Tuesday, January 13, 2015

If Beby is not a member.. (BebNju) - Part 6

Nih buat yang udah nunggu~
Happy reading~



Beby POV~

Sepulang sekolah ini aku memutuskan untuk bertemu dengan Elaine. Aku juga sudah menyampaikan maksud dan tujuanku untuk menemuinya hari ini, yaitu mencari tahu alamat Shania melalui Andela. Andela itu saudara Shania, aku yakin ia pasti tahu. Dan Elaine sepertinya cukup dekat dengan Andela, jadi aku meminta bantuan mereka dengan sangat. Tapi sayangnya hari ini Andela memiliki jadwal theater, jadi ia tidak bisa menemani Elaine untuk bertemu denganku di cafetaria.

"Halo, Len. Maaf ya telat lagi hehe." ucapku sambil menarik kursi yang berhadapan dengan Elaine.
"Iya gapapa. Aku juga baru sampe kok." kali ini Elaine tidak berbohong. Karena ia masih memandang buku menu. Belum ada satu pun gelas kosong di atas meja.
"Jadi alamatnya udah dikasih, Len?"
"Udah kok. Nih.." Elaine memberikanku sebuah kertas bertuliskan alamat lengkap Shania.
"Jauh juga ya dari sini. Kamu mau ke rumahnya kapan?" tanya Elaine sambil kembali melihat daftar menu.
"Mungkin abis dari sini. Aku juga kan belum kasih kabar ke Shanianya."

Elaine hanya mengangguk tanda tahu. Tak lama aku juga ikut memesan sebuah minuman. Keadaan menjadi hening. Hanya ada suara music di cafe yang terdengar cukup keras. Kami sama-sama sibuk dengan handphone masing-masing.

"Jadi gimana, Beb?" ucap Elaine memecah keheningan.
"Gimana apanya?"
"Ya gimana kamu sama Shania? Udah jadian kan?"
"Iya udah kok. Eh. Makasih ya, Len. Berkat kamu-"
"Gak perlu makasih. Cukup teraktir aku minuman ini aja cukup kok haha."
"Siap!"
"Terus kapan Shanianya mau dikenalin ke aku sebagai pacar?" Elaine kembali bertanya sambil memberikan ekspresi yang meledek.
"Apaan sih kamu. Dia kan oshimen kamu, masa harus aku kenalin lagi. Lagian, aku bingung mau kenalinnya gimana. Denger nama kamu aja dia bisa ngomel-ngomel. Apalagi kalau dikenalin."
"Lho? Jadi dia masih sensi sama aku? Wah.. Dia gak tahu aja kalau aku ini calon saudara iparnya- Eh! Aduh! Keceplosan!"
"Ooohh.. Jadi ada yang udah jadian tapi gak cerita.. Cukup tau aja aku sih sama kamu, Len.."
"Ih enggak enggak! Bukan gitu! Aduuuhh. Lagian juga jadiannya baru tadi malem kok! Sumpah!" jawab Elaine sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya.
"Hahaha cie Elaine cieee.. Congrats ya! Langgeng deh langgeng hahaha."
"Iya makasih, Beb. Kamu juga yang langgeng ya. Kapan-kapan kita harus double date hehe."
"Atur aja. Eh aku kayaknya harus pergi duluan deh. Soalnya takut sampe rumah Shanianya kemaleman. Gapapa ya?"
"Iya gapapa kok. Lagian juga aku udah mau pergi ke toko buku hehe."

Setelah membayar tagihan yang tak terlalu mahal, aku langsung menghentikan sebuah taksi untuk menuju ke rumah Shania. Karena keadaan lalu lintas cukup padat, waktu yang dihabiskan di perjalanan pun mencapai 2 jam lamanya. Aku sampai ketiduran beberapa saat. Saat taksi dengan rute Jakarta - Bumi - Bekasi benar-benar berhenti di depan rumah Shania, aku perlahan turun dan menghubungi Shania ke nomor Mamanya. Tapi tak lupa aku menyuruh supir taksi ini untuk menungguku sebentar.

"Halo?"
"Halo. Kenapa, Beb?" beruntunglah yang mengangkat teleponnya adalah Shania.
"Aku udah di depan rumah kamu nih."
"Langsung masuk aja. Ngapain telepon segala?"
"Ya gak enak lah. Sini kamunya keluar dulu."
"Langsung masuk aja, Beb. Gak ada anjingnya kok."
"Aku gak enak, Shan. Buruan sini kamu keluar. Panas tau."
"Iya iya sebentar."

Beberapa kali aku melihat jam di tangan kiriku. Sudah hampir lima menit tapi Shania belum juga keluar. Aku curiga kalau di dalam rumahnya ini gak ada gaya gravitasi, jadi agak susah kalau mau kemana-mana.

"Hai. Maaf ya lama. Tadi aku abisin makanku dulu."
"Iya gapapa. Nih handphonenya." ucapku tanpa basa-basi karena tujuanku memang lah hanya mengantarkan handphone milik Shania.
"Masuk dulu lah. Masa di depan pager kayak gini? Kamu kan pacar bukan kurir."
"Udah sore banget Shan. Besok kan masih sekolah."
"Lagian kenapa gak dianterinnya weekend aja sih?"
"Lebih cepat kan lebih baik, Shan. Yaudah ya aku langsung balik. Kasian supir taksinya nunggu lama."
"Masuk dulu ih. Paling gak ketemu sama Mamaku dulu, Beb. Janji deh abis itu kamu boleh langsung pulang." ucap Shania dengan tatapan memohonnya yang membuatku sedikit menimbang-nimbang sampai akhirnya aku kalah juga.
"Iyaudah. Aku suruh supirnya pergi aja. Aku yakin pasti kalau udah masuk bakal lama keluarnya."
"Nah itu lebih baik hehe. Yaudah buruan."

Setelah membayar ongkos taksi antar planet ini akhirnya aku mengikuti Shania untuk masuk ke dalam rumahnya. Hhm.. Lebih tepatnya ke kamarnya.

"Kok langsung ke kamar? Katanya ketemu Mama kamu dulu?"
"Mamaku lagi pergi. Jadinya gak ada siapa-siapa deh di rumah.." jawab Shania enteng sambil membanting tubuhnya ke atas ranjang dan memainkan handphonenya.
"Lho tadi katanya?! Aih.. Shaniaaaa!" ucapku kesal. Bahkan sangat kesal.
"Lagian kenapa sih emangnya kalau main ke rumahku? Takut banget diapa-apain." jawab Shania yang masih enteng tanpa mengalihkan pandangannya dari handphone.
"Bukannya gitu Shania! Tapi kan ini udah jam 5 sore! Besok paginya juga aku masih harus sekolah! Kamu tuh kenapa sih gak pernah mikir dewasa dikit?!" emosiku meledak-ledak tak tertahan lagi. Ada perasaan menyesal telah membentak Shania karena ku lihat perubahan ekspresi kagetnya ke arahku. Ya bagaimana lagi, maksudku baik untuk sopan santun terhadap keluarganya, tapi ternyata ia hanya membohongiku. Padahal besok pagi aku memiliki beberapa ulangan harian dan tugas yang menumpuk.

"Kamu ngebentak aku?" tanyanya yang masih tak percaya. Aku mulai mengambil nafas dalam-dalam untuk lebih berbicara dengan hati-hati. Karena aku sangat paham kalau Shania ini memiliki sikap yang keras kepala dan juga sensitif.
"Maaf, Shan. Aku gak sengaja. Tapi harusnya kamu-"
"Kalau emang kamu gak mau main ke rumahku ya gak usah dateng sekalian! Aku juga gak butuh handphonenya!"

BRAAANGGG!!!

Dengan mudahnya Shania melemparkan handphonenya ke arah tembok di belakangku. Bentuknya pun kini sudah sangat tidak beraturan. Shania langsung membalikan badannya menghadap ke arah dinding dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Aku mendengar dengan jelas suara isak tangis darinya. Aku hanya bisa menghela nafasku berat. Lagi lagi aku membuatnya menangis. Hah.. Aku memang harus lebih banyak belajar lagi untuk bisa mengerti Shania. Atau mungkin kita memang belum terlalu mengerti satu sama lain.

Aku memberanikan diri untuk duduk di tepi ranjang dan mencoba untuk mengusap puncak kepalanya yang masih sedikit terlihat.
"Shan. Maaf ya. Aku gak maksud ngebentak kamu kok. Beneran deh."
"Udah kamu pulang aja!" ucap Shania dari dalam selimut dengan nada serak karena tangisnya.
"Kalau aku pulang nanti siapa yang temenin kamu di sini?" aku masih mengelus kepalanya lembut.
"Aku gak butuh kamu!"
"Tapi aku yang butuh kamu."
"Bohong!" setelah berpikir beberapa saat, sepertinya memang tidak ada cara lain. Aku memutuskan untuk ikut masuk ke dalam selimutnya. Perlahan aku memeluknya dari belakang. Tidak ada penolakan sedikit pun dari Shania.

"Shania. Maafin aku ya. Tadi aku kebawa emosi. Tapi bukan maksud aku buat bentak kamu. Lagian mana pernah sih aku niat untuk bentak mahadewi kayak kamu? Nanti kalau diomelin sama Tuhan kan bahaya." tak ada jawaban dari Shania. Tapi tangisnya mulai mereda.
"Shan. Udah dong nangisnya. Kamu gak sesak ada di bawah selimut kayak gini? Susah nafas tau." akhirnya Shania merespon kata-kataku. Ia menurunkan selimutnya menjadi sepinggang lalu menghadap ke arahku dengan keadaan yang masih sedikit terisak.
"Maaf ya, Sayang.." ucapku lembut sambil menghapus sisa-sisa air mata di wajahnya. Tak lupa ku rapihkan rambutnya.
"Kamu jangan galak-galak lagi sama aku.." pinta Shania lembut.
"Iya. Aku gak galak-galak lagi kok. Yang tadi itu yang terakhir." aku beralih mengusap pipinya dengan ibu jariku.
"Janji?"
"Iya aku janji." Shania langsung memelukku erat. Aku pun membalasnya sambil mengusap punggungnya untuk lebih membuatnya tenang.
"Sekali lagi maafin aku ya, Shan." anggukan darinya di bahuku dapat ku rasakan.

Tak lama Shania melepaskan pelukan kami. Aku menatapnya dalam-dalam lalu menciumnya mulai dari kening, kedua matanya yang sudah ku buat menangis, dan berakhir di bibirnya yang sangat lembut. Perlahan aku mulai memperdalam ciuman. Mulai dari ciuman lembut menjadi lebih agresif dan penuh nafsu. Entah darimana datangnya keberanianku, tiba-tiba aku mulai berpindah ke leher jenjangnya nan indahnya, aku mulai menciuminya dan menyesapnya kasar. Dapat ku dengar desahan menggoda Shania yang membuatku ingin melakkukan lebih. Aku mulai memasukan tanganku ke dalam kaus bagian belakangnya, saat sudah sedikit lagi mencapai hal yang ku tuju, tiba-tiba saja...

Tok Tok Tok

"
Duh!" dengan sangat tiba-tiba Shania langsung mendorongku cukup keras yang membuat pundakku kesakitan.
"Shania? Kamu ada di kamar? Handphone Mama masih sama kamu?" teriak seseorang dari depan kamar Shania. Ya sudah pasti itu adalah Mamanya.
"Iya, Ma~! Handphonenya masih sama Shania~!" Shania langsung beranjak dari ranjangnya dengan senyum licik yang dapat ku mengerti apa maksudnya. Aku pun ikut beranjak dari ranjang sambil memegang pundakku. Ini nih yang gak bisa diajak kompromi. Giliran aku lagi gugup gugupnya, cuma gitu doang. Giliran lagi tumben-tumbennya berani, ada aja yang lewat. Eh! Tunggu-tunggu-tunggu. Sejak kapan otakku jadi pervert gini?! Waaahh gak beres. Harusnya aku bersyukur ada yang gangguin. Haduuhh sadar Beby sadaaarr! Nyebut.. But.. But.. But..

Ceklek~!

Shania pun membuka pintu yang sebelumnya terkunci itu. Di depan pintu ada seorang tante badai dengan beberapa kantung belanjaan di tangannya.
"Lho ada Beby?" aku hanya tersenyum sambil sedikit membungkuk ke arahnya. Mau salim pun susah. Kedua tangannya sudah untuk membawa kantung pelastik.
"Nih Ma handphonenya. Makasih ya."
"Iya sama-sama. Eh, mata kamu kenapa? Suara kamu juga serak gitu? Abis nangis?"
"Tadi cuma kepleset aja Ma."
"Oh gitu. Lain kali hati-hati. Eh iya, Mama beli kue tuh. Ajak Beby ke dapur gih."
"Iya, Ma."
"Yaudah ya Beby, tante tinggal dulu."
"Iya tante.."

Setelah itu Shania kembali menutup pintu kamarnya dan duduk manis di depan kaca riasnya.

"Untung gak merah." ucapnya santai sambil mengecek bagian lehernya
"Aku main rapih kali." jawabku setengah bangga sambil kembali duduk di tepi ranjangnya
"Hahaha iya iya. Eh, maaf ya tadi aku dorong. Pasti sakit ya?"
"Lumayan. Tapi gapapa kok. By the way, aku laper nih." ucapku sambil mengalihkan pembicaraan
"Yaudah yuk ke dapur."

Akhirnya aku dan Shania berjalan menuju dapur. Sesampainya di sana, Shania langsung membuka kulkasnya dan mempersiapkan beberapa cemilan untuk kami. Aku hanya menyimaknya saja, karena seperti biasa, si keras kepala ini tidak mengizinkanku untuk membantunya. Jadi daripada berantem lagi, lebih baik di #IyainAja aja.

"Taraaa~! Udah jadi nih. Yuk pindah ke meja makan. Tolong bawain minumnya ya, Beb." lagi dan lagi, #IyainAja.
"Selamat makaaann~!" ucapnya sangat semangat. Akhirnya kami pun menyantap cemilan ini dengan keheningan.
"Huaaahh kenyang~!" lanjutnya lagi saat makanan dan minumannya sudah habis. Sedangkan aku masih menikmati sisa minumanku.
"Lain waktu kita lanjutin yang di kamar tadi ya, Beb.." ucap Shania di telinga kiriku tepat saat aku meminum tegukan terakhir. Suara Shania kembali serak. Gak. Ini seraknya beda. Ini serak-serak-seduktif(?) beberapa kali aku mengerjapkan mataku sambil mengelola omongannya. Kini aku sadar kalau godaan terberat memang harta, tahta, dan Shania. Tuhan. Tolong kuatkan iman hambamu. Aamiin(?)

Ddddrrrttt Ddddrrrrttt Dddddrrrttt

"Halo?"
"HALOOOO! ETDAH BANG! KEMANE AJE? SUSEH BENER DI TELEPONINNYA!" astaga Nabilah -_- Shania yang mendengar suara yang menggelegar tanpa di loudspeaker itu langsung mendekatkan telinganya ke handphoneku.
"Maaf tadi lagi gak pegang handphone. Kenapa?"
"Ahelah gaya bener dah ah kang judi ager. Nih, gue mau nitip pesen buat Shania. Bilangin-" aku memutar alih handphoneku menjadi pada Shania.
"..Bilangin besok ada makan-makan di fx tercinte jam 7 malem. Jiro-san mau ngomong sesuatu katanye. Kumpulnya di thetaer. Gak boleh telat."
"Emang kapan gue pernah telat?" tanya Shania sedikit meledek
"Lah ada elu? Ya pokoknya mah jangan telat."
"Iya tenang aja."
"Yaudah gitu aja. Oh satu lagi! Jangan minta anterin pacar. Tolong toleransi dikit ama yang jomblo ye.."
"Iya bawel. Udah kan gitu doang? Yaudah ya dadah~" Shania langsung mengakhiri panggilan dan menatapku sinis. Aku sudah tahu apa yang ada di pikiran Shania.

"Waktu itu aku sempet cari tahu alamat kamu lewat Nabilah. Aku bilang sama dia kalau handphone kamu ada di aku. Jadi selama Shania gak bisa dihubungin, hubunginnya ke aku dulu aja. Udah gitu doang."
"Yakin?" Shania menaikan salah satu alisnya.
"Yakin banget. Cek aja log panggilan atau SMS atau apapun lah."
"Ok ok aku percaya. Eh. Udah jam segini. Kamu mau balik kapan?"
"Se-dibolehin-nya pulang aja sih."
"Sekarang udah boleh kok."
"Bener nih?"
"Iya beneran. Tapi maaf kalau gak bisa contact-an dulu. Yaaa tau lah ya tadi apa yang hancur berkeping-keping hahaha."

"Eh iya aku juga mau minta maaf soal itu. Atau kamu mau pake handphone aku dulu aja?"
"Gak usah. Kamu pake aja. Nanti kalau ada latihan dance atau apa kan kamu repot."
"Yakin nih? Aku gak nawarin dua kali lho?"
"Iya yakin. Yakin banget malah. Jadi...mau balik sekarang?"
"Ya kalau boleh sih."
"Yaudah yuk. Dianterin sama supirku aja ya. Tapi maaf akunya gak bisa ikut anterin, soalnya gak enak tinggal Mama sendirian di rumah." aku hanya mengangguk sambil melemparkan senyum ke arahnya.

Shania mengantarkanku sampai mobilnya. Seperti biasanya, ucapan "aku sayang kamu" dan "hati-hati di jalan" menjadi penutup pertemuan kami hari ini. Akhirnya setelah menempuh perjalan yang sama seperti sebelumnya, aku bisa sampai di rumah dengan selamat. Ada yang aneh dengan malam ini. Aku melihat ada satu mobil tak asing di halaman rumahku. Sebentar aku melihat ke arah jam tanganku.

"Tumben banget kak Ve masih main di sini? Padahal udah jam 8 malam." ucapku dalam hati. Ya mungkin memang terdengarnya masih wajar untuk bertamu di jam 8 malam. Tapi biasanya, sebelum jam 7 pun kak Ve sudah pulang karena tidak ingin mengganggu jam belajar dan istirahat kak Kinal.

"Assalamu'alaikum.." salamku yang tak dijawab oleh kak Kinal dan kak Ve. Mereka sedang asik..hhm bukan asik. Mereka sedang sangat berisik menonton film horror di tv. Kebetulan arah sofa dan pintu masuk tidak berhadapan, jadi wajar saja kalau sedang seru dengan tv, suka tidak sadar akan adanya tamu. Ya, asal tamunya bukan maling aja sih. Dengan santai aku melangkah kan kakiku menuju dapur. Rasanya cukup haus setelah berada beberapa jam di perjalanan tadi. Aku mengambil sekotak susu cair di kulkas dan meminumnya santai di meja makan.

"Nal kamu tuh kalau nonton film, matanya jangan di tutup dong. Payah nih." ucap kak Ve yang berusaha menarik bantal kecil dari wajah kak Kinal.
"Itu setannya bikin takut!" teriak kak Kinal dengan lebaynya.
"Apanya yang bikin takut sih, Nal? Orangnya filmnya udah abis." perlahan kak Kinal menurunkan posisi bantalnya.
"Tuh liat. Udah abis kan? Udah aku ganti jadi film action malah. Badan doang sih gede, tapi nyalinya kecil. Hih! Malu Nal sama kucing. Meong~ Meong~ Meong~" ucap kak Ve dengan nada meledeknya dan diakhiri dengan peragaan ala kucing yang super imutnya. Perlahan kak Kinal menghela nafas lega. Tapi tetep aja pasti kak Kinal bakal ngeles.
"Siapa yang takut sih? Aku tuh cuma ngetest kekuatan suara aku aja kalau teriak-teriak mampunya semana." tuh kan. Susah emang gayung martabak. Masih aja gak mau ngaku.

"Oh gitu.. Yakin nih gak takut setan?"
"Yakin lah. Aku tuh gak takut sama setan. Aku takutnya kalau kehilangan kamu hehehe.."
"Apaan sih kamu.." jawab kak Ve dengan tersipu malunya. Perlahan kak Kinal menaruh salah satu telapak tangannya di pipi tembam kak Ve. Keduanya saling melempar senyum.. Semakin dekat jarak di antara mereka.. Dan.. Sedikit lagi.. Yaaaaa... Daaaannn.... tiba-tiba aja kak Ve buang muka -_-
"Lho, Ve? Kamu kenapa?" tanya kak Kinal heran. Sama sih, aku juga heran. Aku yakin banget ini gak mungkin usaha pertama kak Kinal buat cium kak Ve. Tapi kok kak Ve gak mau dicium ya?

"Itu Nal.."
"Itu apa?" kak Ve membisikan sesuatu pada kak Kinal yang membuat kak Kinal dengan cepatnya menengok ke arahku. Aku hanya bisa memberikan tatapan bingung. Apa yang salah?
"Beby udah pulang? Kok gak salam?"
"Udah kok. Kak Kinal tadi lagi asik teriak-teriakan, jadinya gak denger deh."
"Terus ngapain masih disitu?"
"Ngapain?" pertanyaan kak Kinal membuatku berpikir sejenak
"Ooohh.. Yang tadi itu mau dilanjutin? Ok ok. Aku ke kamar aja kalau gitu. Tapi saranku sih jangan disitu kak. Nanti ada Papa sama Mama keganggu lagi lho hahaha.." tawaku sambil meledek dan berlari ke kamar. Dapat ku dengar sedikit nada ngambek kak Ve karena tak tahu sikonnya kak Kinal.

Tak sanggup menahan kantuk, aku memasang alarm untuk belajar pada jam 3 pagi. Jadi lebih baik sekarang aku segera tidur. Hhm.. Kira-kira minggu ini ada hal aneh apalagi ya antara aku dan Shania? Hahaha. Ah sudahlah. Tak usah dipikirkan juga nanti ada saja hal konyol yg kami lakukan. Dan... good night! ^^

*bonus VeNal moment*
“Bebynya udah pergi tuh.”
“Ada Papa sama Mama kamu, Nal. Gak enak diliatnya nanti.”
“Ve~” pinta Kinal manja
“Kamu gak usah sok manja gitu, Nal. Gak cocok.”
“Veranda sayang~” Kinal masih kekeuh meminta hal yang bisa dibilang jatah.
“Apaan sih kamu. Udah ah aku mau pulang-“ saat Veranda beranjak dari sofa, tiba-tiba saja Kinal menarik pergelangan tangan Veranda yang membuat posisi kedua menjadi saling berhadapan dalam posisi Veranda meniban Kinal.
“Nal ih kamu apaan sih. Lepasin. Malu tau!”
“Semakin gak dimulai-mulai semakin kamu gak pulang-pulang, semakin aku gak belajar-belajar dan akhirnya besok kita berdua telat.”

“Ish!” seperti setengah ikhlas, Veranda mendaratkan ciuman yang niatnya singkat ke bibir Kinal, tapi berhubung Kinal adalah pemanfaat kesempatan yang baik, sebelum Veranda melepaskan ciumannya, Kinal sudah lebih dulu menaruh kedua tangannya ke bagian belakang leher Veranda guna memperdalam ciuman mereka. Tentu saja awalnya Veranda memberontak, tapi lama-kelamaan Veranda jadi membalas ciuman Kinal. Mereka saling berusaha untuk mendominasi ciuman yang mulai agresif ini. Namun saat Kinal sudah mulai memegang kendali ciuman, tiba-tiba saja Veranda menggigit bibir bawah Kinal.
“Aw! Sakit Ve!”
“Udah. Segitu aja. Kalau kelamaan kamu suka gak inget waktu.” ucap Veranda yang lalu memberikan ciuman singkat pada Kinal sebagai permintaan maafnya.
“Yuk anterin aku sampe mobil. Udah malem banget nih.” Lanjut Veranda yang lalu beranjak dari posisinya.

…sementara itu

Beby yang sebelumnya merasa meninggalkan kacamatanya di atas meja makan berniat untuk turun dan mengambilnya. Namun saat ia sampai di tangga, tiba-tiba saja ia melihat pemandangan yang sebelumnya ia harapkan. Dengan jahilnya Beby mengambil foto ciuman kakaknya tersebut. Tapi tak sanggup menahan tawa, akhirnya Beby kembali ke kamarnya dan tertawa terbahak-bahak. Setelah merasa sudah bisa mengatur tawanya, Beby mengirim foto tersebut ke LINE kakaknya dengan caption “Kompor pun kalah panasnya sama kalian~ Wuwuwuuu~ :3
*bonusnya abis yak :v*

Beby POV~

Pagi hari pun tiba. Aku turun dari kamarku dan langsung menuju ke meja makan. Sudah ada Papa Mama dan juga kak Kinal di sana. Beberapa saat aku bertatapan dengan kak Kinal. Entah kenapa aku jadi kembali ingin tertawa karena adegan tadi malam hahaha.
“Pagi Pa, Ma, kak Kinal~” sapaku sambil cengengesan
“Apalo!”
“Ih galak banget hahaha.”
“Pembalasan akan lebih kejam, Beb. Liatin aja nanti.”
“Pembalasan apa sih emangnya? Kayaknya serius banget?” sambung Mama sambil memerikan dua lembar roti siap santap padaku.
“Tau ah Kinal mau berangkat duluan. Udah ditungguin tuh sama Veranda. Assalamu’alaikum!” ucap kak Kinal ketus dan dengan muka ditekuk. Hahaha kalau liat kak Kinal ngambek kayak gini tuh lucu. Bibirnya makin kayak bebek.
“Kalian kenapa sih?” sambung Papa yang juga penasaran.
“Biasa Pa anak muda. Emosinya masih labil. Nanti juga masalahnya selesai sendiri kok hehe.”
“Oh yaudah. Kalau masalahnya makin serius, cerita aja ke Papa sama Mama ya?”
“Siap, Pa!”

Setelah selesai sarapan aku langsung berangkat ke sekolah dengan dihantar oleh Papaku tersayang. Aku mengikuti semua kegiatan di sekolah seperti biasanya. Sampai akhirnya aku sudah berada di perjalanan pulang.

Ddddrrrtt Ddddrrrrttt Ddddrrrrttt

Nomor siapa nih?” pikirku singkat dan langsung menjawab panggilan tersebut.
“Halo?”
“Halo, Beb. Kamu dimana?” jadi ceritanya ada yang udah beli handphone baru.
“Aku di…bagian belakang sepedaaa~ Woya woya joss!”
“Ih apaan sih. Serius kamu dimana?” lanjut Shania
“Aku udah di jalan pulang. Kenapa, Shan?”
“Aku di depan rumah kamu nih. Kamu masih lama gak?”
“Lho kok gak ngabarin dulu? Ini udah deket banget kok.”
“Yaudah aku tunggu ya. Jangan lama-lama. Panas nih.” Seketika panggilan telepon pun terputus. Tak sampai 5 menit dari berakhirnya panggilan dengan Shania, aku sudah sampai di depan rumahku. Dan ku lihat Shania berdiri seorang diri di depan rumahku. Dengan masih memakai seragam sekolah lengkap dan dibalut dengan jaket, kacamata minus dan juga topi bertuliskan “J” yang dibalik membuat Shania +162 lebih cantik di mataku. Kalau dilihat-lihat, Shania ini memang berkali-kali-kali lipat lebih berpenampilan dewasa daripada aku. Tapi kalau sifatnya…ya gak usah ditanya deh.

“Hai. Udah lama di sini?” tegurku yang baru saja turun dari taksi
“Enggak kok. Pas aku telepon kamu itu aku juga baru sampe sini.”
“Oh gitu. Tumben kamu pake topi? Wota banget topinya official merch haha.”
“Kan tadi udah aku bilang di sini panas.”
“Yaudah ayok masuk biar gak kepanasan lagi.” Aku mempersilahkannya masuk ke dalam rumahku sambil melepaskan topi dari kepalanya dan berpindah ke kepalaku.

“Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam. Wah ada Shania juga. Ayok masuk.” Juga? Emang ada siapa aja? Perasaan aku cuma berdua sama Shania? Apa jangan-jangan aku ketempelan(?)
“Duduk dulu Shan. Biar aku bikini minum du-”
“Gak usah. Kamu temenin temen-temen kamu aja. Biar Mama yang siapin makanan sama minumannya. Lain kali kalau undang temen tuh bilang-bilang dulu.” Temen-temen? Siapa sih? Mama punya indra ke-enam atau gimana? Atau Ma-

“BEBYYYYY!!” dengan cepat aku langsung mengarahkan pandanganku pada sumber suara yang baru saja keluar dari toilet
“Ochi?!”
“Aaaaakkkk! Lidi-lidian extra pedaskuuuhhh!” tanpa melihat kondisi sekitar, Ochi langsung memelukku dengan eratnya. Aku yang masih shock hanya bisa mengerjapkan mata beberapa kali.
“Ehem!!” tegur Shania secara terang-terangan namun berhasil membuat Ochi melepaskan pelukannya.
“Eh. Ada Shania hehe. Halo, Shan.”
“Halo.” Jawab Shania ketus.
“Yaudah yuk pada duduk biar tante yang siapin minuman sama makanan ringannya.”

Aku duduk diantara Shania dan Ochi.  Mereka berdua saling berusaha memperebutkan perhatianku dengan berbagai macam topik dan argument mulai dari yang gak penting sampai yang gak penting banget. Pokoknya bikin pusing.

“Tadi aku bawain kue kesukaan kamu. Aku bikin sendiri lho. Tapi sayangnya udah diabisin kak Kinal..” ucap Ochi
“Bagus deh kamu gak makan. Siapa tahu ada racunnya.” Ketus Shania
“Maaf ya aku kesini gak ngabarin kamu dulu, Beb.” Lanjut Ochi tanpa perduli ucapan Shania.
“Peluk-peluk pacar orang minta maaf juga kali.” Sahut Shania yang masih tak kalah ketusnya. Ochi mendengus kesal dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. Sedangkan Shania jadi semakin manja dengan mendarkan kepalanya ke pundakku dan menggenggam tanganku erat.

“Beb aku ngantuk..” ucap Shania manja. Entah ini ngantuk beneran atau enggak.
“Tidur tinggal tidur pake laporan segala.” Kali ini balik Ochi yang berkata ketus.
“Ke kamar kamu aja yuk, Beb..” pinta Shania yang masih dengan manjanya.
“Tamunya Beby ada dua kali. Gak sopan banget.”
“Nah kenapa lo gak pulang aja biar tamunya Beby tinggal satu?” Shania mulai gak tahan lagi. Aku yang berada di tengah-tengah mereka pun tak tahu harus apa.
“Gue kan dateng duluan. Kenapa gak lo aja yang pulang duluan?!”
“Duh! Udah-udah. Kalian gak usah ribut. Gini aja-“

Senangnya dalam hati~ Kalau beristri dua~ Oh seperti~ Dunia~ Ana yang punyaaa~” tiba-tiba ada kak Kinal yang baru saja turun dari tangga sambil menyanyikan lagu yang ku yakin untuk menyindirku.
“Chi. Makasih ya kuenya. Enak banget lho!” ucap kak Kinal memperkeruh suasana.
“Aku juga bisa bikin kue kok kak!” sahut Shania tak mau kalah.
“Eh. Ada Shania? Hahaha. Eh iya, Shan. Nanti kita jalan-jalan lagi ya. Kamu emang paling seru deh kalau diajak kemana-mana!” umpan lambung dari kak Kinal pun berhasil di tangkap dengan baik oleh…
“Aku juga bisa seru kok kalau diajak jalan-jalan!” siapa lagi kalau bukan Ochi. Kak Kinal hanya cengengesan gak jelas dengan penuh kemenangan.
“Beb. Masih panasaran kompor, apa kak Kinal nih? Hahaha.” tanya kak Kinal dengan menekankan di kata kompor. Salah banget deh cari gara-gara sama kak Kinal. Kapok.. Kapok..

Setelah satu jam lamanya perang antara Shania dan Ochi berlangsung, akhirnya Ochi lebih dahulu pulang karena sudah dijemput oleh supirnya. Akhirnya aku bisa merebahkan badanku ke ranjang sambil menghela nafas lega. Ku lihat Shania sedang melihat-lihat meja belajarku.

“Dia kok jadi caper gitu ya ke kamu?”
“Aku juga gak tahu.” Jawabku seadanya
“Emang kamu gak pernah komunikasi sama dia?” aku hanya menggeleng sebagai jawaban.
“Eh. Kamu bukannya ada janji bareng tim J di fx? Ini udah jam 5 lho. Emang gak takut telat?”
“Acaranya diundur jadi jam 8. Lagian dari sini ke fx kan tinggal sekali kedip juga sampe.” Jawab Shania yang ikut merebahkan tubuhnya di sampingku sambil memainkan handphone barunya.
“Cie handphone baru..” godaku sambil menyentuh asal layar handphonenya.
“Ih apaan sih kamu kayak gak pernah liat handphone aja.” Ucapnya cepat sambil menyingkirkan tanganku dari handphonenya.

“Abis ini juga aku punya pacar baru.” Lanjut Shania
“Eh?! Apaan?! Gak boleh! Enak aja kamu!”
“Kok kamu marah? Emang kamu siapa?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari handphonenya.
“Aku kan pacar kamu.”
“Lho emangnya kita masih pacaran?” aku terdiam sejenak.
“Maksud kamu apaan sih?”
“Ya aku sih ngerasanya pas ada Ochi tadi kamu gak ada sedikit pun mihak aku.” Jawab Shania agak malas.
“Aku gak mihak siapa-siapa kok, Shan.”
“Tapi seenggaknya aku udah resmi jadi pacar kamu. Paling gak ya harusnya aku dapet perlakuan lebih dibanding dia.” Lagi-lagi aku terdiam sambil menyaring kata-kata apa yang harus ku keluarkan. Salah satu kata saja bisa hancur dunia persilatan. Eeerr~
“Shan. Liat aku dong.”
“Ngapain?” ia masih saja fokus dengan handphonenya.
“Liat aku dulu sebentar..” pintaku manja. Saat Shania mengarahkan pandangannya ke arahku, dengan cepat aku langsung menyambar bibirnya. Ku lumat habis tanpa ampun. Aku sudah tidak tahu apa yang harus aku katakan, ya ku rasa ini perlakuan yang membedakan Shania dengan Ochi.

Aku merubah posisiku menjadi berada di atas Shania. Entah apa yang ada dipikiran anak berumur 16 tahun seperti kami. Tapi yasudahlah. Sudah terlanjur. Mau berhenti juga sayang. Puas dengan bibir lembut dan manis Shania, perlahan aku menurunkan ciumanku menuju leher jenjangnya yang putih dan indah. Ku cium kasar yang membuatnya lagi-lagi mendesah. Semakin Shania mengeluarkan suara, semakin aku ingin melakukan lebih.

Tok Tok Tok
Sebelumnya mungkin Shania berhasil mendorongku, tapi kali ini tidak. Aku masih meneruskan aksiku pada bagian lehernya.

“Bebh... I..tuuhh..” aku tahu Shania pasti sedang kesulitan untuk berbicara karena ada dua suara yang ingin ia keluarkan.
Beby~ Ada kalkulator gaaakk? Gue pinjem dooonngg! Punya gue rusak niiihh!
“Bebh... S..tophh.. Dulu..”
“Pintunya udah aku kunci kok. Biar gak ketahuan, kamu jangan keluarin suara yang aneh-aneh.” Bisikku lalu menggiggit pelan telinga Shania
Beby~ Eh? Kok dikunci? Yah pasti orangnya pergi. Mamaaa~! Punya kalkulator gaaakk?” perlahan suara kak Kinal mulai menghilang. Aku kembali melumat bibirnya dan lidah kami pun saling beradu.
"Mmhh.." begitulah desah Shania yang agak tertahankan tapi tetap saja mampu membuatku..ah sudahlah.

Aku menghentikan aksiku dan melihat ekspresi Shania yang sedang menggigit bibir bawahnya sambil menutup kedua matanya. Aku hanya tersenyum sambil menggeleng.
“Shan. Udah selesai.”
“Hah…” hela nafasnya lega. Posisiku masih berada di atasnya sambil keda tanganku berada di sisi tubuhnya guna menopang tubuhku sendiri.
“Kamu kayak diapain aja deh sampe kayak gitu banget haha.” Godaku
“Ih kamu gak tahu susahnya sih!” jawabnya dan memukul lenganku pelan
“Susah ngapain?” aku menaikan satu alisku dengan pertanyaan yang sudah pasti tidak akan dia jawab.
“Tau ah!” hah.. Ekspresi manyun ini. Sangat ku rindukan.

“Hahaha lain kali kalau ke rumahku jangan pake seragam ya. Susah tau.”
“Susah ngapain?” ia benar-benar mengulang ucapan serta ekspresiku sebelumnya.
“Tau ah!” aku ikut-ikutan manyun.
“Hahaha. Eh?! Udah jam berapa nih?! Duh aku belum siap-siap berangkat! Awas-awas!” aku langsung menyingkir dan kembali merebahkan tubuhku. Ku lihat ia mulai mengeluarkan barang-barang dari dalam tasnya.
“Aku numpang ganti baju ya, Beb.”
“Tumben pake izin segala? Emang ganti bajunya mau di depan aku? Hahaha.”
“Ish!” dengus kesal Shania lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sambil menunggu Shania selesai dengan urusannya, aku memainkan handphoneku. Lima menit. Sepuluh menit. Setelah setengah jam akhirnya ia keluar juga.
“Tumben lama banget?”
“Sirik aja sih kamu.”
“Yeee ditanya baik-baik juga.”
“Eh. Aku mending make up atau gak usah?”
“Gitu juga udah cantik kok.”
“Ok deh. Yaudah yuk temenin aku cari taksi.”

Aku mengantarnya ke bawah dan memberhentikan taksi untuknya. Kali ini ciuman di kening adalah salam perpisahan di antara kami. Sudah tak ada tamu di rumahku, itu tandanya aku bisa mandi, makan malam dan belajar~ \o/

Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Saat aku sudah siap untuk menuju dunia mimpi, tiba-tiba saja handphoneku bordering.

“Halo?”
Halo~ Aku baru selesai kumpul-kumpul dong~” siapalagi kalau bukan kesayanganku.
“Cie.. Gimana? Seru gak?”
Seru banget! Tapi kayaknya abis ini berat badanku tambah deh..” ku dengar nada kecewa darinya.
“Aku juga kayaknya tambah deh.”
Tambah berat badan?
“Bukan. Aku juga kayaknya tambah. Tambah sayang sama kamu hehehe..”
Ish apaan sih kamu! Hahaha.
“Kamu lagi dimana sekarang?”
Di mobil nih. Baru aja supirku dateng.
“Oh gitu. Yaudah ini udah malem, kamu tidur dulu aja di mobil.”
Iya sayang. Yaudah ya, good night. Muah~
“Good night too.”
Udah?
“Ya udah lah hahaha.”
Ish! Nyebelin!” dengan cepat panggilan telepon pun terputus. Aku hanya bisa menggeleng pelan sambil tersenyum. Yaudahlah. Udah malem juga. Good night! Hahaha.

 TBC

Terimakasih sudah membaca ^^

Ditunggu komentarnya ya ^^

29 comments:

  1. Replies
    1. Wah apanya yaaahh :v Mungkin ada penjelasannya di next chapter :p Makasih udah baca dan komentar~! :D

      Delete
  2. Ini nangung! Haha. Lanjut lagi dong 😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanggung apanya nih? Cerita di chapternya? Bonusnya? Atau something specialnya? :p Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D

      Delete
    2. Ye nanggung aja kalo di bersambungin (?) Hahaha. Eh iya setuju tuh kalo 1 part nya bebas dari masalah. Semangat!

      Delete
  3. Hpnya sayang dibanting... Lanjut dehh.. Makin seru, top dah authornya. Hahahahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kehadiran Beby buat Shania lebih penting ketimbang HPnya kok :p Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D

      Delete
  4. Replies
    1. Wah kakaknya ada di semua komentar FF If Beby is not a member nih :D Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D

      Delete
    2. Hehehe kan aku penggemar setia~ #Plakk >M<

      Delete
  5. salam kenal ka :) akhirnya selesai baca semua ff di sini hahaha bagus semua walaupun sedikit greget juga =D keep writing yaa :3 di tunggu ff lanjutan bebnju sama ve kinal :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah iya salam kenal juga. Tapi saya Admin Magang. Admin aslinya lagi dinas/? Siap! Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D

      Delete
  6. Keren, next next :)
    Oya di setiap part nya kan ada masalah, bisa ga ka 1 part aja deh bebas dari masalah, jadi isinya romantis"nya si beb nju haha asik kali ya :D lanjut ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hhm.. Mungkin bisa jadi masukan untuk next chapnya. Btw, makasih udah baca dan komentar~! :D

      Delete
    2. Sipp, ditunggu ya next nya haha :D

      Delete
  7. Perfecttt~ :3 lanjutannya ditunggu ya kakkkk :D

    ReplyDelete
  8. Makin keren aja nih FF :D Ditunggu kelanjutanya..

    ReplyDelete
  9. Hallo author-san!! Saya udah baca semua ffnya dan semuanya kereeennn
    Please update the next chap
    Mau AndElaine dong ehe

    ReplyDelete
  10. Setuju sama Defi Rahmat. Saya jg udh baca semua ff di blok ini bahkan sempet baca ulang hahaha. Ayoo thor update lagiii hehe

    ReplyDelete
  11. ankoruuuuu ankoruuuu ankoruuuu bu author >.<


    btw yg gremids kapan nih? tau2 dah jadian aja di chap sebelumnya (?)

    ReplyDelete
  12. bung ayo lanjutkan fan fictionnya saya sudah menunggu lama

    ReplyDelete
  13. Kapan lanjutannya ,, greget deh.. sama bonus nya hahaha

    ReplyDelete
  14. min lama banget sih up datenya... buruan napa

    ReplyDelete
  15. lanjutt dongggg seru banget nihh ff banyakin bonus venal nya ya

    ReplyDelete
  16. Buat yang nunggu ini. Mohon maaf ya kalau udah lama banget. Authornya.. sang admin magang sedang coba nyelesein kok :) ditunggu dan doain aja biar cepet kelar :)

    ReplyDelete
  17. ankoruuuu ankoruuuu ankoruuu *asah golok*

    alias

    selamat bertugas ibu author kami disini setia menugguh ^D^
    *baca2 ulang dari chap 1*

    ReplyDelete