“Sayang.. Ayo bangun..” aku mengusap
usap-usap pipinya pelan dengan ibu jariku. Perlahan ia mulai membuka matanya
dan tersenyum ke arahku. Tanpa aba-aba, ia memberikanku morning kiss secara
singkat.
“Morning Beby..” sapanya lembut.
eye-smile yang muncul karena senyumnya itu benar-benar menyejukkan.
“Morning Shanshine. Ayo bangun. Kan kita
mau pergi.” perlahan aku membenarkan posisi rambutnya.
“Kamu masih belum kasih tahu aku lho
kita mau pergi kemana.”
“Ke...tempat yang tiada siapapun~
Hissatsu teleporto~” jawabku sambil
memperagakan gerakan pada lirik itu
“Ish! Nyebelin!” pagi-pagi udah dicium,
udah di senyumin, sekarang di manyunin. Lengkap banget kayaknya. Eh. Belum
deng. Dia belum keluarin ekspresi kalau lagi ketemu kangen sama makanan favnya,
yaitu bakso.
“Hahaha yaudah ayo bangun. Kita udah
ditungguin di bawah.”
“Ditungguin siapa?”
“Makanya cepetan bangun terus mandi.
Biar cepet gak penasaran terus~~” aku mencubit pipinya pelan.
“Ih iya-iya. Kamu bawel nih.” akhirnya
ia beranjak dari ranjangku menuju kamar mandi. Aku menyiapkan baju untuknya dan
menaruh di atas kasur.
“Shan. Aku ke bawah duluan, ya. Bajunya
udah aku siapin di tempat biasa.” ucapku agak teriak di depan pintu kamar
mandi.
Saat aku sampai di ruang makan, aku
melihat kak Kinal sedang asik sarapan dengan kak Ve. Ya. Hari ini aku dan kak Kinal memiliki
rencana untuk...hhm..ya ceritanya double date ke suatu tempat. Tapi tenang,
kali ini kami tidak menggunakan mobil kak Ve lagi kok. Kali ini kami
menggunakan mobil Papa. Kata Papa, kak Kinal boleh mengendarai mobil sendiri
kalau ada kak Ve di sebelahnya, karena kalau ada kak Ve, Papa yakin kak Kinal
gak akan kebut-kebutan dan pasti patuh aturan. Pokoknya hidup kakak badai! \o/
“Shanianya mana Beb?”
“Gak ada basa-basinya banget kalau
nanya. Masih di atas tuh lagi mandi.” jawabku agak sewot sambil menuangkan air
putih untuk ku minum
“Kok mandinya gak di temenin?”
Uhuk!
Uhuk!
“Kinal!” kak Ve langsung memberikan tatapan
tajamnya ke arah kak Kinal. Apa maksudnya dari kok gak ditemenin nih?!
“Kamu jangan salah paham dulu sayang.
Maksud aku tuh, kok gak ditemenin sampai selesai mandi? Kan biar turunnya
bareng-bareng. Gak sendiri-sendiri gini. Gimana pun juga kan Shania itu tamu di
rumah aku.” jawab kak Kinal santai
“Alah bisaan aja jawabnya. Paling
ngeles.” cibirku sambil mengelap sebagian kecil bajuku yang basah dengan tissue
karena tersedak tadi.
“Yeee beneran. Emang kamu mikirnya
gimana?” kok mukanya ngeledek ya? -_-
“Pagi kak Kinal. Wah ada kak Ve juga
nih? Pagi kak Ve.” akhirnya si kesayangan keluar dari tempat persembunyiannya
juga.
“Pagi..” jawab kak VeNal bersamaan.
Sebelumnya, Shania memang sudah beberapa kali bertemu dengan couple VeNal ini.
Tapi ini pertama kalinya kami akan pergi bersama.
“Ayo Shania sarapan dulu. Anggap aja
rumah sendiri.” lanjut kak Kinal
“Iya makasih kak Kinal.” aku menarikkan
satu buah kursi untuk Shania dan aku duduk di sebelahnya. Sebagai tuan rumah
sekaligus pacar yang mudah-mudahan baik, aku mengambilkan 2 lembar roti tawar
untuk Shania.
“Kamu mau pakai selai yang mana?”
“Samain aja kayak kamu.” aku mengangguk
tanda tahu sambil mengolesi roti tawar dengan selai cokelat. Setelah selesai,
aku menaruh milik kami di piring masing-masing. Tak lupa aku menuangkan susu
cair vanilla ke gelas milik Shania dan juga milikku.
“Makasih..” cie di senyum mautin lagi~
^^
Tak banyak pembicaraan kami saat di meja
makan. Jadi kami bisa menyelesaikannya dengan cepat. Belakangan ini Papa dan
Mama jarang ada di rumah karena Nenek masih saja sakit, jadi kami tidak perlu
berpamitan kepada siapapun. Tapi sebelumnya kami sudah izin kok. Tenang saja.
Saat di dalam mobil, aku merasa ini
adalah situasi yang sangat-sangat-sangat canggung. Bahkan jauh lebih canggung
dibandingkan dengan saat aku hanya berdua dengan Shania. Selama di perjalanan,
aku hanya mendengarkan lagu dengan menggunakan iPod sambil melihat ke arah luar
jendela. Begitu pula dengan Shania. Sesekali aku berbicara dengan Shania. Tapi
tidak secara langsung. Melainkan melalui SMS.
From:
S
Masih
jauh gak sih, yang?
To:
S
Lumayan.
Soalnya macet banget.
From:
S
Aku
mau ke toilet nih (T^T)
“Kak Kinal. Kalau misalnya nanti ada
rest area, berhenti dulu, ya.”
“Siap!”
Aku sedikit melirik ke arah Shania, dan
yang di lirik pun kebetulan melakukan hal yang sama. Tanpa mengeluarkan suara,
Shania mengucapkan “terimakasih” ditambah dengan wink mematikannya. Aku
langsung mengarahkan pandanganku keluar jendela sambil tersenyum-senyum
sendiri. Kalau saja tidak ada kak Ve dan kak Kinal, pasti aku sudah teriak
sejadi-jadinya. Gak shanggup khakha~ (~*o*)~
Tak lama, akhirnya kami menemukan rest
area. Aku melihat Shania yang mulai merasa tidak nyaman dengan posisinya saat
ini. Ya kalian pasti tahu lah rasanya. Saat mobil benar-benar berhenti di
parkiran, tiba-tiba Shania langsung membuka pintu mobil dan berlari cukup
kencang. Aku, kak Kinal dan kak Ve yang melihat itu sedikit terkejut dan
seketika kami pun tertawa.
“Hahaha ya ampun Beby pacarnya. Segitu
gak tahannya? Hahaha.” ledek kak Kinal
“Dia udah satu jam nahanin tau. Kak
Kinal jalannya lambat sih!” Belaku asal
“Yeee emang jalanannya macet tau! Udah
sana temenin Shanianya. Nanti ilang aja baru tahu rasa lho! Hahaha”
Aku langsung turun dari mobil dan menuju
toilet. Sesampainya di sana, aku melihat Shania sedang bersama beberapa orang
gadis ya kira-kira seumuranku dan Shania lah.
“Shan. Boleh minta foto gak?” “Iya,
Shan. Sekali aja boleh gak?” “Aku Shanjunisme lho.” “Iya Shan. Kita berdua
ngoshiin kamu.”
“Duuuhh gimana yaaa?” Shania nampak
cukup kebingungan. Dengan sangat tidak biasanya, tiba-tiba aku menemukan sebuah
ide cemerlang. Kebetulan hari ini aku menaruh sebuah masker di saku sweaterku,
aku langsung memakainya. Aku mulai menarik nafasku dalam-dalam dan...
“Shania! Buruan! Udah ditungguin sama
member yang lain tuh!” ucapku sedikit kencang dan terlihat sangat buru-buru.
Kalau pakai masker kan mereka tidak akan tahu siapa aku. Iya kan? Iya lah. Beby
pinter kan? Pinter dong. Pacarnya Shania gitu lho~
“Maaf ya aku udah ditungguin sama member yang
lain. Aku tunggu di theater ya kak!” *wink*
Aku langsung menggenggam tangan Shania
dan menariknya keluar dari toilet. Saat ku rasa sudah lumayan jauh, aku mulai
menghentikan aksi lari-larian ini dan jalan seperti biasanya.
“Kamu tumben fast respond?”
“Aku juga bingung kenapa bisa cepet
gitu. Tapi yaudahlah. Yang penting kan udah selesai.”
“Iyasih. By the way. Aku laper nih. Beli
makanan dulu yuk. Apa kek gitu.”
“Sebentar. Aku telepon kak Kinal dulu.”
aku mengambil handphone dari saku celanaku. Shania nampak sedang melihat
beberapa tempat jajanan di rest area.
“Halo?”
“Halo kak Kinal. Kak. Shania laper. Kita
gak mau makan siang dulu?”
“Ya
makan aja. Ini kak Kinal lagi makan sama kak Ve.”
“Hhm.. Kak.” aku sedikit menjauh dari
tempat Shania berdiri. Shania sepertinya tidak sadar, ia sedang asik dengan
pemandangan makanan.
“Kak. Kan perjanjiannya kalau makan itu
bareng-bareng. Aku takut uangnya gak cukup nih.”
“Emang
kamu gak bawa uang lebih?”
“Enggak. Kan aku sebagai anak polos
kesayangan Mama Papa percaya aja sama yang kak Kinal janjiin.”
“Alah
lebay omongan kamu. Yaudah sini makan bareng sama kakak.”
“Ah gak mau. Nanti aku diem-dieman lagi
sama Shania.”
“Yaudah
pake uang kamu aja kalau gitu.”
“Yah takut gak cukup kak. Nanti kalau
kurang kan gengsi.”
“Makanya
makan di sini aja biar gak gengsi. Atau gak, kamu pesen aja. Nanti Shanianya
ditinggal sebentar, terus kamu ke tempat kakak ambil uangnya.”
“Nanti kalau Shania kenapa-napa pas aku
tinggal gimana?”
“Hiya
ampuuunn. Khawatir banget sih. Kak Ve yang bidadari gini aja gak ada yang
berani deketin walau kak Kinal tinggal.”
“Kinal!”
aku mendengar suara kak Ve yang sudah pasti ada di sebelah kak Kinal
“Hahaha
aduh sakit Ve! Haha. Eh, Beby. Jadinya gimana? Buruan. Kak Kinal mau makan nih.
Jadi susah makannya gara-gara di telepon kamu.”
“Aduuuhh gimana yaaa? Hhhmm..”
“Udah kita makan sendiri aja.” tiba-tiba
suara Shania berada tepat di sampingku. Aku sedikit terkejut dan reflek
langsung mematikan sambungan telepon dengan kak Kinal.
“K- kamu sejak kapan ada di samping
aku?”
“Sejak bagian ah gak mau nanti aku diem-dieman lagi sama Shania.” ucap Shania
sambil menirukan gaya dan nada bicaraku yang agak menyunda ini.
“Lagian kamu gak usah pusing-pusing gitu.
Kita pacarannya berdua. Masa nanggung biayanya sendiri?”
“Bukannya gitu, Shan. Cuma kan aku gak
enak kalau harus kamu yang bayar.”
“Lho? Emang kenapa? Di jepang aja yang
bayar gak selalu satu pihak lho.”
“Tapi kan ini di Indonesia.” jawabku
masih tetap kekeuh
“Lagi pula, dari awal..hhm gak deng.
Bahkan dari sebelum pacaran, semuanya kan selalu kamu yang bayar. Anggap aja
sekarang gantian aku yang bayar. Gampang kan?”
“Tapi Shan..”
“Udah ayok!” Shania menarik tanganku
namun aku berhasil menahannya
“Shan..”
“Kalau kamu gak mau aku bayarin aku
marah nih.”
“Shania..”
“Satu..” Shania mulai melemparkan
tatapan sinisnya ke arahku. Selama dua bulan lebih sedikit aku berpacaran
dengan Shania, jujur aku belum pernah mendapat tatapan sinis darinya. Sekali
pun sedang cemburu atau marah, paling hanya dapat manyunnya saja.
“Shania tapi kan-“
“Dua..”
“Shan dengerin aku-“
“Ti....”
“Iya iya ok kita makan dan kamu yang
bayar. Biarin aja nanti aku pesen semua makanan yang ada. Hih!” jawabku sedikit
kesal dengan keras kepalanya Shania.
“Nah gitu dong. Terserah kamu mau makan
apa. Pokoknya aku yang bayar.”
“Eh tapi di sini gak ada tukang bakso
lho.” sahutku cepat.
“Gapapa yang penting ada kamu. Buruan
aku udah laper nih.” Aku menyerah. Shania langsung menggandeng tanganku dan
akhirnya kami pun makan siang dengan biaya tanggungan berada di tangan Shania.
Aku tidak benar-benar memesan semua makanan yang ada. Hanya memesan dua jenis,
namun yang paling mahal haha ._.)v
Setelah selesai makan siang, akhirnya
kami kembali ke mobil yang sudah ada kak Kinal serta kak Ve di sana. Karena
kekenyangan, Shania dan juga kak Kinal merasa sedikit mengantuk dan jarak pun
masih lumayan jauh karena macet yang tidak tertahankan.
From:
S
Yang.
Ngantuk.
Aku langsung mengarahkan pandanganku ke
arah Shania. Aku lihat wajahnya sudah cukup lelah. Padahal hanya duduk di
mobil. Matanya pun mulai lebih sipit dari biasanya. Aku melebarkan tanganku
agar Shania mendekat ke arahku. Lalu aku sandarkan kepalanya di bahuku sambil
tangannya terus ku genggam. Sesekali aku mencium keningnya. Tak lama
kesayanganku pun tertidur.
“Ve aku ngantuk nih.”
“Awas aja kalau kamu ngebahayain nyawa
kita semua!” ancam kak Ve yang sedikit ketakutan
“Makanya cubit aku biar gak ngantuk.”
tanpa basa-basi kak Ve langsung mencubit lengan kak Kinal.
“Yah, Ve. Mana berasa. Yang kencengan
cubitnya. Bisa nabrak nih kalau aku ketiduran.”
“Ish! Makanya kamu jangan makan mulu.
Gendut kan tuh. Gak berasa kalau dicubit!” astaga pasangan ini berisik banget.
Shania kan lagi tidur -_-
“Yeee malah nyalahin aku. Aku ngebut
nih!”
“Kinal!”
“Makanya cubit lenganku biar gak tidur.”
“Ish!” kak Ve malah melipat kedua tangan
di depan dadanya dan tak lupa, jurus menggembungkan pipi~
“Duh duh duh. Ada yang ngambek. Jangan
gitu dong, nanti aku-“
“Aku apa?!” kak Ve galak guys *-*
“Nanti...aku cubit maksudnya. Galak
banget sih. Tadi makan nasinya pake tawon ya?”
“Gak lucu, Nal. Udah ngendarain yan
bener.”
“Duh bidadari khayangannya aku
ngambeeekk hahaha.” ngantuk, sih. Tapi tetep lancar ya godain pacarnya. Fokus
ke jalanan, sih. Tapi kok agak nunduk-nunduk gitu ya kak?
“Nal kamu yang bener ngendarainnya!”
ucap kak Ve setengah berteriak saat kak Kinal mulai tidak pada jalur yang
semestinya
“Iya Ve iya.”
“Nal awas!” “Nal liat tuh!” “Nal-“
“Kak. Gimana kalau kalian tukeran posisi
aja? Biar kak Kinal tidur dulu, terus kak Ve yang ngendarain. Selesai kan?”
selakku yang mulai pusing melihat tingkah mereka. Untung Shania masih pulas
tertidur.
“Oh iya. Gak kepikiran.”
“Kan. Aku juga ujung-ujungnya yang
ngendarain. Yaudah buruan pinggirin.”
“Galak banget sih Ve. Lagi PMS ya?”
“Gak! Aku lagi pengen makan orang!” saat
mobil benar-benar menepi, mereka pun bertukar posisi. Tanpa aba-aba dan
basa-basi pada kak Ve sedikit pun, kak Kinal langsung tertidur dengan posisi
dan ekspresi yang abnormal.
“Ya ampun, Nal. Tidur kok gak bisa
beneran dikit, sih. Mana seat-belt gak dipasang. Kalau kena tilang kan kamu
yang repot. Kebiasaan suka bikin susah diri sendiri.” mobil pun kembali menepi
dan kak Ve memasangkan seat-belt untuk kak Kinal yang sudah mimpi indah.
“Kalau dibilangin aku aja yang
ngendarain tuh gak usah ngeyel. Kamu nantinya bisa capek. Besok kan sekolah.
Bandel sih kalau dibilangin sama aku. Untung sayang.” tutup khotbah dari kak Ve
dengan mengecup pipi kak Kinal cepat. Kenapa kak Ve berani? Karena aku sudah
pura-pura tertidur dengan sesekali melirik ke arah mereka berdua. By the way..subhanallah
ya. Ini pacar apa istri? Kok idaman banget. Huehehe~
Tak lama, aku merasa kalau aku pun ikut
tertidur. Tak bisa dibohongi, aku juga sebenarnya merasa ngantuk. Entah sudah
berapa jam tertidur, aku merasa pintu mobil di depanku terbuka. Perlahan aku
mulai membuka mataku dan mengedarkan pandanganku ke arah sekitar. Shania masih
tertidur. Kak Kinal dan kak Ve sudah tidak ada di dalam mobil. Dan saat aku
melihat ke luar jendela....wah pemandangan lautnya bagus bangeeett! Pantainya
bersih pula. Eh. Ini bukan di ancol ya. Masa mau ke ancol dari pagi sampe mau
ketemu sore haha.
“Shania.. Bangun.” aku menggerakan pelan
bahuku yang menjadi tempat sandaran Shania untuk tidur.
“Hhm?”
“Ayo bangun. Kita udah sampe nih.”
mendengar kata sudah sampai, Shania langsung memperhatikan keadaan sekitar. Dan
seketika senyumnya mengembang luas. Syukurlah kalau Shania senang ^^
“Yah Beb. Tapi aku gak bawa baju ganti.
Masa berenang pakai jeans sama baju gini? Terus pulangnya gimana?” cie manyun
“Ya gak usah berenang. Gampang kan?”
“Terus kalau ke pantai tapi gak berenang
mau ngapain? Kepang rambut? Bikin tato-tatoan? Beli otak-otak? Kan gak asik,
Sayang.”
“Yaudah kamu balik ke Bekasi, naik
roket, terus ambil baju ganti deh.” jawabku santai
“Ish! Nyebelin deh kamu! Kalau aku gak
boleh berenang, aku ngam-“
“Aku apa?” potongku cepat sambil
mendekatkan wajahku ke arahnya
“A- a- aku nga- ngam-“
“Ngam apa? Ngambek?” aku semakin
mendekatkan wajahku dengannya
“K- kamu la- lagi kenapa deh?” terlihat
jelas perubahan ekspresi Shania dari yang sebelumnya lucu menggemaskan menjadi
gugup.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Aku
menjauhkan wajahku dari wajahnya dan tertawa puas karena ekspresinya itu.
“Hahahaha. Shania.. Shania.. Gugup
banget. Biasanya juga kamu yang mulai.” tanpa berkata apapun, Shania yang lagi
lagi merubah ekspresinya menjadi tidak percaya dan melipat kedua tangan di
depan dadanya. Kali ini dia marah.
“Kalau marah kayak gitu, gak aku bolehin
berenang lho.” ucapku lembut sambil merapihkan poninya,
“Emang kamu bawa baju ganti buat aku?
Kan enggak.” ketusnya tanpa melihat ke arahku
“Kata siapa? Aku bawa kok. Kan aku tahu
rencana ini lebih dulu daripada kamu. Jadi pasti udah aku persiapin semuanya.
Dan baju ganti kamu ada di bagasi tuh. Di tas ransel aku.” jawabku bangga
“Jadi serius nih aku boleh berenang dan
kamu bawa baju ganti buat aku?”
“Iya sayaangg..” jawabku lagi sambil
mengusap acak rambutnya
“Yes! Makasih!” Shania langsung
memelukku singkat. Saat ia ingin membuka pintu mobil, aku menahan pergelangan
tangannya.
“Akunya cuma dipeluk nih?” tanyaku
sedikit memasang tatapan memelas
“Salah sendiri tadi waktu ada kesempatan
bukannya dimanfaatin malah dibuang gitu aja. Wleee~!”
Shania langsung keluar
dari mobil dan aku hanya menggeleng sambil tersenyum simpul.
Setelah selesai berganti baju, Shania
menghampiriku di tepi pantai.
“Lho kamu kok gak ganti baju?” tanya
Shania yang terlihat sudah sangat siap untuk berenang. Tenang. Pakaian yang
dipakai Shania sewajarnya kok. Gak usah mikir yang aneh-aneh. Kesayanganku gak
boleh di delusiin(?)
“Enggak. Aku gak berenang. Kalian
bertiga aja.”
“Kok gitu? Yah gak asik dong..” manyun
maning manyun maning
“Asik aja kok. Udah sana berenang. Tuh
kak Kinal sama kak Ve udah asik main basah-basahan masa kamu masih kering
gini.”
“Tapi kamunnya-“
“Udah gapapa. Sana berenang. Nanti aku
fotoin.” jawabku sambil menunjukan kamera DLSR yang sedari tadi ku pegang.
“Iyaudah deh. Tapi fotoin kita bertiga
aja ya. Awas lho kalau sampe foto yang lain. Nanti aku-“
“Iya aku gak foto yang lain udah sana
berenang. Nanti keburu malem jadi berenangnya gak puas.”
“Ok!” Shania mengecup pipiku singkat dan
berlari menghampiri kak Kinal beserta kak Ve yang cukup jauh.
Kembali aku melanjutkan aktifitasku
sebelumnya, yaitu mengambil gambar. Aku memfokuskan untuk lebih banyak
mengambil gambar si gadis yang mudah tersenyum dan selalu disiplin. Sesekali
mereka menghampiriku untuk minta difoto secara berpasangan. Lama kelamaan, aku
dan Shania tidak terlalu canggung lagi di depan kak Kinal dan kak Ve.
“Ayok buruan pasangan yang masih cinta
monyet sini di fotoin.”
“Yang bener ya.” aku menyerahkan kamera
pada kak Kinal yang tangannya sudah kering tentunya.
“Siap ya? Satu.. Dua.. Tiga..” *cklik!*
pose pertama. Shania menggandeng lenganku dan tanganku yang satunya membentuk
peace~
“Lagi lagi ayo! Satu.. Du-“
“Eh tunggu dulu! Yang tadi bagus gak?!”
tanyaku sedikit curiga
“Bagus lah. Pokoknya yang dipegang kak
Kinal tuh hasilnya bagus! Percaya aja udah.”
“Ah apaan. Kak Ve dipegang kak Kinal
jadi agak gesrek.” cibirku yang membuat kak Ve malu-malu badai(?)
“Hush! Dia mah beda. Udah buruan mau
difoto gak?”
*cklick!* *cklick!* *cklick!* beberapa
kali kami berfoto. Ada pose saat aku mencium pipi Shania, ada juga yang
sebaliknya. Ya awalnya canggung, sih. Tapi yasudahlah. Kak Kinalnya juga gitu,
sih(?)
“Shan kita naik banana boat yuk!” ajak
kak Kinal. Gak kok gak cemburu. Emangnya aku Shania siapa aja dicemburuin. Liat
kambing dibedakin terus ku ajak jalan juga dicemburuin.
“Tapi kak kita kan cuma bertiga.
Emangnya bisa?”
“Udah itu mah gampang. Rejeki anak
sholeha gak kemana. Nanti juga ada aja yang mau naik juga tapi kurang orang.”
“Hhm.. Yaudah deh kalau gitu. Yuk! Beb,
aku tinggal dulu ya.” aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Ku lihat mereka sedang menaiki banana
boat dengan dua orang yang tidak terlalu jelas ku lihat. Karena mereka cukup
jauh dan aku tidak memakai kacamataku. Aku memutuskan untuk duduk di ayunan
yang ada di pantai ini sambil melihat hasil gambar yang aku ambil. Pas sekali
saat galeri di kameraku berhenti pada foto pertama, mereka pun datang dengan
basah kuyupnya.
“Hahaha seru banget ya kak. Aku seneng
deh diajak liburan kesini. Makasih ya kak Kinal. Makasih ya kak Ve.”
“Iya sama-sama.”
“Ehem! Idenya siapa dulu ehem!” selakku
yang tak mau kalah
“Iya iyaaa. Ini idenya Beby lho
Shaniaaa~” lanjut kak Kinal meledek
“Wiiihh makasih ya sayang. Kamu emang paling
top deh!” puji Shania sambil mengacungkan dua jempolnya ke arahku. Aku hanya
bisa tersipu malu.
“By the way, di sana aku liat ada yang
jual ice cream lho. Kalian mau gak?” tanyaku
“Boleh boleh. Strawberrynya dua ya!”
“Aku rasa vanilla, Beb!” aku hanya
mengangguk dan berjalan menuju tempat ice cream yang tadi ku lihat. Tapi saat
sudah ingin sampai, aku baru kepikiran akan sesuatu. Aku harus membawa tiga
cone ice cream yang ukurannya yaaa lumayan hanya dengan dua tanganku. Apa gak
bakal jatuh? Aduh Beby dongdongnya kumat nih. Ah biarin deh. Kalau rejeki
mereka ya gak bakal jatuh. Bismillah!
“Mas. Ice cream strawberrynya 2.
Vanillanya 2 ya.”
“Siap!”
“Mas ice cream vanillanya satu ya!”
“Wah Mba. Rasa Vanillanya habis. Sisanya
tinggal cokelat nih.”
“Yah saya gak suka rasa cokelat, Mas.
Kalau strawberry?”
“Abis juga Mba. Pokoknya tinggal cokelat
nih. Strawberry sama Vanillanya udah buat Mba ini.”
“Yah.. Lho? Beby?” aku menengok ke arah
sumber suara.
“Ochi?” ternyata gadis yang kehabisan
stock ice cream ini Ochi. Tumben sekali aku tidak begitu sadar dengan
kehadirannya. Biasanya...ah bukan biasanya. Tapi dulu. Saat aku masih dekat
dengan Ochi, aku bisa dengan cepat merasa kehadirannya. Bukan, dia ini bukan
makhluk halus. Tapi sejenis dengan kak Veranda, yaitu bidadari. Hanya saja ini
versi pecicilannya.
Ochi ini adalah gadis yang pernah aku
sukai dulunya. Aku selalu bermain ke rumahnya, dan tidak sebaliknya. Jadi wajar
saja jika Mama bilang kalau Shania adalah orang pertama yang aku ajak main ke
rumah. Kami hanya pernah dekat. Tapi tidak lebih dari sekedar teman. Selain aku
tidak berani mengungkapkan, Ochi tidak mempunyai rasa yang sama sepertiku.
Maklum lah. Dulu itu kita masih SMP. Dan saat SMA kami berbeda sekolah karena
aku harus pindah ke Jakarta, sedangkan Ochi tetap di Bandung.
“Beby apa kabar? Waaahh gak nyangka bisa
ketemu Beby di sini hahaha.”
“Hehe iya kabar baik. Kamu?”
“Alhamdulillah kabar baik juga kok. Sama
siapa kesininya?”
“Sama kak Kinal, sama pacarnya kak
Kinal, sama-“
“Ini dek ice-nya.”
“Oh iya Mas. Hhm.. Chi. Ini Vanillanya
satu buat kamu aja.”
“Gak usah gak usah. Itu kan punya kamu.
Udah gapapa yaelah kaku banget kayak kanebo kering. Kayak baru kenal kemarin
sore ajasih.”
“Udah gapapa ambil aja. Di Bandung mah
belum tentu ada yang kayak gini hahaha.”
“Yeee! Banyak tauuu! Hahaha.”
“Yaudah nih buruan ambil. Nanti
meleleh.”
“Ikhlas nih?”
“Iya ikhlas. Geura atuh di ambil.”
nyundanya keluar deh haha. (geura: cepet)
“Iya deh iya. Makasih ya haha.”
“Iya santai aja. Kaku banget kayak
kanebo kering. Kayak baru kenal kemarin sore ajasih haha.”
“Yeee bahasaku tuh! Eh sini
strawberrynya satu aku yang bawain. Kamu repot banget kayaknya.”
“Cie Ochi peka. Makasih ya haha.”
“Iya santai. By the way tadi sama siapa
aja?”
“Sama kak Kinal, sama pacarnya kak
Kinal, sama-“
“Nih Mba kembaliannya.”
“Oh iya makasih, Mas. Yuk Chi kita
kesana.”
Baru beberapa langkah aku berjalan dari
tempat ice cream, tiba-tiba ada yang mengganjal di pikiranku. Ochi? Shania?
Shania? Ochi? WAAAAHHH GAK BEREEEESSS. Gak boleh nih gak boleh. Mereka gak
boleh ketemu. Shania bisa salah paham. Gawat!
“Eh Chi. Kayaknya-“
“Wah ice creamnya dateng!” teriak kak
Kinal yang membawa dua bidadari cantik ke arahku dan Ochi
“Lho Ochi? Ada di sini? Wiiihh lama gak
ketemu! By the way, ini ice cream kak Kinal kan? Makasih ya haha.”
“Oh iya ini kak Ve. Shan.” ucapku sambil
memberikan ice cream pesanan mereka.
“Punya Beby mana? Kamu gak beli?” tanya
kak Ve yang membuatku bingung menjawab apa. Tapi belum sempat membuka mulut,
tiba-tiba sudah ada juru bicaranya.
“Tadi Beby beliin buat aku Kak. Soalnya
stock Vanillanya abis. Jadi punya dia dikasih ke aku deh hehe.”
“Wih Beby. Hebat euy. Masih baik aja
sama mantan hahaha.”
“Kinal!” ucap kak Ve yang membuat
pandanganku, Shania, serta kak Ve sendiri seakan-akan ingin memakan kak Kinal
hidup-hidup. Hhm..gak deng. Ralat. Shania bukan mau makan kak Kinal. Tapi
memakanku. Ochinya juga santai banget. Jawabnya luwes. Hiks T^T)
“O’ow. Hhm.. Ve. Kayaknya kita harus ke
mobil deh ambil baju ganti. Cuacanya juga udah gak bagus nih. Kayaknya bakal
ada hujan badai sama petir. Shan, jangan lama-lama ya. Biar kita cepet pulang.
He. He. Heee...” kak Kinal langsung menarik tangan kak Ve dan meninggalkanku di
posisi yang fantastic ini.
“Kamu gak ada niat kenalin aku ke mantan kamu ini?” tanya Shania langsung
to the point. Tak lupa dengan mempertekankan nada pada kata mantan.
“Ochi.” tanpa diduga Ochi langsung
mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri dengan sebuah senyum yang pasti
semakin bikin panas Shania.
“Shania. Pacarnya Be-by.”
“Oh. Hai Shania.” HAI?! H...A...I?!
H-A-I?! SHANIA UDAH NGAJAK PERANG ITU WOOOYY! ASTAGFIRULLAH. GWS CHI GWS.
“Eh yaudah ya. Aku pamit duluan.
Cuacanya mendung nih. Duluan, ya Beb. Shan. Dadah..” DADAH?! D-A-D-A-H?! DADAH
AYAM TUH ENAK! Gak lucu? Bodo. Kzl wa. T^T)
“Hhm.. Shan. Ice creamnya cair.”
“Biarin. Ini tuh karena efek ada sumber
energi panas dari hati yang menghujani ladang gandum hingga jadilah-“
“Shan..”
“Aku ca. pek.” dengan mudahnya Shania
membuang ice cream yang ku beli tadi ke dalam tong sampah. Kenapa harus ada
tong sampah di sini?! Ha?! Kenapaaarrgghh?! W(OoO)W
Aku tidak ingin terburu-buru menjelaskan
kepada Shania. Aku ingin ia merasa setidaknya satu persen lebih tenang dari
sebelumnya. Keadaan di mobil terasa sangat panas. Padahal sudah pakai AC dan
cuaca di luar pun hujan. Entah lah. Mungkin aura kegelapan dari Shania sedang
maksimal(?)
Kak Kinal si pembuat masalah dengan
mudahnya tidur sehingga kak Ve yang harus mengendarai lagi. Sesekali ku lihat
kak Ve melihat ke arah spion belakang. Ya tentu saja yang bisa ia lihat hanya
lah Shania yang sedang menjaga jarak dariku. Tidak satu pun diantara aku dan
Shania tertidur. Entah aku tidak ada rasa kantuk sedikit pun.
Saat sudah sampai di rumah, aku melihat
supir Shania sudah berada di kursi depan teras rumahku. Tanpa basa-basi
denganku, Shania langsung berpamitan dengan Papa, Mama, kak Kinal dan juga kak
Ve. Iya. Cuma sama mereka. Saat Shania membuka pintu mobilnya, seketika aku
teringat akan sesuatu.
“Shan! Tunggu dulu! Tas kamu masih ada
di kamar aku.” Shania langsung menghentikan geraknya dan berbalik ke arahku.
Dengan lancarnya ia kembali memasuki rumahku beserta kamarku. Tapi aku tidak
ingin menyianyiakan kesempatan ini. Aku harus menjelaskan pada Shania.
Saat Shania sudah masuk ke kamarku, aku
langsung mengikutinya masuk ke dalam dan mengkunci pintu kamarku.
“Gak lucu. Buka pintunya buruan supir
aku udah nungguin.” tak ada ekspresi apapun di wajahnya. Datar.
“Iya nanti aku bukain kalau kamu mau
denger penjelasan aku dulu.”
“Cepetan aku lagi gak mau bercanda.”
lagi lagi datar.
“Shan. Aku lebih suka kamu marahin, kamu
ambekin daripada kamu diem kayak gini. Diemnya kamu tuh nerakanya aku.”
“Mau bukain pintunya atau aku lompat
lewat jendela?”
“Lompat aja kalau berani.”
“Aku berani.”
“Tapi jendelanya udah di pasangin besi
tralis.”
“Ok gak jadi. Cepetan buka pintunya.” (lha shan? piye sampeyan?)
“Ok kalau kamu gak mau dengerin
penjelasan aku. Tapi seenggaknya aku mau dapet satu jawabaaaannn aja dari kamu.
Abis itu kamu boleh pergi.”
“Yaudah cepetan.”
“Ok. Jadi gini. Sebelumnya aku-“
“Langsung ke intinya. Cepetan.”
“Ok ok. Jadi gini, sebenernya-“
“Aku bilang langsung ke intinya. Aku
udah capek hadapin kamu yang deket sana sini sama cewek. Malah kalau bisa kita
pu-”
“Kita apa? Putus? Gapapa kita putus. Asal
kamu bisa kasih aku satu nama aja yang bikin kamu cemburu, dan moment apa yang
bikin kamu cemburu sampe bikin kamu capek dan mau putusin aku. Satu aja. Gak
usah banyak-banyak.” aku berusaha menahan sedikit emosiku.
Tidak sedetik pun Shania menatap ke arahku.
Ia melihat ke arah kirinya sambil kedua tangan dilipat di depan dadanya. Tapi
bisa ku lihat dengan jelas ada mendung di matanya. Aku yang sudah siap jika
memang hubungan ini harus berakhir mengepal tangan kanan dan mengangkatnya
seraya ingin menghitung nama serta kejadian yang akan Shania sebutkan.
“Elaine.” aku mengangkat ibu jariku
pertanda hitungan orang pertama
“Dia cium kamu waktu di GBK.” lanjutnya
yang masih tertunduk
“Waktu itu kita belum jadian. Gak masuk
hitungan.” aku kembali menurunkan ibu jariku karena itu tandanya Elaine bukan
alasan pertama
“Kak Ve.” kembali aku mengangkat ibu
jariku
“Kamu pasangin dia aksesoris rambut
waktu acara modeling.”
“Yang pertama kak Ve mintain tolong
siapa?” tanyaku lembut
“Aku.”
“Tapi kamunya?”
“Nyuruh kamu.”
“Ok gak masuk hitungan lagi. Next?”
Ada lima nama yang sama dengan kejadian
yang berbeda-beda. Dan semuanya tidak masuk hitungan karena memang bukan aku
yang mencari masalah. Hanya Shanianya saja yang memang cemburuan.
“Ochi.”
“Kamu kasih dia ice cream kamu.”
“Aku kasih kamu semua yang aku punya.
Satu cone ice cream itu gak ada seujung kukunya sama apa apa yang udah masih
dan akan aku kasih ke kamu.” mendengar ucapanku Shania hanya terdiam dengan
posisi yang tak berubah. Tapi perlahan aku mendengar suara isakan.
“Masih ada kandidat lainnya buat bilang
aku player?” Shania menjadi menunduk dan menggeleng pelan namun isakannya
semakin terdengar jelas.
Aku menurunkan tanganku yang sebelumnya
ku kepalkan. Aku mendekatinya dan memeluknya. Tangisan Shania pun pecah. Ia
menangis di pundakku dan dengan perlahan aku mengelus punggungnya mencoba untuk
menenangkan. Setelah beberapa saat, akhirnya tangisnya pun reda.
“Aku sayang kamu. Sayaaanngg banget.
Bukan maksud mau nyalahin kamu. Tapi-“
“Iya aku tahu aku yang terlalu cemburu.
Aku yang keras kepala dan kekanak-kanakan. Bikin kamu pusing dan nyusahin kamu.
Bukan kamu yang player. Aku minta maaf. Jangan tinggalin aku ya?” ucapnya
lembut yang sudah tidak terlalu terisak perlahan ia mengangkat kepalanya dari
pundakku dan menatap ke mataku dalam-dalam.
“Asal kamu tahu ya, Shan. Kalau gak ada
kamu di sisi aku tuh rasanya aku gak mau ikut jadi peserta dunia lain.” ucapku
tak kalah lembut sambil mengusap sisa air mata di wajahnya
“Kenapa gak mau? Bukannya kamu masih ada
berani-beraninya walau sedikit?” udah bisa ngeledek rupanya.
“Tanpa aku harus ikut dunia lain juga
duniaku udah lain kalau gak ada kamu.” aku tersenyum sambil merapihkan
rambutnya yang sedikit acak-acakan.
“Apaan sih gak lucu.”
“Aku serius. Aku udah terbiasa sama
kamu. Gak ada yang lebih baik dari kamu, sebab kamu udah yang terbaik buat aku.
Jangan ada yang saling ninggalin ya?”
Shania mengangguk dengan senyumnya yang
akhirnya terbit juga.
“Aku sayang banget sama kamu, Shania.”
aku mencium keningnya pelan dan cukup lama. Setelah itu aku memeluknya dengan
cukup erat.
“Aku juga sayang banget sama kamu.”
ucapnya di sela-sela pelukan
“Aku minta maaf ya.”
“Aku juga minta maaf ya.” anggukan kecil
darinya dapat ku rasakan dengan sangat jelas. Dengan tiba-tiba ia langsung
melepaskan pelukan.
“Kenapa?” tanyaku heran
“Supir aku kan masih nungguin di bawah.
Aduuuhh udah kelamaan nih. Kasihan kan. Buruan buka pintunya.”
“Oh iya iya. Sebentar ya. Duuuhh kunci
kamarku yang mana yaaa?” di rumahku ada 12 pintu yang memiliki kunci yang
berbeda. Setiap orang rumah memiliki duplikatnya satu. Jadi....aku harus
mencari salah satu kunci dari 12 ini -_-
“Buruan Beby udah malem banget nih!”
“Ih iya sabar kamu bawel. Ini juga lagi
dicari kuncinya yang mana. Aduuuhh” aku mengutak atik kunci yang satu dan yang
lain.
“Ah udahlah lewat jendela aja.” lanjutku
yang sudah pasrah karena Shania gak sabaran
“Lho katanya udah di pasang besi
tralis?”
“Enggak aku bohong. Udah lewat jendela
aja.”
“Ih enggak ah aku gak berani. Kamu ada
ada aja ih!”
“Yeee tadi katanya berani. Gimana sih?”
“Oh mau lanjut berantem? Ha?”
“Iya enggak kok enggak. Ah! Udah nih!”
aku langsung membukakan pintu untuk tuan putriku yang disiplin ini.
Sesampainya di bawah, ya memang sih,
supirnya sambil duduk lagi di bangku teras karena Shania kelamaan. Ya maaf ya
Pak. Maklum anak muda kalau gak langsung diselesaiin masalahnya bisa makin
labil.
“Pak maaf ya Shania lama.”
“Oh iya gapapa non. Udah gak ada lagi
yang ketinggalan?”
“Enggak kok. Yaudah yuk Pak pulang.”
“Kamu hati-hati ya.”
“Iya. Kamu jaga hati ya.”
“Iya. Dadah..” aku melambaikan tangan ke
arahnya. Perlahan mobil itu pun menghilang dari hadapanku.
Akhirnya masalah selesai dan liburan pun
yaaa cukup menyenangkan dan menegangkan haha. Aku langsung merebahkan tubuhku
ke atas kasur dan...tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal di punggungku. Saat
aku mencoba mencari tahu apa itu ternyata...HANDPHONE SHANIA KETINGGALAN?!
Aish! Gimana balikinnya nih? Rumahnya
aja aku gak tahu. Theater? Ah duuuhh. Dua minggu ini Shania gak ada jadwal.
Duuuhh gawat gawat gawat. Ah. SMS ke nomor keluarganya aja deh.
To:
Mama
Malam
tante. Maaf ganggu. Ini Beby. Tante, handphone Shania ketinggalan di rumah
Beby. Kalau mau balikin, Shania ke theaternya kapan ya? Terimakasih. Maaf
ganggu.
Satu jam. Dua jam. Dua jam 1 menit.
Akhirnya handphone Shania bergetar.
From:
Mama
Balikin
sendiri dong ke rumahnya. Gimana sih kamu. Urusan alamat cari tahu sendiri ya
:p Jangan dibajak lho Twitternya. Awas aja sih! Hahaha. Love you~!
To:
Mama
Kirim
pakai JNE aja gak boleh?
From:
Mama
Anggap
aja tadi ketemu terakhir sama aku.
EEERRRGGGHHHH! MASALAH GUGUR SATU TUMBUH
SERIBUUUU W(OoO)W KENAPA GAK DITEBAS SAMPAI KE AKAR AJA SEKALIAN BIAR GAK
TUMBUH-TUMBUH LAGEEEHH?! W(OoO)W
Ahelah. Untung sayang. Kalau enggak udah
dijual nih HP buat beli photopack AKB. *teteup*
Ah udahlah. Urusan ke rumah Shania
dipikirin nanti aja. Ngantuk. Mau tidur. Bye!
huahahahahahahahaha xD
ReplyDeleteaing speechless.... (°_°)
top! (y)
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletehahahaha aduh aduuuuuh .-.
ReplyDeletelanjut terus haaaa . mantap..
ReplyDeleteLanjut.. Keren bangeeeettt!!!! Cerita gak ngebosenin.... Ajjiiiibbb deeh..
ReplyDeleteLanjut dong 😊
ReplyDeletelucu euy ceritanya.. manis kek madu..
ReplyDeletebtw, nanti di dahsyat akan ada Ochi.. langsung dibikinin ffnya aja hahaha
ReplyDelete