Monday, May 18, 2015

Gak Tau Ah (BebNju)

Jadi, ini ide gila eug. karen gw tau, pasti gak ada yang mau buat, yaudah gw buat sendiri aja.
Emang apaan sih?
Ya baca aja.

Soal judul, gw beneran gak tau mau kasih judul apaan :'v jadinya begini deh
Maaf deh kalau gak dapet feelnya dan bikin geli (?) Gw geli sendiri juga soalnya. wk :v
*seperti biasa, gw ga baca ulang lolz males. jadi maaf aja klo typo2*

Gak Tau Ah (BebNju)

Semua karena foto ini! *lah
Mereka tampan, keren, idola sekolah. Begitu susah diraih. Apalagi untukku. Cewek culun yang bukan siapa-siapa di sekolah ini. Aku hanya cewek penjaga perpustakaan yang pendiam dan susah bergaul dengan orang lain. Apalagi orang yang baru di kenal. Temanku hanya satu. Seorang Kinal. Ya, Kinal.
Kinal adalah sahabatku dari SMP. Berbeda dariku, Kinal si cewek berbadan keker ini sifatnya mudah bergaul dan ramah. Itu yang membuatnya akhirnya bisa dekat dengan Kak Vernando. Cowok misterius yang sukanya membaca novel. Salah satu dari idola di sekolah kami. Ceritanya panjang bila aku ceritakan bagaimana awalnya mereka akhirnya bisa saling kenal. Tapi, biar sudah dekat hubungan mereka masih sama. Teman. Atau malah Kinal di brotherzone (?)
Keberhasilan (?) Kinal menjadi teman Kak Vernando, sedikit memotivasiku untuk mencoba mendekati adik kandung dari Kak Vernando. Tapi, aku takut. Aku gugup. Dan pada akhirnya aku hanya bisa menyimpan di dalam hati perasaan kagum ini padanya. Cowok manis, berkacamata yang selalu disiplin itu.
Aku masih sangat ingat obrolan (?) pertama kami dulu. Saat itu, aku ada di perpustakaan. Seorang diri menjaga perpus sembari menunggu Kinal yang tak kunjung pulang karena urusannya sebagai anggota OSIS. Kejadian ini terjadi beberapa bulan yang lalu. Sambil mendengarkan music yang mengalir dari HPku melalui earphone yang kupasang. Lagu-lagu dari idol group asuhan Yasushi Akimoto-san ini menemani kesendirianku yang sedang membaca fanfic novel untuk membunuh waktu.
Aku yang merasa tidak akan ada lagi yang datang, duduk dengan santainya di tempatku. Memang sudah jam pulang. Hanya tinggal beberapa murid saja yang masih ada di sekolah. Namun, tiba-tiba pintu perpustakaan terbuka. Aku menghela nafas lega tentu saja. Berpikir itu Kinal yang akhirnya selesai.
“Akhirnya kelar juga kamu, Nal.” Aku bangkit dari tempatku duduk. Dan betapa terkejutnya aku, saat aku menoleh yang berdiri di depan meja penjaga perpustakan ternyata….
“Nal? Maaf gw bukan Nal.” Ucapnya lembut sambil tersenyum begitu manis.
Mataku terbelalak, begitu terkejut bahwa aku bukan berbicara dengan Kinal. Tapi, dengan dirinya. Cowok berkacamata, adik kandung dari Kak Vernando itu. Sepertinya dia habis latihan dengan ekskul basketnya. Badannya yang dilapisi seragam tim basket sekolah kami penuh dengan keringat yang membanjiri dari rambut hitam pekatnya yang turun ke leher. Begitu seksi. Begitu menggoda.
Hembusan nafasnya yang sedikit tidak teratur keluar dari mulutnya yang seakan menginginkan untuk bertemu dengan bibirku yang keriting ini. Astaga mikir apa aku saat itu. Gila. Untungnya lambaian tangannya menyadarkanku yang delusi melamun saat itu.
“Sorry ganggu, gw mau balikin buku.” Balikin buku? Sejak kapan? Aku saja baru pertama kali bertemu dengannya di perpustakaan ini.
“Boleh.”
“Ini, buku yang dipinjem Kak Ver. Orangnya lagi rapat OSIS.” Aku mengambil buku tersebut. “Nyaris banget gw lupa padahal dimintain dari tadi sama Kak Ver.” Ucapnya saat aku sibuk dengan computer perpustakaan.
“Udah, makasih, ya.”
“Haduh, gw yang mestinya makasih. Yaudah, ya. Gw cabut lagi. Masih latihan nih. Thanks….” Ucapannya berhenti, aku mendapati matanya melirik dadaku. A-a-apa yang dilihatnya?! .///. Dia kembali menatap mataku dengan cepat. “Permisi.”
Dirinya lalu lari begitu saja dari hadapanku. Tapi, tidak dari pikiranku. Padahal dia sudah… ahh au ah. Semenjak itu kami jadi sering ketemu. Setiap pertandingan basketnya, aku selalu menonton bersama Kinal yang menemani. Atau saat aku menghampiri Kinal di kelasnya. Hehe. Kinal sekelas dengannya. Dan yang paling beruntung sih kalau Kinal lagi mau ketemuan sama Kak Vernando. Pasti kami bertemu. Tapi, kami hanya sama-sama diam. Tidak ada yang memulai percakapan. Udah kayak penjaganya Kinal dan Kak Vernando. Begitu urusan mereka selesai. Yaudah dadah. Jadi syedih.
Kinal suka dan selalu memerahiku bila berakhir seperti itu. Aku kan emang payah. Tak apalah. Abis da aku mah apa atuh. Memandanginya yang sedang duduk memunggungiku. Aku tersenyum sambil mengaduk-aduk es jerukku ini memperhatikannya yang sedang makan bakso. Dihadapannya, Kak Vernando membaca sebuah novel sambil makan.
Kadang ngerasa aneh, mereka itu idola sekolah. Tapi, tak ada cewek-cewek yang berani mendekati mereka saat seperti ini. Apa karena sedang di kantin? Atau karena tidak ingin mengganggu mereka  makan? Ah sabodo teuing.
“Oi.” Aku tersedak saat seseorang menggebrak mejaku. Kutatap Kinal ternyata orangnya. Dasar gembrot! Ngagetin aja. “Jangan cuman dipandangin, emangnya dia gunung. Samperin.” Ucapnya yang sudah duduk di hadapanku. Dan yak. Bagus. Dia menghalangi penglihatanku. “Eh iya, sepupu gw hari ini masuk sini loh. Mana, ya anaknya??” Kinal memperhatikan sekelilingnya, mencari sepupunya itu.
“Ahh!! Itu dia!! Nina! Sini!!” Ucap Kinal sambil melambai-lambaikan tangannya pada seseorang.
Aku menoleh, terlihat cewek yang sepertinya lebih muda dari kami berdua itu berjalan ke arah kami. Cantik. Dan tubuhnya tinggi. Bisa kubilang jangkung. Dia lalu duduk di sebelah Kinal. Untungnya Kinal bergeser, jadi aku bisa kembali melihat dirinya yang ada disana. Ahaha.
Kinal memperkenalkanku pada Nina. Ternyata benar dia setahun lebih muda dariku. Kami mengobrol banyak hal sembari menyantap makan siang kami yang baru kami pesan. Begitu nikmat dan mengisi perutku yang lapar ini.
“Tadi di kelas ada cowok aneh.” Ucap Nina cukup menarik perhatian Kinal tentunya.
“Cowok aneh? Siapa emang?” Tanya Kinal dengan mata berbinar (?).
“Gak tau, Kak.” Tentu saja Nina mana mungkin langsung tau -___- Kinal ini bodoh atau bagaimana, udah tau sepupunya itu murid pindahan.
“Emang kamu kelas 10 berapa?” Tanyaku. Paling tidak bisa mengira-ngira siapa yang aneh.
“10-A, Kak.”
“Uhuk, uhuk!” Aku dan Kinal langsung tersedak. Kinal juga langsung minum… minuman aku.
“10-A itu berarti kelasnya….” Aku dan Kinal saling berhadapan. Tersenyum bingung (?) karena kebetulan ini.
10-A itu adalah kelas dimana adik kandung kedua dari Kak Vernando belajar. Dan panjang umur! Cowok yang sedang diceritakan Kinal pada Nina itu muncul. Menghampiri kedua kakaknya dengan wajah kesal dan nyolotnya. Seperti biasa, bajunya berantakan. Jauh dari dua kakaknya yang bergaya lebih rapih. Apalagi Kak Vernando, yang bukan cuman rapih. Tapi lengkap.
Aku memperhatikan ketiganya, mereka terlihat mengobrol. Gracio, itu namanya. Si bungsu yang sepertinya sedang mengadu pada kedua kakaknya. Entah apa yang mereka obrolkan. Namun, tiba-tiba mereka bertiga kompak menoleh ke arah kami. Spontan aku langsung menunduk dan kembali memakan lontong sayurku. Ngapain sih?
“Bener bukan ciri-ciri yang Kak Kinal bilang?” Nina menggangguk tanda mengiyakan. “Aduh kenapa kebetulan begini, ya? Kalau sampe Nina jadian sama Gracio, bisa triple date kita.”
“Triple date aoaab! Lu aja belum jadian sama Kak Ver!” Mengabaikan Kinal yang mengamuk (?) aku pergi dari kantin.
~~~
Jam pulang sekolah tiba. Aku langsung menuju perpustakaan. Aku belum ingin pulang. Sedang tidak mood untuk pulang ke rumah. Inginnya main ke rumah Kinal. Tapi, Kinal sudah pulang untuk menemani sepupunya yang baru pindah itu. Kinal sebenernya mengajakku mengantar Nina sekaligus main di rumah Nina yang baru.
Tapi, aku tidak enak. Walau aku ini sahabatnya Kinal, sebagai sahabat yang mudah-mudahan baik *anggy banget bahasanya* aku harus memberi Kinal waktu khusus dengan keluarganya. Lagipula, kalau aku ikut main, bisa-bisa merepotkan keluarga Nina yang pastinya sedang sibuk merapihkan rumah barunya kan -_-)/
Aku berjalan di lorong sekolah menuju perpustakaan. Di depan sana dirinya yang begitu terlihat sempurna berjalan ke arahku. Aku menunduk. Tak kuasa menatap mata indahnya yang kali ini tidak ditutupi oleh kacamata yang digantungnya di kantung baju. Dia berjalan melewatiku. Tak ada kata yang terucap dari bibirku. Apalagi dari dirinya. Selalu seperti itu. Sampai kapan? Miris.
Akhirnya aku tiba di perpustakan. Masih belum di kunci ternyata oleh Yona. Teman seperjuangan menjaga perpustakaan ini. Ahaha. Aoaab. Saat aku buka pintunya cukup lebar. Yona ternyata di dalam, sedang bersama kekasihnya.
“Ehem. Ehem. Vino, Yona, sedang apa kalian?” Tanyaku dengan suara agak diberat-beratkan.
Dan, benar saja. Ide jailku itu kagetkan Yona dan Vino. Vino reflek langsung melepaskan genggaman tangannya dan mundur.
“Astaga kirain guru!” Kaget Yona.
Ngg….
“Emm, Yon. Aku tunggu di parkiran, ya.” Ucap Vino lalu berlari kabur keluar, Yona lalu tersenyum padaku.
“Ngapain senyam-senyum? Udah gih sana, jangan biarin pangerannya kelamaan nunggu.” Ucapku jail dan sukses membuat pipi Yona memerah.
“Tapi, perpustakaan-”
“Udah, biar gw aja yang beresin. Gw masih mau disini kok sampe sore.”
“Bener nih?”
“Iya.”
“Ahh, makasih~~” Yona mengambil tasnya lalu berlari memelukku. “Hehe, duluan, ya.” Ucapnya sambil tersenyum, lalu berlari keluar dari perpustakaan. Bahagia sekali.
Aku mengambil salah satu novel yang belum selesai kubaca, lalu duduk di tempat yang hari ini jadi milik Yona. Pacar Yona tadi adalah Vino, cowok manis yang juga menjadi bagian di tim basket sekolah. Bersama dirinya yang kukagumi…. Aih… Kenapa dunia sempit sekali? Kenapa semuanya selalu berhubungan dengan dirinya? Ya, iyalah sempit! Cuma di lingkungan sekolah ya pasti berhubungan semua sama dia! Udah ah. Lebih baik aku baca daripada monolog gini.
Music yang kusetel tiba-tiba melantunkan lagu-lagu klasik. Lagu-lagu yang membuat kantuk menyerangku dan akhirnya….
Aku membuka mataku, kudapati langit yang terlihat dari kaca perpustakaan telah sedikit menggelap. Kulihat jam tangan bergambar Mickey yang kupakai.
“Astaga!! Udah jam 5 lewat!! Ya, ampun kok bisa-bisanya ketiduran di perpus.” Baka, baka, baka.
Aku langsung terburu-buru, menaruh kembali novel yang gagal kembali kuselesaikan. Mematikan computer yang masih menyala. Memamtikan lampu-lampu di perpustakaan, mengunci pintu dan pulang.
Aku cek HPku. Aduh gawat!! Ada banyak missed call dan chat dari mamaku T.T pasti beliau khawatir karena anaknya tak kunjung pulang, mana tak mengabari juga. Aduh mau sampai di rumah jam berapa?? Aih!
Aku berjalan dengan terburu-buru. Tentunya menuju halte bus menunggu supir pribadi dateng. Iya kang supir angkot. Aih. Masih ada angkot gak, ya??
Sambil berdiri mondar-mandir, aku menunggu kedatangan angkot yang tak kunjung datang. Aduh baka banget emang. Udah tau angkot udah jarang yang lewat sekolah kalau udah jam segini. Ada lagi banyak pas malem. Masa iya nunggu sampe malem. Bisa abis diceramahin mama.
Aku terus memperhatikan jam mickeyku, berharap bisa memundurkan waktu. Berharap masih ada angkot terakhir yang tiba. Banyak taksi dan ojek yang lewat dan menawarkan jasa mereka. Tapi aku menolak. Mahal. Kantong pelajar nih. Buat teateran uangnya. Eh salah.
Aduh. Lagi-lagi ada kang ojek yang berhenti di depanku. Ojek bukan nih? Tapi, motornya Ninja. Keren amat kalau ini ojek. Siapa sih nih ini orang? Ngapain dia menatapku yang tengah berdiri ini dari atas ke bawah terus ke atas lagi. Ngapain? Pasti nih cowok mesum dan gak bener. Waduh gawat. Aduh angkot dateng dong T.T
“Baru pulang sekolah? Mau bareng gak?” Tanyanya. Waduh bener ini mah. Pasti cowok aneh-aneh. Ibu kita Melody, tolong aku. Tolong. T.T)/
“Gak, makasih. Saya nunggu angkot.” Dia malah tertawa lalu membuka helmnya.
“Nunggu angkot. Mau nunggu sampe jam 7 disini??” Tanyanya sambil tersenyum dan tertawa, membuat matanya menghilang.
Deg. Jantungku berdegup begitu kencang. Betapa terkejut dan malunya aku saat tau, cowok di hadapanku ini adalah dirinya. Dia masih tertawa. Apanya sih yang lucu?! Ah pasti saat ini wajahku sudah merah.
“Hey, Beby. Kenapa suka sekali menunduk?” Tanyanya tiba-tiba setelah selesai dengan tawanya. Aku menoleh. Mata kami bertemu. Dia menatapku begitu dalam. “Kenapa selalu menunduk ketika bertemu denganku? Apa aku melakukan sebuah kesalahan yang membuatmu tidak ingin menatapku? Apa karena aku yang tidak pernah memperkanalkan diri padamu?”
Aku diam. Pertanyaan macam apa itu? Kenapa dia mengiraku seperti itu? Padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Kenapa? Hening. Suasana disekitar kami terasa hening. Padahal banyak kendaraan yang lalu lalang di jalanan ini. Tapi rasanya seperti tidak ada. Angin berhembus mengibaskan rambut kami. Dia langsung mengambil kacamata yang menggantung di bajunya. Memakainya. Sepertinya mencegah matanya agar tidak terkena debu yang diterbangkan angin.
“Sampai kapan kita seperti ini, Beby? Saling diam dalam keadaan saling ingin tahu satu sama lain.” Aku melebarkan kedua bola mataku. Kaget dengan yang dikatakannya. Apa? Apa itu yang barusan?? “Sudahlah. Aku permisi. Maaf.” Dia melepas kacamatanya, memakai helmnya kembali. Menyalakan mesinnya. Bersiap kembali pergi tinggalkan aku sendiri.
Tu-Tunggu. Tunggu. “Tunggu!” Teriakku. “Jangan tinggalin aku.” Dia menoleh.
Dia melepas kembali helmnya. Lalu berdiri, menghampiriku. “Jadi, seorang Beby akhirnya mau berbicara denganku?” Dia berdiri di hadapanku. Aku menatap dalam matanya. Ada raut wajah bahagia juga sedih. Karena apa? “Lucu, ya? Kita sering bersama tapi tak pernah saling berbicara.” Hahah. Aku hanya tertawa garing. “Udah ah, daripada kelamaan.” Tiba-tiba dia menarik tanganku.
“E-Eh, ngapain?” Dia menarik tanganku, mendekat ke motornya.
“Duduk, gw anterin pulang.”
“Tapi-”
“Gak ada tapi-tapian. Ayo.” Perintahnya yang sudah duduk di motornya. “Ayo naik, ish!” Paksanya lagi. Errrr. Baiklah. Aku kalah. Aku akhirnya duduk di belakangnya. “Nah gitu dong! Kalau daritadi langsung mau kan cepet.” Motornya akhirnya jalan. Aku duduk di belakangnya. Menatap punggung bidangnya yang tertutup jaket jeans. “Junio.”
“Hah?”
“Nama gw, Junio.”
“Udah tau kok.”
“Masa??” Tanyanya kaget. “Gw pikir lo gak tau nama gw. Soalnya kan cuman lo yang pake nametag waktu pertama kali kita ngobrol.”
“Hah?” (2)
“Iya, waktu di perpus. Beberapa bulan yang lalu. Waktu gw balikin buku Kak Ver.”
“HAH?” Tiga kali biar pas.
“Apasih, hah, hah, hah mulu.”
“Jadi, waktu itu liatin nametag aku?”
“Yaiyalah liatin nametag. Emangnya liatin apalagi coba?”
Aku tertawa. Ahahah. Ternyata pikiranku yang harus dibersihkan. “Tapi, kenapa gak nyebut namaku kalau tau namaku waktu itu?”
“Karena… gw ingin kita kenalan bener-bener.” Dia mengulurkan tangannya. “Junionathan.”
Aku menyambut uluran tangannya. “Beby Chaesara.” Aku tersenyum. Sepertinya setelah ini, tidak akan susah lagi. Apanya? Hahah. Jangan di saun gut! (?)
END

Hello~ I'm Junionathan~~
Wkwk, ada2 aja dah ah.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yap, semua berawal dari foto bu bos yang di atas itu. ada yang mention beshanan bilang bu bos kek danso dan ganteng disitu. geblek.
lalu ditambah, ve dan gre juga danso kemaren di HS :v dan akhirnya lahirlah ide ff ini wkwk!!

Edisi tukeran xDD
Yaudah deh. Eh iya betewe makasih buat @shintamyllito buat ide nama dansonya bu bos shania xDDb

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

4 comments:

  1. Agak rancu & bngung mw komen apa
    Tp yg pasti ttp the best lah hahahaha

    ReplyDelete
  2. wajib sequel nih karui~
    feelnya dapet banget kak, aku kebayang wajah danso yg biasanya jadi 'cewek' di ff ini jadi lakik. dan aku lebih suka kalo gender-bender yg 'cewek' jadi 'cowok'. beneran kak, serius. kalo Yuri sih emang lebih suka beb nal mids jadi seme.
    keren kak, lanjutkan~
    btw ini panjang bet wa komen xD

    ReplyDelete
  3. Hahahha keren keren. Tapi....Ayana nya mana? Hahahaha

    ReplyDelete
  4. Baru sempet baca... ngakak gue... bayangin mreka yang biasanya jadi cewek... mlah jdi cowok

    Lanjut dah...

    ReplyDelete