Wednesday, January 7, 2015

If Beby is not a member.. (BebNju) - Part 5

Nih buat yang nunggu~
Happy reading~

If Beby is not a member.. (BebNju)



Beby POV

“Sayang.. Ayo bangun..” aku mengusap usap-usap pipinya pelan dengan ibu jariku. Perlahan ia mulai membuka matanya dan tersenyum ke arahku. Tanpa aba-aba, ia memberikanku morning kiss secara singkat.
“Morning Beby..” sapanya lembut. eye-smile yang muncul karena senyumnya itu benar-benar menyejukkan.
“Morning Shanshine. Ayo bangun. Kan kita mau pergi.” perlahan aku membenarkan posisi rambutnya.
“Kamu masih belum kasih tahu aku lho kita mau pergi kemana.”
“Ke...tempat yang tiada siapapun~ Hissatsu  teleporto~” jawabku sambil memperagakan gerakan pada lirik itu
“Ish! Nyebelin!” pagi-pagi udah dicium, udah di senyumin, sekarang di manyunin. Lengkap banget kayaknya. Eh. Belum deng. Dia belum keluarin ekspresi kalau lagi ketemu kangen sama makanan favnya, yaitu bakso.

“Hahaha yaudah ayo bangun. Kita udah ditungguin di bawah.”
“Ditungguin siapa?”
“Makanya cepetan bangun terus mandi. Biar cepet gak penasaran terus~~” aku mencubit pipinya pelan.
“Ih iya-iya. Kamu bawel nih.” akhirnya ia beranjak dari ranjangku menuju kamar mandi. Aku menyiapkan baju untuknya dan menaruh di atas kasur.
“Shan. Aku ke bawah duluan, ya. Bajunya udah aku siapin di tempat biasa.” ucapku agak teriak di depan pintu kamar mandi.
“Iyaaaa~!”



Saat aku sampai di ruang makan, aku melihat kak Kinal sedang asik sarapan dengan kak Ve.  Ya. Hari ini aku dan kak Kinal memiliki rencana untuk...hhm..ya ceritanya double date ke suatu tempat. Tapi tenang, kali ini kami tidak menggunakan mobil kak Ve lagi kok. Kali ini kami menggunakan mobil Papa. Kata Papa, kak Kinal boleh mengendarai mobil sendiri kalau ada kak Ve di sebelahnya, karena kalau ada kak Ve, Papa yakin kak Kinal gak akan kebut-kebutan dan pasti patuh aturan. Pokoknya hidup kakak badai! \o/
“Shanianya mana Beb?”
“Gak ada basa-basinya banget kalau nanya. Masih di atas tuh lagi mandi.” jawabku agak sewot sambil menuangkan air putih untuk ku minum
“Kok mandinya gak di temenin?”

Uhuk! Uhuk!

“Kinal!” kak Ve langsung memberikan tatapan tajamnya ke arah kak Kinal. Apa maksudnya dari kok gak ditemenin nih?!
“Kamu jangan salah paham dulu sayang. Maksud aku tuh, kok gak ditemenin sampai selesai mandi? Kan biar turunnya bareng-bareng. Gak sendiri-sendiri gini. Gimana pun juga kan Shania itu tamu di rumah aku.” jawab kak Kinal santai
“Alah bisaan aja jawabnya. Paling ngeles.” cibirku sambil mengelap sebagian kecil bajuku yang basah dengan tissue karena tersedak tadi.
“Yeee beneran. Emang kamu mikirnya gimana?” kok mukanya ngeledek ya? -_-

“Pagi kak Kinal. Wah ada kak Ve juga nih? Pagi kak Ve.” akhirnya si kesayangan keluar dari tempat persembunyiannya juga.
“Pagi..” jawab kak VeNal bersamaan. Sebelumnya, Shania memang sudah beberapa kali bertemu dengan couple VeNal ini. Tapi ini pertama kalinya kami akan pergi bersama.
“Ayo Shania sarapan dulu. Anggap aja rumah sendiri.” lanjut kak Kinal
“Iya makasih kak Kinal.” aku menarikkan satu buah kursi untuk Shania dan aku duduk di sebelahnya. Sebagai tuan rumah sekaligus pacar yang mudah-mudahan baik, aku mengambilkan 2 lembar roti tawar untuk Shania.
“Kamu mau pakai selai yang mana?”
“Samain aja kayak kamu.” aku mengangguk tanda tahu sambil mengolesi roti tawar dengan selai cokelat. Setelah selesai, aku menaruh milik kami di piring masing-masing. Tak lupa aku menuangkan susu cair vanilla ke gelas milik Shania dan juga milikku.
“Makasih..” cie di senyum mautin lagi~ ^^

Tak banyak pembicaraan kami saat di meja makan. Jadi kami bisa menyelesaikannya dengan cepat. Belakangan ini Papa dan Mama jarang ada di rumah karena Nenek masih saja sakit, jadi kami tidak perlu berpamitan kepada siapapun. Tapi sebelumnya kami sudah izin kok. Tenang saja.
Saat di dalam mobil, aku merasa ini adalah situasi yang sangat-sangat-sangat canggung. Bahkan jauh lebih canggung dibandingkan dengan saat aku hanya berdua dengan Shania. Selama di perjalanan, aku hanya mendengarkan lagu dengan menggunakan iPod sambil melihat ke arah luar jendela. Begitu pula dengan Shania. Sesekali aku berbicara dengan Shania. Tapi tidak secara langsung. Melainkan melalui SMS.

From: S
Masih jauh gak sih, yang?
To: S
Lumayan. Soalnya macet banget.
From: S
Aku mau ke toilet nih (T^T)

“Kak Kinal. Kalau misalnya nanti ada rest area, berhenti dulu, ya.”
“Siap!”
Aku sedikit melirik ke arah Shania, dan yang di lirik pun kebetulan melakukan hal yang sama. Tanpa mengeluarkan suara, Shania mengucapkan “terimakasih” ditambah dengan wink mematikannya. Aku langsung mengarahkan pandanganku keluar jendela sambil tersenyum-senyum sendiri. Kalau saja tidak ada kak Ve dan kak Kinal, pasti aku sudah teriak sejadi-jadinya. Gak shanggup khakha~ (~*o*)~

Tak lama, akhirnya kami menemukan rest area. Aku melihat Shania yang mulai merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini. Ya kalian pasti tahu lah rasanya. Saat mobil benar-benar berhenti di parkiran, tiba-tiba Shania langsung membuka pintu mobil dan berlari cukup kencang. Aku, kak Kinal dan kak Ve yang melihat itu sedikit terkejut dan seketika kami pun tertawa.
“Hahaha ya ampun Beby pacarnya. Segitu gak tahannya? Hahaha.” ledek kak Kinal
“Dia udah satu jam nahanin tau. Kak Kinal jalannya lambat sih!” Belaku asal
“Yeee emang jalanannya macet tau! Udah sana temenin Shanianya. Nanti ilang aja baru tahu rasa lho! Hahaha”
Aku langsung turun dari mobil dan menuju toilet. Sesampainya di sana, aku melihat Shania sedang bersama beberapa orang gadis ya kira-kira seumuranku dan Shania lah.
“Shan. Boleh minta foto gak?” “Iya, Shan. Sekali aja boleh gak?” “Aku Shanjunisme lho.” “Iya Shan. Kita berdua ngoshiin kamu.”
“Duuuhh gimana yaaa?” Shania nampak cukup kebingungan. Dengan sangat tidak biasanya, tiba-tiba aku menemukan sebuah ide cemerlang. Kebetulan hari ini aku menaruh sebuah masker di saku sweaterku, aku langsung memakainya. Aku mulai menarik nafasku dalam-dalam dan...

“Shania! Buruan! Udah ditungguin sama member yang lain tuh!” ucapku sedikit kencang dan terlihat sangat buru-buru. Kalau pakai masker kan mereka tidak akan tahu siapa aku. Iya kan? Iya lah. Beby pinter kan? Pinter dong. Pacarnya Shania gitu lho~
 “Maaf ya aku udah ditungguin sama member yang lain. Aku tunggu di theater ya kak!” *wink*
Aku langsung menggenggam tangan Shania dan menariknya keluar dari toilet. Saat ku rasa sudah lumayan jauh, aku mulai menghentikan aksi lari-larian ini dan jalan seperti biasanya.
“Kamu tumben fast respond?”
“Aku juga bingung kenapa bisa cepet gitu. Tapi yaudahlah. Yang penting kan udah selesai.”
“Iyasih. By the way. Aku laper nih. Beli makanan dulu yuk. Apa kek gitu.”
“Sebentar. Aku telepon kak Kinal dulu.” aku mengambil handphone dari saku celanaku. Shania nampak sedang melihat beberapa tempat jajanan di rest area.
Halo?
“Halo kak Kinal. Kak. Shania laper. Kita gak mau makan siang dulu?”
Ya makan aja. Ini kak Kinal lagi makan sama kak Ve.
“Hhm.. Kak.” aku sedikit menjauh dari tempat Shania berdiri. Shania sepertinya tidak sadar, ia sedang asik dengan pemandangan makanan.
“Kak. Kan perjanjiannya kalau makan itu bareng-bareng. Aku takut uangnya gak cukup nih.”
Emang kamu gak bawa uang lebih?
“Enggak. Kan aku sebagai anak polos kesayangan Mama Papa percaya aja sama yang kak Kinal janjiin.”
Alah lebay omongan kamu. Yaudah sini makan bareng sama kakak.
“Ah gak mau. Nanti aku diem-dieman lagi sama Shania.”
Yaudah pake uang kamu aja kalau gitu.
“Yah takut gak cukup kak. Nanti kalau kurang kan gengsi.”
Makanya makan di sini aja biar gak gengsi. Atau gak, kamu pesen aja. Nanti Shanianya ditinggal sebentar, terus kamu ke tempat kakak ambil uangnya.
“Nanti kalau Shania kenapa-napa pas aku tinggal gimana?”
Hiya ampuuunn. Khawatir banget sih. Kak Ve yang bidadari gini aja gak ada yang berani deketin walau kak Kinal tinggal.
Kinal!” aku mendengar suara kak Ve yang sudah pasti ada di sebelah kak Kinal
Hahaha aduh sakit Ve! Haha. Eh, Beby. Jadinya gimana? Buruan. Kak Kinal mau makan nih. Jadi susah makannya gara-gara di telepon kamu.
“Aduuuhh gimana yaaa? Hhhmm..”

“Udah kita makan sendiri aja.” tiba-tiba suara Shania berada tepat di sampingku. Aku sedikit terkejut dan reflek langsung mematikan sambungan telepon dengan kak Kinal.
“K- kamu sejak kapan ada di samping aku?”
“Sejak bagian ah gak mau nanti aku diem-dieman lagi sama Shania.” ucap Shania sambil menirukan gaya dan nada bicaraku yang agak menyunda ini.
“Lagian kamu gak usah pusing-pusing gitu. Kita pacarannya berdua. Masa nanggung biayanya sendiri?”
“Bukannya gitu, Shan. Cuma kan aku gak enak kalau harus kamu yang bayar.”
“Lho? Emang kenapa? Di jepang aja yang bayar gak selalu satu pihak lho.”
“Tapi kan ini di Indonesia.” jawabku masih tetap kekeuh
“Lagi pula, dari awal..hhm gak deng. Bahkan dari sebelum pacaran, semuanya kan selalu kamu yang bayar. Anggap aja sekarang gantian aku yang bayar. Gampang kan?”
“Tapi Shan..”
“Udah ayok!” Shania menarik tanganku namun aku berhasil menahannya
“Shan..”
“Kalau kamu gak mau aku bayarin aku marah nih.”
“Shania..”

“Satu..” Shania mulai melemparkan tatapan sinisnya ke arahku. Selama dua bulan lebih sedikit aku berpacaran dengan Shania, jujur aku belum pernah mendapat tatapan sinis darinya. Sekali pun sedang cemburu atau marah, paling hanya dapat manyunnya saja.
“Shania tapi kan-“
“Dua..”
“Shan dengerin aku-“
“Ti....”
“Iya iya ok kita makan dan kamu yang bayar. Biarin aja nanti aku pesen semua makanan yang ada. Hih!” jawabku sedikit kesal dengan keras kepalanya Shania.
“Nah gitu dong. Terserah kamu mau makan apa. Pokoknya aku yang bayar.”
“Eh tapi di sini gak ada tukang bakso lho.” sahutku cepat.
“Gapapa yang penting ada kamu. Buruan aku udah laper nih.” Aku menyerah. Shania langsung menggandeng tanganku dan akhirnya kami pun makan siang dengan biaya tanggungan berada di tangan Shania. Aku tidak benar-benar memesan semua makanan yang ada. Hanya memesan dua jenis, namun yang paling mahal haha ._.)v
Setelah selesai makan siang, akhirnya kami kembali ke mobil yang sudah ada kak Kinal serta kak Ve di sana. Karena kekenyangan, Shania dan juga kak Kinal merasa sedikit mengantuk dan jarak pun masih lumayan jauh karena macet yang tidak tertahankan.

From: S
Yang. Ngantuk.

Aku langsung mengarahkan pandanganku ke arah Shania. Aku lihat wajahnya sudah cukup lelah. Padahal hanya duduk di mobil. Matanya pun mulai lebih sipit dari biasanya. Aku melebarkan tanganku agar Shania mendekat ke arahku. Lalu aku sandarkan kepalanya di bahuku sambil tangannya terus ku genggam. Sesekali aku mencium keningnya. Tak lama kesayanganku pun tertidur.
“Ve aku ngantuk nih.”
“Awas aja kalau kamu ngebahayain nyawa kita semua!” ancam kak Ve yang sedikit ketakutan
“Makanya cubit aku biar gak ngantuk.” tanpa basa-basi kak Ve langsung mencubit lengan kak Kinal.
“Yah, Ve. Mana berasa. Yang kencengan cubitnya. Bisa nabrak nih kalau aku ketiduran.”
“Ish! Makanya kamu jangan makan mulu. Gendut kan tuh. Gak berasa kalau dicubit!” astaga pasangan ini berisik banget. Shania kan lagi tidur -_-
“Yeee malah nyalahin aku. Aku ngebut nih!”
“Kinal!”
“Makanya cubit lenganku biar gak tidur.”
“Ish!” kak Ve malah melipat kedua tangan di depan dadanya dan tak lupa, jurus menggembungkan pipi~

“Duh duh duh. Ada yang ngambek. Jangan gitu dong, nanti aku-“
“Aku apa?!” kak Ve galak guys *-*
“Nanti...aku cubit maksudnya. Galak banget sih. Tadi makan nasinya pake tawon ya?”
“Gak lucu, Nal. Udah ngendarain yan bener.”
“Duh bidadari khayangannya aku ngambeeekk hahaha.” ngantuk, sih. Tapi tetep lancar ya godain pacarnya. Fokus ke jalanan, sih. Tapi kok agak nunduk-nunduk gitu ya kak?
“Nal kamu yang bener ngendarainnya!” ucap kak Ve setengah berteriak saat kak Kinal mulai tidak pada jalur yang semestinya
“Iya Ve iya.”
“Nal awas!” “Nal liat tuh!” “Nal-“
“Kak. Gimana kalau kalian tukeran posisi aja? Biar kak Kinal tidur dulu, terus kak Ve yang ngendarain. Selesai kan?” selakku yang mulai pusing melihat tingkah mereka. Untung Shania masih pulas tertidur.
“Oh iya. Gak kepikiran.”
“Kan. Aku juga ujung-ujungnya yang ngendarain. Yaudah buruan pinggirin.”
“Galak banget sih Ve. Lagi PMS ya?”
“Gak! Aku lagi pengen makan orang!” saat mobil benar-benar menepi, mereka pun bertukar posisi. Tanpa aba-aba dan basa-basi pada kak Ve sedikit pun, kak Kinal langsung tertidur dengan posisi dan ekspresi yang abnormal.

(ceritanya ini tidur di mobil ya :p)


“Ya ampun, Nal. Tidur kok gak bisa beneran dikit, sih. Mana seat-belt gak dipasang. Kalau kena tilang kan kamu yang repot. Kebiasaan suka bikin susah diri sendiri.” mobil pun kembali menepi dan kak Ve memasangkan seat-belt untuk kak Kinal yang sudah mimpi indah.
“Kalau dibilangin aku aja yang ngendarain tuh gak usah ngeyel. Kamu nantinya bisa capek. Besok kan sekolah. Bandel sih kalau dibilangin sama aku. Untung sayang.” tutup khotbah dari kak Ve dengan mengecup pipi kak Kinal cepat. Kenapa kak Ve berani? Karena aku sudah pura-pura tertidur dengan sesekali melirik ke arah mereka berdua. By the way..subhanallah ya. Ini pacar apa istri? Kok idaman banget. Huehehe~
Tak lama, aku merasa kalau aku pun ikut tertidur. Tak bisa dibohongi, aku juga sebenarnya merasa ngantuk. Entah sudah berapa jam tertidur, aku merasa pintu mobil di depanku terbuka. Perlahan aku mulai membuka mataku dan mengedarkan pandanganku ke arah sekitar. Shania masih tertidur. Kak Kinal dan kak Ve sudah tidak ada di dalam mobil. Dan saat aku melihat ke luar jendela....wah pemandangan lautnya bagus bangeeett! Pantainya bersih pula. Eh. Ini bukan di ancol ya. Masa mau ke ancol dari pagi sampe mau ketemu sore  haha.

“Shania.. Bangun.” aku menggerakan pelan bahuku yang menjadi tempat sandaran Shania untuk tidur.
“Hhm?”
“Ayo bangun. Kita udah sampe nih.” mendengar kata sudah sampai, Shania langsung memperhatikan keadaan sekitar. Dan seketika senyumnya mengembang luas. Syukurlah kalau Shania senang ^^
“Yah Beb. Tapi aku gak bawa baju ganti. Masa berenang pakai jeans sama baju gini? Terus pulangnya gimana?” cie manyun
“Ya gak usah berenang. Gampang kan?”
“Terus kalau ke pantai tapi gak berenang mau ngapain? Kepang rambut? Bikin tato-tatoan? Beli otak-otak? Kan gak asik, Sayang.”
“Yaudah kamu balik ke Bekasi, naik roket, terus ambil baju ganti deh.” jawabku santai
“Ish! Nyebelin deh kamu! Kalau aku gak boleh berenang, aku ngam-“
“Aku apa?” potongku cepat sambil mendekatkan wajahku ke arahnya
“A- a- aku nga- ngam-“
“Ngam apa? Ngambek?” aku semakin mendekatkan wajahku dengannya
“K- kamu la- lagi kenapa deh?” terlihat jelas perubahan ekspresi Shania dari yang sebelumnya lucu menggemaskan menjadi gugup.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Aku menjauhkan wajahku dari wajahnya dan tertawa puas karena ekspresinya itu.

“Hahahaha. Shania.. Shania.. Gugup banget. Biasanya juga kamu yang mulai.” tanpa berkata apapun, Shania yang lagi lagi merubah ekspresinya menjadi tidak percaya dan melipat kedua tangan di depan dadanya. Kali ini dia marah.
“Kalau marah kayak gitu, gak aku bolehin berenang lho.” ucapku lembut sambil merapihkan poninya,
“Emang kamu bawa baju ganti buat aku? Kan enggak.” ketusnya tanpa melihat ke arahku
“Kata siapa? Aku bawa kok. Kan aku tahu rencana ini lebih dulu daripada kamu. Jadi pasti udah aku persiapin semuanya. Dan baju ganti kamu ada di bagasi tuh. Di tas ransel aku.” jawabku bangga
“Jadi serius nih aku boleh berenang dan kamu bawa baju ganti buat aku?”
“Iya sayaangg..” jawabku lagi sambil mengusap acak rambutnya
“Yes! Makasih!” Shania langsung memelukku singkat. Saat ia ingin membuka pintu mobil, aku menahan pergelangan tangannya.
“Akunya cuma dipeluk nih?” tanyaku sedikit memasang tatapan memelas
“Salah sendiri tadi waktu ada kesempatan bukannya dimanfaatin malah dibuang gitu aja. Wleee~!” 

Shania langsung keluar dari mobil dan aku hanya menggeleng sambil tersenyum simpul.
Setelah selesai berganti baju, Shania menghampiriku di tepi pantai.
“Lho kamu kok gak ganti baju?” tanya Shania yang terlihat sudah sangat siap untuk berenang. Tenang. Pakaian yang dipakai Shania sewajarnya kok. Gak usah mikir yang aneh-aneh. Kesayanganku gak boleh di delusiin(?)
“Enggak. Aku gak berenang. Kalian bertiga aja.”
“Kok gitu? Yah gak asik dong..” manyun maning manyun maning
“Asik aja kok. Udah sana berenang. Tuh kak Kinal sama kak Ve udah asik main basah-basahan masa kamu masih kering gini.”
“Tapi kamunnya-“
“Udah gapapa. Sana berenang. Nanti aku fotoin.” jawabku sambil menunjukan kamera DLSR yang sedari tadi ku pegang.
“Iyaudah deh. Tapi fotoin kita bertiga aja ya. Awas lho kalau sampe foto yang lain. Nanti aku-“
“Iya aku gak foto yang lain udah sana berenang. Nanti keburu malem jadi berenangnya gak puas.”
“Ok!” Shania mengecup pipiku singkat dan berlari menghampiri kak Kinal beserta kak Ve yang cukup jauh.

Kembali aku melanjutkan aktifitasku sebelumnya, yaitu mengambil gambar. Aku memfokuskan untuk lebih banyak mengambil gambar si gadis yang mudah tersenyum dan selalu disiplin. Sesekali mereka menghampiriku untuk minta difoto secara berpasangan. Lama kelamaan, aku dan Shania tidak terlalu canggung lagi di depan kak Kinal dan kak Ve.
“Ayok buruan pasangan yang masih cinta monyet sini di fotoin.”
“Yang bener ya.” aku menyerahkan kamera pada kak Kinal yang tangannya sudah kering tentunya.
“Siap ya? Satu.. Dua.. Tiga..” *cklik!* pose pertama. Shania menggandeng lenganku dan tanganku yang satunya membentuk peace~
“Lagi lagi ayo! Satu.. Du-“
“Eh tunggu dulu! Yang tadi bagus gak?!” tanyaku sedikit curiga
“Bagus lah. Pokoknya yang dipegang kak Kinal tuh hasilnya bagus! Percaya aja udah.”
“Ah apaan. Kak Ve dipegang kak Kinal jadi agak gesrek.” cibirku yang membuat kak Ve malu-malu badai(?)
“Hush! Dia mah beda. Udah buruan mau difoto gak?”

*cklick!* *cklick!* *cklick!* beberapa kali kami berfoto. Ada pose saat aku mencium pipi Shania, ada juga yang sebaliknya. Ya awalnya canggung, sih. Tapi yasudahlah. Kak Kinalnya juga gitu, sih(?)
“Shan kita naik banana boat yuk!” ajak kak Kinal. Gak kok gak cemburu. Emangnya aku Shania siapa aja dicemburuin. Liat kambing dibedakin terus ku ajak jalan juga dicemburuin.
“Tapi kak kita kan cuma bertiga. Emangnya bisa?”
“Udah itu mah gampang. Rejeki anak sholeha gak kemana. Nanti juga ada aja yang mau naik juga tapi kurang orang.”
“Hhm.. Yaudah deh kalau gitu. Yuk! Beb, aku tinggal dulu ya.” aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Ku lihat mereka sedang menaiki banana boat dengan dua orang yang tidak terlalu jelas ku lihat. Karena mereka cukup jauh dan aku tidak memakai kacamataku. Aku memutuskan untuk duduk di ayunan yang ada di pantai ini sambil melihat hasil gambar yang aku ambil. Pas sekali saat galeri di kameraku berhenti pada foto pertama, mereka pun datang dengan basah kuyupnya.

“Hahaha seru banget ya kak. Aku seneng deh diajak liburan kesini. Makasih ya kak Kinal. Makasih ya kak Ve.”
“Iya sama-sama.”
“Ehem! Idenya siapa dulu ehem!” selakku yang tak mau kalah
“Iya iyaaa. Ini idenya Beby lho Shaniaaa~” lanjut kak Kinal meledek
“Wiiihh makasih ya sayang. Kamu emang paling top deh!” puji Shania sambil mengacungkan dua jempolnya ke arahku. Aku hanya bisa tersipu malu.
“By the way, di sana aku liat ada yang jual ice cream lho. Kalian mau gak?” tanyaku
“Boleh boleh. Strawberrynya dua ya!”
“Aku rasa vanilla, Beb!” aku hanya mengangguk dan berjalan menuju tempat ice cream yang tadi ku lihat. Tapi saat sudah ingin sampai, aku baru kepikiran akan sesuatu. Aku harus membawa tiga cone ice cream yang ukurannya yaaa lumayan hanya dengan dua tanganku. Apa gak bakal jatuh? Aduh Beby dongdongnya kumat nih. Ah biarin deh. Kalau rejeki mereka ya gak bakal jatuh. Bismillah!

“Mas. Ice cream strawberrynya 2. Vanillanya 2 ya.”
“Siap!”
“Mas ice cream vanillanya satu ya!”
“Wah Mba. Rasa Vanillanya habis. Sisanya tinggal cokelat nih.”
“Yah saya gak suka rasa cokelat, Mas. Kalau strawberry?”
“Abis juga Mba. Pokoknya tinggal cokelat nih. Strawberry sama Vanillanya udah buat Mba ini.”
“Yah.. Lho? Beby?” aku menengok ke arah sumber suara.
“Ochi?” ternyata gadis yang kehabisan stock ice cream ini Ochi. Tumben sekali aku tidak begitu sadar dengan kehadirannya. Biasanya...ah bukan biasanya. Tapi dulu. Saat aku masih dekat dengan Ochi, aku bisa dengan cepat merasa kehadirannya. Bukan, dia ini bukan makhluk halus. Tapi sejenis dengan kak Veranda, yaitu bidadari. Hanya saja ini versi pecicilannya.

Ochi ini adalah gadis yang pernah aku sukai dulunya. Aku selalu bermain ke rumahnya, dan tidak sebaliknya. Jadi wajar saja jika Mama bilang kalau Shania adalah orang pertama yang aku ajak main ke rumah. Kami hanya pernah dekat. Tapi tidak lebih dari sekedar teman. Selain aku tidak berani mengungkapkan, Ochi tidak mempunyai rasa yang sama sepertiku. Maklum lah. Dulu itu kita masih SMP. Dan saat SMA kami berbeda sekolah karena aku harus pindah ke Jakarta, sedangkan Ochi tetap di Bandung.

“Beby apa kabar? Waaahh gak nyangka bisa ketemu Beby di sini hahaha.”
“Hehe iya kabar baik. Kamu?”
“Alhamdulillah kabar baik juga kok. Sama siapa kesininya?”
“Sama kak Kinal, sama pacarnya kak Kinal, sama-“
“Ini dek ice-nya.”
“Oh iya Mas. Hhm.. Chi. Ini Vanillanya satu buat kamu aja.”
“Gak usah gak usah. Itu kan punya kamu. Udah gapapa yaelah kaku banget kayak kanebo kering. Kayak baru kenal kemarin sore ajasih.”
“Udah gapapa ambil aja. Di Bandung mah belum tentu ada yang kayak gini hahaha.”
“Yeee! Banyak tauuu! Hahaha.”
“Yaudah nih buruan ambil. Nanti meleleh.”
“Ikhlas nih?”
“Iya ikhlas. Geura atuh di ambil.” nyundanya keluar deh haha. (geura: cepet)
“Iya deh iya. Makasih ya haha.”
“Iya santai aja. Kaku banget kayak kanebo kering. Kayak baru kenal kemarin sore ajasih haha.”
“Yeee bahasaku tuh! Eh sini strawberrynya satu aku yang bawain. Kamu repot banget kayaknya.”
“Cie Ochi peka. Makasih ya haha.”
“Iya santai. By the way tadi sama siapa aja?”
“Sama kak Kinal, sama pacarnya kak Kinal, sama-“
“Nih Mba kembaliannya.”
“Oh iya makasih, Mas. Yuk Chi kita kesana.”

Baru beberapa langkah aku berjalan dari tempat ice cream, tiba-tiba ada yang mengganjal di pikiranku. Ochi? Shania? Shania? Ochi? WAAAAHHH GAK BEREEEESSS. Gak boleh nih gak boleh. Mereka gak boleh ketemu. Shania bisa salah paham. Gawat!
“Eh Chi. Kayaknya-“
“Wah ice creamnya dateng!” teriak kak Kinal yang membawa dua bidadari cantik ke arahku dan Ochi
“Lho Ochi? Ada di sini? Wiiihh lama gak ketemu! By the way, ini ice cream kak Kinal kan? Makasih ya haha.”
“Oh iya ini kak Ve. Shan.” ucapku sambil memberikan ice cream pesanan mereka.
“Punya Beby mana? Kamu gak beli?” tanya kak Ve yang membuatku bingung menjawab apa. Tapi belum sempat membuka mulut, tiba-tiba sudah ada juru bicaranya.
“Tadi Beby beliin buat aku Kak. Soalnya stock Vanillanya abis. Jadi punya dia dikasih ke aku deh hehe.”
“Wih Beby. Hebat euy. Masih baik aja sama mantan hahaha.”
“Kinal!” ucap kak Ve yang membuat pandanganku, Shania, serta kak Ve sendiri seakan-akan ingin memakan kak Kinal hidup-hidup. Hhm..gak deng. Ralat. Shania bukan mau makan kak Kinal. Tapi memakanku. Ochinya juga santai banget. Jawabnya luwes. Hiks T^T)
“O’ow. Hhm.. Ve. Kayaknya kita harus ke mobil deh ambil baju ganti. Cuacanya juga udah gak bagus nih. Kayaknya bakal ada hujan badai sama petir. Shan, jangan lama-lama ya. Biar kita cepet pulang. He. He. Heee...” kak Kinal langsung menarik tangan kak Ve dan meninggalkanku di posisi yang fantastic ini.
“Kamu gak ada niat kenalin aku ke mantan kamu ini?” tanya Shania langsung to the point. Tak lupa dengan mempertekankan nada pada kata mantan.
“Ochi.” tanpa diduga Ochi langsung mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri dengan sebuah senyum yang pasti semakin bikin panas Shania.
“Shania. Pacarnya Be-by.

“Oh. Hai Shania.” HAI?! H...A...I?! H-A-I?! SHANIA UDAH NGAJAK PERANG ITU WOOOYY! ASTAGFIRULLAH. GWS CHI GWS.
“Eh yaudah ya. Aku pamit duluan. Cuacanya mendung nih. Duluan, ya Beb. Shan. Dadah..” DADAH?! D-A-D-A-H?! DADAH AYAM TUH ENAK! Gak lucu? Bodo. Kzl wa. T^T)
“Hhm.. Shan. Ice creamnya cair.”
“Biarin. Ini tuh karena efek ada sumber energi panas dari hati yang menghujani ladang gandum hingga jadilah-“
“Shan..”
“Aku ca. pek.” dengan mudahnya Shania membuang ice cream yang ku beli tadi ke dalam tong sampah. Kenapa harus ada tong sampah di sini?! Ha?! Kenapaaarrgghh?! W(OoO)W
Aku tidak ingin terburu-buru menjelaskan kepada Shania. Aku ingin ia merasa setidaknya satu persen lebih tenang dari sebelumnya. Keadaan di mobil terasa sangat panas. Padahal sudah pakai AC dan cuaca di luar pun hujan. Entah lah. Mungkin aura kegelapan dari Shania sedang maksimal(?)

Kak Kinal si pembuat masalah dengan mudahnya tidur sehingga kak Ve yang harus mengendarai lagi. Sesekali ku lihat kak Ve melihat ke arah spion belakang. Ya tentu saja yang bisa ia lihat hanya lah Shania yang sedang menjaga jarak dariku. Tidak satu pun diantara aku dan Shania tertidur. Entah aku tidak ada rasa kantuk sedikit pun.
Saat sudah sampai di rumah, aku melihat supir Shania sudah berada di kursi depan teras rumahku. Tanpa basa-basi denganku, Shania langsung berpamitan dengan Papa, Mama, kak Kinal dan juga kak Ve. Iya. Cuma sama mereka. Saat Shania membuka pintu mobilnya, seketika aku teringat akan sesuatu.
“Shan! Tunggu dulu! Tas kamu masih ada di kamar aku.” Shania langsung menghentikan geraknya dan berbalik ke arahku. Dengan lancarnya ia kembali memasuki rumahku beserta kamarku. Tapi aku tidak ingin menyianyiakan kesempatan ini. Aku harus menjelaskan pada Shania.
Saat Shania sudah masuk ke kamarku, aku langsung mengikutinya masuk ke dalam dan mengkunci pintu kamarku.
“Gak lucu. Buka pintunya buruan supir aku udah nungguin.” tak ada ekspresi apapun di wajahnya. Datar.
“Iya nanti aku bukain kalau kamu mau denger penjelasan aku dulu.”
“Cepetan aku lagi gak mau bercanda.” lagi lagi datar.
“Shan. Aku lebih suka kamu marahin, kamu ambekin daripada kamu diem kayak gini. Diemnya kamu tuh nerakanya aku.”

“Mau bukain pintunya atau aku lompat lewat jendela?”
“Lompat aja kalau berani.”
“Aku berani.”
“Tapi jendelanya udah di pasangin besi tralis.”
“Ok gak jadi. Cepetan buka pintunya.” (lha shan? piye sampeyan?)
“Ok kalau kamu gak mau dengerin penjelasan aku. Tapi seenggaknya aku mau dapet satu jawabaaaannn aja dari kamu. Abis itu kamu boleh pergi.”
“Yaudah cepetan.”
“Ok. Jadi gini. Sebelumnya aku-“
“Langsung ke intinya. Cepetan.”
“Ok ok. Jadi gini, sebenernya-“
“Aku bilang langsung ke intinya. Aku udah capek hadapin kamu yang deket sana sini sama cewek. Malah kalau bisa kita pu-”
“Kita apa? Putus? Gapapa kita putus. Asal kamu bisa kasih aku satu nama aja yang bikin kamu cemburu, dan moment apa yang bikin kamu cemburu sampe bikin kamu capek dan mau putusin aku. Satu aja. Gak usah banyak-banyak.” aku berusaha menahan sedikit emosiku.

Tidak sedetik pun Shania menatap ke arahku. Ia melihat ke arah kirinya sambil kedua tangan dilipat di depan dadanya. Tapi bisa ku lihat dengan jelas ada mendung di matanya. Aku yang sudah siap jika memang hubungan ini harus berakhir mengepal tangan kanan dan mengangkatnya seraya ingin menghitung nama serta kejadian yang akan Shania sebutkan.
“Elaine.” aku mengangkat ibu jariku pertanda hitungan orang pertama
“Dia cium kamu waktu di GBK.” lanjutnya yang masih tertunduk
“Waktu itu kita belum jadian. Gak masuk hitungan.” aku kembali menurunkan ibu jariku karena itu tandanya Elaine bukan alasan pertama
“Kak Ve.” kembali aku mengangkat ibu jariku
“Kamu pasangin dia aksesoris rambut waktu acara modeling.”
“Yang pertama kak Ve mintain tolong siapa?” tanyaku lembut
“Aku.”
“Tapi kamunya?”
“Nyuruh kamu.”
“Ok gak masuk hitungan lagi. Next?”
Ada lima nama yang sama dengan kejadian yang berbeda-beda. Dan semuanya tidak masuk hitungan karena memang bukan aku yang mencari masalah. Hanya Shanianya saja yang memang cemburuan.
“Ochi.”
“Kamu kasih dia ice cream kamu.”

“Aku kasih kamu semua yang aku punya. Satu cone ice cream itu gak ada seujung kukunya sama apa apa yang udah masih dan akan aku kasih ke kamu.” mendengar ucapanku Shania hanya terdiam dengan posisi yang tak berubah. Tapi perlahan aku mendengar suara isakan.
“Masih ada kandidat lainnya buat bilang aku player?” Shania menjadi menunduk dan menggeleng pelan namun isakannya semakin terdengar jelas.
Aku menurunkan tanganku yang sebelumnya ku kepalkan. Aku mendekatinya dan memeluknya. Tangisan Shania pun pecah. Ia menangis di pundakku dan dengan perlahan aku mengelus punggungnya mencoba untuk menenangkan. Setelah beberapa saat, akhirnya tangisnya pun reda.
“Aku sayang kamu. Sayaaanngg banget. Bukan maksud mau nyalahin kamu. Tapi-“
“Iya aku tahu aku yang terlalu cemburu. Aku yang keras kepala dan kekanak-kanakan. Bikin kamu pusing dan nyusahin kamu. Bukan kamu yang player. Aku minta maaf. Jangan tinggalin aku ya?” ucapnya lembut yang sudah tidak terlalu terisak perlahan ia mengangkat kepalanya dari pundakku dan menatap ke mataku dalam-dalam.
“Asal kamu tahu ya, Shan. Kalau gak ada kamu di sisi aku tuh rasanya aku gak mau ikut jadi peserta dunia lain.” ucapku tak kalah lembut sambil mengusap sisa air mata di wajahnya
“Kenapa gak mau? Bukannya kamu masih ada berani-beraninya walau sedikit?” udah bisa ngeledek rupanya.

“Tanpa aku harus ikut dunia lain juga duniaku udah lain kalau gak ada kamu.” aku tersenyum sambil merapihkan rambutnya yang sedikit acak-acakan.
“Apaan sih gak lucu.”
“Aku serius. Aku udah terbiasa sama kamu. Gak ada yang lebih baik dari kamu, sebab kamu udah yang terbaik buat aku. Jangan ada yang saling ninggalin ya?”
Shania mengangguk dengan senyumnya yang akhirnya terbit juga.
“Aku sayang banget sama kamu, Shania.” aku mencium keningnya pelan dan cukup lama. Setelah itu aku memeluknya dengan cukup erat.
“Aku juga sayang banget sama kamu.” ucapnya di sela-sela pelukan
“Aku minta maaf ya.”
“Aku juga minta maaf ya.” anggukan kecil darinya dapat ku rasakan dengan sangat jelas. Dengan tiba-tiba ia langsung melepaskan pelukan.
“Kenapa?” tanyaku heran
“Supir aku kan masih nungguin di bawah. Aduuuhh udah kelamaan nih. Kasihan kan. Buruan buka pintunya.”
“Oh iya iya. Sebentar ya. Duuuhh kunci kamarku yang mana yaaa?” di rumahku ada 12 pintu yang memiliki kunci yang berbeda. Setiap orang rumah memiliki duplikatnya satu. Jadi....aku harus mencari salah satu kunci dari 12 ini -_-
“Buruan Beby udah malem banget nih!”

“Ih iya sabar kamu bawel. Ini juga lagi dicari kuncinya yang mana. Aduuuhh” aku mengutak atik kunci yang satu dan yang lain.
“Ah udahlah lewat jendela aja.” lanjutku yang sudah pasrah karena Shania gak sabaran
“Lho katanya udah di pasang besi tralis?”
“Enggak aku bohong. Udah lewat jendela aja.”
“Ih enggak ah aku gak berani. Kamu ada ada aja ih!”
“Yeee tadi katanya berani. Gimana sih?”
“Oh mau lanjut berantem? Ha?”
“Iya enggak kok enggak. Ah! Udah nih!” aku langsung membukakan pintu untuk tuan putriku yang disiplin ini.
Sesampainya di bawah, ya memang sih, supirnya sambil duduk lagi di bangku teras karena Shania kelamaan. Ya maaf ya Pak. Maklum anak muda kalau gak langsung diselesaiin masalahnya bisa makin labil.
“Pak maaf ya Shania lama.”
“Oh iya gapapa non. Udah gak ada lagi yang ketinggalan?”
“Enggak kok. Yaudah yuk Pak pulang.”
“Kamu hati-hati ya.”
“Iya. Kamu jaga hati ya.”
“Iya. Dadah..” aku melambaikan tangan ke arahnya. Perlahan mobil itu pun menghilang dari hadapanku.

Akhirnya masalah selesai dan liburan pun yaaa cukup menyenangkan dan menegangkan haha. Aku langsung merebahkan tubuhku ke atas kasur dan...tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal di punggungku. Saat aku mencoba mencari tahu apa itu ternyata...HANDPHONE SHANIA KETINGGALAN?!
Aish! Gimana balikinnya nih? Rumahnya aja aku gak tahu. Theater? Ah duuuhh. Dua minggu ini Shania gak ada jadwal. Duuuhh gawat gawat gawat. Ah. SMS ke nomor keluarganya aja deh.

To: Mama
Malam tante. Maaf ganggu. Ini Beby. Tante, handphone Shania ketinggalan di rumah Beby. Kalau mau balikin, Shania ke theaternya kapan ya? Terimakasih. Maaf ganggu.
Satu jam. Dua jam. Dua jam 1 menit. Akhirnya handphone Shania bergetar.
From: Mama
Balikin sendiri dong ke rumahnya. Gimana sih kamu. Urusan alamat cari tahu sendiri ya :p Jangan dibajak lho Twitternya. Awas aja sih! Hahaha. Love you~!
To: Mama
Kirim pakai JNE aja gak boleh?
From: Mama
Anggap aja tadi ketemu terakhir sama aku.
EEERRRGGGHHHH! MASALAH GUGUR SATU TUMBUH SERIBUUUU W(OoO)W KENAPA GAK DITEBAS SAMPAI KE AKAR AJA SEKALIAN BIAR GAK TUMBUH-TUMBUH LAGEEEHH?! W(OoO)W

Ahelah. Untung sayang. Kalau enggak udah dijual nih HP buat beli photopack AKB. *teteup*

Ah udahlah. Urusan ke rumah Shania dipikirin nanti aja. Ngantuk. Mau tidur. Bye!

8 comments:

  1. huahahahahahahahaha xD
    aing speechless.... (°_°)
    top! (y)

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Lanjut.. Keren bangeeeettt!!!! Cerita gak ngebosenin.... Ajjiiiibbb deeh..

    ReplyDelete
  4. lucu euy ceritanya.. manis kek madu..

    ReplyDelete
  5. btw, nanti di dahsyat akan ada Ochi.. langsung dibikinin ffnya aja hahaha

    ReplyDelete