Padahal ini mau kapan2 postnya, tapi ada yang kepo xD saya jg kepo sih (?) yaudah langsung aja part 2~ alias last part~ semoga suka dengan endingnya yang.. yang aus yang aus wkwk xDD
cekidot~~
Futari Nori no Jitensha (BebNju)
Part 2
Semenjak kejadian itu, kami tidak lagi saling berbicara atau sekedar sapaan formal. Bahkan kami bertuker tempat duduk dengan Gaby-Rachel, aku duduk dengan Gaby dan Shania dengan Rachel. Membuat keduanya, tidak, tidak hanya keduanya, tapi satu kelas jadi bingung, bahkan guru yang mengajar kelas kami bingung.
Semenjak kejadian itu, kami tidak lagi saling berbicara atau sekedar sapaan formal. Bahkan kami bertuker tempat duduk dengan Gaby-Rachel, aku duduk dengan Gaby dan Shania dengan Rachel. Membuat keduanya, tidak, tidak hanya keduanya, tapi satu kelas jadi bingung, bahkan guru yang mengajar kelas kami bingung.
Salah dan benar, 2 hal yang tidak bisa ditentukan manusia
sesungguhnya. Karena setiap manusia memiliki sudut pandang yang berbeda. Seperti
aku dengan Shania saat ini. Aku tidak tahu siapa yang salah, siapa yang benar.
Seharusnya Shania bilang padaku tentangnya dengan cowo itu.
Seharusnya aku minta kejelasan Shania dengan baik-baik. Seharusnya Shania tidak
menamparku. Seharusnya aku tidak memusuhinya. Ya, kami bisa sama-sama salah,
bisa sama-sama benar.
“Seriusan lu bro?”
“Serius gw. Gila lo mereka berantem depan gw! Endingnya si..
siapa sih nama temennya itu?”
“Beby?”
“Nah itu lah, ditampar man sama Shanju! Keren ga gw?!”
“Keren, keren berasa mereka tuh berantem karena lo, kacau
dah lo!”
“HAHAHA, EGP, yang penting ga lama lagi, pasti gw menang
taruhan nih, siapin duit lo lo pada”
Jijik. Kenapa aku harus mendengar pembicaraan cowo-cowo
menjijikan seperti mereka? Tapi, bukannya dengan ini aku bisa membuatnya gagal
dan jadi jauh dari Shania. Tapi buat apa? Peduli apa aku dengannya……..
~~~
“Shania!!” ucapku menghampiri dirinya yang lagi-lagi bersama
cowo yang menjijikan itu.
Hatiku perih, begitu perih melihat apa yang ada di depan
mataku ini. Membuat sebagian hatiku memilih membalas rasa sakit ini dengan
membiarkan Shania akhirnya tau sendiri dengan perbuatan cowo yang membuatnya
berubah itu. Tapi aku bukanlah pendendam, karena sebagian hatiku peduli
padanya, menyayanginya bahkan melebihi diriku sendiri. Aku jadi lebih gila dari
yang aku tahu.
“Ahaha..” aku menariknya, membuatnya bangun dari tempat
duduknya. Membuat keduanya kaget.
“Jauhin cowo ini..” ucapku pelan. Shania menatapku sinis.
“Apaan sih?”
“Aku bilang jauhin cowo ini!!” teriakku. Aku memang sudah
gila, bahkan tidak memperdulikan murid-murid di sekitar yang melihat kearah
kami.
“Kenapa sih lo Beb?”
“’lo’?”
“Hah.. Please deh Beby.. gausah ngomong-ngomong aneh-aneh,
lo ga malu apa diliatin satu sekolah?”
“Aku ga akan malu, kalo buat nyelamatin sahabat aku. Jauhin
dia Shania!”
“Sorry-sorry bukannya mau ikut campur, tapi ada apa ya sama
gw?” ucap cowo itu berlagak manis.
“Ga usah sok manis depan gw! Gw tau lo cuma jadiin Shania
barang taruhan kan?!” Shania terlihat terkejut.
“Wah wah sembarangan.. apa lo punya bukti?” Shit! Fvck! Gw
kan ga punya bukti sama sekali!!
“Beb, maaf.. kayanya lo… cuma marah aja sama.. keadaan
kita.. maaf soal kita.. tapi gausah bawa-bawa…”
“Cukup Shan.. Beby cuman ngasih tau apa yang Beby tau. Satu
pertanyaan terakhir kalo emang Shania ga percaya sama Beby.. Apa pernah Beby
ngelanggar janji yang kita buat?” tanyaku, sambil menahan air mata. Shania
tertunduk berpikir..
“Permisi..” pelan aku pergi, berharap Shania menahanku. Tapi
dia tetap diam, cowo menjijikan itu memperlihatkan senyum kemenangan liciknya.
Aku benci, benci kamu Shania! Kenapa??
~~~
Waktu berlalu, kabar burung berhembus, berita ‘baik’ dan
buruk sampe di telingaku. 2 hal yang sama-sama menjijikan dan menyebalkan
bagiku. ‘Beby-Shania bertengkar karena cowo’ dan ‘Shania dan x jadian’. Sakit,
sedih dan kecewa.
Shania aku merindukan sosokmu, sosok yang dulu selau mengisi
hari-hariku. Kini telah pergi dan menghilang. Lebih memilih sosok baru yang
ditemuinya dibanding dengan sahabat yang selalu menemaninya di setiap suka dan
duka yang dialaminya.
Mungkin aku bukanlah yang terbaik, tapi aku selalu berusaha
menjadi yang terbaik untukmu. Kalo memang aku bukan pilihanmu, hanya satu yang
aku pinta.. cari yang lebih baik dariku, bukan dia yang hanya memanfaatkanmu
untuk kesenangan belaka yang bukan untuk membahagiakanmu.
~~~
Aku selalu mengawasi gerak-gerik mereka, seperti seorang
stalker bahkan maniak. Aku hanya khawatir pada Shania. Sampai firasat burukku datang
dan memang benar. Aku tidak tahu niat buruk apa lagi yang ingin mereka lakukan
saat membawa Shania ke gedung sepi seperti ini. Aku diam, terus memperhatikan
dari sudut gedung ini
“Mau apa deh bawa aku kesini?” tanya Shania, terlihat
bingung.
“Kejutan aja sayang~”
“Geli lo bro!” seorang teman cowonya muncul.
“Ahh duit kita dirampok dah” ucap seorang lagi.
“A-apa maksudnya itu?” kenapa kamu lemot Shania?! Jangan
ketularan Ayana dong!
“Loh? Ga ngerti? Oh iya.. waktu itu ga percaya ya sama
temennya. Ahaha. Untunglah ya~” ucap si cowo itu.
“JA-JADI?!”
“Baru sadar, sayang?” ucapnya sambil memegang tangan Shania.
“Lepasin!”
“Mau banget atau mau..”
“JANGAN PEGANG-PEGANG PUNYA ORANG” ka Kin, aku pinjam
kata-katanya ya. Aku muncul sambil memegang tongkat kayu yang kutemukan di
gedung itu.
“Be-Beby?”
“Ah, teman bodohmu itu ya? Beresin!” Kedua temannya maju
berlari kearahku, beruntung dulu nonton samurai X, dengan dua tangan aku
mengarahkan tongkat kencang kearah perut orang pertama. Berhasil. Aku berputar,
tongkatku lalu mengenai pundak belakang orang kedua, berhasil. Tapi, saat aku
ingin memukul orang ketiga atau si cowo brengsek itu, tangannya terlebih dulu
memukul mukaku keras, membuatku jatuh.
“Beby!!” teriak Shania berlari
kearah si brengsek. Tapi tamparan malah melayang kearahnya.
“Shania!” saat aku ingin bangun,
kedua temannya ternyata sudah memegangi kedua lenganku.
“Ahh.. kau ini merusak saja” ucap si brengsek memukul
perutku.
“Tidak usah sok jadi pahlawan, cewe bodoh!” lagi dia memukul
perutku.
“Buat apa datang kesini?” ucapnya sambil memegangi wajahku
yang sudah terdapat darah “Shania, kan udah lupain elo..”
“Shania ga akan pernah lupain Beby” jawabku yakin. Percaya
pada Shania, bahwa dia memang masih menyayangiku juga.
“Hah? Apa?” tanyanya mendekatkan wajahnya padah wajahku.
Cih. Aku meludahinya dengan ludah yang sedikit tercampur dengan darah.
“Brengsek!” Plak. Dia menamparku lebih keras dari tamparan
Shania dulu, tapi tidak sesakit ketika Shania yang menamparku.
“Ups. Mengingatkan sesuatu kah?” dia berbalik pada Shania
yang sepertinya pingsan “Pingsan? Payah banget” dia berbalik lagi kearahku
“kalo gitu kita main dulu sama elo, Beby? Atau Babi?” aku melotot padanya.
“Uhh santai aja” dia mondar-mandir didepanku yang masih
dipegangi kedua temannya “ahh iya! Satu pertanyaan, kenapa segitu bodohnya
kesini sok menyelamatkan sahabatmu yang lebih bodoh itu?”
Diam, tiba-tiba aku jadi berpikir serius, kenapa ya? Aku
rasa, aku tidak bisa temukan jawabannya.
“Padahalkan dia cuma nganggep elo itu…. supir!” ketiganya
tertawa.
“Kasian ya bro cinta satu arah!” ucap salah satu temannya.
“Cinta? Ahh begitu ya? Hari gini masih cinta, kalian berdua
benar-benar bodoh, oh Beby Beby Beby” ucap si brengsek yang banyak bicara itu
lagi. Aku hanya diam, tidak bereaksi kali ini. Cinta searah ya?
“Hello kok bengong? Pasrah nih mau diapain aja sama kita?
Atau ahh.. soal cinta itu benar ya? Uhh menjijikan” menjijikan? Siapa yang
lebih menjijikan brengsek!!
Aku menginjak salah satu kaki dari dua orang yang memegangi.
Membuat ketiganya kaget, dengan cepat aku memukul muka cowo itu.
“Kenapa? Kenapa kalo gw emang cinta sama Shania!” entah
kekuatan darimana, cowo kedua datang ingin memukulku, tapi aku berhasil
menghindar “Apa salah kalo aku memang memiliki rasa ini?!” aku tendang saja
kelaminnya, membuatnya tergeletak “Perasaanku tulus!” lagi, kali ini cowo
pertama datang, aku pukul lagi dirinya “Sekalipun Shania membenciku!” pukul
lagi “Memusuhiku” lagi “Aku tetap akan.. akan mencintainya!!” pukulan terakhir
buat cowo pertama itu jatoh. Air mataku kembali mengalir.
“Brengsek!!” shit! Kenapa aku lupa dengan si brengsek
bacoters itu! Aku berbalik, sangat telat mungkin aku sudah jatuh kalo saja dia
tidak dipukul dari belakang terlebih dahulu oleh....
“Shania?!” ya, dengan tongkat yang sebelumnya aku pakai,
Shania memukul kepala si brengsek itu.
“Ayo kita keluar Beby! Jangan bengong aja!!” Ahh Shania
benar, dengan langkah yang susah payah, aku memegang tangan yang sudah lama
sekali tidak kusentuh itu, mengajaknya berlari menjauh dari gedung sepi itu.
~~~
Kami berlari, tidak bisa berlari cepat dengan perutku yang masih sakit
sejujurnya. Ditengah jalan menuju kembali ke tempat parkir, Shania yang sedari
tadi diam menghentikan langkahnya.
“Kenapa berhenti Shania?! Ayo, keburu mereka mengejar kita
lagi” teriakku. Shania masih diam.
“Shania?! Ada ap…” kata-kataku berhenti saat melihat
tatapannya yang begitu tajam kearahku.
“Apa yang tadi itu benar?” mendengar pertanyaannya buat aku
kaget. Apa Shania mendengar kata-kataku? Ucapanku saat ‘menyatakan cinta’?
“Beby, kan udah Shania bilang, kalo ngomong sama Shania,
liat Shania!” aku takut Shanju~ takut kamu jijik, takut kamu pergi, takut akan
segala hal buruk akan menimpaku kalo aku jawab jujur pertanyaan itu.
“Beby!”
“Ahh ahh iya.. Shania, kita harus pergi dari sini, kamu kan
tadi bilang gitu..” ucapku memohon, please Shania ini bukan waktunya untuk
itu..
“Gamau! Kalo Beby ga jawab, Shania ngambek!” Tuhan, kenapa
manjanya Shania keluar..
“Oke, oke! Iya, itu benar, apapun yang Shania dengar di
gedung tadi itu benar! Kenapa harus terus-terusan tiduran di lantai gitu kalo
ga pingsan sih!” keluhku
“Liat muka Shania kalo ngomong Beby..”
“Ahh udah ayolah Shanju~~ perut Beby sakit, wajah Beby luka,
apa Sha..”
“LIAT MUKA AKU BEBY!!”
“Arghh, mau kamu apa sih Shania? Mau lihat mata aku yang
menatap kamu dengan mata lain?!”
“Memang itu yang aku mau lihat..” ucapnya lembut, aku memang
kalah kalo dia sudah bicara lembut. Aku menatapnya, aku tidak tahu seperti apa
Shania melihatku saat ini, yang menolongnya bukan hanya karena dia sahabatku.
Tapi juga karena… cinta. Perlahan dia menghampiriku, menghapus sedikit sisa air
mataku.
“Cuma Beby.. Cuma Beby yang buat Shania nyaman, merasa
dilindungi, merasa dicintai, dengan tulus dan apa adanya” ucapnya lembut
menatapku, sambil meletakkan kedua tanganku di kedua sisi pipinya.
“Beby bukan hanya teman sekelas saja yang jalan pulangnya
searah apalagi supir. Bukan sama sekali kok. Maafin Shania..”
Aku tersenyum lebar mendengar pernyataannya, begitu juga
dengan Shania, akhirnya senyuman indahnya itu, eye smile-nya, kembali aku
lihat. Kembali jadi milikku seorang.
“Pulangnya Shania yang bawa sepedanya ya?”
“Emangnya kuat?”
“Kuat! Beby kan kurus!!” ucapnya bercanda.
Untuk pertama kalinya, aku menjadi penumpang, memandangi
punggung indah miliknya. Matahari senja jadi saksi perjalanan kami. Mewarnai
kota-kota dibawahnya, membuat bayangan kami jadi satu. Terbalas atau tidak.
Selama kami bersama, I’m so serious fine. Kenapa harus sedih?
-END-
----- --------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m
-Jurimayu14-
:') happy ending
ReplyDelete