Tuesday, February 17, 2015

Will You Be My Girl? (GreMids)

Halo halo halo~ Saya Admin Magang kembali lagi membawakan satu buah FF OS baru.
Sebelumnya makasih buat owner yang udah izinin saya post FF di sini lagi hoho.
Maaf kalau feelnya kurang dapet, soalnya biasa bikin BebNju tiba-tiba ke GreMids mungkin gregetnya kurang/? xD Enjoy!


Intro:

-Hamids: Murid baru yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Saat SMP terkenal GGC alias Ganteng-ganteng Cengo.

-Shania Gracia: Murid baru yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Saat SMP terkenal sebagai si cantik yang selalu tersenyum.

-Boby: Cowok idaman level expert di sekolah. Murid kelas 3 yang terkenal player sekaligus kakak kandung Hamids.

-Shania Junianatha: Cewek idaman level expert. Murid kelas 2 yang terkenal agak jutek tapi kalau udah senyum serasa musim semi alias menyejukan.

-‘-‘-‘-

Hari ini adalah hari pertama Hamids dan Gracia bersekolah di SMA Nusa Unggul. Boby sebagai sang kakak sekaligus juga kakak kelas turut memberikan Hamids beberapa petunjuk mengenai lingkungan sekolah barunya. Begitu pula Shania. Ia memberitahukan Gracia mengenai beberapa info penting tentang lingkungan barunya nanti, terlebih lagi tentang makhluk-makhluk yang wajib Gracia jauhi.

-di tempat Hamids & Boby

“Mids. Dengerin gua ya. Kalau nanti ada yang ajak kenalan, jawab aja. Pokoknya lu harus bersikap cool. Ilangin deh tuh muka cengonya biar banyak yang naksir. Usahain jangan pernah tebar pesona. 

Karena nanti cewek bakal ngerasa ilfeel. Pokoknya stay cool. Paham?” ucap Boby sebagai sosok kakak kelas idaman di sekolahnya

“Gua mau sekolah, Kak. Bukan nerusin posisi lu sebagai playboy sekolah.” jawab Hamids enteng sambil berjalan memasuki gerbang sekolah
“Yeee siapa juga yang nyuruh lu jadi playboy. Gua cuma nyuruh lu bersikap stay cool dan jangan cengo.”
“Iya iya. Yaudah gua mau ke kelas duluan. Kelamaan ngobrol sama lu nanti gue ketularan gak benernya.”
“Yeee. Awas lu kalah saing sama gua!” teriak Boby saat Hamids sudah berjalan menjauh darinya

-di tempat Gracia & Shania

“Gre, dengerin ya. Pokoknya kamu harus jadi anak baik-baik di sini. Gak usah cari masalah kalau mau cepet lulus. Tapi kalau kamu betah lama-lama di sini ya gapapa, sih. Dan yang paling penting, ya. Jangan pernah mau di deketin sama yang namanya Boby Chaesar. Dia itu player cap ikan sapu-sapu. Denger-denger juga adiknya sekolah di sini dan baru masuk sama kayak kamu. Pokoknya kamu harus hati-hati, ya.” terang Shania panjang lebar pada tetangganya ini
“Iya kak Shania iya. Kak Shania kan udah ngomong kayak gini berkali-kali. Aku inget kok kak. Tenang aja.”
“Bagus. Yaudah kalau gitu aku ke kelas duluan ya. Kamu gapapa kan cari kelasnya sendiri?”
“Gapapa kok kak. Lagian aku kan tinggal nanya aja.”
“Yaudah kalau gitu. Ketemu di jam istirahat nanti ya, Gre.” jawab anggukan singkat dari Gracia yang kini sudah mulai mencari kelasnya

Gracia sedang mencari kelasnya yang entah ada dimana. Ia mulai mulai menyusuri koridor dengan wajah bingungnya. Perlahan ia memperhatikan tulisan di pintu, barang kali saja itu kelasnya. Tapi...sudah lebih dari 5 menit ia belum juga menemukan kelasnya. Sampai akhirnya ia bertanya pada seseorang.

“Permisi kak.” tanyanya sopan dengan senyum anggunnya
“Iya kenapa?”
“Aku mau tanya. Kelas 10.A itu dimana ya?”
“Oh. Itu di ujung sana.”
“Di ujung?”
“Iya. Kamu kesana aja.”
“Ok deh. Makasih ya kak.”

Dengan patuhnya Gracia langsung berjalan menuju tempat yang ditunjuk oleh kakak kelasnya tadi. 
Namun anehnya, saat ia sampai di sana, yang ia lihat bukan lah ruangan bertuliskan 10.A tapi malah bertuliskan “Gudang. – Maaf Pintu Sedang Rusak. Pak Maman Lagi Cuti, Jadi Belum Dibenerin.
Gracia mengerutkan keningnya. Sekali lagi, akhirnya ia bertanya pada seorang kakak kelas yang sekaligus rela mengantarkannya sampai ke kelasnya. Kakak kelas ini bernama Ratu Vienny, dan ia bertugas sebagai wakil ketua OSIS di sini.

Saat sampai di depan kelasnya, Gracia langsung berterimakasih pada Viny. Begitulah kakak kelasnya disapa. Dan ternyata kelas Gracia berada di lantai 2 dan bukan diujung.

Bener kata Shania. Aku harus hati-hati di sini. Untung aja ada kak Viny.” ucap Gracia dalam hatinya

Saat memasuki kelas barunya, Gracia langsung mencari tempat duduk yang belum di isi. Dan pandangannya berhenti pada kursi nomor dua dari belakang. Dengan posisi duduk yang sendiri-sendiri, itu memudahkan Gracia untuk menikmati dunianya sendiri sambil melihat ke arah luar jendela. Tak lama suara bel pun berbunyi sebagai pertanda dimulainya jam pertama.

Pelajaran pertama hari ini adalah Matematika. Guru yang kata Shania terkenal killer pun memasuki ruangan kelasnya.

“Selamat pagi anak-anak.” ucap guru yang terkenal Killer itu atau sebut saja Bu Mawar.
“Pagi, Bu..”
“Langsung saja buka buku pelajaran kalian hari ini. Siapa yang saat SMPnya mendapat juara kelas?” ucap Bu Mawar tanpa basa-basi sambil menuliskan nama dan nomor HPnya di papan tulis. Beberapa murid mengangkat tangannya, tapi tidak dengan Gracia. Walaupun ia selalu masuk tiga besar di sekolahnya dulu, ia tidak mau mengangkat tangannya.

Pelajaran Matematika pun berjalan dengan metode sersan alias serius tapi gak ada santai-santainya. Belum apa-apa, soal latihan sudah menumpuk untuk Gracia.

“Di pelajaran saya, haram hukumnya menulis jawaban beserta cara dengan menggunakan pulpen. Selain itu, kalau salah, tidak boleh dicoret. Harus menggunakan penghapus. Sekarang, kerjakan soal yang sudah Ibu berikan tadi.” perintah Bu Mawar

Lima menit. Sepuluh menit. Lima belas menit.

“Duh! Salah! Gak ada penghapus pula. Pinjem siapa ya?” desis Gracia sangaaatt pelan. Namun entah bagaimana, tiba-tiba orang di depannya menaruh sebuah penghapus di atas mejanya. Tapi orang di depannya tidak memalingkan wajahnya ke arah Gracia, ia masih sibuk menulis. Tanpa pikir panjang, Gracia langsung menggunakan penghapus itu.

“Eh. Eh. Penghapusnya nih.” ucap Gracia sambil menendang bangku orang yang di depannya pelan. Lalu orang tersebut pun menengokkan kepalanya ke arah belakang.
“Makasih ya..”
“Hamids.” lanjut Gracia setelah melihat papan nama di dada kanan orang di depannya. Tak lupa senyum cerah menghiasi wajah Gracia.
Hamids yang mendapat senyum Gracia hanya bisa menunjukkan ekspresi cengo dengan mulut yang sedikit terbukanya. Tentu saja itu membuat Gracia bingung.
“Mids. Makasih penghapusnya.”
“......”
“Mids!”
“Eh. Iya. Kenapa?”
“Ini makasih penghapusnya.” sekali lagi, Gracia memberikan senyumnya kepada Hamids
“Oh. Iya sama-sama.”
“Shania.” lanjut Hamids setelah melihat papan nama milik Gracia juga.
“Panggil Gracia aja.”
“Oh ok. Sama-sama Gracia.” karena satu dan dua kali memberikan senyum itu masih sedikit, maka Gracia memberikan senyumnya lagi untuk ketiga kalinya. Dengan cepat Hamids langsung mengambil penghapusnya dari tangan Gracia.

Jam pelajaran Matematika pun selesai lalu dilanjut dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Kali ini tidak terlalu memusingkan karena mereka hanya perkenalan serta pembagian tugas kelompok yang terdiri dari 4 orang. Dan kini bel istirahat pun sudah berbunyi dengan merdunya.

“Ya sekarang kalian boleh istirahat. Jangan lupa dengan pembagian kelompoknya dan minggu depan tugasnya harus dikumpulkan. Ibu permisi. Selamat siang.”
“Siang, Bu..” guru pun sudah tidak lagi berada di kelas
“Mids. Mau sekelompok sama kita gak?” ucap secara tiba-tiba seorang perempuan yang sudah berada di samping meja Hamids
“Ha? Apaan?”
“Lo mau sekelompok sama kita gak?” samar Hamids melirik ke arah Gracia yang sedang sibuk merapihkan buku-bukunya
Ajak Gracia gak ya biar pas empat orang?” pikir Hamids ragu
“Gimana Mids? Mau gak?” tanya perempuan yang satunya
“Cuma bertiga? Masih kurang satu dong?” tanya balik Hamids agak keras, siapa tahu Gracia mau ikut dengannya juga.
“Sama gue juga!” tiba-tiba datang lagi seorang perempuan yang agak lebih gemuk dari teman-temannya
“Nah. Pas nih berempat. Gimana? Mau kan?”
“Hhm.. Boleh deh.”
“Sip! Berarti lo udah resmi satu kelompok bareng gue, Chika, dan Tya. Boleh minta nomor lo? Biar gampang kalau mau kerjain tugasnya nanti.” jelas perempuan yang memiliki nama Indah ini

Baru dua angka pertama Hamids sebutkan, Gracia sudah beranjak dari duduknya dan berlalu pergi menghampiri Shania yang ternyata sudah berada di depan kelas. Setelah selesai bertukar nomor, Hamids langsung keluar dari kelasnya dan menuju kantin. Sesampainya di sana, tiba-tiba saja Boby sang kakak langsung merangkulnya dan mengajak Hamids ke spot kantin yang menjadi tempat tongkrongan Boby dan teman-temannya.

“Bro. Kenalin nih. Ini adek gue namanya, Hamids.”
“Apaan sih lu.” Hamids langsung menjauhkan tangan Boby dari dirinya
“Wih. Adek kakak sama-sama kacamataan gitu ya. Kebanyakan nontonin yang plus plus ya lu berdua? Hahaha.” ucap asal teman Boby yang bernama Mario
“Hush! Asal aja lu. Liat dong, dari muka aja udah keliatan mana yang masih polos mana yang enggak.” timpal Shami sambil membandingkan wajah Hamids dan Boby
“Udah ah gua laper mau jajan.” belum sempat Hamids melangkah, Boby sudah merangkulnya lagi
“Buru-buru amat sih. Nih gua kenalin dulu, yang ini namanya.....” saat Boby sedang memperkenalkan Hamids dengan teman-temannya, tak jauh dari sana ada Shania dan juga Gracia yang sedang makan pesanan mereka dengan santainya

“Gimana Gre hari pertamanya sekolah di sini?” tanya Shania untuk memulai percakapan
“Biasa aja.” jawab Gracia singkat dan hanya direspon anggukan oleh Shania
“Eh. Eh. Gre. Liat deh. Itu kayaknya yang kacamata adiknya Boby deh.” ucap Shania yang membuat Gracia melihat ke arah belakangnya
“Boby itu yang mana ya?”
“Yang pakai kacamata sama topi.”
“Kan ada dua.” Gracia masih memperjelas pandangannya
“Yang kacamata sama topi dibalik itu kayaknya adiknya. Liat aja tuh. Penampilannya aja udah mirip. Sama-sama pakai kacamata terus topi. Mana topinya bukan topi sekolah. Hih.”
“Tapi tadi waktu di kelas Hamids gak pake topi kok, Kak.” bela Gracia yang sudah kembali ke posisi duduknya
“Hamids? Oh jadi kamu satu kelas sama adiknya Boby? Duh, Gre. Pokoknya kamu harus hati-hati banget ya.” Gracia hanya mengangguk malas dan melanjutkan makannya

Selesai makan siang, Shania dan Gracia langsung beranjak dari tempat duduknya. Saat ingin keluar dari kantin, tiba-tiba saja ada seorang pria yang menghampiri Shania sambil membawa satu buah kotak berbentuk hati yang sudah pasti berisi cokelat.

“Shania.”
“Iya?”
“Hhm.. Ini.. Buat kamu.” ucap pria itu dengan sedikit gugup sambil memberikan kotaknya kepada Shania
“Makasih banyak ya kak.”
“Iya sama-sama, Shan. Di makan ya cokelatnya.”
“Iya pasti.”
“Eh by the way, ini murid baru ya, Shan?” lanjut pria yang bernama Gery
“Oh ya kenalin ini namanya Gracia. Anak kelas satu.” Gracia pun hanya tersenyum dan membuat Gery menjadi sedikit gesrek namun tertahankan
“G- gila. Senyumnya manis banget. Wah. Calon-calon cewek idaman kayak kamu nih, Shan.” hanya senyuman lah yang menjadi respon terbaik bagi Shania dan juga Gracia. Setelah itu baik Shania, Gracia maupun Gery langsung kembali ke kelasnya masing-masing.

Sementara itu di tempat Hamids dan Boby...

“Tuh Bob liat. Si Gery aja berani ngasih cokelat ke Shania. Terang-terangan pula. Masa lu coba buat deketin lagi aja susah banget.” ucap Mario yang membuat ekspresi wajah Boby menjadi lemas
“Ya beda lah. Shania kan gak benci sama Gery.”
“Makanya jangan jadi playboy. Kena batunya kan tuh. Giliran naksir beneran orangnya udah gak mau hahaha.” sahut Shami yang dapat tatapan sinis dari Boby
“Kalau lu gak mau deketin Shania lagi, yaudah gua aja yang deketin.” lanjut Shami
“Maksud lu apaan ha?!” Boby langsung memegang kerah seragam Shami. Jelas itu membuat mereka menjadi tontonan murid-murid yang berada di kantin
“Wets slow dong, Bob. Slow. Gue cuma bercanda.”
“Udah wey gak usah berantem. Malu tuh diliatin anak-anak.” lerai Mario. Boby pun langsung melepaskan kerah seragam Shami kasar dan beranjak pergi dari kantin.
“Bob mau kemana lu?!” teriak Mario yang sama sekali tidak digubris oleh Boby
“Lu sih, Sham. Udah tau dia serius banget kalau soal Shania, pake dibercandain segala.”
“Sorry deh sorry.” jawab Shami seadanya sambil merapihkan seragamnya. Hamids yang masih berada di sana pun hanya bisa melihat tingkah aneh kakaknya yang menurutnya playboy ini. Tapi ternyata dibalik itu semua, tersimpan satu nama, yaitu Shania.

Tiga bulan telah berlalu sejak hari pertama Hamids dan Gracia masuk sekolah. Sejak kejadian pinjam meminjam penghapus itu, Hamids mulai sering memikirkan Gracia. Tak cuma itu, sejak saat itu pun Hamids mulai mencari cara untuk bisa melihat Gracia yang duduk di belakangnya.

Cara Hamids mendekati Gracia pun bukan berdasarkan petuah dari Boby. Bahkan Boby tidak tahu kalau adiknya ini sedang jatuh cinta pada teman sekelasnya sendiri. Gracia yang sering sekali diperingati oleh Shania pun tidak terlalu ambil pusing, karena menurutnya Hamids adalah orang yang baik. Ya walaupun banyak sekali perempuan yang berada di dekat Hamids, tapi bagi Gracia, itu bukan lah urusannya.

Hari ini Hamids memulai ritual seperti biasanya, yaitu melihat wajah manis Gracia melalui rautan yang ada kacanya. Hamids memiliki banyak stock pensil di dalam tasnya. Bahkan ia rela meraut pensil milik temannya demi bisa melihat Gracia melalui kaca kecil dari rautannya.

Memasuki jam kosong, baik Hamids maupun Gracia berkumpul dengan teman kelasan di spotnya masing-masing. Gracia di depan papan tulis sambil duduk duduk manis dan ngerumpi. Sedangkan Hamids di pojok belakang dekat tempat duduknya sambil melakukan hal yang tidak penting, namun sering membuat teman kelasnya tertawa. Terutama jika Hamids sedang memasang ekspresi cengonya.

Kali ini geng Hamids sedang bermain pesawat kertas. Mereka tanding siapa yang pesawatnya berhasil terbang paling jauh. Hamids yang selalu sambil menyelam minum air pun menerbangkan pesawatnya yang sudah ia arahkan ke kepala Gracia. Dan....strike!

“Aw!” dengan cepat Hamids berlari ke depan papan tulis dan duduk setengah jongkok di samping Gracia
“Sorry Gre sorry. Gue gak sengaja.” Hamids pun mengambil kesempatan ini untuk mengusap lembut kepala Gracia yang sepertinya terkena bagian lancip dari pesawat milik Hamids
Good job, Hamids. Pesawat berhasil landas di tempat yang seharusnya.” ucap Hamids dalam hati
“Duh mau dong jadi Gracia biar bisa diusap-usap Hamids..” ucap Tya yang berada di samping Gracia
 Tya, Indah dan Chika memang dari awal sudah dekat-dekat dengan Hamids. Tapi sayangnya Hamids tidak terlalu merespon mereka. Tapi jika diajak two shot dengan mereka bertiga, pasti ada saja pose seperti merangkul atau pun bergandengan tangan. Tentu saja itu bukan permintaan apalagi inisiatif Hamids. Dan dengan banyaknya foto Hamids bersama Tya, Indah juga Chika, dari situ Hamids mulai dikenal oleh murid-murid sebagai cowok ganteng sekaligus player kedua setelah Boby sang kakak.

Mendengar ucapan Tya, Hamids langsung menarik tangannya dan beralih mengambil pesawat kertasnya lalu kembali ke pojok belakang kelas. Tak lama bel pergantian pelajaran pun berbunyi. 

Sekarang saatnya pelajaran olahraga, jadi semua murid bergegas mengganti pakaian mereka.
Materi olahraga hari ini adalah basket. Tentu saja Hamids sangat semangat karena ini adalah olahraga kesukaannya. Materi olahraga pun berjalan biasa saja, Hamids asik dengan teman-teman gengnya, begitu pula Gracia dan tim rumpinya. Tapi tiba-tiba...

“Gre awas!” teriak salah satu anak kelasan mereka yang bernama Anindito. Gracia yang sedang mengobrol di tepi lapangan pun kaget dengan datangnya bola yang semakin dekat.
“HUAAAAA!”

DUG

Dengan sigap Hamids langsung menghampiri Gracia dan menyundul bola basket itu. Iya. Me. Nyun. Dul. Setelah berhasil menyelamatkan Gracia, ia langsung jatuh terduduk sambil memegang kepalanya yang sudah pasti terasa sakit.

“Mids gapapa?” tanya Gracia panik
“Ya menurut lu?” jawab Hamids yang masih memegang kepalanya
“Pasti sakit sih. Makasih ya Mids. Eh, mau gue anter ke UKS?”
“Gak usah. Udah gapapa kok.” dengan rasa pusing yang masih menyerang, Hamids memaksakan dirinya untuk berdiri dan melanjutkan permainan. Awalnya Gracia nampak khawatir dan terus memperhatikan Hamids. Tapi setelah agak lama, ia kembali bercanda dengan tim rumpinya lagi.

Sekitar dua jam pelajaran, bel pertanda jam istirahat pun berbunyi. Murid-murid yang habis  berolahraga pun langsung menuju kantin, tapi tidak dengan Hamids dan Gracia. Saat Hamids masuk ke dalam kelas, ia lihat Gracia sedang duduk santai di bangkunya.

“Kok lu gak jajan?” tanya Hamids sambil mengambil botol mineral dari dalam tasnya
“Gak. Gue bawa bekel.” Hamids hanya mengangguk sambil meminum air miliknya
“Eh jangan minum air dingin!” Hamids langsung menghentikan minumnya saat melihat Gracia ingin meminum air dingin
“Emang kenapa?”
“Kalau abis olahraga gini jangan minum air dingin. Nanti syarafnya kaku. Minum punya gue aja nih.”
“Gak ah. Nanti ada virusnya.”
“Yaelah lebay banget. Gue cuma punya virus rabies kok.” Gracia hanya menatap aneh ke arah Hamids
“Bercanda kok bercanda. Udah nih minum punya gue aja.”
“Yaudah deh. Thanks ya. Nih minum gue buat lo aja.” jawab Gracia yang menawarkan minum miliknya
“Gak. Buat lu aja. Gue takut di rumah lu gak ada air buat mandi.”
“Apaan deh si Hamids nyolotnya kumat.” Hamids hanya tersenyum sambil mengambil seragam ganti miliknya
“Eh mau kemana?” tanya Gracia
“Mau ganti baju. Kenapa? Mau ikut?”
“Ih apaan sih.”
“Lagian nanyanya aneh-aneh aja. Kenapa?”
“Nanti kalau ketemu Tya tolong bilangin handphonenya ada di gue.”
“Iya. Udah gitu doang?” angguk Gracia singkat. Setelah itu Hamids langsung berlari ke kamar mandi. Saat ia masuk, ia langsung mengecek keadaan kamar mandi yang ternyata kosong. Lalu....
“KARENA AKOOOHH SUKAAAA~! SUKA GRACIAAA~! KU AKAN SELALOOO BERADA DI SINI~! WALAU DI DALAM KERAMAIAN TAK APA TAK KAU SADARI, AKOOOHH SUKAAAA~!” teriak Hamids dengan nada yang sudah pasti tak asing lagi

Hari terus menerus berganti, kini hubungan antara Hamids dan Gracia sudah semakin dekat. Bahkan terkadang Hamids menemani Gracia yang sedang menunggu supirnya. Jelas saja itu dilihat oleh orang-orang di sekolahnya termasuk Shania dan juga Boby. Tapi Boby tidak mau ambil pusing, sedangkan Shania, ia berkali-kali memperingati Gracia. Namun jawaban Gracia hanyalah, “Iya kak. Kalau udah kelewatan juga aku jauhin.”

Hari Sabtu tak seperti Sabtu biasanya. Hari ini Hamids berencana mengajak Gracia wisata kuliner di daerah Margonda Depok. Memang agak ekstrim sih karena rawan pembegalan, tapi dengan niat yang kuat, Hamids berusaha meyakinkan Gracia kalau dia gak akan kenapa-napa.

Sejak jam 10 pagi Gracia sudah keluar rumah dengan di jemput oleh Hamids dengan motornya. Jalanan yang dipilih Hamids menuju ke tempat tujuannya memanglah jalan potong, namun banyak sekali tanjakan dan turunan yang cukup tajam, dan itu membuat Gracia ketakutan setengah mati.

“HAMIIIDDSSSS!! PELAN-PELAAAANNN!!” teriak Gracia sambil memukul punggung Hamids
“Hahaha lebay lu! Turunan gini doang!”
“YA TAPI JANGAN DI GAS!!”
“Hahaha iya ini udah gak gua gas. Tapi gua gak pegangan juga.” Hamids pun melepaskan kedua tangannya dari stang motor secara singkat, karena kalau kelamaan ya bisa jatuh
“HAMIIIIDDDDSSSSSS!!!!” spontan Gracia langsung memeluk Hamids erat. Hamids yang tadinya tertawa puas karena ketakutan Gracia pun mendadak terdiam. Saat lintasan turunan sudah dilewati, Hamids menepi ke pinggir jalan yang cukup ramai.
“Gre. Turunannya udah lewat Gre.” ucap Hamids yang mendengar isak tangis dari belakang. Perlahan Gracia melepaskan pelukannya dari tubuh Hamids dan memukul punggung Hamids kencang.
“Jangan gitu lagi ah! Serem tau!”
“I- iya, Gre. Maaf ya.” melalui kaca spion Hamids melihat Gracia sedang menghapus air matanya. Rasa bersalah jelas ada di dalam hati Hamids, tapi yasudah. Yang penting sekarang kondisi sudah kembali normal.

Kali ini tujuan pertama mereka adalah ayam kremes.

“Gre lu mau pesen apa?”
“Selain ayam kremes ada ayam apalagi?”
“Ada ayam...sorry~ Ku tak akan love you lagi~” jawab Hamids sambil bergaya ala Charly ST12 di lagu PUSPA ._.
“Serius Mids.” jawab Gracia malas
“Itu kan lu bisa baca menunya. Ada ayam goreng kremes. Ada ayam penyet. Ada ayam bakar.”
“Gue ayam bakar aja deh sama minumnya es teh manis ya.” angguk Hamids dan memesan makanan serta minuman mereka

Sambil menunggu makanan mereka datang, mereka pun membicarakan hal yang menurut Hamids tidak lah menarik. Ya apalagi kalau bukan bahas foto Hamids dengan teman kelasannya. Setiap hari pasti ada saja foto baru Hamids dengan murid perempuan di sekolahnya yang di share ke Grup LINE kelas yang kini membuat mereka sibuk dengan handphone masing-masing.

*ceritanya ini chat di grup LINE*

>Tya: Bang Hamids. Aku selirmu yang ke berapa bang? Hiks.
>Chikita: Mids emang tiga yang di kelas masih kurang?
Itu temennya si Boby -_- Tiba-tiba minta foto. Gua kenal juga enggak -_-<
>Tya: Ini yang read banyak yang ngobrol ini ini lagi aja.
>Indah: Dari sekian banyak foto, belum ada foto Hamids sama Gre hohoho
>Tya: Kalau sama Gracia juga, hati ini semakin remuk.
>Gracia: Jangan. Nanti pacar gue marah.

“Eh serius, Gre?!”
“Ha? Apaan?” tanya Gre dengan ekspresi bingungnya
“Lu udah punya pacar?”
“Oh itu. Maunya?”
“Maunya...sih belum. Biar temenin gue gitu.”
“Temenin? Pacar lu udah banyak gitu juga. Masih aja gak diakuin.”
“Pacar apaan sih? Ngaco aja lu.”
“Lagian sih jadi cowok enteng banget tangannya rangkul sana sini hih.”
“Oh Gracia cemburu? Hahaha.”
“Emang chat di grup masih kurang jelas?” mendengar sekaligus melihat ekspresi serius dari Gracia membuat Hamids berpikir harus percaya atau tidak. Karena Gracia memang cantik dan jarang terlihat jalan dengan cowok lain kecuali Hamids. Atau mungkin bisa saja pacarnya berbeda sekolah. Ingin tanya lebih lanjut, tapi Hamids takut sakit hati. Jadi ia hanya diam.

Setelah dari tempat ayam kremes, mereka lanjut ke tempat oreo goreng, es pocong, bakso, dan terakhir di es pisang ijo. Semua perjalanan hari ini adalah tanggungan Hamids. Gracia hanya diperbolehkan duduk manis dan tidak boleh keluar biaya serupiah pun. Tepat di jam 8 malam, Gracia sudah sampai dengan selamat dan kenyang di depan rumahnya.

“Gre. Makasih ya udah jadi cewek pertama yang gue ajak jalan-jalan.” ucap Hamids saat Gracia baru saja turun dari motornya
“Eh serius?”
“Iya serius. Maaf kalau tadi tempat atau makanannya kurang enak. Soalnya itu rekomendasi via google sama temen-temen gue.”
“Gapapa kok. Semuanya enak. Pokoknya gue seneng banget hari ini.” Gracia melemparkan senyumnya ke arah Hamids yang masih memakai helmnya
“Salam ya Gre buat orang rumah sama pacar lu. Maaf Gracianya diculik dulu seharian hehe.” ucap Hamids sekuat tenaga pada kata pacar
“Ya ampun Mids santai aja kali. Eh mau mampir dulu gak?”
“Gak usah makasih. Udah malem juga. Gue balik dulu ya. Thanks for today.”
“Hati-hati, Mids.” anggukan singkat dari Hamids yang langsung melajukan motornya kencang. 

Sesampainya di rumah, bukan wajah cengo yang ia tunjukkan. Tapi wajah lemas. Tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu, Hamids langsung merebahkan tubuhnya di kasur.

“Bego banget bego bego begooo! Ergh!”
“Siapa yang bego?” ucap Boby yang baru masuk ke kamar mereka
“Lu!”
“Lah kok gua? Salah apaan gua sama lu?”
“Ergh! Tau ah! Gua capek! Mau tidur!”
“Dih. Dasar ABG labil.”

Ke esokan harinya, perlakuan Hamids pada Gracia langsung berubah 180 derajat. Yang biasanya kalau Gracia mengalami kesulitan sekecil apapun, secara radar yang tersetting otomatis, Hamids akan menghampiri Gracia. Tapi kali ini tidak. Hamids seperti menjaga jarak pada Gracia.

Sebenarnya sejak Hamids mulai mendekati Gracia, disitu lah sebenarnya Gracia sangat bergantung pada Hamids. Apa-apa Hamids. Apa-apa Hamids. Bahkan sampai membuka tutup botol pun Hamids. Tak jarang mereka saling menunggu untuk bisa jajan bersama. Tapi sejak tahu Gracia sudah punya pacar, sepertinya Hamids tidak boleh bersikap seperti ini terus.

“Mids tolong bukain dong.” pinta Gracia sambil memberikan sebotol air mineral. Tanpa berkata apapun, Hamids langsung membuka tutup botol itu dan mengembalikannya pada Gracia.
“Eh mau kemana lu?”
“Jajan. Duluan ya.” kembali Hamids pergi jajan bersama teman gengnya

Gracia yang menyadari hal itu langsung mencari Shania saat sepulang sekolah dan menceritakan tentang tingkah Hamids yang membuatnya jelas merasa bersalah. Jujur saja, sebenarnya Gracia belum memiliki pacar. Itu sebenarnya ide Shania yang memintanya untuk berbohong. Menurut Shania, kalau Hamids memang serius pada Gracia, paling tidak sikapnya pada Gracia akan berbeda dari sebelumnya. Atau paling tidak menjadi sama rata dengan teman perempuan lainnya.

Karena selama ini, Gracia merasa lebih di spesialkan oleh Hamids. Mulai dari hanya foto bersama Gracia lah yang ada di Hpnya, kalau waktu istirahat hanya  Gracia yang diajak jajan bareng. Atau waktu wisata kuliner kemarin, saat Hamids bilang Gracia lah perempuan pertama yang diajaknya jalan.

“Terus sekarang aku harus gimana nih, Shan?”
“Ya kalau kamu gak suka sama dia, kamu biarin aja. Tapi kalau suka, ya bilang dan jelasin alasan kamu kenapa ngomong kayak gitu.”
“Caranya?”
“Ya ajak ngomong baik-baik pas di sekolah.”
“Ah aku gak berani.”
“Yaudah SMS.”
“Emangnya sopan?”
“Dia bukan guru apalagi kepala sekolah Gre.”
Gracia mulai memikirkan kata-kata apa yang harus dia ketik. Setelah menarik nafas dalam-dalam, akhirnya ia mengklik send.

From: Gracia
Mids. Sebelumnya aku mau minta maaf karena kemarin udah bohong sama kamu. Sebenernya aku belum punya pacar. Aku ngomong gitu karena ada yang takut kamu suka mainin cewek kayak kakakmu. Ini aku ngomong fakta aja ya, Mids. Heheheh. Tapi setelah liat sikap kamu yang tiba-tiba cuek, kayaknya aku tau perasaan kamu hehe. Dan sekali lagi, aku minta maaf ya, Mids.

Sepuluh menit. Dua puluh menit. Setengah jam.

From: Hamids
Slow, Gre.

“Udah?! Gitu doang?! Hah.. Gak guna.” ucap Gracia yang tak disadari Shania, karena ia tertidur nyenyak di kamar Gracia.

Ke esokan harinya, Hamids masih tetap cuek seperti kemarin. Tapi kali ini Gracia yang mencoba mendekati Hamids. Bahkan makin sore ia semakin sering memanggil nama Hamids untuk meminta bantuan.

“Mids. Boleh nebeng gak pulangnya?” ucap Gracia di depan pintu kelas
“Emang supir lu kemana?”
“Gak tau. Barusan ngabarin gak bisa jemput.”
“Oh. Yaudah.”

Mereka pun berjalan ke parkiran tanpa adanya pembicaraan sedikit pun. Saat sudah sampai di tempat motornya Hamids, tiba-tiba saja Hamids berbalik badan dan menghadap ke arah Gracia. Jelas itu membuat sedikit kaget dan berhenti mendadak.

“Kenapa Mids?”
“Anu, Gre.”
“Anu apa?”
“Hhm.. Gre. Hhm.. Lu mau gak?”
“Mau gak apa?”
“Ya... Lu mau gak?”
“Ya mau gak apaan Mids?”
“Ya pokoknya lu mau gak?!” Hamids mulai kesal dengan dirinya sendiri dan juga Gre yang tak peka
“Ya mau apaan dulu gue kan gak ngerti?”
“Duuuhh gimana ya. Ah udah lah pokoknya lu mau gak?!” adegan ini membuat mereka menjadi tontonan para murid yang berada di sekitar parkiran

“Lu ngomong aja gak jelas. Gimana gue mau jawab sih?”
“Haduuuhh gimana ya? Hhm. Ah. Lu tutup mata deh.”
“Ha? Ngapain?”
“Udah buruan tutup mata.”

Chu~

Tanpa pikir panjang Hamids langsung mengecup singkat pipi kiri Gracia. Dengan cepat Gracia pun membuka matanya dan menatap wajah grogi penuh khawatir Hamids. Tapi walaupun begitu, itu tidak mengurungkan niatnya untuk....

PLAAAKK!!

Aaaww!” begitu lah suara tamparan dari Gracia sekaligus desis orang-orang yang melihat adegan itu. Tanpa berkata apa-apa, Gracia langsung pergi meninggalkan Hamids yang menjadi bahan tontonan di sekolahnya.

-

Keesokan harinya.

“Mids. Pipi lu udah dikompres belum? Kayaknya kemarin sakit banget ya hahaha.” ledek salah satu 
teman geng Hamids yang sudah pasti cowok. Kini Hamids sedang menaruh kepalanya di atas meja sambil menutupnya dengan jaket. Berpura untuk tidur di jam kosong ternyata tidak berpengaruh bagi temannya. Gracia yang mendengar itu hanya diam dan berpura-pura tidak perduli. Walau dalam hati terasa ada yang mengganjal.

“Heh! Gak boleh gitu sama Hamids.” ucap Indah sebagai tim sayang Hamids
“Tau nih gak boleh gitu lu. Lagian si Hamids malah nembak Gracia yang jelas-jelas bilang di grup kalau dia udah punya pacar. Orang mah yang pasti-pasti aja tuh kayak si-“ sebelum teman geng Hamids yang satunya berhasil menyelesaikan kata-katanya, Hamids langsung beranjak dari duduknya.
“Gracia gak punya pacar. Kalau gak percaya tanya aja tuh sama anaknya.” ucap Hamids malas sambil berjalan keluar kelas
“Eh Gre. Emang bener lu jomblo?” tanya Chika yang membuat teman sekelasnya melihat ke arah Gracia. Tapi yang diliatin malah ikut-ikut keluar kelas. Beruntunglah ia masih bisa melihat Hamids yang berjalan masuk ke perpustakaan. Dengan cepat Gracia langsung menyusulnya kesana.
Saat sudah melihat Hamids yang kembali menaruh kepalanya di atas meja, Gre mengambil asal sebuah buku dan duduk di sampingnya.

“Mids.”
“Hhm..” jawab Hamids malas
“Gue mau ngomong nih. Liat kesini dong.” ucap Gracia sangat pelan, karena ini di perpustakaan. Dengan malas Hamids mengangkat kepalanya dan memangkunya dengan tumpuan tangannya sendiri.
“Apa?”
“Gue mau minta maaf.”
“Yang kemarin? Gapapa. Slow, Gre.”
“Gue belum selesai Mids. Dengerin dulu.”
“Iya iya. Lanjut.” perintah Hamids yang masih menutup matanya
“Sebenernya.. Maksud dari gue tampar lu kemaren itu bukan karena gue nolak, tapi.. Karena shock dicium. Depan umum pula. Dan..” Gracia menarik nafas dalam-dalam lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Hamids
“Gue mau kok jadi pacar lu.” sukses. Ucapan Gracia yang tepat di telinga Hamids itu mampu membuat Hamids membuka lebar-lebar kedua matanya.
“Serius Gre?!”
“Ssssttt!” ucap seorang penjaga perpustakaan
“Serius Gre?” tanya Hamids lagi dengan suara yang diminimalisir
“Iya serius.” jawab Gracia sambil melemparkan senyumnya dan berpura-pura membaca buku untuk menghindari tatapan Hamids yang mungkin akan meledeknya karena melihat pipi merah Gracia.
“Yaudah kalau gitu ngapain lagi di sini? Mending balik ke kelas.” pinta Hamids sambil mengulurkan tangannya yang disambut manis oleh Gracia

Sepanjang jalan di koridor, Hamids merangkul Gracia dengan senyum merekah di wajahnya. Ya bagaimana tidak, setelah shock karena Gracia punya pacar, lalu di tampar, akhirnya sekarang mereka resmi berpacaran juga.
Sesampainya di kelas, mereka langsung menjadi pusat perhatian. Karena saat keluar mereka seperti tak akur, tapi saat kembali ke kelas tiba-tiba langsung dirangkul. Dan Gracia adalah perempuan pertama yang Hamids rangkul secara sukarela tanpa disuruh seperti saat yang lain ingin foto dengannya.

“Lah Mids? Main rangkul aja. Emangnya udah hak milik?”
“Udah lah. Ya kan Gre?” jawab Gre dengan anggukan malu-malunya
“Oh my eyes..” ucap Tya mendramatisir
“Oh jantungku..” lanjut Chika
“Oh.. Ohgoe daimoundooo~”
“Indaaaahh~!”
“I- iya maaf. Maaf.”

Setelah hari itu, Hamids dan Gracia semakin sering terlihat bersama. Dan lagi, mereka sudah tak malu memperlihatkan kemesraan di depan umum. Seperti saat Hamids merangkul Gracia di koridor, saat Hamids sedang mengerjakan tugas dan Gracia yang menyuapinya makan siang di kantin, bahkan Gracia sudah berani terus terang malarang Hamids foto mesra dengan yang lain seperti  sekarang ini.

“Gre liat deh masa ada kakak kelas yang ngeline aku cuma buat ngajak foto bareng.” ucap Hamids saat mereka sedang belajar di kamar Gracia
“Yaterus? Kamu mau minta izin aku?”
“Enggak sih. Soalnya jawaban kamu pasti gak boleh.”
“Nah itu tau. Lagian kenapa sih seneng banget foto rangkul-rangkulan sama pacar orang? Ish. Kan aku kesel.” Gracia mengeluarkan ekspresi manyunnya yang membuat Hamids kembali cengo. Ingin cubit namun apa daya, tangannya mendadak lemas.
“Woy jangan cengo gitu woy! Hahaha.”
“Eh iya aduh maaf. Abisnya cubanget sih.”
“Biasa aja ah. By the way, kayaknya kita harus sering-sering upload foto bareng kita ke socmed deh. Biar semua sadar kalau Hamids itu udah ada yang punya.” Gracia langsung mengeluarkan Handphonenya dan mengaktifkan kamera depannya.
“Sekarang Gre? Aku lagi jelek-jeleknya lho ini.”
“Gapapa biar semua tau kalau kamu pernah jelek gak ganteng mulu.”

Cklick! Cklick! Cklick! Cklick!

“Hahaha! Aduuuhh gila Mids. Cengo banget muka kamu! Hahaha. Ayo coba di upload dan lihat berapa banyak fansmu yang langsung ilfeel hahaha.”
“Eh Gre jangan di upload! Jelek banget Gre!”
“Hahaha biarin!”
“Gre! Waaahh macem-macem ya kamu.  Rasain nih!” Hamids langsung menggelitik Gracia tanpa ampun
“Hahaha! Ampun Mids ampuuunn!”
“Rasain nih rasain!”
“Hahaha! Iya iya ampun ampuuunn!”
“Janji ya jangan di upload?”
“Hahaha iya Mids iya janji.” saat Hamids berhenti menggelitik, tiba-tiba mereka sadar kalau posisi mereka saat ini adalah Gracia yang sedang terlentang di lantai dan Hamids di atasnya. Perlahan Hamids menelan ludahnya dan memberanikan diri mendekatkan wajahnya dengan wajah Gracia. Sampai akhirnya...

“Mids. Berani maju lebih deket lagi aku tabok ya.”
“Eh? I- iya iya gak kok.” Hamids langsung beranjak dari posisinya dan kembali ke bukunya dengan muka yang sedikit memerah. Tapi tak lama..

Chu~

Gracia mencium singkat bibir Hamids untuk pertama kalinya.
“Gre?” sekali lagi Hamids malah memasang ekspresi cengonya, sedang kan Gracia hanya tersenyum simpul sambil berusaha fokus melanjutkan belajarnya
“Eh. Yang ini gimana ya Mids?”
“Y- yang mana?”
“Ini nih ini.” Hamids mulai menarik nafas dalam-dalam dan belajar pun dilanjutkan dengan normal.


-End-

Terimakasih untuk yang udah baca hohoho.
Ditunggu komentar kritik dan sarannya <(_ _)>
Note: Jangan tanyakan dimana kisah BebNjunya/? xD

12 comments:

  1. Aaaaahh kusuka, konflik nya krg nih >.<

    ReplyDelete
  2. hamidz banget nih, haaaa lanjut thor

    ReplyDelete
  3. Haha ngakak ...
    Kasian juga tuh bobshan

    ReplyDelete
  4. HARUS ADA PART 2,3,4,5,dst, ThorMinGang (Author Admin Magang maksudnya) xD
    peliiiisssss :v

    ReplyDelete
  5. Kyaaaa >//< njir serasi beudh :'v

    ReplyDelete
  6. Oi oi oi...
    ituu si bobyyy udahh gtu ajj?????.....
    kagak add selanjut.a gtu

    ReplyDelete
  7. Min kapan lanjut DnD sama PHnya? Hehehe

    ReplyDelete
  8. ini perlu dilanjutkan sampe banyak-part :v /

    ReplyDelete
  9. ff couple jkt48 terbaik yg pernh gw baca, plis thor, ditambah critanya, dikasih part, kalo bs smpe part 48 gpp deh. Sumpah keren bgt.

    ReplyDelete
  10. Keren bgt thor. Akhirnya ada ff otp gue yg bisa gue imagine hheheh. Bikin ff GreMids lagi yang banyak ya thor. Lanjut!!!

    ReplyDelete