Monday, September 29, 2014

Futari Nori no Jitensha (BebNju) - Part 2

Padahal ini mau kapan2 postnya, tapi ada yang kepo xD saya jg kepo sih (?) yaudah langsung aja part 2~ alias last part~ semoga suka dengan endingnya yang.. yang aus yang aus wkwk xDD

cekidot~~

Futari Nori no Jitensha (BebNju)


Part 2
Semenjak kejadian itu, kami tidak lagi saling berbicara atau sekedar sapaan formal. Bahkan kami bertuker tempat duduk dengan Gaby-Rachel, aku duduk dengan Gaby dan Shania dengan Rachel. Membuat keduanya, tidak, tidak hanya keduanya, tapi satu kelas jadi bingung, bahkan guru yang mengajar kelas kami bingung.

Salah dan benar, 2 hal yang tidak bisa ditentukan manusia sesungguhnya. Karena setiap manusia memiliki sudut pandang yang berbeda. Seperti aku dengan Shania saat ini. Aku tidak tahu siapa yang salah, siapa yang benar.
Seharusnya Shania bilang padaku tentangnya dengan cowo itu. Seharusnya aku minta kejelasan Shania dengan baik-baik. Seharusnya Shania tidak menamparku. Seharusnya aku tidak memusuhinya. Ya, kami bisa sama-sama salah, bisa sama-sama benar.

“Seriusan lu bro?”
“Serius gw. Gila lo mereka berantem depan gw! Endingnya si.. siapa sih nama temennya itu?”
“Beby?”
“Nah itu lah, ditampar man sama Shanju! Keren ga gw?!”
“Keren, keren berasa mereka tuh berantem karena lo, kacau dah lo!”
“HAHAHA, EGP, yang penting ga lama lagi, pasti gw menang taruhan nih, siapin duit lo lo pada”
Jijik. Kenapa aku harus mendengar pembicaraan cowo-cowo menjijikan seperti mereka? Tapi, bukannya dengan ini aku bisa membuatnya gagal dan jadi jauh dari Shania. Tapi buat apa? Peduli apa aku dengannya……..
~~~

“Shania!!” ucapku menghampiri dirinya yang lagi-lagi bersama cowo yang menjijikan itu.
Hatiku perih, begitu perih melihat apa yang ada di depan mataku ini. Membuat sebagian hatiku memilih membalas rasa sakit ini dengan membiarkan Shania akhirnya tau sendiri dengan perbuatan cowo yang membuatnya berubah itu. Tapi aku bukanlah pendendam, karena sebagian hatiku peduli padanya, menyayanginya bahkan melebihi diriku sendiri. Aku jadi lebih gila dari yang aku tahu.
“Ahaha..” aku menariknya, membuatnya bangun dari tempat duduknya. Membuat keduanya kaget.
“Jauhin cowo ini..” ucapku pelan. Shania menatapku sinis.
“Apaan sih?”
“Aku bilang jauhin cowo ini!!” teriakku. Aku memang sudah gila, bahkan tidak memperdulikan murid-murid di sekitar yang melihat kearah kami.

“Kenapa sih lo Beb?”
“’lo’?”
“Hah.. Please deh Beby.. gausah ngomong-ngomong aneh-aneh, lo ga malu apa diliatin satu sekolah?”
“Aku ga akan malu, kalo buat nyelamatin sahabat aku. Jauhin dia Shania!”
“Sorry-sorry bukannya mau ikut campur, tapi ada apa ya sama gw?” ucap cowo itu berlagak manis.
“Ga usah sok manis depan gw! Gw tau lo cuma jadiin Shania barang taruhan kan?!” Shania terlihat terkejut.
“Wah wah sembarangan.. apa lo punya bukti?” Shit! Fvck! Gw kan ga punya bukti sama sekali!!

“Beb, maaf.. kayanya lo… cuma marah aja sama.. keadaan kita.. maaf soal kita.. tapi gausah bawa-bawa…”
“Cukup Shan.. Beby cuman ngasih tau apa yang Beby tau. Satu pertanyaan terakhir kalo emang Shania ga percaya sama Beby.. Apa pernah Beby ngelanggar janji yang kita buat?” tanyaku, sambil menahan air mata. Shania tertunduk berpikir..
“Permisi..” pelan aku pergi, berharap Shania menahanku. Tapi dia tetap diam, cowo menjijikan itu memperlihatkan senyum kemenangan liciknya. Aku benci, benci kamu Shania! Kenapa??
~~~

Waktu berlalu, kabar burung berhembus, berita ‘baik’ dan buruk sampe di telingaku. 2 hal yang sama-sama menjijikan dan menyebalkan bagiku. ‘Beby-Shania bertengkar karena cowo’ dan ‘Shania dan x jadian’. Sakit, sedih dan kecewa.
Shania aku merindukan sosokmu, sosok yang dulu selau mengisi hari-hariku. Kini telah pergi dan menghilang. Lebih memilih sosok baru yang ditemuinya dibanding dengan sahabat yang selalu menemaninya di setiap suka dan duka yang dialaminya.
Mungkin aku bukanlah yang terbaik, tapi aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Kalo memang aku bukan pilihanmu, hanya satu yang aku pinta.. cari yang lebih baik dariku, bukan dia yang hanya memanfaatkanmu untuk kesenangan belaka yang bukan untuk membahagiakanmu.
~~~

Aku selalu mengawasi gerak-gerik mereka, seperti seorang stalker bahkan maniak. Aku hanya khawatir pada Shania. Sampai firasat burukku datang dan memang benar. Aku tidak tahu niat buruk apa lagi yang ingin mereka lakukan saat membawa Shania ke gedung sepi seperti ini. Aku diam, terus memperhatikan dari sudut gedung ini
“Mau apa deh bawa aku kesini?” tanya Shania, terlihat bingung.
“Kejutan aja sayang~”
“Geli lo bro!” seorang teman cowonya muncul.
“Ahh duit kita dirampok dah” ucap seorang lagi.
“A-apa maksudnya itu?” kenapa kamu lemot Shania?! Jangan ketularan Ayana dong!

“Loh? Ga ngerti? Oh iya.. waktu itu ga percaya ya sama temennya. Ahaha. Untunglah ya~” ucap si cowo itu.
“JA-JADI?!”
“Baru sadar, sayang?” ucapnya sambil memegang tangan Shania.
“Lepasin!”
“Mau banget atau mau..”
“JANGAN PEGANG-PEGANG PUNYA ORANG” ka Kin, aku pinjam kata-katanya ya. Aku muncul sambil memegang tongkat kayu yang kutemukan di gedung itu.
“Be-Beby?”

“Ah, teman bodohmu itu ya? Beresin!” Kedua temannya maju berlari kearahku, beruntung dulu nonton samurai X, dengan dua tangan aku mengarahkan tongkat kencang kearah perut orang pertama. Berhasil. Aku berputar, tongkatku lalu mengenai pundak belakang orang kedua, berhasil. Tapi, saat aku ingin memukul orang ketiga atau si cowo brengsek itu, tangannya terlebih dulu memukul mukaku keras, membuatku jatuh.
“Beby!!” teriak Shania berlari kearah si brengsek. Tapi tamparan malah melayang kearahnya.
“Shania!” saat aku ingin bangun, kedua temannya ternyata sudah memegangi kedua lenganku.
“Ahh.. kau ini merusak saja” ucap si brengsek memukul perutku.
“Tidak usah sok jadi pahlawan, cewe bodoh!” lagi dia memukul perutku.
“Buat apa datang kesini?” ucapnya sambil memegangi wajahku yang sudah terdapat darah “Shania, kan udah lupain elo..”

“Shania ga akan pernah lupain Beby” jawabku yakin. Percaya pada Shania, bahwa dia memang masih menyayangiku juga.
“Hah? Apa?” tanyanya mendekatkan wajahnya padah wajahku. Cih. Aku meludahinya dengan ludah yang sedikit tercampur dengan darah.
“Brengsek!” Plak. Dia menamparku lebih keras dari tamparan Shania dulu, tapi tidak sesakit ketika Shania yang menamparku.
“Ups. Mengingatkan sesuatu kah?” dia berbalik pada Shania yang sepertinya pingsan “Pingsan? Payah banget” dia berbalik lagi kearahku “kalo gitu kita main dulu sama elo, Beby? Atau Babi?” aku melotot padanya.
“Uhh santai aja” dia mondar-mandir didepanku yang masih dipegangi kedua temannya “ahh iya! Satu pertanyaan, kenapa segitu bodohnya kesini sok menyelamatkan sahabatmu yang lebih bodoh itu?”
Diam, tiba-tiba aku jadi berpikir serius, kenapa ya? Aku rasa, aku tidak bisa temukan jawabannya.

“Padahalkan dia cuma nganggep elo itu…. supir!” ketiganya tertawa.
“Kasian ya bro cinta satu arah!” ucap salah satu temannya.
“Cinta? Ahh begitu ya? Hari gini masih cinta, kalian berdua benar-benar bodoh, oh Beby Beby Beby” ucap si brengsek yang banyak bicara itu lagi. Aku hanya diam, tidak bereaksi kali ini. Cinta searah ya?
“Hello kok bengong? Pasrah nih mau diapain aja sama kita? Atau ahh.. soal cinta itu benar ya? Uhh menjijikan” menjijikan? Siapa yang lebih menjijikan brengsek!!
Aku menginjak salah satu kaki dari dua orang yang memegangi. Membuat ketiganya kaget, dengan cepat aku memukul muka cowo itu.
“Kenapa? Kenapa kalo gw emang cinta sama Shania!” entah kekuatan darimana, cowo kedua datang ingin memukulku, tapi aku berhasil menghindar “Apa salah kalo aku memang memiliki rasa ini?!” aku tendang saja kelaminnya, membuatnya tergeletak “Perasaanku tulus!” lagi, kali ini cowo pertama datang, aku pukul lagi dirinya “Sekalipun Shania membenciku!” pukul lagi “Memusuhiku” lagi “Aku tetap akan.. akan mencintainya!!” pukulan terakhir buat cowo pertama itu jatoh. Air mataku kembali mengalir.
“Brengsek!!” shit! Kenapa aku lupa dengan si brengsek bacoters itu! Aku berbalik, sangat telat mungkin aku sudah jatuh kalo saja dia tidak dipukul dari belakang terlebih dahulu oleh....
“Shania?!” ya, dengan tongkat yang sebelumnya aku pakai, Shania memukul kepala si brengsek itu.
“Ayo kita keluar Beby! Jangan bengong aja!!” Ahh Shania benar, dengan langkah yang susah payah, aku memegang tangan yang sudah lama sekali tidak kusentuh itu, mengajaknya berlari menjauh dari gedung sepi itu.
~~~
Kami berlari, tidak bisa berlari cepat dengan perutku yang masih sakit sejujurnya. Ditengah jalan menuju kembali ke tempat parkir, Shania yang sedari tadi diam menghentikan langkahnya.
“Kenapa berhenti Shania?! Ayo, keburu mereka mengejar kita lagi” teriakku. Shania masih diam.
“Shania?! Ada ap…” kata-kataku berhenti saat melihat tatapannya yang begitu tajam kearahku.
“Apa yang tadi itu benar?” mendengar pertanyaannya buat aku kaget. Apa Shania mendengar kata-kataku? Ucapanku saat ‘menyatakan cinta’?
“Beby, kan udah Shania bilang, kalo ngomong sama Shania, liat Shania!” aku takut Shanju~ takut kamu jijik, takut kamu pergi, takut akan segala hal buruk akan menimpaku kalo aku jawab jujur pertanyaan itu.

“Beby!”
“Ahh ahh iya.. Shania, kita harus pergi dari sini, kamu kan tadi bilang gitu..” ucapku memohon, please Shania ini bukan waktunya untuk itu..
“Gamau! Kalo Beby ga jawab, Shania ngambek!” Tuhan, kenapa manjanya Shania keluar..
“Oke, oke! Iya, itu benar, apapun yang Shania dengar di gedung tadi itu benar! Kenapa harus terus-terusan tiduran di lantai gitu kalo ga pingsan sih!” keluhku
“Liat muka Shania kalo ngomong Beby..”
“Ahh udah ayolah Shanju~~ perut Beby sakit, wajah Beby luka, apa Sha..”
“LIAT MUKA AKU BEBY!!”
“Arghh, mau kamu apa sih Shania? Mau lihat mata aku yang menatap kamu dengan mata lain?!”
“Memang itu yang aku mau lihat..” ucapnya lembut, aku memang kalah kalo dia sudah bicara lembut. Aku menatapnya, aku tidak tahu seperti apa Shania melihatku saat ini, yang menolongnya bukan hanya karena dia sahabatku. Tapi juga karena… cinta. Perlahan dia menghampiriku, menghapus sedikit sisa air mataku.

“Cuma Beby.. Cuma Beby yang buat Shania nyaman, merasa dilindungi, merasa dicintai, dengan tulus dan apa adanya” ucapnya lembut menatapku, sambil meletakkan kedua tanganku di kedua sisi pipinya.
“Beby bukan hanya teman sekelas saja yang jalan pulangnya searah apalagi supir. Bukan sama sekali kok. Maafin Shania..”
Aku tersenyum lebar mendengar pernyataannya, begitu juga dengan Shania, akhirnya senyuman indahnya itu, eye smile-nya, kembali aku lihat. Kembali jadi milikku seorang.
“Pulangnya Shania yang bawa sepedanya ya?”
“Emangnya kuat?”
“Kuat! Beby kan kurus!!” ucapnya bercanda.
Untuk pertama kalinya, aku menjadi penumpang, memandangi punggung indah miliknya. Matahari senja jadi saksi perjalanan kami. Mewarnai kota-kota dibawahnya, membuat bayangan kami jadi satu. Terbalas atau tidak. Selama kami bersama, I’m so serious fine. Kenapa harus sedih?

-END-
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m


-Jurimayu14-

1 comment: