Sunday, May 24, 2015

BeShanan Sounds Good - Part 1

Update, asik!

Buat pembaca di luar anak Line BeShanan, FF ini tuh FF tentang anak BeShanan.
Selain BobNju-Viny, sisanya itu nama anak BeShanan.
Soal nama Desy, Okta dan lain-lain yang sama kayak member, cuman kebetulan nama anak-anak BeShanan itu emang sama kek member Jeketi. Ngiahaha.

FF ini amburadul sebenernya karena kan awalnya hanya iseng
Oh iya, beberapa member yang udah muncul juga bisa aja ganti lagi gendernya lelsangatlel.
Maklum deh eug ababil..

Betewe cerita masa lalu Jo dan Cidey disini udah atas seizin keduanya dan hanya fiktif belaka.
Jadi, begitu (?)
Yaudah, langsung aja... semoga memuaskan... maklum nulisnya mood-mood-an. :V

BeShanan Sounds Good


Sebenernya Falah buat ini buat cover FF ini
ehehe. Thanks Falah :3
Part 1

Masih di perpustakaan, seorang Yuu yang bernama asli Okta itu duduk sambil memainkan alat gambarnya. Dengan begitu lihai tangan pemuda kelas 1 SMA itu menggoreskan pensilnya di sketchbook-nya. Namun, tiba-tiba Yuu berhenti. Dipandanginya hasil karyanya yang sudah 80% rampung itu. Membuat senyuman manisnya keluar. *anjir gw geli bayangin yuu wkwk :v*
Viny, itu adalah nama gadis yang gambaran wajahnya ada dalam sketchbook milik Yuu. Tidak hanya sekali dua-kali Yuu menjadikan Viny sebagai ‘acuan’ atau ‘model’ dalam karyanya. Hal yang membuat pacarnya, Desy cemburu. Apa ada yang salah dengan yang dilakukannya? Viny itu adiknya.
Yuu kembali menyenderkan tubuhnya. Desy dan Viny. Entah kenapa kalau menyangkut keduanya selalu membuat Yuu pusing. Dia memijat kepalanya sambil memejamkan matanya. Pikirannya kembali ke masa lalu…
-Flashback-
Rui dan Yuu saat itu masih sangat-sangat kecil. Rui berumur 2 tahun menuju 3 tahun. Sementara Yuu, 1 tahun saja belum. Mereka adalah kakak-beradik laki-laki yang yatim-piatu. Mereka diadopsi oleh Boby dan Shania sebagai ‘pancingan’. Ternyata tak lama Bu Shania hamil dan lahirlah seorang putri mereka yang sangat cantik. Viny.
Seorang diri, Shania mengurus ketiganya. Warbyasa. Dari kecil mereka selalu bersama. Makan, mandi, tidur, main, intinya segalanya serba bersama. Rui selalu bersama mereka, sampe akhirnya Boby-Shania kembali mengadopsi seorang anak, yaitu Maroza. Bocah laki-laki yang lebih tua dua tahun dari Rui. *aslinya seumuran padahal wk*  
Awalnya mereka canggung karena Maro terkesan misterius. Namun, namanya juga bocah laki-laki gampang akrab pada akhirnya. Viny, sebagai satu-satunya perempuan diantara mereka bagaikan seorang ratu. Dan hal itu membuatnya manja juga ketergantungan pada ketiganya terutama Yuu yang umurnya hanya berbeda satu tahun.
Keduanya selalu bersama. Dimana ada Yuu disitu ada Viny. Mereka seperti direkatkan oleh lem biru yang membuat mereka tidak bisa saling lepas. Yuu tidak merasa risih. Viny hanya seorang adik untuknya. Hanya sebatas itu. Namun, Viny yang tak bisa lepas dari Yuu. Hingga keadaannya sebagai bagian dari JKT48 menuntutnya untuk belajar mandiri. Hingga Jo dan Desy datang ke kehidupan Yuu. Semuanya berubah…
-Flashback End-
“Kak Okta.” Panggil seorang dengan sangat lembut.
“Cidey…” Gumam Yuu.
“Kak Okta.” Lagi, orang itu memanggil sambil menarik lengan baju Yuu. Membuat Yuu sadar dan membuka matanya.
Berdiri sambil tersenyum lebar, ada seorang Sylvia disana. Gadis manis yang masih duduk di kelas 2 SMP itu ternyatalah yang sedari tadi memanggil Yuu.
“Kenapa Syl?” Tanya Yuu sambil mengusap matanya.
“Ajarin matematika dong, Kak Aikus bala.” Yuu melirik ke arah tempat dimana para anak SMP yang sedang duduk belajar bersama Aikus.
Namun, ada yang aneh. Aikus tidak terlihat seperti sedang mengajari mereka. Tangan sebelah kirinya ada di dekat mulut, tangan kanannya bergoyang-goyang. Di sebelahnya, gadis berhijab bernama Ismi juga ikut melakukan hal yang sama. Sementara empat anak SMP lainnya, Rizky, Wur, Bay dan Fati malah bengong menonton hal yang dilakukan Aikus dan Ismi.
Dengan wajah malas sambil menggandeng Sylvia, Yuu menghampiri mereka. Yuu berjalan ke belakang Aikus dan….

PLOK!! (?)
Gadis yang sedari tadi melakukan Beatbox itu langsung terdiam. Wajahnya tiba-tiba horror. Secara perlahan, Aikus menoleh ke belakang lalu tersenyum lebar.
“Hehe.” Tawanya garing.
“Anak-anak minta diajarin matematika, bukan beatbox.”
“Eh Ota. Pi bes dey, Ta.”
“Gw gak ulang tahun! Udah ah. Belajar lagi. Yang bener.”
Yuu lalu duduk di antara Sylvia dan Ismi, bersama Aikus yang bala dan ngawur. Keduanya mengajari adik-adik mereka itu…
Di sisi lain, Desy tidak lagi berada di taman. Ingin kembali menenangkan diri di kamarnya. Tentunya, gadis itu harus melalui ‘ruangan bersama’. Ruangan itu begitu rame. Masih setia dengan tontonannya ada seorang Inas disana, bersama Danti yang sibuk ngadmin di berbagai akun comblang main HP, dan juga Geng A3. Ann, Anggy dan Abil.
Dibagian sisi lain ruangan, Geng cewek-cewek SMA, Fahma, Tania, Lely, Manda dan Tya terlihat sedang rumpi-rumpi lucuk. Dari yang kelihatannya sih, obrolannya gak jauh-jauh juga dari JKT48 *ngomongin MaTy asli (?)*. Tapi yang paling mencuri perhatiannya adalah seorang Jo. Yang duduk di sebelah Danti dalam diamnya, tentunya juga memperhatikan balik dirinya.
Tak mau lebih lama adegan tatap-tatapan itu terjadi, Desy pergi dari sana. Melihat itu, Jo menghela nafasnya. Hal tersbut tentunya disadari oleh Danti.
“Tumben Om Jo sama Tante Desy gak tubir?”
“Tubir mulu. Bosen ah. Lagi pengsiun.” Jawab Jo asal.
Desy terus berjalan menuju kamarnya. Sesampenya di depan pintu kamarnya, Desy bertemu dengan Clau yang sedang sibuk dengan HPnya. Tapi, terlihat juga seperti mencari sesuatu. Membuat Desy heran.
“Kenapa Clau?”
“Nyari sinyal Des.”
“Sinyal kok dicariin. Cariin mah eug gitu.”
“…..” Tidak ada jawaban dari Clau.
Karena merasa sama-sama tidak ada urusan. Keduanya tidak melanjutkan obrolan tidak jelas itu. Desy masuk ke kamarnya lalu menutup pintu kamarnya. Direbahkan tubuhnya di atas kasur. Dia menoleh kesamping, foto dirinya dengan Jo dan Yuu terpajang di meja belajarnya. Desy masih ingat betul bagaimana dirinya bisa masuk secara tiba-tiba diantara dua pemuda berwajah manis itu.
Apa ini salahnya? Atau memang takdir Tuhan yang ingin menguji sejauh mana persahabatan ketiganya? Desy menggeleng. Ah sudahlah, dia tidak ingin memikirkannya.
~~~
~Okta’s POV~
Hari berganti, aku sedang berdiri di depan cerminku merapihkan dasi SMA yang baru saja aku pakai. Aku lalu mengambil tasku. Kulirik ke arah kamar mandi. Kak Ui masih buat album -.- aih.
“Kak Ui~~ Gw duluan, ya.” Ucapku sambil mengetok pintu kamar mandi.
“Iye, Ta!” Teriaknya dari dalam.
Aku lalu mengambil HPku sebelum keluar. Terlihat ada line bejibun dari maminya (?) Falah disana.
*ceritanya di line*
Cidey: Ota, aku udah di ruang makan. Kamu udah selesai?
Cidey: Ota~~! Ih gak dibaca. Ngambek nih.
Cidey: Ota? Kamu mati ya?
Ahahah! Aku tertawa. Apa-apaan pertanyaan terakhir dari gadisku itu? Katanya mau kayak Veranda. Tapi, begitu. Aku hanya bisa menggeleng. Cidey, Cidey. Untung sayang.
“Ta! Jalan tuh liat depan. Jangan liatin HP.” Aku menoleh, ternyata suara tadi dari Jo yang sedang bersama Ngene tentunya.
“Pagi Yuu~” Sapa Ngene.
“Pagi Ne.” Sambil menuruni tangga dan menuju ruang makan, kami mengobrol banyak hal.
Mulai dari yang gak penting sampe yang gak penting banget. Kadang ngerasa kayak cewe (?). Obrolan kami gak ada habisnya. Mungkin bukan hanya karena kami tinggal satu rumah, tapi karena kami juga satu sekolah bahkan satu kelas.
Setibanya kami di ruang makan yang mirip ruang makan di Harry Potter, tentunya keributan lah yang menyambut kami bertiga. Bagaimana tidak rusuh? Bayangkan saja 63 orang dengan sifat-sifat yang berbeda dan umur ber-variasi, berkumpul untuk makan dalam satu ruangan besar. Seperti pasar di pagi hari. Begitu ramai. Apalagi kalau Papa Boby dan Mama Shania juga Viny ikut makan disini. Hancur sudah dunia percomblangan.
Kulihat Cidey sudah duduk bersama Geng Rumpi-nya (Kak Nabilah, Kak Carisa, Kak April, Kak Vianaya, Kak Mira dan Kak Mita). Tapi saat yang lain terlihat menggosip, Cidey sudah dibuat repot dengan Falah yang sepertinya tidak mau makan atau bagaimana? Entahlah.
Cidey menatapku, matanya terlihat meminta bantuan. Dengan sengaja aku hanya tersenyum. Cidey terlihat begitu lucu saat mengurus Falah. Ingin rasanya tertawa. Tapi, bisa-bisa Cidey ngambek lagi kalau aku tertawa. Padahal pernah kubilang, anggap saja mengurus Falah itu latihan untuk masa depan kami. Eh.
“Tolongin Cidey tuh. Udah tua. Kasian kalau ngurus anak sendirian.” Ucap Jo lalu pergi bersama Ngene dan menghampiri Naru, Widi, dan Deva yang sudah duduk di bangku favorit kami ber-enam.
Aku lalu berjalan menghampiri Cidey. Dan mengusap lembut kepala…. Falah. Masa Cidey. Nanti di cie-cie-in sama kalian para comblang.
“Kenapa Falah?”
“Papiiiiiii~~ Hiks. Hiks.” Aku melirik sekilas ke arah Cidey yang langsung menaikkan bahu tanda tak tahu.
“Kenapa? Jagoan Papi Ota kok nangis terus?”
“Faris, Papiiii, Faris.”
“Kenapa sama Faris?”
“Faris digodain sama om Ajis, kan Faris punya Falah. Terus, Faris udah punya pacar kata Cidey, jadi Falah galau. LaRis gagal dong.”
“Faris nakal Papiiii. Tadi Falah diledekin sama dia. T.T”
Aku menghela nafasku. Menoleh-noleh mencari dimana keberadaan Geng Bocil lainnya. Alya dan Faris sudah duduk tenang sambil disuapin oleh Kak Lisa dan Kak Egy. Tapi tidak dengan Andrew yang masih lari kesana kemari, membuat Kak Eka harus mengejar untuk menangkapnya. Kadang aku kasian dengan Geng Tua yang harus mengurus Geng Bocil secara bergantian. Tapi, aku sendiri dan Cidey yang belum masuk Geng Tua malah wajib menjadi satu-satunya pengurus Falah T.T Gak adil.
Dengan usaha keras yang semoga tidak akan mengkhianati, akhirnya aku dan Cidey berhasil membuat Falah tenang dan nurut untuk makan. Saat kami sudah mulai makan, tiba-tiba…
BRUG!!
“Anyingg.” Ringis seseorang, semua menoleh. Ternyata Kak Ui yang baru tiba itu ditabrak oleh Andrew. Dan sepertinya kepala Andrew menabrak… Ah sudahlah.
Aku masih memperhatikan keduanya. Bukannya minta maaf, Andrew malah melet lalu berlari lagi. Dengan kesalnya, Kak Ui mengejarnya dan… Hap. Tertangkaplah Andrew dengan mudahnya. Lalu keduanya terjatuh di tengah-tengah ruangan. Kak Ui tiduran di lantai sambil mengangkat tubuh Andrew tinggi-tinggi.
“Lepasin~~ Kak Rui Lepasin~~” Rengek Andrew.
“Gak mau, gak mau. Ada yang bandel tadi soalnya.”
“Kak Rui~~” Rengek Andrew seperti ingin menangis?
“Bilang apa dulu tadi abis nabrak orang?”
“Maafin Andrew, Kak Rui.” Ucap Andrew pada akhirnya, Kak Ui-pun menurunkannya.
“Nah gitu dong, nanti Kak Rui beliin sepatu roda, deh.”
“Sepatu roda? FALAH, FARIS, ALYAAAA, ANDREW MAU DIBELIIN SEPATU RODA DONG SAMA KAK RUI~~!” Teriak Andrew, spontan Faris dan Alya langsung loncat dari tempat duduk mereka.
“Papa Rui, Faris juga mau sepatuuuu, sepatu yang bisa nyala-nyala~~~” Rengek Faris sambil menarik lengan baju kakakku.
“Alya jugaaa mau sepatuuuuuu.”
Kulihat dari jauh Kak Ui langsung pusing dengan 3 anak kecil yang mengelilinginya itu. Melihat kejadian itu, Falah akhirnya ikut beraksi, loncatlah di dari bangkunya dan….. tumpahlah makanannya mengotori rok abu-abu Cidey. Membuat kami berdua sama-sama melongo. Dengan sigap aku langsung mengambil tisu yang ada di meja. Mengelap tumpahan makanan tersebut.
“Maaf Cidey.” Ucapku.
Tuhan, aku murni ingin membersihkan tumpahan makanan ini kok. Gak sekalian modus. Duh, tapi kenapa deg-deg-an ya… bahaya. Wajah Cidey juga kenapa merah gitu sih? Tahan iman Ota, tahan. Inget lagi di tempat umum (?). Aduh Kak Ui~~ Ganti POV aja deh! Gw lagi grogi nih!
~Baiklah, Okta’s POV End~
~Jo’s POV~
Sebagian besar dari kami yang sedang makan ini perhatiannya tercuri oleh Kak Rui yang sedang ribut dengan Geng Bocil di tengah ruangan. Tapi, tidak untukku. Perhatianku tertuju pada mereka berdua, siapa lagi kalau bukan Okta dan Cidey. Entah pasrah atau menikmati, si tante-tante itu hanya menatap Okta yang sedang membersihkan roknya. Aku kesal, cemburu, tapi bisa apa?
Aku sadar, sohib-sohibku yang duduk bersamaku memperhatikanku. Apalagi Ngene yang memang duduk disampingku. Tapi, dia hanya diam beda dengan seseorang yang malah…
“Ada yang panas, hey, hey~ ada yang panas~ ada yang pa-”
“Respuker lu Wid! Bala!” Kesalku pada Widi, memotongnya yang sedang menyanyi. Nyanyi apaan tau gak jelas.
Sebenernya bukannya aku tidak suka diledek seperti itu. Hanya saja aku takut. Takut Okta tau. Hanya dia satu-satu-nya dari anggota GGC (Ganteng-Ganteng Cepirit eh Cupu) yang tidak tahu mengenai perasaanku kepada Cidey.
GGC ini sebutan Kak Rui untuk kami berenam, katanya kami berenam ganteng, tapi karena terlalu rapih dan terlalu baik (?) jadi Cupu. Ya, gaya berpakaian kami emang rapih sih. Mungkin hanya Widi yang berantakan sedikit. Kembali ke Okta, dia itu memang tidak peka orangnya, atau emang bergo? Entahlah beda tipis, sih.
Sebenernya aku juga tidak pernah bilang pada Naru, Deva apalagi Widi soal perasaanku pada Cidey. Hanya pada YME –YME beneran!- dan seorang Ngene yang seperti ezghrim itu aku bercerita. Tapi, kata mereka rasa sukaku itu terlihat dari semua perlakuanku pada Cidey. Emang gw ngapain? Au ah respuker.
Lagian, gw emang begini adanya. Inilah seorang Jo. Jo yang sudah bahagia dan tidak suram seperti dulu. Karena Jo yang dulu bukanlah yang sekarang. Dulu ditendang sekarang aku dibuang. Bacanya gak usah sambil nyanyi. Hahaha. Dulu ya… aku memang dibuang. Ah jadi keinget lagi kan. Sudahlah………..
~~~
Sarapan pagi itu kelar, kami yang masih sekolah dan mereka yang punya jadwal kuliah pagi langsung menuju tempat parkir kami yang super luassssss. Bagaimana tidak luas, ada 10 mobil, 20 motor, 15 sepeda, dan 4 skuter (milik Geng Bocil). #PapaBobyTajir #PapaBobyXaxuga.
Kadang ini rumah atau pulau juga bingung -__- semua serba ada. Alias namanya juga fanfic, semuanya mah ada, ya. Tapi, biar begitu, kami tidak dikasih ijin untuk memakai semuanya atau sesukanya. GGC yang masih kelas 1 SMA ini mah cuman boleh bawa motor. Hanya mereka Geng Tua yang sudah diperbolehkan bawa mobil sendiri-sendiri. Salah satunya Bang Randi, yang kulihat bersama Kak Vivian masuk ke dalam mobil Toyota Camry putihnya bersama 3 anak Geng Bocil.
Karena aku sadar, aku juga harus berangkat sekolah. Aku langsung menuju Ninja Biru kesayanganku :*
Kulirik tempat kosong yang biasa diisi motor Astra *perbandingan motornya jauh ye? Ini ide Ota* milik Okta. Sudah tiada. Mungkin selesai makan, Okta dan Cidey langsung berangkat karena mereka harus mengantar Falah terlebih dahulu. Di kejauhan sana aku melihat Kak Agi dan Kak Dion sedang rebutan siapa yang akan bawa mobil. Karena mereka tidak di izinkan bawa mobil sendiri-sendiri, jadinya begitu (?).
“Dih! Jum’at kan lo yang bawa. Giliran gw dong sekarang!” Teriak Kak Agi.
“Heh Ajis gagap! Lo lupa ya, sabtu kan kita jalan dan lo yang nyetir!” Teriak Kak Dion balik.
“Eh! Gak bisa gitu, itu kan diluar jadwal sekolah!” Balas Kak Agi dengan teriak lagi tentunya.
“Eh humu!” Teriak Kak Septian yang kulihat sudah duduk di bangku supir. “Buruan masuk, telat nih kita. Udah tau kita nganterin adek gw dulu. Begajulan lo pada, nyetir doang rebutan.”
Kulihat wajah Kak Dion dan Kak Agi cengo melihat Kak Septian sudah terlebih dahulu mengambil spot yang seharusnya tempat mereka. Dengan pasrahnya, keduanya akhirnya masuk ke dalam mobil. Tak lama mobil Honda City berwarna Silver itu jalan keluar dari parkiran.
PLAK!!
Tiba-tiba kurasa seseorang memukul pundakku, lagi-lagi dengan wajah sok tanpa dosanya, Ngene tersenyum padaku. Aspaan neh anak? Ngapain?
“Bengong aja, nyalain motornya.”
“Heh?”
Hah? Ngapain sih Ngene nyuruh-nyuruh gw nyalain motor gw? Astaga Dragon! Gw baru inget! Ngene kan kalau sekolah boncengan sama gw -__- dia gak dibolehin bawa motor sama Papa Boby, Kak Rui juga gak memberi izin karena dia begajulan. Tapi, hidup gw yang miris jadinya. Motor udah keren-keren yang gw boncengin batangan juga -_- disitu kadang ku merasa syedih :’)
Setelah mesin motorku menyala, aku berlalu pergi. Nasip dah jones. Jo-Ngene selamanya. Lah ilah Tuhanku. :’) Jo masih normal kok. Jo suka Cidey. Gak tau deh sama Ngene. Di dorm, cewek banyak tapi gak ada yang katanya nyantol di hatinya. Jadi khawatir :’)
Aku memacu cepat motorku. Merasa kayak gak ada Ngene di belakang. Ahaha. Biar aku membawanya cepat-cepat, bukan berarti aku gak merhatiin rambu-rambu lalu lintas atau lingkungan sekitar, ya. Aku memperhatikannya dengan baik. Dan saat mataku bertemu dengan anak jalanan, selalu mengingatkanku dengan masa laluku. 3 tahun lalu…
-Flashback-
Aku yang tertidur, terbangun karena dinginnya angin yang berhembus dan hujan yang begitu deras. Badanku terasa menggigil dan begitu kedinginan. Saat aku membuka mata, aku dikejutkan dengan pemandangan yang ada di sekelilingku. Aku berada di luar sebuah toko yang sudah tutup. Pantas saja dingin sekali. Aku bahkan hanya tidur dengan selimut kecil dan tipis. Dan hujan yang ada di depan mata.
Kemana orang tuaku? Kemana mereka? Aku dimana? Tiga pertanyaan ini muncul langsung menyerang padaku. Aku senderkan tubuhku ke dinding. Duduk memeluk lututku lalu nyanyi gomen ne summer aku menangis. Aku takut. Mama, Papa, Nia, kemana kalian? Kenapa aku bisa sendirian begini?
Pagi tiba, keadaan makin parah. Aku diusir oleh pemilik toko yang menjadi tempatku bermalam sementara itu sehingga jadi begitu. Aku berjalan tak tau arah. Perutku lapar. Kucek kantongku, kering. Aih. Aku sadar dengan cepat. Orang tuaku membuangku. Aku tak tahu alasannya kenapa. Rasanya begitu kesal.
Berbulan-bulan aku hidup di jalanan Jakarta yang keras. Bekerja semampuku demi sesuap nasi. Menjadi anak jalanan tidaklah muda. Aku sadari itu. Rasanya aku cukup beruntung masih bisa hidup sampai sekarang.
Aku berusaha tersenyum saat ngamen di jalan agar dapat imbalan. Tapi, senyumku yang susah payah kubangun akhirnya hilang. Hilang dengan cepat saat aku bertemu dengan orang tuaku. Dan tau apa yang reaksi mereka saat bertemu denganku saat itu? Pura-pura tidak kenal! Bagaikan tersambar petir. Mati. Hatiku dan perasaanku mati.
Aku tidak lagi mengamen, pekerjaan yang butuh keceriaan. Aku melakukan pekerjaan lain, apapun dan berujung akhirnya aku jadi pencopet. Siapa saja aku copet. Aku sudah tak peduli. Aku marah. Sangat marah. Tentu saja. Aku jadi anak tak berperasaan yang tumbuh tanpa senyum sampai aku ketemu dengan mereka. Kedua orang tua baruku.
Saat itu, di sebuah minimarket, aku melihat Mama Shania keluar setelah menambil uang sepertinya. Tentu saja pemandangan yang menggodaku untuk mencopetnya. Dan aku berhasil. Berhasil mengambilnya, tapi tidak berhasil kabur dari Papa Boby. Beliau berhasil menangkapku. Aku berontak. Berusaha kabur. Tapi, naas. Tanpa ampun beliau memasukkanku ke dalam mewahnya. Aku berasa diculik.
Di dalam mobil aku diam. Sudah panik dan takut. Apa aku bakal dibawa ke polisi? Selain bertanya soal nama, sesekali keduanya bertanya asal-usulku atau orang tuaku. Dan jawabanku. Aku tak punya orang tua. Aku kembali diam. Memperhatikan jalanan di sekitarku hingga mereka berhenti di suatu tempat. Entah tempat apa, aku tidak tahu.
Mereka masuk ke dalam, meninggalkanku dengan sekantong kue dan minuman di dalam mobil. Aku dikuncikan di dalam mobil. Setelah 1 jam kira-kira mereka kembali, tersenyum padaku dan akhirnya berucap…
“Mau jadi anak kami?” Aku melongo. Tak abis pikir.
Mereka mau mengangkatku sebagai anak? Padahal barusan aku ingin mencopet mereka. Mereka tertawa lalu kembali tersenyum.
“Baiklah, saya anggap itu iya.” Ucap Papa Boby saat itu.
“Shania. Dan ini Boby. Mulai sekarang kamu anak kami, Jo.” Aku masih melongo. “Oh iya, kami akan membawamu ke rumah kami. Semoga betah ya. Soalnya anak kami banyak.”
Aku tidak tahu. Aku masih diam. Bingung. Hingga kami tiba di rumah yang sekarang aku tahu sebagai BeShanan Dorm. Rumah ini begitu besar dan sangat luas. Ini rumah apa gedung? Saat kami tiba, banyak sekali anak-anak yang menyambut. Salah satu yang paling ku ingat seseorang yang paling cengo dan akhirnya jadi teman sekamarku. Iya, Ngene.
Anak-anak itu terlihat bahagia, mereka terlihat begitu senang dengan kedatangan kedua orang tua mereka dan aku. Kenapa bisa sesenang ini? Aku bingung. Aku sih diam saja mengikuti. Papa Boby memperkenalkanku pada Kak Rui yang terlihat bingung saat mengetahui sifatku yang seperti tidak ramah padanya. Memang. Aku tak suka padanya waktu itu.
Kak Rui akhirnya memperkenalkanku pada Ngene dan Yuu, adiknya. Awalnya aku canggung. Mereka terlihat bekerja keras untuk berbicara padaku. Apalagi Kak Rui melepas tanggung jawabnya dan menyerahkanku pada keduanya. Aku tahu keduanya lelah, tapi aku masih belum bisa terbuka. Hingga akhirnya, seseorang yang dapat membuka hatiku datang…
Beberapa bulan kemudian, di suatu siang, aku masuk ke dalam ruang makan. Aku pikir tak ada siapapun, ternyata ada Mama Shania, dan seorang gadis yang sepertinya lebih tua dariku. Aku mendekat ke arah mereka. Aku juga tidak tahu kenapa. Membiarkan kaki ini melangkah sesukanya. Tiba-tiba Mama Shania menoleh ke arahku. Sadar akan keberadaanku.
“Eh, Jo. Kebetulan ada kamu. Mama tinggal bentar, mau ke kamar mandi. Titip Desy, ya.” Belum aku menyetujuinya, Mama Shania berlari terburu-buru ke kamar mandi.
“Maaf.” Ucapnya pelan. Aku lalu duduk di hadapannya. Memperhatikan wajahnya. Manis tapi tertutup karena mata sembabnya bekas menangis pasti. “Maaf kalau repotin.” Aku menggeleng. Tiba-tiba dia mengulurkan tangannya. “Aku anak baru yang akan jadi bagian kalian. Kenalin.” Aku berpikir sejenak. Awalnya aku malas dan tak ingin. Tapi, begitu melihat raut wajahnya yang sedih tapi menggoda itu… akhirnya aku menyambut tangannya.
“Jo.”
“Desy.”
-Flashback End-
~Jo’s POV End~
Ding-Dong!!
Jam istirahat sekolah tiba, para murid langsung berhamburan keluar kelas mereka. Begitu juga dengan Desy. Gadis itu langsung berjalan ke luar kelas. Berdiri memandangi pemandangan sekolahnya. Dipandanginya dua laki-laki yang selalu berada di sisinya. Dua orang yang memenuhi pikirannya dan juga…. hatinya…
-Flashback-
Masih jelas dibenak Desy, bagaimana dengan kasarnya, ayahnya sendiri menyeret anaknya ke sebuah tempat yang rasanya sangat tidak pantas dilihat apalagi diketahui oleh gadis yang masih menggunakan rok sekolah berwarna biru.
Hanya menangis yang bisa dilakukan gadis yang baru berusia 15 tahun itu. Tapi, sang ayah tak peduli. Tanpa ada dosa dan perasaan sayang yang mungkin sudah ilang. Dijual, iya dijual! Anaknya dijual pada seorang bapak-bapak yang bisa kita sebut seorang muchikari. Tega, kejam, tidak berprasaan. Kata-kata kasar akan keluar dari mulut setiap orang pastinya bila tahu cerita ini.
Uang yang dianggap segalanya itu menutupi mata hati seseorang yang selama 15 tahun ini dipanggilnya dengan sebutan ayah. Penolakan dan segala hal yang dilakukan Desy berimbas pada ibunya dan tentunya dirinya. Akhirnya, Desy ‘pindah tangan’. Setelah menerima uang ‘imbalan’ ‘harga’ Desy, sang ayah pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Desy. Uang benar-benar membutakannya.
Akhirnya dengan terpaksa gadis itu tinggal di rumah ‘remang-remang’ itu. Sebulan keadaan masih ‘aman’ karena Desy hanya bekerja membersihkan tempat tersebut. Inginnya Desy kabur, tapi ada penjaga-penjaga bertubuh besar yang mengawasi tempat itu. Desy pasrah.
Sampai suatu hari, datang kesempatannya untuk kabur. Ada seseorang eksekutif muda datang ke tempat itu. Orangnya tampan. Tapi tentu saja kelakuannya bejat. Dia meminta Desy yang ‘melayaninya’. Desy tidak melawan. Pikirnya dia bisa kabur mungkin, memanfaatkan kesempatan itu.
Bersama pemuda itu, Desy keluar dari tempat menyesatkan yang selama ini jadi tempatnya berteduh. Melihat kesempatan untuk kabur saat sang pemuda yang ‘menyewanya’ mengobrol dengan ‘ayah’nya, Desy lari dari sana. Dengan sekuat tenaga, berusaha lari dari mereka yang mengejarnya.
Dan karena kejadian itulah dia bertemu dengan Boby. Saat itu, Boby sedang ingin memundurkan mobilnya yang abis di parkirnya di depan sebuah mini market *mini market mulu ya* nyaris saja dia menabrak Desy dan orang-orang yang lewat begitu saja. Melihat itu, Boby yang penasarannya tinggi dan melihat ada yang tidak wajar. Turun. Menutup mobil dan mengejar mereka.
“Kena juga lo!!” Ucap seorang penjaga yang mengejar Desy.
“Lepasin!!” Teriak Desy.
“Lepasin dia!” Ucap Boby sambil memegang lengan si penjaga yang memegangi Desy.
“Heh?! Siapa lo?” Kesal si penjaga lainnya.
Perkelahian tak dapat di hindari. Kedua orang itu menyerang Boby. Pukulan diarahkan oleh keduanya secara bersamaan, namun Boby dapat menghindarinya. Dipukulnya dengan keras salah satu perut mereka. Si penjaga lainnya memberikan pukulan kembali, Boby berhasil menepisnya dan ditendangnya punggung orang itu.
*seketika keinget ff majijo yang ngatung :v maafkeun*
“Kamu gak apa-apa, Nak?” Desy hanya mengangguk.
“Heh lo jangan ikut campur!! Cewek itu punya bos kita!”
“Punya bos kalian? Maksud kalian?”
“Anak ini *sensor saja*”
“Kalian gila! Anak ini masih di bawah umur, kalian pekerjakan sebagai-”
“Bukan urusan lo!” Saat seorang dari mereka ingin menarik Desy, Boby menghalangi dan menatapnya tajam.
“Gak bisa. Gw gak akan biarin.”
“Mau lo apa huh?!”
Boby memejamkan matanya sesaat dan menghela nafasnya. “Gw mau beli nih anak.” Tentu saja perkataan itu kagetkan Desy dan kedua penjaga yang bergaya preman itu. “Kenapa malah pada bengong?! Telpon bos kalian! Katakan apa yang gw mau dan harganya!” Bentak Boby.
Merekapun menelpon sang bos yang tentu saja juga terkejut dan terdengar marah-marah. Sebuah harga diucapkan akhirnya dan Boby tanpa ragu menyerahkan sejumlah cek yang diminta mereka. Keduanyapun pergi. Boby lalu menarik Desy untuk menuju mobilnya. Membiarkan gadis itu masuk dan duduk di belakang. Mobil Bobypun pergi dari dari tempat tersebut.
“Kenapa membeliku? Apa bapak seperti mereka yang memakai cewek-cewek di tempat itu untuk kesenangan belaka?”
“Hey, jangan sembarangan. Sebenernya bisa aja kita kabur, tapi itu akan membuatmu jadi buronan mereka. Lagian istriku sudah sangat memuaskan. Apalagi kalau dia goyang hey-hey-hey. Ahahaha! Oh iya saya Boby.”
“Bukankah sayang uangnya?”
“Uang dicetak setiap hari dan dapat dicari. Tapi, tidak dengan anak.” Jawab Boby sambil tersenyum.
Spontan Desy menangis, di curahkan semua isi hatinya. Diceritakannya bagaiamana dirinya bisa berada di tempat seperti itu. Marah. Itulah hal yang dirasakan Boby. Bagaimana dia tidak marah? Disaat dia dan Shania susuh untuk mendapatkan anak, ayah Desy malah menjual anaknya. Cih.
Boby akhirnya menyatakan niatnya menjadikan Desy anak angkatnya. Tentu saja Desy kaget, kenapa? Padahal Boby tahu dimana Desy tinggal sebelumnya, walaupun Desy sama sekali belum dan tidak melakukan yang dilarang agama. Tetap saja…
Boby hanya tersenyum, dan berbalik bercerita. “Begitulah… Ahh sekarang kita mau jemput adek kamu. Anak kandung saya.”
Mereka akhirnya tiba di sebuah SD Swasta, seorang wanita cantik bersama anak kecil yang manis masuk ke dalam mobil mewah Boby. Mereka begitu bawel lalu terdiam saat menyadari adanya orang lain.
“Ini Desy, kakak barunya Inyi.” Ucap Boby membuat Shania langsung menatap ke arahnya. Boby hanya tersenyum girang (?).
“Aku Shania. Mulai sekarang jadi mama kamu.” Ucap Shania pada Desy. “Dan ini anak kami. Viny. Ayo Viny salam sama kakak Desy.”
Dengan girangnya, Viny yang berada di pangkuan Shania itu mengulurkan tangnnya pada Desy.
“Inyi~” Ucap gadis kecil itu girang. Kembali membuat Desy menangis.
Akhirnya mereka tiba di BeShanan Dorm. Seperti biasa kakak beradik Rui-Yuu yang menyambut mereka. Dengan girangnya Viny turun lalu berlari ke arah Rui. Pemuda yang berdiri menyamai tinggi Viny langsung memeluk dan menggendong.
“Ka Uiiii~~” Girang Viny.
“Viny Inyi mini, imut enak bergizi~~” Ucap Rui sambil mengangkat Viny.
Setelah Yuu dan Rui bersalaman dengan Boby-Shania. Boby memperkenalkan mereka pada Desy. Disitulah pertama kalinya Yuu dan Desy bertemu untuk pertama kalinya. Senyuman manis sama-sama diperlihatkan keduanya. Senyuman manis yang membuat keduanya saling jatuh hati.
“Rui, papa mau bicara.” Ucap Boby. Ruipun langsung menyerahkan Viny pada Yuu.
“Desy ikut aku, yuk. Ota jagain Viny, ya.” Shania dan Desy masuk ke dalam dorm. Begitu juga dengan Rui dan Boby.
Di dalam, Shania memperkanalkan Desy pada makhluk-makhluk astral anak-anaknya yang di temui mereka dan memberi tahu tentang keadaan rumah besar itu. Sampai berakhir di ruang makan yang sepi. Shania membiarkan Desy seorang yang berbicara. Langkah awal sebagai mama barunya. Setelah cukup lama, akhirnya keduanya saling mengobrol. Desy bahagia tapi tetap saja dia merasa sedih.
“Desy, mama pingin ke kamar mandi, nih. Tapi, masa ninggalin kamu sendirian disini?”
“Gak apa-apa, Bu.”
Shania menoleh ke belakang saat merasa ada orang lain di ruangan makan itu.
“Eh, Jo. Kebetulan ada kamu. Mama tinggal bentar, mau ke kamar mandi. Titip Desy, ya.” Ternyata Jo yang ada disana, langsung saja Shania berlari pergi.
“Maaf.” Ucap Desy pelan. Jo akhirnya duduk di tempat yang Shania duduki sebelumnya. “Maaf kalau repotin.” Jo menggeleng tanda tidak setuju dengan ucapan Desy. “Aku anak baru yang akan jadi bagian kalian. Kenalin.” Tambah Desy sambil mengulurkan tangan.
Terlihat Jo tampak berpikir sejenak sebelum menyambut uluran tangan itu. “Jo.”
“Desy.”
Dan itulah pertemuan pertama Desy dengan Jo dan Yuu. Pertemua yang mengawali segala drama kisah kehidupan ketiganya…
-Flashback End-
PLAK!!
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Desy pelan. Sadarkan gadis itu dari lamunannya.
“Des gak ke kantin lo?” Desy menoleh, terlihat April berdiri disana sambil memegang HPnya.
“Nanti aja deh, gw nyusul.” Jawab Desy lalu kembali memandangi pemandangan di depannya.
“Lagi liatin apasih Des?” Desy tidak menjawab pertanyaan April dan tetap diam. Penasaran, April ikut menatap apa yang dilihat Desy sedari tadi. “Oh lagi liatin Ota. Atau Jo?” Reflek Desy langsung menatap April.
“Maksudnya?”
“Gak ada maksud apa-apa. Udah ah, gw ke kamar mandi dulu. Mau nyari siapa tau ada yang bisa di salkusin. Kalau udah ke kantin Des. Anak-anak udah nungguin.” Ucap April lalu berlalu pergi.
Desy kembali memandangi dua pemuda yang sedang mengobrol di depan kelas mereka. Terlihat begitu akrab. Desy tersenyum miris. Perih. Berharap masalah cinta yang dialami ketiganya tidak sedikitpun mengurangi senyum yang selalu menghiasi kedua wajah tampan pemuda yang disayanginya itu.
Sambil saling merangkul kedua pemuda itu berjalan pergi dengan anak-anak GGC lainnya. Tentu saja mereka pergi ke kantin. Desypun ikut pergi, apalagi setelah perutnya berbunyi. Di kantin, keadaannya tidak jauh beda dengan BeShanan Dorm. Isinya juga masih mereka-mereka lagi.
GGC duduk berenam tentu saja. Rui bersama sohib-sohib-nya. Geng Gaple setia bertiga dan tentu saja Desy langsung menghampiri Geng Rumpi-nya.
“Hai girls, udah pada pesen aja nih. Gw ditinggalin.” Ucap Desy.
“Abis kata April lu lagi mandangin JOta.” Kata Mira. (Jota = Jo-Ota)
“Yee, yaudah ah gw pesen dulu.” Desy kembali berjalan, dan menghampiri Yuu. “Otaahh~” Bisik Desy dengan ala-ala saat dia VN ‘vIahhh~’
“Astagfirullah Cidey.” Desy hanya tersenyum girang lalu mengedipkan matanya. “Cidey udah makan?”
“Ini baru mau beli. Kamu makan apa?”
“Ini mau pesen ketupat sayur. Cidey mau?” Desy mengangguk. Yuu-pun memesankan makanan untuk mereka.
“Aduh! Misi-misi dong.” Ucap seorang sambil mendorong-dorong Desy. “Tante-tante ngapain sih di sekolahan? Minggir-minggir.” Dengan sinisnya, Desy langsung menatap tentu saja seorang Jo.
“Ngapain sih lo, Jo?”
“Mau makan. Emangnya mau ngapain lagi?”
“Kayaknya menu lain banyak, deh. Kenapa lo mesti disini? Lo nyama-nyamain gw ya?”
“DIh! Suka-suka gw dong. Emangnya lu yang punya. Dasar tante tua”
Keduanyapun tubir mesra lagi. Seperti biasa. Membuat mereka jadi tontonan, tapi yang malu bukanlah mereka. Tapi, seorang Yuu. Tentu saja.
“Aduh stop! Udah ah Cidey.” Lerai Yuu. “Cidey duduk sekarang, nanti makanannya Ota yang anter.” Yuu menarik Desy, memisahkan keduanya.
“Dasar Jo muka vulgar.” Ucap Desy sambil melet.
“Cidey udah iihh~” Ucap Yuu.
“Iya, iya udah, abis Jo duluan, Ta.”
“Yaudah sih abaikan aja.”
“Hmm, yaudah deh. Aku duduk aja.” Desypun kembali duduk bersama teman-temannya. Yuu hanya bisa menggeleng setiap melihat kejadian seperti itu.
“Tubir mulu sama Jo, naksir lo entar.” Ucap Carisa.
“Jangan ngaco deh, Car.” Jawab Desy dengan muka agak ditekuk.
“Dion~ Tian~ Ajis~ Madep sini dong~” Ucap April yang sedang menggoda Geng Gaple.
“Ngapain lo, Pril?” Tanya Mira.
“Iseng aja godain Geng Gaple. Pada pe’a semua lagian. Ahahaha.”
“Parah lo! Ada cewek-ceweknya juga disini.” Ucap Mira kembali.
“Siapa? Gak ada? Iya kan Nab, Mit, Nay?” Ketiga cewek yang namanya disebutkan April itu hanya mengangguk-ngangguk. Entah karena biar cepet aja atau memang tidak mengakui. “Tuh kan…”
“Elah si Kak April ngapain si goda-godain. Emangnya gw Dion apa yang gampang tergoda.” Ucap Agi alias Ajis alias Isco whatever.
“Enak aja lo! Lo kali yang gampang kegoda. Gw mah setia sama Kak Vivi.” Jawab Dion.
“Kak Vivi atau Kak Nay?” Tanya Agi balik.
“Bodo amat Jis, bodo amat~~. Gak usah urusin gw kalau lo sama Aikus dan Nabilah aja juga gak ada yang jadi!”
“Makanya kalian kayak gw dong. Setia. Sama Kak Mita aja.” Ucap Septian tiba-tiba.
“Halah! Pret!!” Ucap Agi dan Dion kompak.
Begitulah keadaan kantin sekolah SMA XX yang tidak jauh beda saat mereka di Dorm…
~~~
Jam pulang sekolah tiba, seperti biasa Desy sudah berjalan sama Yuu menuju tempat parkir. Saat Yuu ingin memakai helmnya, HPnya berbunyi. Terlihat seseorang meneleponnya.
“Papa Boby? Tumben.” Yuu lalu mengangkat teleponnya. “Assalamualaikum Pah.”
“Waalaikumsalam Ota. Kamu dimana?”
“Masih di sekolah, Pah. Kenapa?”
“Bisa jemput Viny dan anterin dia ke mall dua huruf, gak? Soalnya gak ada yang bisa anter-jemput dia. Papah gak izinin dia naik kendaraan umum. Bahaya.”
“Emm…. Viny teater hari ini?”
“Iya. Tolong ya, Ta.”
“Pah, tapi kalau dilihat fans?”
“Kan Papa Boby yang punya JOT, tenang aja.”
“Pinter-pinter kamu. Lagian kalian juga gak ada apa-apa, kan?”
“Iyasih.”
“Yaudah, tolong ya Ota. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Percakapan telepon itu berakhir.
“Kenapa, Ta? Disuruh papah jemput Viny.”
“Iya, Cidey. Terus Cidey gimana?”
“Gampang, yaudah kamu pergi sekarang gih. SMPnya Viny lumayan jauh, kan.”
“Iya. Yaudah aku pergi dulu.” Desy hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Cemburu? Tentu saja. Desy tak ingin munafik. Tapi, dia coba untuk tidak menunjukkannya. “Ahh Cidey.” Cuu~~ Yuu mencium lembut kening Desy sebelum benar-benar pergi.
“Hah.” Desy hanya menghela nafasnya. Lalu…. Desy mesti pulang sama siapa?
“Loh? Tante? Ngapain lo berdiri situ? Ganti profesi jadi kang parkir?” Tanya beruntun seseorang yang suaranya sangat-sangat tidak asing. Apalagi cadelnya yang khas itu.
Desy menoleh, seorang Jo tentunya berdiri di belakangnya. Menurut Desy sih gaya berdirinya sok keren. “Jo, lo pulang sama Ngene, ya?” Tanya Desy balik.
“Kenapa emangnya?” Jo melirik sedikit ke arah parkir motor, sudah tidak ada motor Yuu disana. “Ota kemana?”
“Jemput Viny.” Jawab singkat Desy.
“Hmm. Yaudah mau bareng?” Tanya Jo.
“Loh Ngene entar gimana?”
“Ahh elah dia mah gampang. Lagian dia katanya masih ada urusan di sekolah. Udah ayok.” Jo menarik lengan Desy menuju motornya. “Nih helmnya. Malah diem ambil.” Dengan ragu akhirnya Desy mengambil helm berwarna putih tersebut. Saat Desy tengah memakai helm, Jo mengirim line singkat pada Ngene. Lalu memakai helmnya sendiri. “Siap? Meluncur~~”
Sepuluh menit kemudian, Ngene keluar dan berjalan ke tempat parkir…
“Sorry Jo, gw...” Betapa syoknya saat melihat Ninja Biru milik Jo sudah tidak ada di tempat parkir. “Aish Jo kemana??” Diambilnya HP yang ada di kantongnya. Ada satu line dari Jo yang belum di bacanya.
Jo: Ne. Gw ada urusan. Sorry.
Singkat, padat dan membuat Ngene kesal. Sabar, ya Ne….
Di perjalanan, dengan sengaja atau tidak, Jo membawa motornya dengan kencang. Membuat seroang Desy panik.
“Jo jangan ngebut-ngebut, Jo!!” Teriak Desy.
“Yaelah Tante. Udah tua sih. Selow aja!”
“Eh enak aja lo! Gw masih muda! Gw gak mau kita kecelakaan kampret!!”
“Tenang aja, gw gak bakal nyelakain lu kok.”
“Pelanin gak Jo! Pelanin!!”
CIITT!! (?)
Bukannya memelankan, Jo langsung mengerem motornya. Membuat Desy dengan tidak sengaja memeluk Jo. Hening. Diam. Tidak ada yang tahu apa Jo sengaja atau tidak melakukan hal itu. Hanya ada suara angin berhembus yang mengisi kebisuan yang tercipta di antara keduanya. Jo masih terkunci dalam keadaan Desy yang masih memeluknya.
Mereka sadar apa yang terjadi. Tapi, tak ada yang berani berucap. Hanya debaran jantung mereka yang sama-sama berdegup kencang mewakili perasaan mereka ini. Hingga HP Desy berbunyi menandakan sebuah telepon masuk. Desypun sadar dan langsung melepaskan pelukannya.
“Papa Boby?” Desy mengangkat telepon tersebut. “Assalamualaikum, Pah.”
“Desy, Papah sampe lupa. Kamu pulang sama siapa?”
“Sama Jo, Pah.”
“Loh? Terus Ngene?”
“Kata Jo, Ngene masih ada urusan di sekolah.”
“Oh gitu, yaudah kalau gitu. Assalamualaikum.”
“Kenapa Cidey?”
“Papah Boby. Nanyain aku.” Jo hanya ber-hoo ria. Keadaan kembali hening dan jadi canggung, apalagi ditambah tanpa sengaja Desy menggunakan kata ‘aku’ pada Jo. “A-Ahh, Jo! Ngapain kita berhenti disini, ya?” Tanya Desy setelah sadar dimana mereka saat ini.
“Ah? Itu? Ini? Di pinggir sungai.”
“Ya, terus ngapain disini?”
“Emm….” Jo menaruh helmnya dan juga helm yang dipakai Desy. “Sini deh Cidey.” Jo menarik lengan Desy untuk mendekat ke arah sungai. “Gw suka banget disini, coba deh berdiri disini.”
“Apaan? Emang ada apaan disini?” Tanya Desy. Namun pertanyaan itu tidak dijawab Jo.
Pemuda itu terlihat berdiri sambil merentangkan tangan dan memejamkan matanya. Merasa kesal dan juga penasaran, Desy mengikuti yang dilakukan Jo. Angin yang begitu sejuk menerpa tubuhnya, suara aliran air sungai begitu menenangkan terdengar di telinga. Sayang ini hanya di fanfic.
“Gimana Cidey, enak kan?” Tanya Jo.
“Heeh.” Jawab Desy yang masih memenjamkan matanya.
“Gw suka kesini kalau pingin sendirian.” Terdengar suara seperti air yang tiba-tiba diinjak (?). “Tempat ini gw temuin waktu masih jadi anak jalanan. Cidey, buka matanya deh.”
Desy-pun membuka matanya dan… Dengan isengnya Jo melemparkan (?) air ke arahnya.
“Jo kampret!!” Dengan cepat Desy membuka sepatu dan kaos kakinya lalu ikut masuk ke dalam air mengikuti Jo. “Awas lo Jo!! Sini lo!!” Sambil berlari mengejar Jo, Desy mencipratkan air terus-terusan kepada Jo.
Seperti anak kecil yang tanpa beban, mereka terus kejar-kejaran di dalam sungai yang cetek itu. Hingga kaki Jo tersandung dan… terjatuh dalam keadaan posisi duduk dengan Desy yang tanpa sengaja ditariknya ada di atasnya. Hening. Lagi-lagi keadaan aneh dan canggung itu menerpa mereka.
“Es krim Medan~ rasa coklat, alpukat, durian, stroberi~” jingle dari kang es krim Medan yang lewat itu sadarkan Jo dan Desy. *btw es krim medan yang lewat depan rumah gw ada 6 rasa. Tapi jingle nya keknya cuman nyebutin empat rasa*
Desy langsung berdiri dengan benar dan berlari menghampiri kang eskrim. Jo lalu berdiri, menghela nafasnya. Merasa bodoh dengan apa yang terjadi sebelumnya. Untungnya jantungnya tidak copot. Jo lalu keluar dari sungai dan duduk dibawah pohon rindang yang mereka jadikan tempa menaruh tas. Beruntung sekali hanya ada mereka berdua disana.
Desy yang sudah membeli eskrim datang menghampiri Jo dengan wajah girang dan tentunya sambil memakan eskrimnya. Jo yang melihat itu menatapnya dengan wajah malas.
“Girang banget sih, Tante. Emang jaman dulu gak ada eskrim apa gimana?”
“Gak ada! Puas lo! Awas aja lo kalau minta!”
“Dih! Pede banget!”
Mereka kembali hening, kali ini karena sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Desy anteng dengan eskrimnya, sementara Jo duduk diam sambil memandangi matahari di kejauhan sana.
“Jo.”
“Hmm?”
“Enak banget loh, lo gak mau?”
“Gak ah. Norak lo.”
“Dih, yaudah! Gw tawarin baik-baik juga.”
Jo hanya menggeleng sambil tertawa, di tatapnya Desy yang sedang memakan eskrim dengan girangnya. Tak berapa lama gelas berisi eskrim itu sudah kosong.
“Ngapain sih Jo ngeliatin gw kayak gitu? Lo naksir?” Jo menggeleng. “Terus kenapa?”
“Makan lo belepotan. Kayak Falah aja.”
“Hah? Masa? Mana??” Dengan paniknya Desy mengelap salah satu sudut bibirnya dengan jarinya. “Mana sih Jo? Orang bersih juga! Boong lo, ya?”
“Cih ah! Yang sebelah sini!!” Tanpa izin, Jo mengelap sudut kanan bibir Desy yang terdapat eskrim dengan ibu jari lengan kirinya.
Hal yang membuat Desy membuka lebar kedua matanya sambil menatap Jo balik. Mereka kembali diam seribu bahasa dalam keadaan Jo yang masih mengusap lembut bibir pink Desy. Kedua mata mereka bertemu dan saling mengunci. Mereka saling menatap dengan lembut. Ada rasa saling menyayangi yang terpancar dari kedua mata mereka yang terus bertemu itu. Mereka sadar akan hal itu. Angin yang masih berhembus mengibaskan rambut panjang indah milik Desy yang digerainya dan sedikit menerpa wajah Jo.
Sambil semakin mendekatkan diri, Jo merapihkan rambut Desy yang juga menutupi wajah gadis itu. Mereka masih saling bertatapan. Jantung apalagi otak sudah tidak bisa bekerja dengan benar dengan keadaan sekitar dan suasana yang begitu ‘mendukung’. Mereka sama-sama tahu apa yang akan terjadi setelah itu. Desy memejamkan mata, seakan mengizinkan. Mengizinkan Jo untuk semakin mendekat. Jo mendekatkan wajahnya. Jarak antara wajah apalagi kedua bibir mereka hanya tinggal beberapa senti lagi dan mereka…
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Maafkan saya bila ada kata-kata yang menyinggung anak BeShanan...
coba langsung PM.
Thanks.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

No comments:

Post a Comment