampai suatu hari, datang
kesempatannya untuk kabur. Ada seseorang eksekutif muda datang ke tempat itu.
Orangnya tampan. Tapi tentu saja kelakuannya bejat. Dia meminta Desy yang
‘melayaninya’. Desy tidak melawan. Pikirnya dia bisa kabur mungkin,
memanfaatkan kesempatan itu.
Bersama pemuda itu, Desy keluar
dari tempat menyesatkan yang selama ini jadi tempatnya berteduh. Melihat
kesempatan untuk kabur saat sang pemuda yang ‘menyewanya’ mengobrol dengan
‘ayah’nya, Desy lari dari sana. Dengan sekuat tenaga, berusaha lari dari mereka
yang mengejarnya.
Dan karena kejadian itulah dia
bertemu dengan Boby. Saat itu, Boby sedang ingin memundurkan mobilnya yang abis
di parkirnya di depan sebuah mini market *mini
market mulu ya* nyaris saja dia menabrak Desy dan orang-orang yang lewat
begitu saja. Melihat itu, Boby yang penasarannya tinggi dan melihat ada yang
tidak wajar. Turun. Menutup mobil dan mengejar mereka.
“Kena juga lo!!” Ucap seorang
penjaga yang mengejar Desy.
“Lepasin!!” Teriak Desy.
“Lepasin dia!” Ucap Boby sambil
memegang lengan si penjaga yang memegangi Desy.
“Heh?! Siapa lo?” Kesal si penjaga
lainnya.
Perkelahian tak dapat di hindari.
Kedua orang itu menyerang Boby. Pukulan diarahkan oleh keduanya secara
bersamaan, namun Boby dapat menghindarinya. Dipukulnya dengan keras salah satu
perut mereka. Si penjaga lainnya memberikan pukulan kembali, Boby berhasil
menepisnya dan ditendangnya punggung orang itu.
*seketika keinget ff majijo yang ngatung :v maafkeun*
“Kamu gak apa-apa, Nak?” Desy
hanya mengangguk.
“Heh lo jangan ikut campur!! Cewek
itu punya bos kita!”
“Punya bos kalian? Maksud kalian?”
“Anak ini *sensor saja*”
“Kalian gila! Anak ini masih di
bawah umur, kalian pekerjakan sebagai-”
“Bukan urusan lo!” Saat seorang
dari mereka ingin menarik Desy, Boby menghalangi dan menatapnya tajam.
“Gak bisa. Gw gak akan biarin.”
“Mau lo apa huh?!”
Boby memejamkan matanya sesaat dan
menghela nafasnya. “Gw mau beli nih anak.” Tentu saja perkataan itu kagetkan
Desy dan kedua penjaga yang bergaya preman itu. “Kenapa malah pada bengong?!
Telpon bos kalian! Katakan apa yang gw mau dan harganya!” Bentak Boby.
Merekapun menelpon sang bos yang
tentu saja juga terkejut dan terdengar marah-marah. Sebuah harga diucapkan
akhirnya dan Boby tanpa ragu menyerahkan sejumlah cek yang diminta mereka.
Keduanyapun pergi. Boby lalu menarik Desy untuk menuju mobilnya. Membiarkan
gadis itu masuk dan duduk di belakang. Mobil Bobypun pergi dari dari tempat
tersebut.
“Kenapa membeliku? Apa bapak
seperti mereka yang memakai cewek-cewek di tempat itu untuk kesenangan belaka?”
“Hey, jangan sembarangan.
Sebenernya bisa aja kita kabur, tapi itu akan membuatmu jadi buronan mereka.
Lagian istriku sudah sangat memuaskan. Apalagi kalau dia goyang hey-hey-hey.
Ahahaha! Oh iya saya Boby.”
“Bukankah sayang uangnya?”
“Uang dicetak setiap hari dan
dapat dicari. Tapi, tidak dengan anak.” Jawab Boby sambil tersenyum.
Spontan Desy menangis, di curahkan
semua isi hatinya. Diceritakannya bagaiamana dirinya bisa berada di tempat
seperti itu. Marah. Itulah hal yang dirasakan Boby. Bagaimana dia tidak marah?
Disaat dia dan Shania susuh untuk mendapatkan anak, ayah Desy malah menjual
anaknya. Cih.
Boby akhirnya menyatakan niatnya
menjadikan Desy anak angkatnya. Tentu saja Desy kaget, kenapa? Padahal Boby
tahu dimana Desy tinggal sebelumnya, walaupun Desy sama sekali belum dan tidak
melakukan yang dilarang agama. Tetap saja…
Boby hanya tersenyum, dan berbalik
bercerita. “Begitulah… Ahh sekarang kita mau jemput adek kamu. Anak kandung
saya.”
Mereka akhirnya tiba di sebuah SD
Swasta, seorang wanita cantik bersama anak kecil yang manis masuk ke dalam
mobil mewah Boby. Mereka begitu bawel lalu terdiam saat menyadari adanya orang
lain.
“Ini Desy, kakak barunya Inyi.”
Ucap Boby membuat Shania langsung menatap ke arahnya. Boby hanya tersenyum
girang (?).
“Aku Shania. Mulai sekarang jadi
mama kamu.” Ucap Shania pada Desy. “Dan ini anak kami. Viny. Ayo Viny salam
sama kakak Desy.”
Dengan girangnya, Viny yang berada
di pangkuan Shania itu mengulurkan tangnnya pada Desy.
“Inyi~” Ucap gadis kecil itu
girang. Kembali membuat Desy menangis.
Akhirnya mereka tiba di BeShanan
Dorm. Seperti biasa kakak beradik Rui-Yuu yang menyambut mereka. Dengan
girangnya Viny turun lalu berlari ke arah Rui. Pemuda yang berdiri menyamai
tinggi Viny langsung memeluk dan menggendong.
“Ka Uiiii~~” Girang Viny.
“Viny Inyi mini, imut enak
bergizi~~” Ucap Rui sambil mengangkat Viny.
Setelah Yuu dan Rui bersalaman dengan
Boby-Shania. Boby memperkenalkan mereka pada Desy. Disitulah pertama kalinya
Yuu dan Desy bertemu untuk pertama kalinya. Senyuman manis sama-sama
diperlihatkan keduanya. Senyuman manis yang membuat keduanya saling jatuh hati.
“Rui, papa mau bicara.” Ucap Boby.
Ruipun langsung menyerahkan Viny pada Yuu.
“Desy ikut aku, yuk. Ota jagain
Viny, ya.” Shania dan Desy masuk ke dalam dorm. Begitu juga dengan Rui dan
Boby.
Di dalam, Shania memperkanalkan
Desy pada makhluk-makhluk astral anak-anaknya yang di temui mereka dan
memberi tahu tentang keadaan rumah besar itu. Sampai berakhir di ruang makan
yang sepi. Shania membiarkan Desy seorang yang berbicara. Langkah awal sebagai
mama barunya. Setelah cukup lama, akhirnya keduanya saling mengobrol. Desy
bahagia tapi tetap saja dia merasa sedih.
“Desy, mama pingin ke kamar mandi,
nih. Tapi, masa ninggalin kamu sendirian disini?”
“Gak apa-apa, Bu.”
Shania menoleh ke belakang saat
merasa ada orang lain di ruangan makan itu.
“Eh, Jo. Kebetulan ada kamu. Mama
tinggal bentar, mau ke kamar mandi. Titip Desy, ya.” Ternyata Jo yang ada
disana, langsung saja Shania berlari pergi.
“Maaf.” Ucap Desy pelan. Jo
akhirnya duduk di tempat yang Shania duduki sebelumnya. “Maaf kalau repotin.”
Jo menggeleng tanda tidak setuju dengan ucapan Desy. “Aku anak baru yang akan
jadi bagian kalian. Kenalin.” Tambah Desy sambil mengulurkan tangan.
Terlihat Jo tampak berpikir
sejenak sebelum menyambut uluran tangan itu. “Jo.”
“Desy.”
Dan itulah pertemuan pertama Desy
dengan Jo dan Yuu. Pertemua yang mengawali segala drama kisah kehidupan
ketiganya…
-Flashback End-
PLAK!!
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak
Desy pelan. Sadarkan gadis itu dari lamunannya.
“Des gak ke kantin lo?” Desy
menoleh, terlihat April berdiri disana sambil memegang HPnya.
“Nanti aja deh, gw nyusul.” Jawab
Desy lalu kembali memandangi pemandangan di depannya.
“Lagi liatin apasih Des?” Desy
tidak menjawab pertanyaan April dan tetap diam. Penasaran, April ikut menatap
apa yang dilihat Desy sedari tadi. “Oh lagi liatin Ota. Atau Jo?” Reflek Desy
langsung menatap April.
“Maksudnya?”
“Gak ada maksud apa-apa. Udah ah,
gw ke kamar mandi dulu. Mau nyari siapa tau ada yang bisa di salkusin.
Kalau udah ke kantin Des. Anak-anak udah nungguin.” Ucap April lalu berlalu
pergi.
Desy kembali memandangi dua pemuda
yang sedang mengobrol di depan kelas mereka. Terlihat begitu akrab. Desy
tersenyum miris. Perih. Berharap masalah cinta yang dialami ketiganya tidak
sedikitpun mengurangi senyum yang selalu menghiasi kedua wajah tampan pemuda
yang disayanginya itu.
Sambil saling merangkul kedua
pemuda itu berjalan pergi dengan anak-anak GGC lainnya. Tentu saja mereka pergi
ke kantin. Desypun ikut pergi, apalagi setelah perutnya berbunyi. Di kantin,
keadaannya tidak jauh beda dengan BeShanan Dorm. Isinya juga masih
mereka-mereka lagi.
GGC duduk berenam tentu saja. Rui
bersama sohib-sohib-nya. Geng Gaple setia bertiga dan tentu saja Desy langsung
menghampiri Geng Rumpi-nya.
“Hai girls, udah pada pesen aja
nih. Gw ditinggalin.” Ucap Desy.
“Abis kata April lu lagi mandangin
JOta.” Kata Mira. (Jota = Jo-Ota)
“Yee, yaudah ah gw pesen dulu.”
Desy kembali berjalan, dan menghampiri Yuu. “Otaahh~” Bisik Desy dengan ala-ala
saat dia VN ‘vIahhh~’
“Astagfirullah Cidey.” Desy hanya
tersenyum girang lalu mengedipkan matanya. “Cidey udah makan?”
“Ini baru mau beli. Kamu makan
apa?”
“Ini mau pesen ketupat sayur. Cidey
mau?” Desy mengangguk. Yuu-pun memesankan makanan untuk mereka.
“Aduh! Misi-misi dong.” Ucap
seorang sambil mendorong-dorong Desy. “Tante-tante ngapain sih di sekolahan?
Minggir-minggir.” Dengan sinisnya, Desy langsung menatap tentu saja seorang Jo.
“Ngapain sih lo, Jo?”
“Mau makan. Emangnya mau ngapain
lagi?”
“Kayaknya menu lain banyak, deh. Kenapa
lo mesti disini? Lo nyama-nyamain gw ya?”
“DIh! Suka-suka gw dong. Emangnya lu
yang punya. Dasar tante tua”
Keduanyapun tubir mesra
lagi. Seperti biasa. Membuat mereka jadi tontonan, tapi yang malu bukanlah
mereka. Tapi, seorang Yuu. Tentu saja.
“Aduh stop! Udah ah Cidey.” Lerai
Yuu. “Cidey duduk sekarang, nanti makanannya Ota yang anter.” Yuu menarik Desy,
memisahkan keduanya.
“Dasar Jo muka vulgar.” Ucap Desy
sambil melet.
“Cidey udah iihh~” Ucap Yuu.
“Iya, iya udah, abis Jo duluan,
Ta.”
“Yaudah sih abaikan aja.”
“Hmm, yaudah deh. Aku duduk aja.”
Desypun kembali duduk bersama teman-temannya. Yuu hanya bisa menggeleng setiap
melihat kejadian seperti itu.
“Tubir mulu sama Jo, naksir lo
entar.” Ucap Carisa.
“Jangan ngaco deh, Car.” Jawab
Desy dengan muka agak ditekuk.
“Dion~ Tian~ Ajis~ Madep sini
dong~” Ucap April yang sedang menggoda Geng Gaple.
“Ngapain lo, Pril?” Tanya Mira.
“Iseng aja godain Geng Gaple. Pada
pe’a semua lagian. Ahahaha.”
“Parah lo! Ada cewek-ceweknya juga
disini.” Ucap Mira kembali.
“Siapa? Gak ada? Iya kan Nab, Mit,
Nay?” Ketiga cewek yang namanya disebutkan April itu hanya mengangguk-ngangguk.
Entah karena biar cepet aja atau memang tidak mengakui. “Tuh kan…”
“Elah si Kak April ngapain si
goda-godain. Emangnya gw Dion apa yang gampang tergoda.” Ucap Agi alias Ajis alias
Isco whatever.
“Enak aja lo! Lo kali yang gampang
kegoda. Gw mah setia sama Kak Vivi.” Jawab Dion.
“Kak Vivi atau Kak Nay?” Tanya Agi
balik.
“Bodo amat Jis, bodo amat~~. Gak usah
urusin gw kalau lo sama Aikus dan Nabilah aja juga gak ada yang jadi!”
“Makanya kalian kayak gw dong. Setia.
Sama Kak Mita aja.” Ucap Septian tiba-tiba.
“Halah! Pret!!” Ucap Agi dan Dion
kompak.
Begitulah keadaan kantin sekolah
SMA XX yang tidak jauh beda saat mereka di Dorm…
~~~
Jam pulang sekolah tiba, seperti biasa Desy sudah berjalan sama Yuu menuju tempat parkir. Saat Yuu ingin memakai helmnya, HPnya berbunyi. Terlihat seseorang meneleponnya.
Jam pulang sekolah tiba, seperti biasa Desy sudah berjalan sama Yuu menuju tempat parkir. Saat Yuu ingin memakai helmnya, HPnya berbunyi. Terlihat seseorang meneleponnya.
“Papa Boby? Tumben.” Yuu lalu
mengangkat teleponnya. “Assalamualaikum Pah.”
“Waalaikumsalam Ota. Kamu dimana?”
“Masih di sekolah, Pah. Kenapa?”
“Bisa jemput Viny dan anterin dia ke mall dua huruf, gak? Soalnya gak
ada yang bisa anter-jemput dia. Papah gak izinin dia naik kendaraan umum. Bahaya.”
“Emm…. Viny teater hari ini?”
“Iya. Tolong ya, Ta.”
“Pah, tapi kalau dilihat fans?”
“Pinter-pinter kamu. Lagian kalian juga gak ada apa-apa, kan?”
“Iyasih.”
“Yaudah, tolong ya Ota. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Percakapan
telepon itu berakhir.
“Kenapa, Ta? Disuruh papah jemput
Viny.”
“Iya, Cidey. Terus Cidey gimana?”
“Gampang, yaudah kamu pergi
sekarang gih. SMPnya Viny lumayan jauh, kan.”
“Iya. Yaudah aku pergi dulu.” Desy
hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Cemburu? Tentu saja. Desy tak ingin
munafik. Tapi, dia coba untuk tidak menunjukkannya. “Ahh Cidey.” Cuu~~ Yuu
mencium lembut kening Desy sebelum benar-benar pergi.
“Hah.” Desy hanya menghela
nafasnya. Lalu…. Desy mesti pulang sama siapa?
“Loh? Tante? Ngapain lo berdiri
situ? Ganti profesi jadi kang parkir?” Tanya beruntun seseorang yang suaranya
sangat-sangat tidak asing. Apalagi cadelnya yang khas itu.
Desy menoleh, seorang Jo tentunya
berdiri di belakangnya. Menurut Desy sih gaya berdirinya sok keren. “Jo, lo
pulang sama Ngene, ya?” Tanya Desy balik.
“Kenapa emangnya?” Jo melirik
sedikit ke arah parkir motor, sudah tidak ada motor Yuu disana. “Ota kemana?”
“Jemput Viny.” Jawab singkat Desy.
“Hmm. Yaudah mau bareng?” Tanya
Jo.
“Loh Ngene entar gimana?”
“Ahh elah dia mah gampang. Lagian dia
katanya masih ada urusan di sekolah. Udah ayok.” Jo menarik lengan Desy menuju
motornya. “Nih helmnya. Malah diem ambil.” Dengan ragu akhirnya Desy mengambil
helm berwarna putih tersebut. Saat Desy tengah memakai helm, Jo mengirim line
singkat pada Ngene. Lalu memakai helmnya sendiri. “Siap? Meluncur~~”
Sepuluh menit kemudian, Ngene
keluar dan berjalan ke tempat parkir…
“Sorry Jo, gw...” Betapa syoknya
saat melihat Ninja Biru milik Jo sudah tidak ada di tempat parkir. “Aish Jo
kemana??” Diambilnya HP yang ada di kantongnya. Ada satu line dari Jo yang belum
di bacanya.
Jo: Ne. Gw ada urusan. Sorry.
Singkat, padat dan membuat Ngene
kesal. Sabar, ya Ne….
Di perjalanan, dengan sengaja atau
tidak, Jo membawa motornya dengan kencang. Membuat seroang Desy panik.
“Jo jangan ngebut-ngebut, Jo!!”
Teriak Desy.
“Yaelah Tante. Udah tua sih. Selow
aja!”
“Eh enak aja lo! Gw masih muda! Gw gak mau kita kecelakaan kampret!!”
“Tenang aja, gw gak bakal
nyelakain lu kok.”
“Pelanin gak Jo! Pelanin!!”
CIITT!! (?)
Bukannya memelankan, Jo langsung
mengerem motornya. Membuat Desy dengan tidak sengaja memeluk Jo. Hening. Diam. Tidak
ada yang tahu apa Jo sengaja atau tidak melakukan hal itu. Hanya ada suara angin
berhembus yang mengisi kebisuan yang tercipta di antara keduanya. Jo masih
terkunci dalam keadaan Desy yang masih memeluknya.
Mereka sadar apa yang terjadi.
Tapi, tak ada yang berani berucap. Hanya debaran jantung mereka yang sama-sama
berdegup kencang mewakili perasaan mereka ini. Hingga HP Desy berbunyi
menandakan sebuah telepon masuk. Desypun sadar dan langsung melepaskan
pelukannya.
“Papa Boby?” Desy mengangkat
telepon tersebut. “Assalamualaikum, Pah.”
“Desy, Papah sampe lupa. Kamu
pulang sama siapa?”
“Sama Jo, Pah.”
“Loh? Terus Ngene?”
“Kata Jo, Ngene masih ada urusan di sekolah.”
“Oh gitu, yaudah kalau gitu. Assalamualaikum.”
“Kenapa Cidey?”
“Papah Boby. Nanyain aku.” Jo
hanya ber-hoo ria. Keadaan kembali hening dan jadi canggung, apalagi ditambah
tanpa sengaja Desy menggunakan kata ‘aku’ pada Jo. “A-Ahh, Jo! Ngapain kita
berhenti disini, ya?” Tanya Desy setelah sadar dimana mereka saat ini.
“Ah? Itu? Ini? Di pinggir sungai.”
“Ya, terus ngapain disini?”
“Emm….” Jo menaruh helmnya dan
juga helm yang dipakai Desy. “Sini deh Cidey.” Jo menarik lengan Desy untuk
mendekat ke arah sungai. “Gw suka banget disini, coba deh berdiri disini.”
“Apaan? Emang ada apaan disini?”
Tanya Desy. Namun pertanyaan itu tidak dijawab Jo.
Pemuda itu terlihat berdiri sambil
merentangkan tangan dan memejamkan matanya. Merasa kesal dan juga penasaran,
Desy mengikuti yang dilakukan Jo. Angin yang begitu sejuk menerpa tubuhnya,
suara aliran air sungai begitu menenangkan terdengar di telinga. Sayang ini
hanya di fanfic.
“Gimana Cidey, enak kan?” Tanya
Jo.
“Heeh.” Jawab Desy yang masih
memenjamkan matanya.
“Gw suka kesini kalau pingin
sendirian.” Terdengar suara seperti air yang tiba-tiba diinjak (?). “Tempat ini
gw temuin waktu masih jadi anak jalanan. Cidey, buka matanya deh.”
Desy-pun membuka matanya dan…
Dengan isengnya Jo melemparkan (?) air ke arahnya.
“Jo kampret!!” Dengan cepat Desy
membuka sepatu dan kaos kakinya lalu ikut masuk ke dalam air mengikuti Jo. “Awas
lo Jo!! Sini lo!!” Sambil berlari mengejar Jo, Desy mencipratkan air
terus-terusan kepada Jo.
Seperti anak kecil yang tanpa
beban, mereka terus kejar-kejaran di dalam sungai yang cetek itu. Hingga kaki
Jo tersandung dan… terjatuh dalam keadaan posisi duduk dengan Desy yang tanpa
sengaja ditariknya ada di atasnya. Hening. Lagi-lagi keadaan aneh dan canggung
itu menerpa mereka.
“Es krim Medan~ rasa coklat,
alpukat, durian, stroberi~” jingle dari kang es krim Medan yang lewat itu
sadarkan Jo dan Desy. *btw es krim medan
yang lewat depan rumah gw ada 6 rasa. Tapi jingle nya keknya cuman nyebutin
empat rasa*
Desy langsung berdiri dengan benar
dan berlari menghampiri kang eskrim. Jo lalu berdiri, menghela nafasnya. Merasa
bodoh dengan apa yang terjadi sebelumnya. Untungnya jantungnya tidak copot. Jo
lalu keluar dari sungai dan duduk dibawah pohon rindang yang mereka jadikan
tempa menaruh tas. Beruntung sekali hanya ada mereka berdua disana.
Desy yang sudah membeli eskrim
datang menghampiri Jo dengan wajah girang dan tentunya sambil memakan
eskrimnya. Jo yang melihat itu menatapnya dengan wajah malas.
“Girang banget sih, Tante. Emang
jaman dulu gak ada eskrim apa gimana?”
“Gak ada! Puas lo! Awas aja lo
kalau minta!”
“Dih! Pede banget!”
Mereka kembali hening, kali ini
karena sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Desy anteng dengan eskrimnya,
sementara Jo duduk diam sambil memandangi matahari di kejauhan sana.
“Jo.”
“Hmm?”
“Enak banget loh, lo gak mau?”
“Gak ah. Norak lo.”
“Dih, yaudah! Gw tawarin baik-baik
juga.”
Jo hanya menggeleng sambil
tertawa, di tatapnya Desy yang sedang memakan eskrim dengan girangnya. Tak
berapa lama gelas berisi eskrim itu sudah kosong.
“Ngapain sih Jo ngeliatin gw kayak
gitu? Lo naksir?” Jo menggeleng. “Terus kenapa?”
“Makan lo belepotan. Kayak Falah
aja.”
“Hah? Masa? Mana??” Dengan
paniknya Desy mengelap salah satu sudut bibirnya dengan jarinya. “Mana sih Jo?
Orang bersih juga! Boong lo, ya?”
“Cih ah! Yang sebelah sini!!”
Tanpa izin, Jo mengelap sudut kanan bibir Desy yang terdapat eskrim dengan ibu
jari lengan kirinya.
Hal yang membuat Desy membuka
lebar kedua matanya sambil menatap Jo balik. Mereka kembali diam seribu bahasa
dalam keadaan Jo yang masih mengusap lembut bibir pink Desy. Kedua mata mereka bertemu
dan saling mengunci. Mereka saling menatap dengan lembut. Ada rasa saling
menyayangi yang terpancar dari kedua mata mereka yang terus bertemu itu. Mereka
sadar akan hal itu. Angin yang masih berhembus mengibaskan rambut panjang indah
milik Desy yang digerainya dan sedikit menerpa wajah Jo.
Sambil semakin mendekatkan diri,
Jo merapihkan rambut Desy yang juga menutupi wajah gadis itu. Mereka masih
saling bertatapan. Jantung apalagi otak sudah tidak bisa bekerja dengan benar
dengan keadaan sekitar dan suasana yang begitu ‘mendukung’. Mereka sama-sama
tahu apa yang akan terjadi setelah itu. Desy memejamkan mata, seakan
mengizinkan. Mengizinkan Jo untuk semakin mendekat. Jo mendekatkan wajahnya. Jarak
antara wajah apalagi kedua bibir mereka hanya tinggal beberapa senti lagi dan
mereka…
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Maafkan saya bila ada kata-kata yang menyinggung anak BeShanan...
coba langsung PM.
Thanks.
coba langsung PM.
Thanks.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m
-Jurimayu14-
No comments:
Post a Comment