Happy reading~
Beby POV~
Sepulang sekolah ini aku memutuskan untuk bertemu
dengan Elaine. Aku juga sudah menyampaikan maksud dan tujuanku untuk menemuinya
hari ini, yaitu mencari tahu alamat Shania melalui Andela. Andela itu saudara
Shania, aku yakin ia pasti tahu. Dan Elaine sepertinya cukup dekat dengan
Andela, jadi aku meminta bantuan mereka dengan sangat. Tapi sayangnya hari ini
Andela memiliki jadwal theater, jadi ia tidak bisa menemani Elaine untuk
bertemu denganku di cafetaria.
"Halo, Len. Maaf ya telat lagi hehe." ucapku
sambil menarik kursi yang berhadapan dengan Elaine.
"Iya gapapa. Aku juga baru sampe kok." kali
ini Elaine tidak berbohong. Karena ia masih memandang buku menu. Belum ada satu
pun gelas kosong di atas meja.
"Jadi alamatnya udah dikasih, Len?"
"Udah kok. Nih.." Elaine memberikanku sebuah
kertas bertuliskan alamat lengkap Shania.
"Jauh juga ya dari sini. Kamu mau ke rumahnya
kapan?" tanya Elaine sambil kembali melihat daftar menu.
"Mungkin abis dari sini. Aku juga kan belum kasih
kabar ke Shanianya."
Elaine hanya mengangguk tanda tahu. Tak lama aku juga
ikut memesan sebuah minuman. Keadaan menjadi hening. Hanya ada suara music di
cafe yang terdengar cukup keras. Kami sama-sama sibuk dengan handphone
masing-masing.
"Jadi gimana, Beb?" ucap Elaine memecah
keheningan.
"Gimana apanya?"
"Ya gimana kamu sama Shania? Udah jadian
kan?"
"Iya udah kok. Eh. Makasih ya, Len. Berkat
kamu-"
"Gak perlu makasih. Cukup teraktir aku minuman
ini aja cukup kok haha."
"Siap!"
"Terus kapan Shanianya mau dikenalin ke aku
sebagai pacar?" Elaine kembali bertanya sambil memberikan ekspresi yang
meledek.
"Apaan sih kamu. Dia kan oshimen kamu, masa harus
aku kenalin lagi. Lagian, aku bingung mau kenalinnya gimana. Denger nama kamu
aja dia bisa ngomel-ngomel. Apalagi kalau dikenalin."
"Lho? Jadi dia masih sensi sama aku? Wah.. Dia
gak tahu aja kalau aku ini calon saudara iparnya- Eh! Aduh! Keceplosan!"
"Ooohh.. Jadi ada yang udah jadian tapi gak
cerita.. Cukup tau aja aku sih sama kamu, Len.."
"Ih enggak enggak! Bukan gitu! Aduuuhh. Lagian
juga jadiannya baru tadi malem kok! Sumpah!" jawab Elaine sambil
mengangkat jari telunjuk dan tengahnya.
"Hahaha cie Elaine cieee.. Congrats ya! Langgeng
deh langgeng hahaha."
"Iya makasih, Beb. Kamu juga yang langgeng ya.
Kapan-kapan kita harus double date hehe."
"Atur aja. Eh aku kayaknya harus pergi duluan
deh. Soalnya takut sampe rumah Shanianya kemaleman. Gapapa ya?"
"Iya gapapa kok. Lagian juga aku udah mau pergi
ke toko buku hehe."
Setelah membayar tagihan yang tak terlalu mahal, aku langsung
menghentikan sebuah taksi untuk menuju ke rumah Shania. Karena keadaan lalu
lintas cukup padat, waktu yang dihabiskan di perjalanan pun mencapai 2 jam
lamanya. Aku sampai ketiduran beberapa saat. Saat taksi dengan rute Jakarta -
Bumi - Bekasi benar-benar berhenti di depan rumah Shania, aku perlahan turun
dan menghubungi Shania ke nomor Mamanya. Tapi tak lupa aku menyuruh supir taksi
ini untuk menungguku sebentar.
"Halo?"
"Halo. Kenapa, Beb?" beruntunglah
yang mengangkat teleponnya adalah Shania.
"Aku udah di depan rumah kamu nih."
"Langsung masuk aja. Ngapain telepon segala?"
"Ya gak enak lah. Sini kamunya keluar dulu."
"Langsung masuk aja, Beb. Gak ada anjingnya
kok."
"Aku gak enak, Shan. Buruan sini kamu keluar.
Panas tau."
"Iya iya sebentar."
Beberapa kali aku melihat jam di tangan kiriku. Sudah
hampir lima menit tapi Shania belum juga keluar. Aku curiga kalau di dalam
rumahnya ini gak ada gaya gravitasi, jadi agak susah kalau mau kemana-mana.
"Hai. Maaf ya lama. Tadi aku abisin makanku
dulu."
"Iya gapapa. Nih handphonenya." ucapku tanpa
basa-basi karena tujuanku memang lah hanya mengantarkan handphone milik Shania.
"Masuk dulu lah. Masa di depan pager kayak gini?
Kamu kan pacar bukan kurir."
"Udah sore banget Shan. Besok kan masih
sekolah."
"Lagian kenapa gak dianterinnya weekend aja
sih?"
"Lebih cepat kan lebih baik, Shan. Yaudah ya aku
langsung balik. Kasian supir taksinya nunggu lama."
"Masuk dulu ih. Paling gak ketemu sama Mamaku
dulu, Beb. Janji deh abis itu kamu boleh langsung pulang." ucap Shania
dengan tatapan memohonnya yang membuatku sedikit menimbang-nimbang sampai
akhirnya aku kalah juga.
"Iyaudah. Aku suruh supirnya pergi aja. Aku yakin
pasti kalau udah masuk bakal lama keluarnya."
"Nah itu lebih baik hehe. Yaudah buruan."
Setelah membayar ongkos taksi antar planet ini
akhirnya aku mengikuti Shania untuk masuk ke dalam rumahnya. Hhm.. Lebih
tepatnya ke kamarnya.
"Kok langsung ke kamar? Katanya ketemu Mama kamu
dulu?"
"Mamaku lagi pergi. Jadinya gak ada siapa-siapa
deh di rumah.." jawab Shania enteng sambil membanting tubuhnya ke atas
ranjang dan memainkan handphonenya.
"Lho tadi katanya?! Aih.. Shaniaaaa!" ucapku
kesal. Bahkan sangat kesal.
"Lagian kenapa sih emangnya kalau main ke
rumahku? Takut banget diapa-apain." jawab Shania yang masih enteng tanpa
mengalihkan pandangannya dari handphone.
"Bukannya gitu Shania! Tapi kan ini udah jam 5
sore! Besok paginya juga aku masih harus sekolah! Kamu tuh kenapa sih gak
pernah mikir dewasa dikit?!" emosiku meledak-ledak tak tertahan lagi. Ada
perasaan menyesal telah membentak Shania karena ku lihat perubahan ekspresi
kagetnya ke arahku. Ya bagaimana lagi, maksudku baik untuk sopan santun
terhadap keluarganya, tapi ternyata ia hanya membohongiku. Padahal besok pagi
aku memiliki beberapa ulangan harian dan tugas yang menumpuk.
"Kamu ngebentak aku?" tanyanya yang masih
tak percaya. Aku mulai mengambil nafas dalam-dalam untuk lebih berbicara dengan
hati-hati. Karena aku sangat paham kalau Shania ini memiliki sikap yang keras
kepala dan juga sensitif.
"Maaf, Shan. Aku gak sengaja. Tapi harusnya
kamu-"
"Kalau emang kamu gak mau main ke rumahku ya gak
usah dateng sekalian! Aku juga gak butuh handphonenya!"
BRAAANGGG!!!
Dengan mudahnya Shania melemparkan handphonenya ke arah tembok di belakangku. Bentuknya pun kini sudah sangat tidak beraturan. Shania langsung membalikan badannya menghadap ke arah dinding dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Aku mendengar dengan jelas suara isak tangis darinya. Aku hanya bisa menghela nafasku berat. Lagi lagi aku membuatnya menangis. Hah.. Aku memang harus lebih banyak belajar lagi untuk bisa mengerti Shania. Atau mungkin kita memang belum terlalu mengerti satu sama lain.
Aku memberanikan diri untuk duduk di tepi ranjang dan
mencoba untuk mengusap puncak kepalanya yang masih sedikit terlihat.
"Shan. Maaf ya. Aku gak maksud ngebentak kamu
kok. Beneran deh."
"Udah kamu pulang aja!" ucap Shania dari
dalam selimut dengan nada serak karena tangisnya.
"Kalau aku pulang nanti siapa yang temenin kamu
di sini?" aku masih mengelus kepalanya lembut.
"Aku gak butuh kamu!"
"Tapi aku yang butuh kamu."
"Bohong!" setelah berpikir beberapa saat,
sepertinya memang tidak ada cara lain. Aku memutuskan untuk ikut masuk ke dalam
selimutnya. Perlahan aku memeluknya dari belakang. Tidak ada penolakan sedikit
pun dari Shania.
"Shania. Maafin aku ya. Tadi aku kebawa emosi.
Tapi bukan maksud aku buat bentak kamu. Lagian mana pernah sih aku niat untuk
bentak mahadewi kayak kamu? Nanti kalau diomelin sama Tuhan kan bahaya."
tak ada jawaban dari Shania. Tapi tangisnya mulai mereda.
"Shan. Udah dong nangisnya. Kamu gak sesak ada di
bawah selimut kayak gini? Susah nafas tau." akhirnya Shania merespon
kata-kataku. Ia menurunkan selimutnya menjadi sepinggang lalu menghadap ke
arahku dengan keadaan yang masih sedikit terisak.
"Maaf ya, Sayang.." ucapku lembut sambil
menghapus sisa-sisa air mata di wajahnya. Tak lupa ku rapihkan rambutnya.
"Kamu jangan galak-galak lagi sama aku.."
pinta Shania lembut.
"Iya. Aku gak galak-galak lagi kok. Yang tadi itu
yang terakhir." aku beralih mengusap pipinya dengan ibu jariku.
"Janji?"
"Iya aku janji." Shania langsung memelukku
erat. Aku pun membalasnya sambil mengusap punggungnya untuk lebih membuatnya
tenang.
"Sekali lagi maafin aku ya, Shan." anggukan
darinya di bahuku dapat ku rasakan.
Tak lama Shania melepaskan pelukan kami. Aku
menatapnya dalam-dalam lalu menciumnya mulai dari kening, kedua matanya yang
sudah ku buat menangis, dan berakhir di bibirnya yang sangat lembut. Perlahan
aku mulai memperdalam ciuman. Mulai dari ciuman lembut menjadi lebih agresif
dan penuh nafsu. Entah darimana datangnya keberanianku, tiba-tiba aku mulai
berpindah ke leher jenjangnya nan indahnya, aku mulai menciuminya dan
menyesapnya kasar. Dapat ku dengar desahan menggoda Shania yang membuatku ingin
melakkukan lebih. Aku mulai memasukan tanganku ke dalam kaus bagian
belakangnya, saat sudah sedikit lagi mencapai hal yang ku tuju, tiba-tiba
saja...
Tok Tok Tok
"Duh!" dengan sangat tiba-tiba Shania langsung mendorongku cukup keras yang membuat pundakku kesakitan.
"Shania? Kamu ada di kamar? Handphone Mama masih
sama kamu?" teriak seseorang dari depan kamar Shania. Ya
sudah pasti itu adalah Mamanya.
"Iya, Ma~! Handphonenya masih sama Shania~!"
Shania langsung beranjak dari ranjangnya dengan senyum licik yang dapat ku
mengerti apa maksudnya. Aku pun ikut beranjak dari ranjang sambil memegang
pundakku. Ini nih yang gak bisa diajak kompromi. Giliran aku lagi gugup
gugupnya, cuma gitu doang. Giliran lagi tumben-tumbennya berani, ada aja yang lewat.
Eh! Tunggu-tunggu-tunggu. Sejak kapan otakku jadi pervert gini?! Waaahh gak
beres. Harusnya aku bersyukur ada yang gangguin. Haduuhh sadar Beby sadaaarr!
Nyebut.. But.. But.. But..
Ceklek~!
Shania pun membuka pintu yang sebelumnya terkunci itu. Di depan pintu ada seorang tante badai dengan beberapa kantung belanjaan di tangannya.
"Lho ada Beby?" aku hanya tersenyum sambil
sedikit membungkuk ke arahnya. Mau salim pun susah. Kedua tangannya sudah untuk
membawa kantung pelastik.
"Nih Ma handphonenya. Makasih ya."
"Iya sama-sama. Eh, mata kamu kenapa? Suara kamu
juga serak gitu? Abis nangis?"
"Tadi cuma kepleset aja Ma."
"Oh gitu. Lain kali hati-hati. Eh iya, Mama beli
kue tuh. Ajak Beby ke dapur gih."
"Iya, Ma."
"Yaudah ya Beby, tante tinggal dulu."
"Iya tante.."
Setelah itu Shania kembali menutup pintu kamarnya dan
duduk manis di depan kaca riasnya.
"Untung gak merah." ucapnya santai sambil
mengecek bagian lehernya
"Aku main rapih kali." jawabku setengah
bangga sambil kembali duduk di tepi ranjangnya
"Hahaha iya iya. Eh, maaf ya tadi aku dorong.
Pasti sakit ya?"
"Lumayan. Tapi gapapa kok. By the way, aku laper
nih." ucapku sambil mengalihkan pembicaraan
"Yaudah yuk ke dapur."
Akhirnya aku dan Shania berjalan menuju dapur.
Sesampainya di sana, Shania langsung membuka kulkasnya dan mempersiapkan
beberapa cemilan untuk kami. Aku hanya menyimaknya saja, karena seperti biasa,
si keras kepala ini tidak mengizinkanku untuk membantunya. Jadi daripada
berantem lagi, lebih baik di #IyainAja aja.
"Taraaa~! Udah jadi nih. Yuk pindah ke meja
makan. Tolong bawain minumnya ya, Beb." lagi dan lagi, #IyainAja.
"Selamat makaaann~!" ucapnya sangat
semangat. Akhirnya kami pun menyantap cemilan ini dengan keheningan.
"Huaaahh kenyang~!" lanjutnya lagi saat
makanan dan minumannya sudah habis. Sedangkan aku masih menikmati sisa
minumanku.
"Lain waktu kita lanjutin yang di kamar tadi ya,
Beb.." ucap Shania di telinga kiriku tepat saat aku meminum tegukan
terakhir. Suara Shania kembali serak. Gak. Ini seraknya beda. Ini serak-serak-seduktif(?)
beberapa kali aku mengerjapkan mataku sambil mengelola omongannya. Kini aku
sadar kalau godaan terberat memang harta, tahta, dan Shania. Tuhan. Tolong
kuatkan iman hambamu. Aamiin(?)
Ddddrrrttt Ddddrrrrttt Dddddrrrttt
"Halo?"
"HALOOOO! ETDAH BANG! KEMANE AJE? SUSEH BENER
DI TELEPONINNYA!" astaga Nabilah -_- Shania yang mendengar suara yang
menggelegar tanpa di loudspeaker itu langsung mendekatkan telinganya ke
handphoneku.
"Maaf tadi lagi gak pegang handphone.
Kenapa?"
"Ahelah gaya bener dah ah kang judi ager. Nih,
gue mau nitip pesen buat Shania. Bilangin-" aku memutar alih
handphoneku menjadi pada Shania.
"..Bilangin besok ada makan-makan di fx
tercinte jam 7 malem. Jiro-san mau ngomong sesuatu katanye. Kumpulnya di
thetaer. Gak boleh telat."
"Emang kapan gue pernah telat?" tanya Shania
sedikit meledek
"Lah ada elu? Ya pokoknya mah jangan telat."
"Iya tenang aja."
"Yaudah gitu aja. Oh satu lagi! Jangan minta
anterin pacar. Tolong toleransi dikit ama yang jomblo ye.."
"Iya bawel. Udah kan gitu doang? Yaudah ya
dadah~" Shania langsung mengakhiri panggilan dan menatapku sinis. Aku
sudah tahu apa yang ada di pikiran Shania.
"Waktu itu aku sempet cari tahu alamat kamu lewat
Nabilah. Aku bilang sama dia kalau handphone kamu ada di aku. Jadi selama
Shania gak bisa dihubungin, hubunginnya ke aku dulu aja. Udah gitu doang."
"Yakin?" Shania menaikan salah satu alisnya.
"Yakin banget. Cek aja log panggilan atau SMS
atau apapun lah."
"Ok ok aku percaya. Eh. Udah jam segini. Kamu mau
balik kapan?"
"Se-dibolehin-nya pulang aja sih."
"Sekarang udah boleh kok."
"Bener nih?"
"Iya beneran. Tapi maaf kalau gak bisa contact-an
dulu. Yaaa tau lah ya tadi apa yang hancur berkeping-keping hahaha."
"Eh iya aku juga mau minta maaf soal itu. Atau
kamu mau pake handphone aku dulu aja?"
"Gak usah. Kamu pake aja. Nanti kalau ada latihan
dance atau apa kan kamu repot."
"Yakin nih? Aku gak nawarin dua kali lho?"
"Iya yakin. Yakin banget malah. Jadi...mau balik
sekarang?"
"Ya kalau boleh sih."
"Yaudah yuk. Dianterin sama supirku aja ya. Tapi
maaf akunya gak bisa ikut anterin, soalnya gak enak tinggal Mama sendirian di
rumah." aku hanya mengangguk sambil melemparkan senyum ke arahnya.
Shania mengantarkanku sampai mobilnya. Seperti
biasanya, ucapan "aku sayang kamu" dan "hati-hati di jalan"
menjadi penutup pertemuan kami hari ini. Akhirnya setelah menempuh perjalan
yang sama seperti sebelumnya, aku bisa sampai di rumah dengan selamat. Ada yang
aneh dengan malam ini. Aku melihat ada satu mobil tak asing di halaman rumahku.
Sebentar aku melihat ke arah jam tanganku.
"Tumben banget kak Ve masih main di sini?
Padahal udah jam 8 malam." ucapku dalam hati. Ya mungkin memang
terdengarnya masih wajar untuk bertamu di jam 8 malam. Tapi biasanya, sebelum
jam 7 pun kak Ve sudah pulang karena tidak ingin mengganggu jam belajar dan
istirahat kak Kinal.
"Assalamu'alaikum.." salamku yang tak
dijawab oleh kak Kinal dan kak Ve. Mereka sedang asik..hhm bukan asik. Mereka
sedang sangat berisik menonton film horror di tv. Kebetulan arah sofa dan pintu
masuk tidak berhadapan, jadi wajar saja kalau sedang seru dengan tv, suka tidak
sadar akan adanya tamu. Ya, asal tamunya bukan maling aja sih. Dengan santai
aku melangkah kan kakiku menuju dapur. Rasanya cukup haus setelah berada
beberapa jam di perjalanan tadi. Aku mengambil sekotak susu cair di kulkas dan
meminumnya santai di meja makan.
"Nal kamu tuh kalau nonton film, matanya jangan
di tutup dong. Payah nih." ucap kak Ve yang berusaha menarik bantal kecil
dari wajah kak Kinal.
"Itu setannya bikin takut!" teriak kak Kinal
dengan lebaynya.
"Apanya yang bikin takut sih, Nal? Orangnya
filmnya udah abis." perlahan kak Kinal menurunkan posisi bantalnya.
"Tuh liat. Udah abis kan? Udah aku ganti jadi
film action malah. Badan doang sih gede, tapi nyalinya kecil. Hih! Malu Nal
sama kucing. Meong~ Meong~ Meong~" ucap kak Ve dengan nada meledeknya dan
diakhiri dengan peragaan ala kucing yang super imutnya. Perlahan kak Kinal
menghela nafas lega. Tapi tetep aja pasti kak Kinal bakal ngeles.
"Siapa yang takut sih? Aku tuh cuma ngetest
kekuatan suara aku aja kalau teriak-teriak mampunya semana." tuh kan.
Susah emang gayung martabak. Masih aja gak mau ngaku.
"Oh gitu.. Yakin nih gak takut setan?"
"Yakin lah. Aku tuh gak takut sama setan. Aku
takutnya kalau kehilangan kamu hehehe.."
"Apaan sih kamu.." jawab kak Ve dengan
tersipu malunya. Perlahan kak Kinal menaruh salah satu telapak tangannya di
pipi tembam kak Ve. Keduanya saling melempar senyum.. Semakin dekat jarak di
antara mereka.. Dan.. Sedikit lagi.. Yaaaaa... Daaaannn.... tiba-tiba aja kak
Ve buang muka -_-
"Lho, Ve? Kamu kenapa?" tanya kak Kinal
heran. Sama sih, aku juga heran. Aku yakin banget ini gak mungkin usaha pertama
kak Kinal buat cium kak Ve. Tapi kok kak Ve gak mau dicium ya?
"Itu Nal.."
"Itu apa?" kak Ve membisikan sesuatu pada
kak Kinal yang membuat kak Kinal dengan cepatnya menengok ke arahku. Aku hanya
bisa memberikan tatapan bingung. Apa yang salah?
"Beby udah pulang? Kok gak salam?"
"Udah kok. Kak Kinal tadi lagi asik
teriak-teriakan, jadinya gak denger deh."
"Terus ngapain masih disitu?"
"Ngapain?" pertanyaan kak Kinal membuatku
berpikir sejenak
"Ooohh.. Yang tadi itu mau dilanjutin? Ok ok. Aku
ke kamar aja kalau gitu. Tapi saranku sih jangan disitu kak. Nanti ada Papa
sama Mama keganggu lagi lho hahaha.." tawaku sambil meledek dan berlari ke
kamar. Dapat ku dengar sedikit nada ngambek kak Ve karena tak tahu sikonnya kak
Kinal.
Tak sanggup menahan kantuk, aku memasang alarm untuk
belajar pada jam 3 pagi. Jadi lebih baik sekarang aku segera tidur. Hhm..
Kira-kira minggu ini ada hal aneh apalagi ya antara aku dan Shania? Hahaha. Ah
sudahlah. Tak usah dipikirkan juga nanti ada saja hal konyol yg kami lakukan.
Dan... good night! ^^
*bonus VeNal moment*
“Bebynya udah pergi tuh.”
“Ada Papa sama Mama kamu, Nal. Gak enak diliatnya
nanti.”
“Ve~” pinta Kinal manja
“Kamu gak usah sok manja gitu, Nal. Gak cocok.”
“Veranda sayang~” Kinal masih kekeuh meminta hal yang
bisa dibilang jatah.
“Apaan sih kamu. Udah ah aku mau pulang-“ saat Veranda
beranjak dari sofa, tiba-tiba saja Kinal menarik pergelangan tangan Veranda
yang membuat posisi kedua menjadi saling berhadapan dalam posisi Veranda
meniban Kinal.
“Nal ih kamu apaan sih. Lepasin. Malu tau!”
“Semakin gak dimulai-mulai semakin kamu gak
pulang-pulang, semakin aku gak belajar-belajar dan akhirnya besok kita berdua
telat.”
“Ish!” seperti setengah ikhlas, Veranda mendaratkan
ciuman yang niatnya singkat ke bibir Kinal, tapi berhubung Kinal adalah
pemanfaat kesempatan yang baik, sebelum Veranda melepaskan ciumannya, Kinal
sudah lebih dulu menaruh kedua tangannya ke bagian belakang leher Veranda guna
memperdalam ciuman mereka. Tentu saja awalnya Veranda memberontak, tapi
lama-kelamaan Veranda jadi membalas ciuman Kinal. Mereka saling berusaha untuk
mendominasi ciuman yang mulai agresif ini. Namun saat Kinal sudah mulai
memegang kendali ciuman, tiba-tiba saja Veranda menggigit bibir bawah Kinal.
“Aw! Sakit Ve!”
“Udah. Segitu aja. Kalau kelamaan kamu suka gak inget
waktu.” ucap Veranda yang lalu memberikan ciuman singkat pada Kinal sebagai
permintaan maafnya.
“Yuk anterin aku sampe mobil. Udah malem banget nih.”
Lanjut Veranda yang lalu beranjak dari posisinya.
…sementara itu
Beby yang sebelumnya merasa meninggalkan kacamatanya
di atas meja makan berniat untuk turun dan mengambilnya. Namun saat ia sampai
di tangga, tiba-tiba saja ia melihat pemandangan yang sebelumnya ia harapkan.
Dengan jahilnya Beby mengambil foto ciuman kakaknya tersebut. Tapi tak sanggup
menahan tawa, akhirnya Beby kembali ke kamarnya dan tertawa terbahak-bahak.
Setelah merasa sudah bisa mengatur tawanya, Beby mengirim foto tersebut ke LINE
kakaknya dengan caption “Kompor pun kalah
panasnya sama kalian~ Wuwuwuuu~ :3”
*bonusnya abis yak :v*
Beby POV~
Pagi hari pun tiba. Aku
turun dari kamarku dan langsung menuju ke meja makan. Sudah ada Papa Mama dan
juga kak Kinal di sana. Beberapa saat aku bertatapan dengan kak Kinal. Entah
kenapa aku jadi kembali ingin tertawa karena adegan tadi malam hahaha.
“Pagi Pa, Ma, kak Kinal~”
sapaku sambil cengengesan
“Apalo!”
“Ih galak banget hahaha.”
“Pembalasan akan lebih
kejam, Beb. Liatin aja nanti.”
“Pembalasan apa sih
emangnya? Kayaknya serius banget?” sambung Mama sambil memerikan dua lembar
roti siap santap padaku.
“Tau ah Kinal mau berangkat
duluan. Udah ditungguin tuh sama Veranda. Assalamu’alaikum!” ucap kak Kinal
ketus dan dengan muka ditekuk. Hahaha kalau liat kak Kinal ngambek kayak gini
tuh lucu. Bibirnya makin kayak bebek.
“Kalian kenapa sih?” sambung
Papa yang juga penasaran.
“Biasa Pa anak muda.
Emosinya masih labil. Nanti juga masalahnya selesai sendiri kok hehe.”
“Oh yaudah. Kalau masalahnya
makin serius, cerita aja ke Papa sama Mama ya?”
“Siap, Pa!”
Setelah selesai sarapan aku
langsung berangkat ke sekolah dengan dihantar oleh Papaku tersayang. Aku
mengikuti semua kegiatan di sekolah seperti biasanya. Sampai akhirnya aku sudah
berada di perjalanan pulang.
Ddddrrrtt Ddddrrrrttt Ddddrrrrttt
“Nomor siapa nih?” pikirku singkat dan langsung menjawab panggilan
tersebut.
“Halo?”
“Halo, Beb. Kamu dimana?”
jadi ceritanya ada yang udah beli handphone baru.
“Aku di…bagian belakang
sepedaaa~ Woya woya joss!”
“Ih apaan sih. Serius kamu
dimana?” lanjut Shania
“Aku udah di jalan pulang.
Kenapa, Shan?”
“Aku di depan rumah kamu
nih. Kamu masih lama gak?”
“Lho kok gak ngabarin dulu?
Ini udah deket banget kok.”
“Yaudah aku tunggu ya.
Jangan lama-lama. Panas nih.” Seketika panggilan telepon pun terputus. Tak
sampai 5 menit dari berakhirnya panggilan dengan Shania, aku sudah sampai di
depan rumahku. Dan ku lihat Shania berdiri seorang diri di depan rumahku.
Dengan masih memakai seragam sekolah lengkap dan dibalut dengan jaket, kacamata
minus dan juga topi bertuliskan “J” yang dibalik membuat Shania +162 lebih
cantik di mataku. Kalau dilihat-lihat, Shania ini memang berkali-kali-kali
lipat lebih berpenampilan dewasa daripada aku. Tapi kalau sifatnya…ya gak usah
ditanya deh.
“Hai. Udah lama di sini?”
tegurku yang baru saja turun dari taksi
“Enggak kok. Pas aku telepon
kamu itu aku juga baru sampe sini.”
“Oh gitu. Tumben kamu pake
topi? Wota banget topinya official merch haha.”
“Kan tadi udah aku bilang di
sini panas.”
“Yaudah ayok masuk biar gak
kepanasan lagi.” Aku mempersilahkannya masuk ke dalam rumahku sambil melepaskan
topi dari kepalanya dan berpindah ke kepalaku.
“Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam. Wah ada
Shania juga. Ayok masuk.” Juga? Emang ada siapa aja? Perasaan aku cuma berdua
sama Shania? Apa jangan-jangan aku ketempelan(?)
“Duduk dulu Shan. Biar aku
bikini minum du-”
“Gak usah. Kamu temenin temen-temen
kamu aja. Biar Mama yang siapin makanan sama minumannya. Lain kali kalau undang
temen tuh bilang-bilang dulu.” Temen-temen? Siapa sih? Mama punya indra ke-enam
atau gimana? Atau Ma-
“BEBYYYYY!!” dengan cepat
aku langsung mengarahkan pandanganku pada sumber suara yang baru saja keluar
dari toilet
“Ochi?!”
“Aaaaakkkk! Lidi-lidian
extra pedaskuuuhhh!” tanpa melihat kondisi sekitar, Ochi langsung memelukku
dengan eratnya. Aku yang masih shock hanya bisa mengerjapkan mata beberapa
kali.
“Ehem!!” tegur Shania secara
terang-terangan namun berhasil membuat Ochi melepaskan pelukannya.
“Eh. Ada Shania hehe. Halo,
Shan.”
“Halo.” Jawab Shania ketus.
“Yaudah yuk pada duduk biar
tante yang siapin minuman sama makanan ringannya.”
Aku duduk diantara Shania
dan Ochi. Mereka berdua saling berusaha
memperebutkan perhatianku dengan berbagai macam topik dan argument mulai dari
yang gak penting sampai yang gak penting banget. Pokoknya bikin pusing.
“Tadi aku bawain kue
kesukaan kamu. Aku bikin sendiri lho. Tapi sayangnya udah diabisin kak Kinal..”
ucap Ochi
“Bagus deh kamu gak makan.
Siapa tahu ada racunnya.” Ketus Shania
“Maaf ya aku kesini gak
ngabarin kamu dulu, Beb.” Lanjut Ochi tanpa perduli ucapan Shania.
“Peluk-peluk pacar orang
minta maaf juga kali.” Sahut Shania yang masih tak kalah ketusnya. Ochi
mendengus kesal dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. Sedangkan Shania jadi
semakin manja dengan mendarkan kepalanya ke pundakku dan menggenggam tanganku
erat.
“Beb aku ngantuk..” ucap
Shania manja. Entah ini ngantuk beneran atau enggak.
“Tidur tinggal tidur pake
laporan segala.” Kali ini balik Ochi yang berkata ketus.
“Ke kamar kamu aja yuk,
Beb..” pinta Shania yang masih dengan manjanya.
“Tamunya Beby ada dua kali.
Gak sopan banget.”
“Nah kenapa lo gak pulang
aja biar tamunya Beby tinggal satu?” Shania mulai gak tahan lagi. Aku yang
berada di tengah-tengah mereka pun tak tahu harus apa.
“Gue kan dateng duluan.
Kenapa gak lo aja yang pulang duluan?!”
“Duh! Udah-udah. Kalian gak
usah ribut. Gini aja-“
“Senangnya dalam hati~ Kalau beristri dua~ Oh seperti~ Dunia~ Ana yang
punyaaa~” tiba-tiba ada kak Kinal yang baru saja turun dari tangga sambil
menyanyikan lagu yang ku yakin untuk menyindirku.
“Chi. Makasih ya kuenya.
Enak banget lho!” ucap kak Kinal memperkeruh suasana.
“Aku juga bisa bikin kue kok
kak!” sahut Shania tak mau kalah.
“Eh. Ada Shania? Hahaha. Eh
iya, Shan. Nanti kita jalan-jalan lagi ya. Kamu emang paling seru deh kalau
diajak kemana-mana!” umpan lambung dari kak Kinal pun berhasil di tangkap
dengan baik oleh…
“Aku juga bisa seru kok
kalau diajak jalan-jalan!” siapa lagi kalau bukan Ochi. Kak Kinal hanya
cengengesan gak jelas dengan penuh kemenangan.
“Beb. Masih panasaran kompor, apa kak Kinal nih? Hahaha.”
tanya kak Kinal dengan menekankan di kata kompor. Salah banget deh cari
gara-gara sama kak Kinal. Kapok.. Kapok..
Setelah satu jam lamanya
perang antara Shania dan Ochi berlangsung, akhirnya Ochi lebih dahulu pulang
karena sudah dijemput oleh supirnya. Akhirnya aku bisa merebahkan badanku ke
ranjang sambil menghela nafas lega. Ku lihat Shania sedang melihat-lihat meja
belajarku.
“Dia kok jadi caper gitu ya
ke kamu?”
“Aku juga gak tahu.” Jawabku
seadanya
“Emang kamu gak pernah
komunikasi sama dia?” aku hanya menggeleng sebagai jawaban.
“Eh. Kamu bukannya ada janji
bareng tim J di fx? Ini udah jam 5 lho. Emang gak takut telat?”
“Acaranya diundur jadi jam
8. Lagian dari sini ke fx kan tinggal sekali kedip juga sampe.” Jawab Shania
yang ikut merebahkan tubuhnya di sampingku sambil memainkan handphone barunya.
“Cie handphone baru..”
godaku sambil menyentuh asal layar handphonenya.
“Ih apaan sih kamu kayak gak
pernah liat handphone aja.” Ucapnya cepat sambil menyingkirkan tanganku dari
handphonenya.
“Abis ini juga aku punya
pacar baru.” Lanjut Shania
“Eh?! Apaan?! Gak boleh!
Enak aja kamu!”
“Kok kamu marah? Emang kamu
siapa?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari handphonenya.
“Aku kan pacar kamu.”
“Lho emangnya kita masih
pacaran?” aku terdiam sejenak.
“Maksud kamu apaan sih?”
“Ya aku sih ngerasanya pas
ada Ochi tadi kamu gak ada sedikit pun mihak aku.” Jawab Shania agak malas.
“Aku gak mihak siapa-siapa
kok, Shan.”
“Tapi seenggaknya aku udah
resmi jadi pacar kamu. Paling gak ya harusnya aku dapet perlakuan lebih
dibanding dia.” Lagi-lagi aku terdiam sambil menyaring kata-kata apa yang harus
ku keluarkan. Salah satu kata saja bisa hancur dunia persilatan. Eeerr~
“Shan. Liat aku dong.”
“Ngapain?” ia masih saja
fokus dengan handphonenya.
“Liat aku dulu sebentar..”
pintaku manja. Saat Shania mengarahkan pandangannya ke arahku, dengan cepat aku
langsung menyambar bibirnya. Ku lumat habis tanpa ampun. Aku sudah tidak tahu
apa yang harus aku katakan, ya ku rasa ini perlakuan yang membedakan Shania
dengan Ochi.
Aku merubah posisiku menjadi
berada di atas Shania. Entah apa yang ada dipikiran anak berumur 16 tahun
seperti kami. Tapi yasudahlah. Sudah terlanjur. Mau berhenti juga sayang. Puas
dengan bibir lembut dan manis Shania, perlahan aku menurunkan ciumanku menuju
leher jenjangnya yang putih dan indah. Ku cium kasar yang membuatnya lagi-lagi
mendesah. Semakin Shania mengeluarkan suara, semakin aku ingin melakukan lebih.
Tok Tok Tok
Sebelumnya mungkin Shania
berhasil mendorongku, tapi kali ini tidak. Aku masih meneruskan aksiku pada
bagian lehernya.
“Bebh... I..tuuhh..” aku
tahu Shania pasti sedang kesulitan untuk berbicara karena ada dua suara yang
ingin ia keluarkan.
“Beby~ Ada kalkulator gaaakk? Gue pinjem dooonngg! Punya gue rusak
niiihh!”
“Bebh... S..tophh.. Dulu..”
“Pintunya udah aku kunci
kok. Biar gak ketahuan, kamu jangan keluarin suara yang aneh-aneh.” Bisikku
lalu menggiggit pelan telinga Shania
“Beby~ Eh? Kok dikunci? Yah pasti orangnya pergi. Mamaaa~! Punya
kalkulator gaaakk?” perlahan suara kak Kinal mulai menghilang. Aku kembali melumat bibirnya dan lidah kami pun saling beradu.
"Mmhh.." begitulah desah Shania yang agak tertahankan tapi tetap saja mampu membuatku..ah sudahlah.
Aku menghentikan aksiku dan melihat ekspresi Shania yang sedang menggigit bibir bawahnya sambil menutup kedua matanya. Aku hanya tersenyum sambil menggeleng.
"Mmhh.." begitulah desah Shania yang agak tertahankan tapi tetap saja mampu membuatku..ah sudahlah.
Aku menghentikan aksiku dan melihat ekspresi Shania yang sedang menggigit bibir bawahnya sambil menutup kedua matanya. Aku hanya tersenyum sambil menggeleng.
“Shan. Udah selesai.”
“Hah…” hela nafasnya lega.
Posisiku masih berada di atasnya sambil keda tanganku berada di sisi tubuhnya guna
menopang tubuhku sendiri.
“Kamu kayak diapain aja deh
sampe kayak gitu banget haha.” Godaku
“Ih kamu gak tahu susahnya
sih!” jawabnya dan memukul lenganku pelan
“Susah ngapain?” aku
menaikan satu alisku dengan pertanyaan yang sudah pasti tidak akan dia jawab.
“Tau ah!” hah.. Ekspresi
manyun ini. Sangat ku rindukan.
“Hahaha lain kali kalau ke
rumahku jangan pake seragam ya. Susah tau.”
“Susah ngapain?” ia
benar-benar mengulang ucapan serta ekspresiku sebelumnya.
“Tau ah!” aku ikut-ikutan
manyun.
“Hahaha. Eh?! Udah jam
berapa nih?! Duh aku belum siap-siap berangkat! Awas-awas!” aku langsung
menyingkir dan kembali merebahkan tubuhku. Ku lihat ia mulai mengeluarkan
barang-barang dari dalam tasnya.
“Aku numpang ganti baju ya,
Beb.”
“Tumben pake izin segala?
Emang ganti bajunya mau di depan aku? Hahaha.”
“Ish!” dengus kesal Shania
lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sambil menunggu Shania selesai dengan
urusannya, aku memainkan handphoneku. Lima menit. Sepuluh menit. Setelah
setengah jam akhirnya ia keluar juga.
“Tumben lama banget?”
“Sirik aja sih kamu.”
“Yeee ditanya baik-baik
juga.”
“Eh. Aku mending make up
atau gak usah?”
“Gitu juga udah cantik kok.”
“Ok deh. Yaudah yuk temenin
aku cari taksi.”
Aku mengantarnya ke bawah
dan memberhentikan taksi untuknya. Kali ini ciuman di kening adalah salam
perpisahan di antara kami. Sudah tak ada tamu di rumahku, itu tandanya aku bisa
mandi, makan malam dan belajar~ \o/
Satu jam. Dua jam. Tiga jam.
Saat aku sudah siap untuk menuju dunia mimpi, tiba-tiba saja handphoneku
bordering.
“Halo?”
“Halo~ Aku baru selesai kumpul-kumpul dong~” siapalagi kalau bukan
kesayanganku.
“Cie.. Gimana? Seru gak?”
“Seru banget! Tapi kayaknya abis ini berat badanku tambah deh..” ku
dengar nada kecewa darinya.
“Aku juga kayaknya tambah
deh.”
“Tambah berat badan?”
“Bukan. Aku juga kayaknya
tambah. Tambah sayang sama kamu hehehe..”
“Ish apaan sih kamu! Hahaha.”
“Kamu lagi dimana sekarang?”
“Di mobil nih. Baru aja supirku dateng.”
“Oh gitu. Yaudah ini udah
malem, kamu tidur dulu aja di mobil.”
“Iya sayang. Yaudah ya, good night. Muah~”
“Good night too.”
“Udah?”
“Udah?”
“Ya udah lah hahaha.”
“Ish! Nyebelin!” dengan cepat panggilan telepon pun terputus. Aku
hanya bisa menggeleng pelan sambil tersenyum. Yaudahlah. Udah malem juga. Good
night! Hahaha.
TBC
Terimakasih
sudah membaca ^^
Ditunggu
komentarnya ya ^^
Susah apanya tuh :v
ReplyDeleteWah apanya yaaahh :v Mungkin ada penjelasannya di next chapter :p Makasih udah baca dan komentar~! :D
DeleteIni nangung! Haha. Lanjut lagi dong 😆
ReplyDeleteNanggung apanya nih? Cerita di chapternya? Bonusnya? Atau something specialnya? :p Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D
DeleteYe nanggung aja kalo di bersambungin (?) Hahaha. Eh iya setuju tuh kalo 1 part nya bebas dari masalah. Semangat!
DeleteHpnya sayang dibanting... Lanjut dehh.. Makin seru, top dah authornya. Hahahahahaha
ReplyDeleteKehadiran Beby buat Shania lebih penting ketimbang HPnya kok :p Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D
DeleteMantabz!!!
ReplyDeleteMakasih udah baca dan komentar~! :D
DeleteWhoaaa makin kerenn >//<
ReplyDeleteWah kakaknya ada di semua komentar FF If Beby is not a member nih :D Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D
DeleteHehehe kan aku penggemar setia~ #Plakk >M<
Deletesalam kenal ka :) akhirnya selesai baca semua ff di sini hahaha bagus semua walaupun sedikit greget juga =D keep writing yaa :3 di tunggu ff lanjutan bebnju sama ve kinal :D
ReplyDeleteWah iya salam kenal juga. Tapi saya Admin Magang. Admin aslinya lagi dinas/? Siap! Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D
DeleteKeren, next next :)
ReplyDeleteOya di setiap part nya kan ada masalah, bisa ga ka 1 part aja deh bebas dari masalah, jadi isinya romantis"nya si beb nju haha asik kali ya :D lanjut ya
Hhm.. Mungkin bisa jadi masukan untuk next chapnya. Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D
DeleteSipp, ditunggu ya next nya haha :D
DeletePerfecttt~ :3 lanjutannya ditunggu ya kakkkk :D
ReplyDeleteMakin keren aja nih FF :D Ditunggu kelanjutanya..
ReplyDeleteHallo author-san!! Saya udah baca semua ffnya dan semuanya kereeennn
ReplyDeletePlease update the next chap
Mau AndElaine dong ehe
Setuju sama Defi Rahmat. Saya jg udh baca semua ff di blok ini bahkan sempet baca ulang hahaha. Ayoo thor update lagiii hehe
ReplyDeletenext next next and next lagiiii
ReplyDeleteankoruuuuu ankoruuuu ankoruuuu bu author >.<
ReplyDeletebtw yg gremids kapan nih? tau2 dah jadian aja di chap sebelumnya (?)
bung ayo lanjutkan fan fictionnya saya sudah menunggu lama
ReplyDeleteKapan lanjutannya ,, greget deh.. sama bonus nya hahaha
ReplyDeletemin lama banget sih up datenya... buruan napa
ReplyDeletelanjutt dongggg seru banget nihh ff banyakin bonus venal nya ya
ReplyDeleteBuat yang nunggu ini. Mohon maaf ya kalau udah lama banget. Authornya.. sang admin magang sedang coba nyelesein kok :) ditunggu dan doain aja biar cepet kelar :)
ReplyDeleteankoruuuu ankoruuuu ankoruuu *asah golok*
ReplyDeletealias
selamat bertugas ibu author kami disini setia menugguh ^D^
*baca2 ulang dari chap 1*