Sunday, September 28, 2014

Futari Nori no Jitensha (BebNju) - Part 1

Halo, ada os Bebnju baru nih (2 part sih) kayanya bakal jadi spesialist Bebnju deh, lebih gampang buat gw bikinnya XDD maklum BebNju diehard shipper.

Sesuai judulnya, ff ini emang terinspirasi dari lagu yang sama, versi JKT tentunya. Kali ini Beby side, yah gausah banyak omong lah, langsung aja. Cekidot~~

Futari Nori no Jitensha (BebNju)


Part 1
Apa itu cinta? Yang aku tahu cinta itu misteri. Orang bilang, cinta itu membuatmu buta. Membuatmu lupa segalanya. Cinta itu juga membuatmu gila, tidak ingin kehilangannya. Tidak ingin ada orang lain yang memilikinya, mendekatinya atau apapun. Merasa ingin memiliki seutuhnya. Merubah dirimu jadi orang lain, yang bahkan dirimu sendiri tidak tahu.

Sejujurnya, aku tidak tahu, apa hal itu sekarang aku rasakan atau tidak. Karena aku memang tidak pernah merasakannya sebelumnya. Bahkan tidak ingin untuk merasakannya. Tapi, ada seseorang yang membuatku ragu, ragu tentang ada atau tidaknya rasa itu dalam hati, tentang benar atau tidaknya..
Namanya Shania Junianatha, teman sekelasku, sahabat baikku, segalanya untukku. Aku tidak tahu apa dia menganggapku seperti aku menganggapnya.. atau tidak sama sekali.
~~~

Di depan gerbang rumahnya yang besar, aku menunggunya. Sambil duduk diatas sepeda besarku, aku memperhatikan kegiatan di depan rumahnya. Kakaknya yang bernama Veranda yang akrab disapa Ve, sedang sibuk dengan kendaraan roda empatnya.
“Aduh Beby, maaf ya.. Shanianya telat lagi ya, kebiasaan. Padahal ka Ve udah sering bilangin dia loh”
“Gapapa ka Ve. Kan rumahnya deket ini, masih 20menit lagi kok masuknya”
Kami berdua berteman sejak SMP, padahal kami satu sekolah sejak SD. Sekarang, kami satu sekolah lagi saat SMA. Sebenernya bisa saja Shania berangkat bersama ka Ve atau supirnya. Tapi, aku menawarkan diri untuk mengantar jemputnya, karena toh rumah kami satu arah walau beda komplek. 


Terlebih jarak rumahnya ke sekolah cuma 15 menit.
“Beby! Duh maaf ya, aku telat lagi” ucapnya, keluar dengan berantakan dari dalam rumah.
“Ya, ampun Shania!” ucap ka Ve, pusing dengan adiknya sendiri itu.
Keluargaku dengan Shania, memang sudah sangat dekat, jadi ka Ve tidak heran atau marah kalau aku masuk tiba-tiba ke dalam rumah mereka. Tapi aku tetap tidak ingin menyelonong sembarangan. Tapi kali ini darurat! Liat saja keadaan Shania, roti dimulutnya, baju belom dimasukkin, tas ditangan kiri, HP ditangan kanan, sepatu? Tentu saja belum dipakainya.
“Sini, Beby pegangin dulu” ucapku mengambil HPnya, memasukkannya ke dalam tas. Membuatnya bisa memakan rotinya dengan benar.
“Ya ampun sepatu belom” ucapnya panik lagi. Hah sudahlah, aku pasrah toh diburu-buruin juga pasti telat.

“Udah makan aja dulu, biar Beby yang pakein sepatunya” aneh? Gila? Aku juga tidak tahu apa yang aku katakan barusan. Shania juga kaget tapi dia menurut saja, sambil duduk di depan pintu rumahnya itu Shania menghambiskan rotinya, sementara aku benar-benar memakaikan sepatunya.
Mau tahu kenapa aku ragu soal perasaan yang disebut cinta itu? Ya salah satunya karena aku tidak tahu, apa yang aku lakukan itu adalah hal yang biasa dilakukan orang ketika jatuh cinta atau bukan. Memusingkan bila terus dipikirkan, saat ini cuma ‘untunglah ka Ve sudah berangkat’ yang ada dipikiranku.
Akhirnya kami berangkat, telat 10 menit. Bersama-sama dihukum.
“Maaf ya Beb.. padahal Beby orangnya rajin, jadi telat gara-gara Shania” bisiknya.
“Gapapa, kan Shania orangnya juga disiplin… saking disiplinnya hampir setiap hari hormat sama bendera Indonesia” ucapku. Kami berduar tertawa, begitu lepas.
~~~
Selama kami bersahabat, tidak ada hal yang tidak indah. Setiap hari bersama, setiap saat setiap waktu, tidak ada masalah walau kami berbeda kelas saat ini. Tidak ada seorangpun atau sesuatu yang mengganggu kami. Kalian tahu hal apa yang paling aku suka saat bersama Shania? Sesungguhnya saat aku membonceng tubuhnya yang lebih tinggi itu. 15 menit terasa sangatlah cepat ketika aku memboncengnya, aku selalu tidak ingin hal itu berakhir. Ya, heaven bila denganmu~

Tapi, aku yang masih remaja ini hanyalah sesorang yang belum paham apapun. Dan diumur seginilah, pertama kalinya tuhan memberikan ujiannya padaku dan juga padanya mungkin.
Hari itu, aku tidak tahu bagaimana awalnya. Aku lihat Shania bersama seseorang, orang yang aku tidak ketahui. Seorang cowo, murid sekolah kami juga. Mungkin inilah yang disebut cemburu, entah aku begitu kesal melihatnya, mereka terlihat akrab, Shania begitu manis, senyuman yang membuat matanya hilang itu terlihat.
“Shan..” ucapku pelan saat menghampiri keduanya yang sedang bercanda.
“Ahaha iya ya, ah Beby~” jawabnya lalu berdiri menghampiriku.
“Sampe besok lagi ya~” ucapnya ceria kepada cowo itu.
“Beb?” aku masih diam di tempat memandang dingin kepada cowo yang masih duduk memandangku dengan bingung
“Beb, ayo pulang..” ucap Shania pada akhirnya menarikku.
~~~
“Beby kenapa sih? Ngeliatinnya gitu banget? Beby!” kesalnya, saat ini padaku. Kami berdua sudah berada di tempat parkir.
“Beby! Lepasin!” teriaknya kembali, karena sedari tadi aku memegangi tangannya begitu erat.
“Beby?! Kalo masih diem aja, Shania ngambek” ucapnya, Shania.. apa kamu gatau gimana perasaan aku sekarang?
“Maaf, ayo pulang” ucapku pada akhirnya, sudah melepaskan pegangan tangan kami.
Diperjalanan pulang kami sama-sama diam, untuk pertama kalinya ini jadi 15 menit perjalanan yang menyebalkan bagiku. Entah apa yang dipikirkan Shania, aku hanya tidak ingin.. tidak ingin dia memikirkan hal yang aneh-aneh.

Entah kenapa aku masih memikirkan cowo yang bersama Shania itu. Mereka seperti sudah kenal lama, jujur aku tidak tahu siapa cowo itu. Siapapun dia, feelingku mengatakan aku tidak boleh membiarkan Shania dekat dengannya. Aku tidak tahu apa ini prasangka buruk atau hanyalah hal yang disebut cemburu buta?

Seperti biasa esok harinya, aku menjemput Shania. Ada yang berbeda kali ini, sudah ada motor terparkir di depan sana dan yang membawanya adalah..
“Maaf ya gw telat” ucap Shania kembali memperlihatkan senyuman itu. Senyuman yang seharusnya cuma milikku lagi-lagi pada cowo itu.
“Gapapa” jawab cowo itu memberikan helm pada Shania, tanpa melihat kebelakang, Shania menerima lalu naik motornya dan pergi.
Kamu anggap aku apa selama ini Shania? Kita selalu saling berbagi, bercerita, bercanda, saling bicara, tapi mengapa kau merahasiakan dan tidak bilang padaku soal ini?
Apa bagi dirimu keberadaanku seperti angin? Hanya teman sekelas saja yang pulangnya searah? Shania?
~~~
“Huwaa untung ga telat lagi~” ucapnya saat tiba dan duduk disampingku. Aku hanya memandang dirinya yang seharusnya datang lebih dulu daripada aku itu.
“Bubur depan komplek aku ternyata enak banget loh Beb, lain kali Beby juga mesti nyobain oke?!” ucapnya kembali, huffnju jadi karena itu dia datang lebih lama dibanding aku.
Tapi, ternyata itu bukanlah yang terakhir tetapi yang pertama..
“Beby.. nanti Beby pulang duluan aja.. Shania ada urusan lain..” ucapnya tanpa melihat kearahku.
“Baiklah” jawabku kesal, singkat lalu pergi meninggalkannya yang bingung dan mungkin juga menyisahkan pertanyaan baginya.

Semenjak itu kami terasa menjadi jauh, Shania hampir tidak pernah lagi pergi dan pulang bersamaku. Di kelas, kami ngomong seadanya. Aku selalu memikirkannya. Mungkin, bagi diriku, dirimu yang berarti tidak menyadari apapun. Kau terlihat biasa saja saat bersamaku atau saat mulai meninggalkanku dalam keadaan hampa seperti ini.
Rasa ini.. sepertinya memang tidak berbalas dari belakang. Sisi belakang yang tidak pernah kutoleh. Dari dirimu, yang terkadang menyandarkan kepalamu di pundak atau punggung kecil milikku ini. Dari dirimu, yang terkadang memeluk pinggangku dengan tangan panjangmu itu. Dari dirimu, yang selalu aku tolong, aku rindukan. Dirimu yang saat ini membuatku gila.
~~~
Lupa, atau terlalu kangen. Aku pergi ke rumahnya, berharap dia muncul, kembali duduk dibelakangku. Aku tidak ingin kehilangannya, tidak mau semuanya hanya jadi kenangan. Tidak ingin jauh darinya yang padahal sangat dekat di sisiku.
“Ve, berangkat dulu mah~” aku melihat sosok ka Ve yang keluar dari dalam rumahnya, bersiap untuk pergi kuliah.
“Loh? Beby? Kok masih disini?” tanya ka Ve bingung saat melihatku, aku hanya tersenyum kecil pada ka Ve, orang yang kuanggap seperti kakak kandungku.
“Shania bukannya.. udah berangkat dari tadi ya?” tanyanya terlihat ragu dan jelas sangat.. bertanya-tanya.
Lagi, aku hanya tersenyum, kali ini mungkin terlihat miris.
“Beby kenapa?” tanya ka Ve lagi, sambil mendekat ke arahku. Tanpa menjawab satu pertanyaanpun, aku pergi meninggalkan ka Ve.
~~~
Aku rasa, apa yang dikatakan orang tentang cinta, sedang aku rasa kan sekarang. Sisi manis dan sisi pahitnya. Sakit, sesakit-sakitnya melihat kebersamaan mereka. Aku rasa aku harus bicara.. denganya.
Ting-tong. Kira-kira seperti itulah bunyi bel rumah Shania. Aku menunggunya di depan pintu, bunyi-bunyi kaki terdengar. Suaranya terdengar dari dalam saat mengucapkan ‘sebentar’ padaku yang dikiranya tamu. Akhirnya pintu berwarna putih dengan gagangnya yang berwarna emas itu terbuka. Memperlihatkan sosoknya yang bagiku lebih indah dari emas asli sekalipun.

“Beby?” ucapnya, kenapa pucat seperti melihat hantu, Shania?
“Siapa Shan?” suara ini, cowo itu lagi, dia muncul dari balik tubuh Shania. Mungkin, sekarang wajahku yang pucat.
“Emm, ka Ve ada?” ucapku reflek terlebih karena keduanya masih memperhatikanku yang diam mematung.
“Ka Ve? ka Ve tadi pergi sama Ka Kin” jawab Shania, tanpa bertanya-tanya atau bingung gitu kek paling ga. Emangnya dia ga mikir apa, ngapain aku nanyain kakaknya itu?

Aku berbalik, menyesali kebodohan untuk datang ke rumahnya tanpa bertanya ada siapa saja di rumahnya itu.
“Beby tunggu!” panggilnya tiba-tiba. Berlari kearahku.
“Beby kesini bukan nyariin ka Ve kan?” tentu saja.
“Kemaren, ka Ve bilang Beby kesini? Maaf ya ga sempet bilang sama Beby kalo Shania udah ga berangkat bareng sama Beby lagi..” ga sempet? Shania kita satu kelas, ada teknologi, kamu bukannya tidak sempat, tapi sudah lupa atau tidak ingin.
“Beby, kalo Shania ngomong liat dong! Kenapa sih udah ga pernah mau ngeliat Shania? Udah lupa sama Shania?” lupa? Siapa yang lupa selama ini?! Aku berbalik.
“Apa kamu bilang? Aku lupa sama kamu? Siapa yang lupa sebenernya Shanju?!?” ucapku keras membuatnya membuka lebar matanya.

“Segalanya, kita berjanji saling menceritakan segalanya, hal kecil macam apapun itu. Tapi mana? Kamu bahkan yang mengingkari janji yang dulu kamu buat itu!” ucapku masih berteriak
“Kamu bukannya tidak sempat! Kamu memang lupain aku! Kita satu kelas Shania! Ada handphone, apa susahnya?!” lanjutku masih dengan kesalnya.
“Beb, tapi..”
“Tapi apa?!”
“Tapi kan ga semuanya harus aku ceritain ke kamu, ada hal yang ga harus aku ceritain..”
“Tapi soal dia emangnya ga penting sampe ga pernah diceritain ke aku?! Kamu anggap Beby ini apa Shania? Sahabat? Hanya teman sekelas aja? Atau bahkan cuman supir yang anter-jemput kamu?!”

Plakk. Keras dan sangat menyakitkan. Lagi, aku melihat sisi lain seorang Shania yang tidak pernah terlihat. Dia menamparku begitu keras, meninggalkan bekas merah di pipiku. Membuat mataku meneteskan air matanya, hal yang pertama kali juga aku tunjukkan dihadapan orang selain Shania. Ya, siapa lagi kalo bukan cowo itu yang masih diam di pintu rumah Shania.
Tanpa berkata-kata lagi, aku rasa sudah jelas jadi tidak perlu lagi aku berbicara. Aku tunjukkan senyuman palsu sebelum meninggalkan mereka. Selamat tinggal Shania Junianatha.


-------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m


-Jurimayu14-

No comments:

Post a Comment