Sebelumnya makasih buat owner yang udah izinin saya post FF di sini lagi hoho.
Maaf kalau feelnya kurang dapet, soalnya biasa bikin BebNju tiba-tiba ke GreMids mungkin gregetnya kurang/? xD Enjoy!
Intro:
-Hamids: Murid baru yang masih duduk di bangku
kelas 1 SMA. Saat SMP terkenal GGC alias Ganteng-ganteng Cengo.
-Shania Gracia: Murid baru yang masih duduk di
bangku kelas 1 SMA. Saat SMP terkenal sebagai si cantik yang selalu tersenyum.
-Boby: Cowok idaman level expert di sekolah. Murid
kelas 3 yang terkenal player sekaligus kakak kandung Hamids.
-Shania Junianatha: Cewek idaman level expert.
Murid kelas 2 yang terkenal agak jutek tapi kalau udah senyum serasa musim semi
alias menyejukan.
-‘-‘-‘-
Hari ini adalah hari pertama Hamids dan Gracia
bersekolah di SMA Nusa Unggul. Boby sebagai sang kakak sekaligus juga kakak
kelas turut memberikan Hamids beberapa petunjuk mengenai lingkungan sekolah
barunya. Begitu pula Shania. Ia memberitahukan Gracia mengenai beberapa info
penting tentang lingkungan barunya nanti, terlebih lagi tentang makhluk-makhluk
yang wajib Gracia jauhi.
-di tempat Hamids & Boby
“Mids. Dengerin gua ya. Kalau nanti ada yang
ajak kenalan, jawab aja. Pokoknya lu harus bersikap cool. Ilangin deh tuh muka
cengonya biar banyak yang naksir. Usahain jangan pernah tebar pesona.
Karena
nanti cewek bakal ngerasa ilfeel. Pokoknya stay cool. Paham?” ucap Boby sebagai
sosok kakak kelas idaman di sekolahnya
“Gua mau sekolah, Kak. Bukan nerusin posisi lu
sebagai playboy sekolah.” jawab Hamids enteng sambil berjalan memasuki gerbang
sekolah
“Yeee siapa juga yang nyuruh lu jadi playboy.
Gua cuma nyuruh lu bersikap stay cool dan jangan cengo.”
“Iya iya. Yaudah gua mau ke kelas duluan.
Kelamaan ngobrol sama lu nanti gue ketularan gak benernya.”
“Yeee. Awas lu kalah saing sama gua!” teriak
Boby saat Hamids sudah berjalan menjauh darinya
-di tempat Gracia & Shania
“Gre, dengerin ya. Pokoknya kamu harus jadi
anak baik-baik di sini. Gak usah cari masalah kalau mau cepet lulus. Tapi kalau
kamu betah lama-lama di sini ya gapapa, sih. Dan yang paling penting, ya.
Jangan pernah mau di deketin sama yang namanya Boby Chaesar. Dia itu player cap
ikan sapu-sapu. Denger-denger juga adiknya sekolah di sini dan baru masuk sama
kayak kamu. Pokoknya kamu harus hati-hati, ya.” terang Shania panjang lebar
pada tetangganya ini
“Iya kak Shania iya. Kak Shania kan udah
ngomong kayak gini berkali-kali. Aku inget kok kak. Tenang aja.”
“Bagus. Yaudah kalau gitu aku ke kelas duluan
ya. Kamu gapapa kan cari kelasnya sendiri?”
“Gapapa kok kak. Lagian aku kan tinggal nanya
aja.”
“Yaudah kalau gitu. Ketemu di jam istirahat
nanti ya, Gre.” jawab anggukan singkat dari Gracia yang kini sudah mulai mencari
kelasnya
Gracia sedang mencari kelasnya yang entah ada
dimana. Ia mulai mulai menyusuri koridor dengan wajah bingungnya. Perlahan ia
memperhatikan tulisan di pintu, barang kali saja itu kelasnya. Tapi...sudah
lebih dari 5 menit ia belum juga menemukan kelasnya. Sampai akhirnya ia
bertanya pada seseorang.
“Permisi kak.” tanyanya sopan dengan senyum
anggunnya
“Iya kenapa?”
“Aku mau tanya. Kelas 10.A itu dimana ya?”
“Oh. Itu di ujung sana.”
“Di ujung?”
“Iya. Kamu kesana aja.”
“Ok deh. Makasih ya kak.”
Dengan patuhnya Gracia langsung berjalan
menuju tempat yang ditunjuk oleh kakak kelasnya tadi.
Namun anehnya, saat ia
sampai di sana, yang ia lihat bukan lah ruangan bertuliskan 10.A tapi malah
bertuliskan “Gudang. – Maaf Pintu Sedang
Rusak. Pak Maman Lagi Cuti, Jadi Belum Dibenerin.”
Gracia mengerutkan keningnya. Sekali lagi,
akhirnya ia bertanya pada seorang kakak kelas yang sekaligus rela
mengantarkannya sampai ke kelasnya. Kakak kelas ini bernama Ratu Vienny, dan ia
bertugas sebagai wakil ketua OSIS di sini.
Saat sampai di depan kelasnya, Gracia langsung
berterimakasih pada Viny. Begitulah kakak kelasnya disapa. Dan ternyata kelas
Gracia berada di lantai 2 dan bukan diujung.
“Bener
kata Shania. Aku harus hati-hati di sini. Untung aja ada kak Viny.” ucap Gracia
dalam hatinya
Saat memasuki kelas barunya, Gracia langsung
mencari tempat duduk yang belum di isi. Dan pandangannya berhenti pada kursi
nomor dua dari belakang. Dengan posisi duduk yang sendiri-sendiri, itu
memudahkan Gracia untuk menikmati dunianya sendiri sambil melihat ke arah luar
jendela. Tak lama suara bel pun berbunyi sebagai pertanda dimulainya jam
pertama.
Pelajaran pertama hari ini adalah Matematika.
Guru yang kata Shania terkenal killer pun memasuki ruangan kelasnya.
“Selamat pagi anak-anak.” ucap guru yang
terkenal Killer itu atau sebut saja Bu Mawar.
“Pagi, Bu..”
“Langsung saja buka buku pelajaran kalian hari
ini. Siapa yang saat SMPnya mendapat juara kelas?” ucap Bu Mawar tanpa
basa-basi sambil menuliskan nama dan nomor HPnya di papan tulis. Beberapa murid
mengangkat tangannya, tapi tidak dengan Gracia. Walaupun ia selalu masuk tiga
besar di sekolahnya dulu, ia tidak mau mengangkat tangannya.
Pelajaran Matematika pun berjalan dengan
metode sersan alias serius tapi gak ada santai-santainya. Belum apa-apa, soal
latihan sudah menumpuk untuk Gracia.
“Di pelajaran saya, haram hukumnya menulis
jawaban beserta cara dengan menggunakan pulpen. Selain itu, kalau salah, tidak
boleh dicoret. Harus menggunakan penghapus. Sekarang, kerjakan soal yang sudah
Ibu berikan tadi.” perintah Bu Mawar
Lima menit. Sepuluh menit. Lima belas menit.
“Duh! Salah! Gak ada penghapus pula. Pinjem
siapa ya?” desis Gracia sangaaatt pelan. Namun entah bagaimana, tiba-tiba orang
di depannya menaruh sebuah penghapus di atas mejanya. Tapi orang di depannya
tidak memalingkan wajahnya ke arah Gracia, ia masih sibuk menulis. Tanpa pikir
panjang, Gracia langsung menggunakan penghapus itu.
“Eh. Eh. Penghapusnya nih.” ucap Gracia sambil
menendang bangku orang yang di depannya pelan. Lalu orang tersebut pun
menengokkan kepalanya ke arah belakang.
“Makasih ya..”
“Hamids.” lanjut Gracia setelah melihat papan
nama di dada kanan orang di depannya. Tak lupa senyum cerah menghiasi wajah
Gracia.
Hamids yang mendapat senyum Gracia hanya bisa
menunjukkan ekspresi cengo dengan mulut yang sedikit terbukanya. Tentu saja itu
membuat Gracia bingung.
“Mids. Makasih penghapusnya.”
“......”
“Mids!”
“Eh. Iya. Kenapa?”
“Ini makasih penghapusnya.” sekali lagi,
Gracia memberikan senyumnya kepada Hamids
“Oh. Iya sama-sama.”
“Shania.” lanjut Hamids setelah melihat papan
nama milik Gracia juga.
“Panggil Gracia aja.”
“Oh ok. Sama-sama Gracia.” karena satu dan dua
kali memberikan senyum itu masih sedikit, maka Gracia memberikan senyumnya lagi
untuk ketiga kalinya. Dengan cepat Hamids langsung mengambil penghapusnya dari
tangan Gracia.
Jam pelajaran Matematika pun selesai lalu
dilanjut dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Kali ini tidak terlalu memusingkan
karena mereka hanya perkenalan serta pembagian tugas kelompok yang terdiri dari
4 orang. Dan kini bel istirahat pun sudah berbunyi dengan merdunya.
“Ya sekarang kalian boleh istirahat. Jangan
lupa dengan pembagian kelompoknya dan minggu depan tugasnya harus dikumpulkan.
Ibu permisi. Selamat siang.”
“Siang, Bu..” guru pun sudah tidak lagi berada
di kelas
“Mids. Mau sekelompok sama kita gak?” ucap
secara tiba-tiba seorang perempuan yang sudah berada di samping meja Hamids
“Ha? Apaan?”
“Lo mau sekelompok sama kita gak?” samar
Hamids melirik ke arah Gracia yang sedang sibuk merapihkan buku-bukunya
“Ajak
Gracia gak ya biar pas empat orang?” pikir Hamids ragu
“Gimana Mids? Mau gak?” tanya perempuan yang
satunya
“Cuma bertiga? Masih kurang satu dong?” tanya
balik Hamids agak keras, siapa tahu Gracia mau ikut dengannya juga.
“Sama gue juga!” tiba-tiba datang lagi seorang
perempuan yang agak lebih gemuk dari teman-temannya
“Nah. Pas nih berempat. Gimana? Mau kan?”
“Hhm.. Boleh deh.”
“Sip! Berarti lo udah resmi satu kelompok
bareng gue, Chika, dan Tya. Boleh minta nomor lo? Biar gampang kalau mau
kerjain tugasnya nanti.” jelas perempuan yang memiliki nama Indah ini
Baru dua angka pertama Hamids sebutkan, Gracia
sudah beranjak dari duduknya dan berlalu pergi menghampiri Shania yang ternyata
sudah berada di depan kelas. Setelah selesai bertukar nomor, Hamids langsung
keluar dari kelasnya dan menuju kantin. Sesampainya di sana, tiba-tiba saja
Boby sang kakak langsung merangkulnya dan mengajak Hamids ke spot kantin yang
menjadi tempat tongkrongan Boby dan teman-temannya.
“Bro. Kenalin nih. Ini adek gue namanya,
Hamids.”
“Apaan sih lu.” Hamids langsung menjauhkan
tangan Boby dari dirinya
“Wih. Adek kakak sama-sama kacamataan gitu ya.
Kebanyakan nontonin yang plus plus ya lu berdua? Hahaha.” ucap asal teman Boby
yang bernama Mario
“Hush! Asal aja lu. Liat dong, dari muka aja
udah keliatan mana yang masih polos mana yang enggak.” timpal Shami sambil
membandingkan wajah Hamids dan Boby
“Udah ah gua laper mau jajan.” belum sempat
Hamids melangkah, Boby sudah merangkulnya lagi
“Buru-buru amat sih. Nih gua kenalin dulu,
yang ini namanya.....” saat Boby sedang memperkenalkan Hamids dengan
teman-temannya, tak jauh dari sana ada Shania dan juga Gracia yang sedang makan
pesanan mereka dengan santainya
“Gimana Gre hari pertamanya sekolah di sini?”
tanya Shania untuk memulai percakapan
“Biasa aja.” jawab Gracia singkat dan hanya
direspon anggukan oleh Shania
“Eh. Eh. Gre. Liat deh. Itu kayaknya yang
kacamata adiknya Boby deh.” ucap Shania yang membuat Gracia melihat ke arah
belakangnya
“Boby itu yang mana ya?”
“Yang pakai kacamata sama topi.”
“Kan ada dua.” Gracia masih memperjelas
pandangannya
“Yang kacamata sama topi dibalik itu kayaknya
adiknya. Liat aja tuh. Penampilannya aja udah mirip. Sama-sama pakai kacamata
terus topi. Mana topinya bukan topi sekolah. Hih.”
“Tapi tadi waktu di kelas Hamids gak pake topi
kok, Kak.” bela Gracia yang sudah kembali ke posisi duduknya
“Hamids? Oh jadi kamu satu kelas sama adiknya
Boby? Duh, Gre. Pokoknya kamu harus hati-hati banget ya.” Gracia hanya
mengangguk malas dan melanjutkan makannya
Selesai makan siang, Shania dan Gracia
langsung beranjak dari tempat duduknya. Saat ingin keluar dari kantin,
tiba-tiba saja ada seorang pria yang menghampiri Shania sambil membawa satu
buah kotak berbentuk hati yang sudah pasti berisi cokelat.
“Shania.”
“Iya?”
“Hhm.. Ini.. Buat kamu.” ucap pria itu dengan
sedikit gugup sambil memberikan kotaknya kepada Shania
“Makasih banyak ya kak.”
“Iya sama-sama, Shan. Di makan ya cokelatnya.”
“Iya pasti.”
“Eh by the way, ini murid baru ya, Shan?”
lanjut pria yang bernama Gery
“Oh ya kenalin ini namanya Gracia. Anak kelas
satu.” Gracia pun hanya tersenyum dan membuat Gery menjadi sedikit gesrek namun
tertahankan
“G- gila. Senyumnya manis banget. Wah.
Calon-calon cewek idaman kayak kamu nih, Shan.” hanya senyuman lah yang menjadi
respon terbaik bagi Shania dan juga Gracia. Setelah itu baik Shania, Gracia
maupun Gery langsung kembali ke kelasnya masing-masing.
Sementara itu di tempat Hamids dan Boby...
“Tuh Bob liat. Si Gery aja berani ngasih cokelat
ke Shania. Terang-terangan pula. Masa lu coba buat deketin lagi aja susah
banget.” ucap Mario yang membuat ekspresi wajah Boby menjadi lemas
“Ya beda lah. Shania kan gak benci sama Gery.”
“Makanya jangan jadi playboy. Kena batunya kan
tuh. Giliran naksir beneran orangnya udah gak mau hahaha.” sahut Shami yang
dapat tatapan sinis dari Boby
“Kalau lu gak mau deketin Shania lagi, yaudah
gua aja yang deketin.” lanjut Shami
“Maksud lu apaan ha?!” Boby langsung memegang
kerah seragam Shami. Jelas itu membuat mereka menjadi tontonan murid-murid yang
berada di kantin
“Wets slow dong, Bob. Slow. Gue cuma
bercanda.”
“Udah wey gak usah berantem. Malu tuh diliatin
anak-anak.” lerai Mario. Boby pun langsung melepaskan kerah seragam Shami kasar
dan beranjak pergi dari kantin.
“Bob mau kemana lu?!” teriak Mario yang sama
sekali tidak digubris oleh Boby
“Lu sih, Sham. Udah tau dia serius banget
kalau soal Shania, pake dibercandain segala.”
“Sorry deh sorry.” jawab Shami seadanya sambil
merapihkan seragamnya. Hamids yang masih berada di sana pun hanya bisa melihat
tingkah aneh kakaknya yang menurutnya playboy ini. Tapi ternyata dibalik itu
semua, tersimpan satu nama, yaitu Shania.
Tiga bulan telah berlalu sejak hari pertama
Hamids dan Gracia masuk sekolah. Sejak kejadian pinjam meminjam penghapus itu,
Hamids mulai sering memikirkan Gracia. Tak cuma itu, sejak saat itu pun Hamids
mulai mencari cara untuk bisa melihat Gracia yang duduk di belakangnya.
Cara Hamids mendekati Gracia pun bukan
berdasarkan petuah dari Boby. Bahkan Boby tidak tahu kalau adiknya ini sedang
jatuh cinta pada teman sekelasnya sendiri. Gracia yang sering sekali
diperingati oleh Shania pun tidak terlalu ambil pusing, karena menurutnya
Hamids adalah orang yang baik. Ya walaupun banyak sekali perempuan yang berada
di dekat Hamids, tapi bagi Gracia, itu bukan lah urusannya.
Hari ini Hamids memulai ritual seperti
biasanya, yaitu melihat wajah manis Gracia melalui rautan yang ada kacanya.
Hamids memiliki banyak stock pensil di dalam tasnya. Bahkan ia rela meraut
pensil milik temannya demi bisa melihat Gracia melalui kaca kecil dari
rautannya.
Memasuki jam kosong, baik Hamids maupun Gracia
berkumpul dengan teman kelasan di spotnya masing-masing. Gracia di depan papan
tulis sambil duduk duduk manis dan ngerumpi. Sedangkan Hamids di pojok belakang
dekat tempat duduknya sambil melakukan hal yang tidak penting, namun sering
membuat teman kelasnya tertawa. Terutama jika Hamids sedang memasang ekspresi
cengonya.
Kali ini geng Hamids sedang bermain pesawat
kertas. Mereka tanding siapa yang pesawatnya berhasil terbang paling jauh.
Hamids yang selalu sambil menyelam minum air pun menerbangkan pesawatnya yang
sudah ia arahkan ke kepala Gracia. Dan....strike!
“Aw!” dengan cepat Hamids berlari ke depan
papan tulis dan duduk setengah jongkok di samping Gracia
“Sorry Gre sorry. Gue gak sengaja.” Hamids pun
mengambil kesempatan ini untuk mengusap lembut kepala Gracia yang sepertinya
terkena bagian lancip dari pesawat milik Hamids
“Good
job, Hamids. Pesawat berhasil landas di tempat yang seharusnya.” ucap
Hamids dalam hati
“Duh mau dong jadi Gracia biar bisa
diusap-usap Hamids..” ucap Tya yang berada di samping Gracia
Tya,
Indah dan Chika memang dari awal sudah dekat-dekat dengan Hamids. Tapi
sayangnya Hamids tidak terlalu merespon mereka. Tapi jika diajak two shot
dengan mereka bertiga, pasti ada saja pose seperti merangkul atau pun
bergandengan tangan. Tentu saja itu bukan permintaan apalagi inisiatif Hamids.
Dan dengan banyaknya foto Hamids bersama Tya, Indah juga Chika, dari situ
Hamids mulai dikenal oleh murid-murid sebagai cowok ganteng sekaligus player
kedua setelah Boby sang kakak.
Mendengar ucapan Tya, Hamids langsung menarik
tangannya dan beralih mengambil pesawat kertasnya lalu kembali ke pojok
belakang kelas. Tak lama bel pergantian pelajaran pun berbunyi.
Sekarang
saatnya pelajaran olahraga, jadi semua murid bergegas mengganti pakaian mereka.
Materi olahraga hari ini adalah basket. Tentu
saja Hamids sangat semangat karena ini adalah olahraga kesukaannya. Materi
olahraga pun berjalan biasa saja, Hamids asik dengan teman-teman gengnya,
begitu pula Gracia dan tim rumpinya. Tapi tiba-tiba...
“Gre awas!” teriak salah satu anak kelasan
mereka yang bernama Anindito. Gracia yang sedang mengobrol di tepi lapangan pun
kaget dengan datangnya bola yang semakin dekat.
“HUAAAAA!”
DUG
Dengan sigap Hamids langsung menghampiri
Gracia dan menyundul bola basket itu. Iya. Me. Nyun. Dul. Setelah berhasil
menyelamatkan Gracia, ia langsung jatuh terduduk sambil memegang kepalanya yang
sudah pasti terasa sakit.
“Mids gapapa?” tanya Gracia panik
“Ya menurut lu?” jawab Hamids yang masih
memegang kepalanya
“Pasti sakit sih. Makasih ya Mids. Eh, mau gue
anter ke UKS?”
“Gak usah. Udah gapapa kok.” dengan rasa
pusing yang masih menyerang, Hamids memaksakan dirinya untuk berdiri dan
melanjutkan permainan. Awalnya Gracia nampak khawatir dan terus memperhatikan
Hamids. Tapi setelah agak lama, ia kembali bercanda dengan tim rumpinya lagi.
Sekitar dua jam pelajaran, bel pertanda jam
istirahat pun berbunyi. Murid-murid yang habis
berolahraga pun langsung menuju kantin, tapi tidak dengan Hamids dan
Gracia. Saat Hamids masuk ke dalam kelas, ia lihat Gracia sedang duduk santai
di bangkunya.
“Kok lu gak jajan?” tanya Hamids sambil
mengambil botol mineral dari dalam tasnya
“Gak. Gue bawa bekel.” Hamids hanya mengangguk
sambil meminum air miliknya
“Eh jangan minum air dingin!” Hamids langsung
menghentikan minumnya saat melihat Gracia ingin meminum air dingin
“Emang kenapa?”
“Kalau abis olahraga gini jangan minum air
dingin. Nanti syarafnya kaku. Minum punya gue aja nih.”
“Gak ah. Nanti ada virusnya.”
“Yaelah lebay banget. Gue cuma punya virus
rabies kok.” Gracia hanya menatap aneh ke arah Hamids
“Bercanda kok bercanda. Udah nih minum punya
gue aja.”
“Yaudah deh. Thanks ya. Nih minum gue buat lo
aja.” jawab Gracia yang menawarkan minum miliknya
“Gak. Buat lu aja. Gue takut di rumah lu gak
ada air buat mandi.”
“Apaan deh si Hamids nyolotnya kumat.” Hamids
hanya tersenyum sambil mengambil seragam ganti miliknya
“Eh mau kemana?” tanya Gracia
“Mau ganti baju. Kenapa? Mau ikut?”
“Ih apaan sih.”
“Lagian nanyanya aneh-aneh aja. Kenapa?”
“Nanti kalau ketemu Tya tolong bilangin
handphonenya ada di gue.”
“Iya. Udah gitu doang?” angguk Gracia singkat.
Setelah itu Hamids langsung berlari ke kamar mandi. Saat ia masuk, ia langsung
mengecek keadaan kamar mandi yang ternyata kosong. Lalu....
“KARENA AKOOOHH SUKAAAA~! SUKA GRACIAAA~! KU
AKAN SELALOOO BERADA DI SINI~! WALAU DI DALAM KERAMAIAN TAK APA TAK KAU SADARI,
AKOOOHH SUKAAAA~!” teriak Hamids dengan nada yang sudah pasti tak asing lagi
Hari terus menerus berganti, kini hubungan
antara Hamids dan Gracia sudah semakin dekat. Bahkan terkadang Hamids menemani
Gracia yang sedang menunggu supirnya. Jelas saja itu dilihat oleh orang-orang
di sekolahnya termasuk Shania dan juga Boby. Tapi Boby tidak mau ambil pusing,
sedangkan Shania, ia berkali-kali memperingati Gracia. Namun jawaban Gracia
hanyalah, “Iya kak. Kalau udah kelewatan juga aku jauhin.”
Hari Sabtu tak seperti Sabtu biasanya. Hari
ini Hamids berencana mengajak Gracia wisata kuliner di daerah Margonda Depok.
Memang agak ekstrim sih karena rawan pembegalan, tapi dengan niat yang kuat,
Hamids berusaha meyakinkan Gracia kalau dia gak akan kenapa-napa.
Sejak jam 10 pagi Gracia sudah keluar rumah
dengan di jemput oleh Hamids dengan motornya. Jalanan yang dipilih Hamids
menuju ke tempat tujuannya memanglah jalan potong, namun banyak sekali tanjakan
dan turunan yang cukup tajam, dan itu membuat Gracia ketakutan setengah mati.
“HAMIIIDDSSSS!! PELAN-PELAAAANNN!!” teriak
Gracia sambil memukul punggung Hamids
“Hahaha lebay lu! Turunan gini doang!”
“YA TAPI JANGAN DI GAS!!”
“Hahaha iya ini udah gak gua gas. Tapi gua gak
pegangan juga.” Hamids pun melepaskan kedua tangannya dari stang motor secara
singkat, karena kalau kelamaan ya bisa jatuh
“HAMIIIIDDDDSSSSSS!!!!” spontan Gracia
langsung memeluk Hamids erat. Hamids yang tadinya tertawa puas karena ketakutan
Gracia pun mendadak terdiam. Saat lintasan turunan sudah dilewati, Hamids
menepi ke pinggir jalan yang cukup ramai.
“Gre. Turunannya udah lewat Gre.” ucap Hamids
yang mendengar isak tangis dari belakang. Perlahan Gracia melepaskan pelukannya
dari tubuh Hamids dan memukul punggung Hamids kencang.
“Jangan gitu lagi ah! Serem tau!”
“I- iya, Gre. Maaf ya.” melalui kaca spion
Hamids melihat Gracia sedang menghapus air matanya. Rasa bersalah jelas ada di
dalam hati Hamids, tapi yasudah. Yang penting sekarang kondisi sudah kembali
normal.
Kali ini tujuan pertama mereka adalah ayam
kremes.
“Gre lu mau pesen apa?”
“Selain ayam kremes ada ayam apalagi?”
“Ada ayam...sorry~ Ku tak akan love you lagi~”
jawab Hamids sambil bergaya ala Charly ST12 di lagu PUSPA ._.
“Serius Mids.” jawab Gracia malas
“Itu kan lu bisa baca menunya. Ada ayam goreng
kremes. Ada ayam penyet. Ada ayam bakar.”
“Gue ayam bakar aja deh sama minumnya es teh
manis ya.” angguk Hamids dan memesan makanan serta minuman mereka
Sambil menunggu makanan mereka datang, mereka
pun membicarakan hal yang menurut Hamids tidak lah menarik. Ya apalagi kalau
bukan bahas foto Hamids dengan teman kelasannya. Setiap hari pasti ada saja
foto baru Hamids dengan murid perempuan di sekolahnya yang di share ke Grup
LINE kelas yang kini membuat mereka sibuk dengan handphone masing-masing.
*ceritanya ini chat di grup LINE*
>Tya: Bang Hamids. Aku selirmu yang ke
berapa bang? Hiks.
>Chikita: Mids emang tiga yang di kelas
masih kurang?
Itu temennya si Boby -_- Tiba-tiba minta foto.
Gua kenal juga enggak -_-<
>Tya: Ini yang read banyak yang ngobrol ini
ini lagi aja.
>Indah: Dari sekian banyak foto, belum ada
foto Hamids sama Gre hohoho
>Tya: Kalau sama Gracia juga, hati ini
semakin remuk.
>Gracia: Jangan. Nanti pacar gue marah.
“Eh serius, Gre?!”
“Ha? Apaan?” tanya Gre dengan ekspresi
bingungnya
“Lu udah punya pacar?”
“Oh itu. Maunya?”
“Maunya...sih belum. Biar temenin gue gitu.”
“Temenin? Pacar lu udah banyak gitu juga.
Masih aja gak diakuin.”
“Pacar apaan sih? Ngaco aja lu.”
“Lagian sih jadi cowok enteng banget tangannya
rangkul sana sini hih.”
“Oh Gracia cemburu? Hahaha.”
“Emang chat di grup masih kurang jelas?”
mendengar sekaligus melihat ekspresi serius dari Gracia membuat Hamids berpikir
harus percaya atau tidak. Karena Gracia memang cantik dan jarang terlihat jalan
dengan cowok lain kecuali Hamids. Atau mungkin bisa saja pacarnya berbeda
sekolah. Ingin tanya lebih lanjut, tapi Hamids takut sakit hati. Jadi ia hanya
diam.
Setelah dari tempat ayam kremes, mereka lanjut
ke tempat oreo goreng, es pocong, bakso, dan terakhir di es pisang ijo. Semua
perjalanan hari ini adalah tanggungan Hamids. Gracia hanya diperbolehkan duduk
manis dan tidak boleh keluar biaya serupiah pun. Tepat di jam 8 malam, Gracia
sudah sampai dengan selamat dan kenyang di depan rumahnya.
“Gre. Makasih ya udah jadi cewek pertama yang
gue ajak jalan-jalan.” ucap Hamids saat Gracia baru saja turun dari motornya
“Eh serius?”
“Iya serius. Maaf kalau tadi tempat atau
makanannya kurang enak. Soalnya itu rekomendasi via google sama temen-temen
gue.”
“Gapapa kok. Semuanya enak. Pokoknya gue
seneng banget hari ini.” Gracia melemparkan senyumnya ke arah Hamids yang masih
memakai helmnya
“Salam ya Gre buat orang rumah sama pacar lu.
Maaf Gracianya diculik dulu seharian hehe.” ucap Hamids sekuat tenaga pada kata
pacar
“Ya ampun Mids santai aja kali. Eh mau mampir
dulu gak?”
“Gak usah makasih. Udah malem juga. Gue balik
dulu ya. Thanks for today.”
“Hati-hati, Mids.” anggukan singkat dari
Hamids yang langsung melajukan motornya kencang.
Sesampainya di rumah, bukan
wajah cengo yang ia tunjukkan. Tapi wajah lemas. Tanpa mengganti bajunya
terlebih dahulu, Hamids langsung merebahkan tubuhnya di kasur.
“Bego banget bego bego begooo! Ergh!”
“Siapa yang bego?” ucap Boby yang baru masuk
ke kamar mereka
“Lu!”
“Lah kok gua? Salah apaan gua sama lu?”
“Ergh! Tau ah! Gua capek! Mau tidur!”
“Dih. Dasar ABG labil.”
Ke esokan harinya, perlakuan Hamids pada
Gracia langsung berubah 180 derajat. Yang biasanya kalau Gracia mengalami
kesulitan sekecil apapun, secara radar yang tersetting otomatis, Hamids akan
menghampiri Gracia. Tapi kali ini tidak. Hamids seperti menjaga jarak pada
Gracia.
Sebenarnya sejak Hamids mulai mendekati
Gracia, disitu lah sebenarnya Gracia sangat bergantung pada Hamids. Apa-apa
Hamids. Apa-apa Hamids. Bahkan sampai membuka tutup botol pun Hamids. Tak
jarang mereka saling menunggu untuk bisa jajan bersama. Tapi sejak tahu Gracia
sudah punya pacar, sepertinya Hamids tidak boleh bersikap seperti ini terus.
“Mids tolong bukain dong.” pinta Gracia sambil
memberikan sebotol air mineral. Tanpa berkata apapun, Hamids langsung membuka
tutup botol itu dan mengembalikannya pada Gracia.
“Eh mau kemana lu?”
“Jajan. Duluan ya.” kembali Hamids pergi jajan
bersama teman gengnya
Gracia yang menyadari hal itu langsung mencari
Shania saat sepulang sekolah dan menceritakan tentang tingkah Hamids yang
membuatnya jelas merasa bersalah. Jujur saja, sebenarnya Gracia belum memiliki
pacar. Itu sebenarnya ide Shania yang memintanya untuk berbohong. Menurut
Shania, kalau Hamids memang serius pada Gracia, paling tidak sikapnya pada
Gracia akan berbeda dari sebelumnya. Atau paling tidak menjadi sama rata dengan
teman perempuan lainnya.
Karena selama ini, Gracia merasa lebih di
spesialkan oleh Hamids. Mulai dari hanya foto bersama Gracia lah yang ada di
Hpnya, kalau waktu istirahat hanya
Gracia yang diajak jajan bareng. Atau waktu wisata kuliner kemarin, saat
Hamids bilang Gracia lah perempuan pertama yang diajaknya jalan.
“Terus sekarang aku harus gimana nih, Shan?”
“Ya kalau kamu gak suka sama dia, kamu biarin
aja. Tapi kalau suka, ya bilang dan jelasin alasan kamu kenapa ngomong kayak
gitu.”
“Caranya?”
“Ya ajak ngomong baik-baik pas di sekolah.”
“Ah aku gak berani.”
“Yaudah SMS.”
“Emangnya sopan?”
“Dia bukan guru apalagi kepala sekolah Gre.”
Gracia mulai memikirkan kata-kata apa yang
harus dia ketik. Setelah menarik nafas dalam-dalam, akhirnya ia mengklik send.
From:
Gracia
Mids.
Sebelumnya aku mau minta maaf karena kemarin udah bohong sama kamu. Sebenernya
aku belum punya pacar. Aku ngomong gitu karena ada yang takut kamu suka mainin
cewek kayak kakakmu. Ini aku ngomong fakta aja ya, Mids. Heheheh. Tapi setelah
liat sikap kamu yang tiba-tiba cuek, kayaknya aku tau perasaan kamu hehe. Dan
sekali lagi, aku minta maaf ya, Mids.
Sepuluh menit. Dua puluh menit. Setengah jam.
From:
Hamids
Slow,
Gre.
“Udah?! Gitu doang?! Hah.. Gak guna.” ucap
Gracia yang tak disadari Shania, karena ia tertidur nyenyak di kamar Gracia.
Ke esokan harinya, Hamids masih tetap cuek
seperti kemarin. Tapi kali ini Gracia yang mencoba mendekati Hamids. Bahkan
makin sore ia semakin sering memanggil nama Hamids untuk meminta bantuan.
“Mids. Boleh nebeng gak pulangnya?” ucap
Gracia di depan pintu kelas
“Emang supir lu kemana?”
“Gak tau. Barusan ngabarin gak bisa jemput.”
“Oh. Yaudah.”
Mereka pun berjalan ke parkiran tanpa adanya
pembicaraan sedikit pun. Saat sudah sampai di tempat motornya Hamids, tiba-tiba
saja Hamids berbalik badan dan menghadap ke arah Gracia. Jelas itu membuat
sedikit kaget dan berhenti mendadak.
“Kenapa Mids?”
“Anu, Gre.”
“Anu apa?”
“Hhm.. Gre. Hhm.. Lu mau gak?”
“Mau gak apa?”
“Ya... Lu mau gak?”
“Ya mau gak apaan Mids?”
“Ya pokoknya lu mau gak?!” Hamids mulai kesal
dengan dirinya sendiri dan juga Gre yang tak peka
“Ya mau apaan dulu gue kan gak ngerti?”
“Duuuhh gimana ya. Ah udah lah pokoknya lu mau
gak?!” adegan ini membuat mereka menjadi tontonan para murid yang berada di
sekitar parkiran
“Lu ngomong aja gak jelas. Gimana gue mau
jawab sih?”
“Haduuuhh gimana ya? Hhm. Ah. Lu tutup mata
deh.”
“Ha? Ngapain?”
“Udah buruan tutup mata.”
Chu~
Tanpa pikir panjang Hamids langsung mengecup
singkat pipi kiri Gracia. Dengan cepat Gracia pun membuka matanya dan menatap
wajah grogi penuh khawatir Hamids. Tapi walaupun begitu, itu tidak mengurungkan
niatnya untuk....
PLAAAKK!!
“Aaaww!”
begitu lah suara tamparan dari Gracia sekaligus desis orang-orang yang melihat
adegan itu. Tanpa berkata apa-apa, Gracia langsung pergi meninggalkan Hamids
yang menjadi bahan tontonan di sekolahnya.
-
Keesokan harinya.
“Mids. Pipi lu udah dikompres belum? Kayaknya
kemarin sakit banget ya hahaha.” ledek salah satu
teman geng Hamids yang sudah
pasti cowok. Kini Hamids sedang menaruh kepalanya di atas meja sambil
menutupnya dengan jaket. Berpura untuk tidur di jam kosong ternyata tidak
berpengaruh bagi temannya. Gracia yang mendengar itu hanya diam dan
berpura-pura tidak perduli. Walau dalam hati terasa ada yang mengganjal.
“Heh! Gak boleh gitu sama Hamids.” ucap Indah
sebagai tim sayang Hamids
“Tau nih gak boleh gitu lu. Lagian si Hamids
malah nembak Gracia yang jelas-jelas bilang di grup kalau dia udah punya pacar.
Orang mah yang pasti-pasti aja tuh kayak si-“ sebelum teman geng Hamids yang
satunya berhasil menyelesaikan kata-katanya, Hamids langsung beranjak dari
duduknya.
“Gracia gak punya pacar. Kalau gak percaya
tanya aja tuh sama anaknya.” ucap Hamids malas sambil berjalan keluar kelas
“Eh Gre. Emang bener lu jomblo?” tanya Chika
yang membuat teman sekelasnya melihat ke arah Gracia. Tapi yang diliatin malah
ikut-ikut keluar kelas. Beruntunglah ia masih bisa melihat Hamids yang berjalan
masuk ke perpustakaan. Dengan cepat Gracia langsung menyusulnya kesana.
Saat sudah melihat Hamids yang kembali menaruh
kepalanya di atas meja, Gre mengambil asal sebuah buku dan duduk di sampingnya.
“Mids.”
“Hhm..” jawab Hamids malas
“Gue mau ngomong nih. Liat kesini dong.” ucap
Gracia sangat pelan, karena ini di perpustakaan. Dengan malas Hamids mengangkat
kepalanya dan memangkunya dengan tumpuan tangannya sendiri.
“Apa?”
“Gue mau minta maaf.”
“Yang kemarin? Gapapa. Slow, Gre.”
“Gue belum selesai Mids. Dengerin dulu.”
“Iya iya. Lanjut.” perintah Hamids yang masih
menutup matanya
“Sebenernya.. Maksud dari gue tampar lu
kemaren itu bukan karena gue nolak, tapi.. Karena shock dicium. Depan umum
pula. Dan..” Gracia menarik nafas dalam-dalam lalu mendekatkan mulutnya ke
telinga Hamids
“Gue mau kok jadi pacar lu.” sukses. Ucapan
Gracia yang tepat di telinga Hamids itu mampu membuat Hamids membuka
lebar-lebar kedua matanya.
“Serius Gre?!”
“Ssssttt!” ucap seorang penjaga perpustakaan
“Serius Gre?” tanya Hamids lagi dengan suara
yang diminimalisir
“Iya serius.” jawab Gracia sambil melemparkan
senyumnya dan berpura-pura membaca buku untuk menghindari tatapan Hamids yang
mungkin akan meledeknya karena melihat pipi merah Gracia.
“Yaudah kalau gitu ngapain lagi di sini?
Mending balik ke kelas.” pinta Hamids sambil mengulurkan tangannya yang
disambut manis oleh Gracia
Sepanjang jalan di koridor, Hamids merangkul
Gracia dengan senyum merekah di wajahnya. Ya bagaimana tidak, setelah shock
karena Gracia punya pacar, lalu di tampar, akhirnya sekarang mereka resmi
berpacaran juga.
Sesampainya di kelas, mereka langsung menjadi
pusat perhatian. Karena saat keluar mereka seperti tak akur, tapi saat kembali
ke kelas tiba-tiba langsung dirangkul. Dan Gracia adalah perempuan pertama yang
Hamids rangkul secara sukarela tanpa disuruh seperti saat yang lain ingin foto
dengannya.
“Lah Mids? Main rangkul aja. Emangnya udah hak
milik?”
“Udah lah. Ya kan Gre?” jawab Gre dengan
anggukan malu-malunya
“Oh my eyes..” ucap Tya mendramatisir
“Oh jantungku..” lanjut Chika
“Oh.. Ohgoe daimoundooo~”
“Indaaaahh~!”
“I- iya maaf. Maaf.”
Setelah hari itu, Hamids dan Gracia semakin
sering terlihat bersama. Dan lagi, mereka sudah tak malu memperlihatkan
kemesraan di depan umum. Seperti saat Hamids merangkul Gracia di koridor, saat
Hamids sedang mengerjakan tugas dan Gracia yang menyuapinya makan siang di
kantin, bahkan Gracia sudah berani terus terang malarang Hamids foto mesra
dengan yang lain seperti sekarang ini.
“Gre liat deh masa ada kakak kelas yang
ngeline aku cuma buat ngajak foto bareng.” ucap Hamids saat mereka sedang
belajar di kamar Gracia
“Yaterus? Kamu mau minta izin aku?”
“Enggak sih. Soalnya jawaban kamu pasti gak
boleh.”
“Nah itu tau. Lagian kenapa sih seneng banget
foto rangkul-rangkulan sama pacar orang? Ish. Kan aku kesel.” Gracia
mengeluarkan ekspresi manyunnya yang membuat Hamids kembali cengo. Ingin cubit
namun apa daya, tangannya mendadak lemas.
“Woy jangan cengo gitu woy! Hahaha.”
“Eh iya aduh maaf. Abisnya cubanget sih.”
“Biasa aja ah. By the way, kayaknya kita harus
sering-sering upload foto bareng kita ke socmed deh. Biar semua sadar kalau
Hamids itu udah ada yang punya.” Gracia langsung mengeluarkan Handphonenya dan mengaktifkan
kamera depannya.
“Sekarang Gre? Aku lagi jelek-jeleknya lho
ini.”
“Gapapa biar semua tau kalau kamu pernah jelek
gak ganteng mulu.”
Cklick!
Cklick! Cklick! Cklick!
“Hahaha! Aduuuhh gila Mids. Cengo banget muka
kamu! Hahaha. Ayo coba di upload dan lihat berapa banyak fansmu yang langsung
ilfeel hahaha.”
“Eh Gre jangan di upload! Jelek banget Gre!”
“Hahaha biarin!”
“Gre! Waaahh macem-macem ya kamu. Rasain nih!” Hamids langsung menggelitik
Gracia tanpa ampun
“Hahaha! Ampun Mids ampuuunn!”
“Rasain nih rasain!”
“Hahaha! Iya iya ampun ampuuunn!”
“Janji ya jangan di upload?”
“Hahaha iya Mids iya janji.” saat Hamids
berhenti menggelitik, tiba-tiba mereka sadar kalau posisi mereka saat ini
adalah Gracia yang sedang terlentang di lantai dan Hamids di atasnya. Perlahan
Hamids menelan ludahnya dan memberanikan diri mendekatkan wajahnya dengan wajah
Gracia. Sampai akhirnya...
“Mids. Berani maju lebih deket lagi aku tabok
ya.”
“Eh? I- iya iya gak kok.” Hamids langsung
beranjak dari posisinya dan kembali ke bukunya dengan muka yang sedikit
memerah. Tapi tak lama..
Chu~
Gracia mencium singkat bibir Hamids untuk
pertama kalinya.
“Gre?” sekali lagi Hamids malah memasang
ekspresi cengonya, sedang kan Gracia hanya tersenyum simpul sambil berusaha
fokus melanjutkan belajarnya
“Eh. Yang ini gimana ya Mids?”
“Y- yang mana?”
“Ini nih ini.” Hamids mulai menarik nafas
dalam-dalam dan belajar pun dilanjutkan dengan normal.
-End-
Terimakasih untuk yang udah baca hohoho.
Ditunggu komentar kritik dan sarannya <(_ _)>
Note: Jangan tanyakan dimana kisah BebNjunya/? xD
Aaaaahh kusuka, konflik nya krg nih >.<
ReplyDeletehamidz banget nih, haaaa lanjut thor
ReplyDeleteWkwk...kerenlah
ReplyDeleteHaha ngakak ...
ReplyDeleteKasian juga tuh bobshan
HARUS ADA PART 2,3,4,5,dst, ThorMinGang (Author Admin Magang maksudnya) xD
ReplyDeletepeliiiisssss :v
Kyaaaa >//< njir serasi beudh :'v
ReplyDeleteOi oi oi...
ReplyDeleteituu si bobyyy udahh gtu ajj?????.....
kagak add selanjut.a gtu
Min kapan lanjut DnD sama PHnya? Hehehe
ReplyDeleteini perlu dilanjutkan sampe banyak-part :v /
ReplyDeleteff couple jkt48 terbaik yg pernh gw baca, plis thor, ditambah critanya, dikasih part, kalo bs smpe part 48 gpp deh. Sumpah keren bgt.
ReplyDeleteKeren bgt thor. Akhirnya ada ff otp gue yg bisa gue imagine hheheh. Bikin ff GreMids lagi yang banyak ya thor. Lanjut!!!
ReplyDeleteKusukaa selalu ku sukaa
ReplyDelete