Jadi, ini ide gila eug. karen gw tau, pasti gak ada yang mau buat, yaudah gw buat sendiri aja.
Emang apaan sih?
Ya baca aja.
Soal judul, gw beneran gak tau mau kasih judul apaan :'v jadinya begini deh
Maaf deh kalau gak dapet feelnya dan bikin geli (?) Gw geli sendiri juga soalnya. wk :v
*seperti biasa, gw ga baca ulang lolz males. jadi maaf aja klo typo2*
Gak Tau Ah (BebNju)
Semua karena foto ini! *lah |
Mereka tampan, keren, idola
sekolah. Begitu susah diraih. Apalagi untukku. Cewek culun yang bukan
siapa-siapa di sekolah ini. Aku hanya cewek penjaga perpustakaan yang pendiam
dan susah bergaul dengan orang lain. Apalagi orang yang baru di kenal. Temanku
hanya satu. Seorang Kinal. Ya, Kinal.
Kinal adalah sahabatku dari SMP.
Berbeda dariku, Kinal si cewek berbadan keker ini sifatnya mudah bergaul
dan ramah. Itu yang membuatnya akhirnya bisa dekat dengan Kak Vernando. Cowok
misterius yang sukanya membaca novel. Salah satu dari idola di sekolah kami.
Ceritanya panjang bila aku ceritakan bagaimana awalnya mereka akhirnya bisa
saling kenal. Tapi, biar sudah dekat hubungan mereka masih sama. Teman. Atau
malah Kinal di brotherzone (?)
Keberhasilan (?) Kinal menjadi
teman Kak Vernando, sedikit memotivasiku untuk mencoba mendekati adik kandung
dari Kak Vernando. Tapi, aku takut. Aku gugup. Dan pada akhirnya aku hanya bisa
menyimpan di dalam hati perasaan kagum ini padanya. Cowok manis, berkacamata
yang selalu disiplin itu.
Aku masih sangat ingat obrolan (?)
pertama kami dulu. Saat itu, aku ada di perpustakaan. Seorang diri menjaga
perpus sembari menunggu Kinal yang tak kunjung pulang karena urusannya sebagai
anggota OSIS. Kejadian ini terjadi beberapa bulan yang lalu. Sambil mendengarkan
music yang mengalir dari HPku melalui earphone yang kupasang. Lagu-lagu dari
idol group asuhan Yasushi Akimoto-san ini menemani kesendirianku yang sedang
membaca fanfic novel untuk membunuh waktu.
Aku yang merasa tidak akan ada
lagi yang datang, duduk dengan santainya di tempatku. Memang sudah jam pulang.
Hanya tinggal beberapa murid saja yang masih ada di sekolah. Namun, tiba-tiba
pintu perpustakaan terbuka. Aku menghela nafas lega tentu saja. Berpikir itu
Kinal yang akhirnya selesai.
“Akhirnya kelar juga kamu, Nal.”
Aku bangkit dari tempatku duduk. Dan betapa terkejutnya aku, saat aku menoleh
yang berdiri di depan meja penjaga perpustakan ternyata….
“Nal? Maaf gw bukan Nal.” Ucapnya
lembut sambil tersenyum begitu manis.
Mataku terbelalak, begitu terkejut
bahwa aku bukan berbicara dengan Kinal. Tapi, dengan dirinya. Cowok berkacamata,
adik kandung dari Kak Vernando itu. Sepertinya dia habis latihan dengan ekskul
basketnya. Badannya yang dilapisi seragam tim basket sekolah kami penuh dengan
keringat yang membanjiri dari rambut hitam pekatnya yang turun ke leher. Begitu
seksi. Begitu menggoda.
Hembusan nafasnya yang sedikit
tidak teratur keluar dari mulutnya yang seakan menginginkan untuk bertemu
dengan bibirku yang keriting ini. Astaga mikir apa aku saat itu. Gila.
Untungnya lambaian tangannya menyadarkanku yang delusi melamun saat itu.
“Sorry ganggu, gw mau balikin
buku.” Balikin buku? Sejak kapan? Aku saja baru pertama kali bertemu dengannya
di perpustakaan ini.
“Boleh.”
“Ini, buku yang dipinjem Kak Ver.
Orangnya lagi rapat OSIS.” Aku mengambil buku tersebut. “Nyaris banget gw lupa
padahal dimintain dari tadi sama Kak Ver.” Ucapnya saat aku sibuk dengan
computer perpustakaan.
“Udah, makasih, ya.”
“Haduh, gw yang mestinya makasih.
Yaudah, ya. Gw cabut lagi. Masih latihan nih. Thanks….” Ucapannya berhenti, aku
mendapati matanya melirik dadaku. A-a-apa yang dilihatnya?! .///. Dia kembali
menatap mataku dengan cepat. “Permisi.”
Dirinya lalu lari begitu saja dari
hadapanku. Tapi, tidak dari pikiranku. Padahal dia sudah… ahh au ah. Semenjak
itu kami jadi sering ketemu. Setiap pertandingan basketnya, aku selalu menonton
bersama Kinal yang menemani. Atau saat aku menghampiri Kinal di kelasnya. Hehe.
Kinal sekelas dengannya. Dan yang paling beruntung sih kalau Kinal lagi mau
ketemuan sama Kak Vernando. Pasti kami bertemu. Tapi, kami hanya sama-sama
diam. Tidak ada yang memulai percakapan. Udah kayak penjaganya Kinal dan Kak
Vernando. Begitu urusan mereka selesai. Yaudah dadah. Jadi syedih.
Kinal suka dan selalu memerahiku
bila berakhir seperti itu. Aku kan emang payah. Tak apalah. Abis da aku mah apa
atuh. Memandanginya yang sedang duduk memunggungiku. Aku tersenyum sambil
mengaduk-aduk es jerukku ini memperhatikannya yang sedang makan bakso.
Dihadapannya, Kak Vernando membaca sebuah novel sambil makan.
Kadang ngerasa aneh, mereka itu
idola sekolah. Tapi, tak ada cewek-cewek yang berani mendekati mereka saat
seperti ini. Apa karena sedang di kantin? Atau karena tidak ingin mengganggu
mereka makan? Ah sabodo teuing.
“Oi.” Aku tersedak saat seseorang
menggebrak mejaku. Kutatap Kinal ternyata orangnya. Dasar gembrot! Ngagetin
aja. “Jangan cuman dipandangin, emangnya dia gunung. Samperin.” Ucapnya yang
sudah duduk di hadapanku. Dan yak. Bagus. Dia menghalangi penglihatanku. “Eh
iya, sepupu gw hari ini masuk sini loh. Mana, ya anaknya??” Kinal memperhatikan
sekelilingnya, mencari sepupunya itu.
“Ahh!! Itu dia!! Nina! Sini!!”
Ucap Kinal sambil melambai-lambaikan tangannya pada seseorang.
Aku menoleh, terlihat cewek yang
sepertinya lebih muda dari kami berdua itu berjalan ke arah kami. Cantik. Dan
tubuhnya tinggi. Bisa kubilang jangkung. Dia lalu duduk di sebelah Kinal.
Untungnya Kinal bergeser, jadi aku bisa kembali melihat dirinya yang ada
disana. Ahaha.
Kinal memperkenalkanku pada Nina.
Ternyata benar dia setahun lebih muda dariku. Kami mengobrol banyak hal sembari
menyantap makan siang kami yang baru kami pesan. Begitu nikmat dan mengisi perutku
yang lapar ini.
“Tadi di kelas ada cowok aneh.”
Ucap Nina cukup menarik perhatian Kinal tentunya.
“Cowok aneh? Siapa emang?” Tanya
Kinal dengan mata berbinar (?).
“Gak tau, Kak.” Tentu saja Nina
mana mungkin langsung tau -___- Kinal ini bodoh atau bagaimana, udah tau
sepupunya itu murid pindahan.
“Emang kamu kelas 10 berapa?”
Tanyaku. Paling tidak bisa mengira-ngira siapa yang aneh.
“10-A, Kak.”
“Uhuk, uhuk!” Aku dan Kinal
langsung tersedak. Kinal juga langsung minum… minuman aku.
“10-A itu berarti kelasnya….” Aku
dan Kinal saling berhadapan. Tersenyum bingung (?) karena kebetulan ini.
10-A itu adalah kelas dimana adik
kandung kedua dari Kak Vernando belajar. Dan panjang umur! Cowok yang sedang
diceritakan Kinal pada Nina itu muncul. Menghampiri kedua kakaknya dengan wajah
kesal dan nyolotnya. Seperti biasa, bajunya berantakan. Jauh dari dua kakaknya
yang bergaya lebih rapih. Apalagi Kak Vernando, yang bukan cuman rapih. Tapi
lengkap.
Aku memperhatikan ketiganya,
mereka terlihat mengobrol. Gracio, itu namanya. Si bungsu yang sepertinya
sedang mengadu pada kedua kakaknya. Entah apa yang mereka obrolkan. Namun,
tiba-tiba mereka bertiga kompak menoleh ke arah kami. Spontan aku langsung
menunduk dan kembali memakan lontong sayurku. Ngapain sih?
“Bener bukan ciri-ciri yang Kak
Kinal bilang?” Nina menggangguk tanda mengiyakan. “Aduh kenapa kebetulan
begini, ya? Kalau sampe Nina jadian sama Gracio, bisa triple date kita.”
“Triple date aoaab! Lu aja belum
jadian sama Kak Ver!” Mengabaikan Kinal yang mengamuk (?) aku pergi dari
kantin.
~~~
Jam pulang sekolah tiba. Aku langsung menuju perpustakaan. Aku belum ingin pulang. Sedang tidak mood untuk pulang ke rumah. Inginnya main ke rumah Kinal. Tapi, Kinal sudah pulang untuk menemani sepupunya yang baru pindah itu. Kinal sebenernya mengajakku mengantar Nina sekaligus main di rumah Nina yang baru.
Jam pulang sekolah tiba. Aku langsung menuju perpustakaan. Aku belum ingin pulang. Sedang tidak mood untuk pulang ke rumah. Inginnya main ke rumah Kinal. Tapi, Kinal sudah pulang untuk menemani sepupunya yang baru pindah itu. Kinal sebenernya mengajakku mengantar Nina sekaligus main di rumah Nina yang baru.
Tapi, aku tidak enak. Walau aku
ini sahabatnya Kinal, sebagai sahabat yang mudah-mudahan baik *anggy banget bahasanya* aku harus
memberi Kinal waktu khusus dengan keluarganya. Lagipula, kalau aku ikut main,
bisa-bisa merepotkan keluarga Nina yang pastinya sedang sibuk merapihkan rumah
barunya kan -_-)/
Aku berjalan di lorong sekolah
menuju perpustakaan. Di depan sana dirinya yang begitu terlihat sempurna
berjalan ke arahku. Aku menunduk. Tak kuasa menatap mata indahnya yang kali ini
tidak ditutupi oleh kacamata yang digantungnya di kantung baju. Dia berjalan
melewatiku. Tak ada kata yang terucap dari bibirku. Apalagi dari dirinya.
Selalu seperti itu. Sampai kapan? Miris.
Akhirnya aku tiba di perpustakan.
Masih belum di kunci ternyata oleh Yona. Teman seperjuangan menjaga
perpustakaan ini. Ahaha. Aoaab. Saat aku buka pintunya cukup lebar. Yona
ternyata di dalam, sedang bersama kekasihnya.
“Ehem. Ehem. Vino, Yona, sedang
apa kalian?” Tanyaku dengan suara agak diberat-beratkan.
Dan, benar saja. Ide jailku itu
kagetkan Yona dan Vino. Vino reflek langsung melepaskan genggaman tangannya dan
mundur.
“Astaga kirain guru!” Kaget Yona.
Ngg….
“Emm, Yon. Aku tunggu di parkiran,
ya.” Ucap Vino lalu berlari kabur keluar, Yona lalu tersenyum padaku.
“Ngapain senyam-senyum? Udah gih
sana, jangan biarin pangerannya kelamaan nunggu.” Ucapku jail dan sukses
membuat pipi Yona memerah.
“Tapi, perpustakaan-”
“Udah, biar gw aja yang beresin.
Gw masih mau disini kok sampe sore.”
“Bener nih?”
“Iya.”
“Ahh, makasih~~” Yona mengambil
tasnya lalu berlari memelukku. “Hehe, duluan, ya.” Ucapnya sambil tersenyum,
lalu berlari keluar dari perpustakaan. Bahagia sekali.
Aku mengambil salah satu novel
yang belum selesai kubaca, lalu duduk di tempat yang hari ini jadi milik Yona.
Pacar Yona tadi adalah Vino, cowok manis yang juga menjadi bagian di tim basket
sekolah. Bersama dirinya yang kukagumi…. Aih… Kenapa dunia sempit sekali?
Kenapa semuanya selalu berhubungan dengan dirinya? Ya, iyalah sempit! Cuma di
lingkungan sekolah ya pasti berhubungan semua sama dia! Udah ah. Lebih baik aku
baca daripada monolog gini.
Music yang kusetel tiba-tiba
melantunkan lagu-lagu klasik. Lagu-lagu yang membuat kantuk menyerangku dan
akhirnya….
Aku membuka mataku, kudapati
langit yang terlihat dari kaca perpustakaan telah sedikit menggelap. Kulihat jam
tangan bergambar Mickey yang kupakai.
“Astaga!! Udah jam 5 lewat!! Ya,
ampun kok bisa-bisanya ketiduran di perpus.” Baka, baka, baka.
Aku langsung terburu-buru, menaruh
kembali novel yang gagal kembali kuselesaikan. Mematikan computer yang masih
menyala. Memamtikan lampu-lampu di perpustakaan, mengunci pintu dan pulang.
Aku cek HPku. Aduh gawat!! Ada banyak
missed call dan chat dari mamaku T.T pasti beliau khawatir karena anaknya tak
kunjung pulang, mana tak mengabari juga. Aduh mau sampai di rumah jam berapa??
Aih!
Aku berjalan dengan terburu-buru. Tentunya
menuju halte bus menunggu supir pribadi dateng. Iya kang supir angkot. Aih. Masih
ada angkot gak, ya??
Sambil berdiri mondar-mandir, aku
menunggu kedatangan angkot yang tak kunjung datang. Aduh baka banget emang. Udah
tau angkot udah jarang yang lewat sekolah kalau udah jam segini. Ada lagi
banyak pas malem. Masa iya nunggu sampe malem. Bisa abis diceramahin mama.
Aku terus memperhatikan jam
mickeyku, berharap bisa memundurkan waktu. Berharap masih ada angkot terakhir
yang tiba. Banyak taksi dan ojek yang lewat dan menawarkan jasa mereka. Tapi aku
menolak. Mahal. Kantong pelajar nih. Buat teateran uangnya. Eh salah.
Aduh. Lagi-lagi ada kang ojek yang
berhenti di depanku. Ojek bukan nih? Tapi, motornya Ninja. Keren amat kalau ini
ojek. Siapa sih nih ini orang? Ngapain dia menatapku yang tengah berdiri ini
dari atas ke bawah terus ke atas lagi. Ngapain? Pasti nih cowok mesum dan gak
bener. Waduh gawat. Aduh angkot dateng dong T.T
“Baru pulang sekolah? Mau bareng
gak?” Tanyanya. Waduh bener ini mah. Pasti cowok aneh-aneh. Ibu kita Melody,
tolong aku. Tolong. T.T)/
“Gak, makasih. Saya nunggu angkot.”
Dia malah tertawa lalu membuka helmnya.
“Nunggu angkot. Mau nunggu sampe
jam 7 disini??” Tanyanya sambil tersenyum dan tertawa, membuat matanya
menghilang.
Deg. Jantungku berdegup begitu
kencang. Betapa terkejut dan malunya aku saat tau, cowok di hadapanku ini
adalah dirinya. Dia masih tertawa. Apanya sih yang lucu?! Ah pasti saat ini wajahku
sudah merah.
“Hey, Beby. Kenapa suka sekali
menunduk?” Tanyanya tiba-tiba setelah selesai dengan tawanya. Aku menoleh. Mata
kami bertemu. Dia menatapku begitu dalam. “Kenapa selalu menunduk ketika
bertemu denganku? Apa aku melakukan sebuah kesalahan yang membuatmu tidak ingin
menatapku? Apa karena aku yang tidak pernah memperkanalkan diri padamu?”
Aku diam. Pertanyaan macam apa
itu? Kenapa dia mengiraku seperti itu? Padahal yang terjadi adalah sebaliknya.
Kenapa? Hening. Suasana disekitar kami terasa hening. Padahal banyak kendaraan
yang lalu lalang di jalanan ini. Tapi rasanya seperti tidak ada. Angin
berhembus mengibaskan rambut kami. Dia langsung mengambil kacamata yang
menggantung di bajunya. Memakainya. Sepertinya mencegah matanya agar tidak
terkena debu yang diterbangkan angin.
“Sampai kapan kita seperti ini,
Beby? Saling diam dalam keadaan saling ingin tahu satu sama lain.” Aku
melebarkan kedua bola mataku. Kaget dengan yang dikatakannya. Apa? Apa itu yang
barusan?? “Sudahlah. Aku permisi. Maaf.” Dia melepas kacamatanya, memakai
helmnya kembali. Menyalakan mesinnya. Bersiap kembali pergi tinggalkan aku
sendiri.
Tu-Tunggu. Tunggu. “Tunggu!”
Teriakku. “Jangan tinggalin aku.” Dia menoleh.
Dia melepas kembali helmnya. Lalu berdiri,
menghampiriku. “Jadi, seorang Beby akhirnya mau berbicara denganku?” Dia
berdiri di hadapanku. Aku menatap dalam matanya. Ada raut wajah bahagia juga
sedih. Karena apa? “Lucu, ya? Kita sering bersama tapi tak pernah saling
berbicara.” Hahah. Aku hanya tertawa garing. “Udah ah, daripada kelamaan.” Tiba-tiba
dia menarik tanganku.
“E-Eh, ngapain?” Dia menarik tanganku,
mendekat ke motornya.
“Duduk, gw anterin pulang.”
“Tapi-”
“Gak ada tapi-tapian. Ayo.”
Perintahnya yang sudah duduk di motornya. “Ayo naik, ish!” Paksanya lagi.
Errrr. Baiklah. Aku kalah. Aku akhirnya duduk di belakangnya. “Nah gitu dong!
Kalau daritadi langsung mau kan cepet.” Motornya akhirnya jalan. Aku duduk di
belakangnya. Menatap punggung bidangnya yang tertutup jaket jeans. “Junio.”
“Hah?”
“Nama gw, Junio.”
“Udah tau kok.”
“Masa??” Tanyanya kaget. “Gw pikir
lo gak tau nama gw. Soalnya kan cuman lo yang pake nametag waktu pertama kali
kita ngobrol.”
“Hah?” (2)
“Iya, waktu di perpus. Beberapa bulan
yang lalu. Waktu gw balikin buku Kak Ver.”
“HAH?” Tiga kali biar pas.
“Apasih, hah, hah, hah mulu.”
“Jadi, waktu itu liatin nametag
aku?”
“Yaiyalah liatin nametag. Emangnya
liatin apalagi coba?”
Aku tertawa. Ahahah. Ternyata pikiranku
yang harus dibersihkan. “Tapi, kenapa gak nyebut namaku kalau tau namaku waktu
itu?”
“Karena… gw ingin kita kenalan
bener-bener.” Dia mengulurkan tangannya. “Junionathan.”
Aku menyambut uluran tangannya. “Beby
Chaesara.” Aku tersenyum. Sepertinya setelah ini, tidak akan susah lagi. Apanya?
Hahah. Jangan di saun gut! (?)
END
Hello~ I'm Junionathan~~ Wkwk, ada2 aja dah ah. |
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yap, semua berawal dari foto bu bos yang di atas itu. ada yang mention beshanan bilang bu bos kek danso dan ganteng disitu. geblek.
lalu ditambah, ve dan gre juga danso kemaren di HS :v dan akhirnya lahirlah ide ff ini wkwk!!
Edisi tukeran xDD |
Yaudah deh. Eh iya betewe makasih buat @shintamyllito buat ide nama dansonya bu bos shania xDDb
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m
-Jurimayu14-
Agak rancu & bngung mw komen apa
ReplyDeleteTp yg pasti ttp the best lah hahahaha
wajib sequel nih karui~
ReplyDeletefeelnya dapet banget kak, aku kebayang wajah danso yg biasanya jadi 'cewek' di ff ini jadi lakik. dan aku lebih suka kalo gender-bender yg 'cewek' jadi 'cowok'. beneran kak, serius. kalo Yuri sih emang lebih suka beb nal mids jadi seme.
keren kak, lanjutkan~
btw ini panjang bet wa komen xD
Hahahha keren keren. Tapi....Ayana nya mana? Hahahaha
ReplyDeleteBaru sempet baca... ngakak gue... bayangin mreka yang biasanya jadi cewek... mlah jdi cowok
ReplyDeleteLanjut dah...