Ehehehe... bilangnya sih bakal lama ya waktu di chapt 3 ke chapt 4 nya ehehe, cuman ternyata kemaren dapet feel dan moodnya jadi..... jadi deh *apasih lol
Doain aja, mood dan feelnya terus dapet sampe ending walau mungkin FS nya Andelaine udah jarang lagi...
Yaudah, langsung aja, cekibrot!!
Doain aja, mood dan feelnya terus dapet sampe ending walau mungkin FS nya Andelaine udah jarang lagi...
Yaudah, langsung aja, cekibrot!!
Princess Hours (JKT48)
Chapter 4
Suasana universitas berubah semenjak kejadian itu. Dunia
seakan-akan memusuhi Elaine, para mahasiswi seakan tidak suka dengan keberadaan
gadis penyuka bebek itu. Dilain sisi ketiga sahabatnya tidak bisa berbuat
apa-apa, saat mereka mendekati Elaine, mereka akan dibully senior mereka,
Elainepun terpaksa menjauh dari ketiga sahabatnya itu. Dan satu-satunya tempat
yang aman buat Elaine adalah… ruangan khusus milik Andrew dan Nino.
“Hah..” Elaine menghembuskan nafasnya. Sendirian duduk di
ruangan itu. Steak di depannya mungkin kini sudah dingin, buku ditangannya
hanya jadi pajangan, suara TV hanya bagaikan seperti suara angin yang sedang
berhembus untuk kedaan Elaine saat ini.
Tiba-tiba pintu ruangan itu dibuka, terlihat sosok cewek
jangkung masuk ke dalamnya. Yah, itu Desy, yang katanya pacar Andrew.
“Siang Kak Desy.” Elaine langsung reflek berdiri dan memberi
hormat.
“Elaine?” Desy menatap Elaine dengan malasnya. “Andrew
mana??”
“Aku gak tau, Kak. Maaf.” Jawab Elaine masih menunduk.
“Ngapain kamu disini?” Tanya Andrew yang muncul dari
belakang punggung Desy.
“Aku kangen sama kamu, babe.” Ucap Desy dengan manjanya
sambil merangkul Andrew.
Andrew hanya menatap datar gadis dihadapannya itu, terlihat
jelas sama sekali tidak ada ‘rasa cinta’ dari tatapan matanya.
“Setiap hari kita kan ketemu di kampus. Emang kurang, ya?”
Tanya Andrew setelah melepas rangkulan tangan Desy lalu duduk di sofa yang di
duduki Elaine sebelumnya.
“Kurang lah! Apalagi semenjak perjodohan itu--” Desy
menghentikan kata-katanya itu dan menatap Elaine yang masih berdiri di dekat
Andrew.
“Lebih baik, aku keluar dulu.” Namun, tangan Elaine ditahan
oleh Andrew saat gadis itu baru melangkahkan kakinya.
“Kamu mau kemana?” Tanya Andrew dengan memasang senyum
manisnya. Jujur saja, senyuman itu membuat Elaine gugup. Elaine wanita normal,
dia sadar senyum Andrew memang begitu manis, begitu menggoda, membuat pemuda
itu makin tampan. “Emangnya diluar sana, masih ada yang mau deket sama kamu?
Kamu beruntung loh bisa deket sama aku dan Nino. Iya gak, Des?” Masih sambil
memegang tangan Elaine dan tersenyum, Andrew menatap Desy yang terlihat tidak
suka dengan adegan itu.
Mendengar pertanyaan dan pernyataan dari Andrew yang menurut
Elaine menyebalkan, gadis itu membanting tangan Andrew. “Permisi.” Berjalan
pergi melewati Desy yang masih berdiri di depan pintu ruangan itu. Desy yang
tatapannya coba diabaikan Elaine.
“Gadis sombong! Gak tahu apa, banyak cewek di luar sana yang
mau sama Andrew atau Nino.” Andrew hanya diam mendengar pernyataan Desy itu,
perhatiannya tercuri oleh buku milik Elaine yang tertinggal. “Yah, tapi dari
sekian banyaknya cewek yang beruntung itu, aku. Iya gak, babe?” Andrew tertawa
kecil dan pelan lalu menatap Desy dan akhirnya menghampiri gadis itu.
“Iya sayang.” Ucap Andrew sambil mengusap lembut pipi Desy.
“Oh iya, kamu beneran kangen aku?” Tanya Andrew sambil memainkan rambut Desy.
“Ya iyalah, bener.”
“Buktinya apa?”
“Buktinya-”
“Apa? Bisa buktiin kan ke aku?” Andrewpun tersenyum licik,
dirinya lalu menarik Desy dan mengunci pintu ruangan pribadinya itu.
Entahlah apa yang mereka lakukan berikutnya, yang pasti hal
dewasa yang belum pernah dilakukan oleh gadis baik-baik seperti Elaine yang
kini sedang berjalan di koridor Universitas mewah itu. Mahasiswi-mahasiswi di
sekelilingnya begitu menatap benci gadis imut itu. Tapi, sama sekali tidak ada
yang berani menganggunya. Ya, karena status Elaine kini bukan lagi ‘mahasiswi
biasa’. Mereka hanya bisa menyerang Elaine dengan hujatan-hujatan, tapi tidak
dengan serangan fisik. Dan itulah yang membuat SEGC pecah, karena justru
SGC-lah yang akan jadi ‘target serangan’ bila ketiganya ketawan dekat kembali
dengan Elaine. Begitulah ancaman yang mereka –SGC- terima.
Elaine hanya bisa diam dalam kesedihan menatap ketiga
sahabatnya yang sedang bercanda itu. Terlihat ketiganya sedang berdiri sambil
bercanda tawa. Cesen yang suka cengo itu menjadi bahan ledekan Sofia dan
Gracia. Senyum tipis terpampang di wajah Elaine, Elaine merindukan
sahabat-sahabatnya itu. Tak lama, ketiganya menyadari sosok Elaine yang masih
berdiri memperhatikan mereka. Elaine mencoba tersenyum, tapi apa yang di
dapatkannya? Cesen langsung mengalihkan pandangannya entah kemana, Sofia
langsung menunduk, sementara Gracia… gadis penyuka Real Madrid itu hanya bisa
tersenyum singkat pada sahabat karibnya itu, sebelum pergi mengajak Cesen dan
Sofia untuk pergi dari tempat itu.
Pergi dari tempat itu, meninggalkan dan melewati Elaine yang
diam mematung di tempatnya berdiri.
“Maaf, Kwek.” Ucap Gracia pelan saat melewati Elaine. Elaine
hanya bisa diam, memejamkan matanya, menahan agar air mata tidak tumpah dari
mata sipitnya.
Tanpa disadari, kejadian itu dilihat oleh Nino yang sedari
tadi memperhatikan dari kejauhan.
~~~
Sebulan berlalu semenjak kejadian itu, suasana universitas tetap sama. Tetap memusuhi Elaine. Sementara keadaan di rumah keluarga Wicaksono? Ya begitu-begitu saja. Datar. Pak Ajisapto memang baik pada Elaine, namun beliau tidak selalu ada. Sedangkan, Arlan dan Wisnu terlihat seperti menganggap Elaine antara ada dan tiada. Apalagi Arlan, suka terlihat menatap Elaine dengan tatapan tidak suka. Karena menurutnya, keberadaan Elaine mengacaukan semua rencananya.
Beruntung, Pak Khrisna dan Bu Marni begitu baik dan
perhatian pada Elaine. Mereka seperti sosok ayah dan ibu bagi Elaine di tempat
ini. Dan Elaine tidak pernah menganggap kedua orang itu adalah ‘pelayan’.
Namun, tetap saja Elaine merindukan sosok kedua orang tua aslinya. Sudah
sebulan lebih berarti Elaine belum kembali menemui orang tuanya semenjak
kepindahannya.
Dia memang masih saling memberi kabar lewat telepon, SMS
bahkan Skype dengan kedua orang tua dan adiknya yang menyebalkan. Tapi, tetap
saja, itu kurang. 18 tahun selama hidupnya dia tidak pernah terpisahkan dari
ayah dan ibunya itu.
Tapi, Elaine bisa apa? Sebagai anak kuliahan, tugas selalu
menanti dan menuntutnya untuk tidak berpaling memikirkan hal lain. Jarak juga
semakin membuat dirinya terpisahkan. Elaine hanya bisa menghembuskan nafasnya
dan menatap buku-buku mata kuliah di depan mejanya itu. Sampai seseorang
mengetok pintu kamarnya.
“Eh? Silahkan masuk.” Pintu besar itu perlahan terbuka,
terlihatlah sosok seorang wanita pelayan muda masuk ke dalam kamar Elaine.
“Maaf nona muda, ada yang ingin bertemu dengan anda.”
“Siapa?”
“Boleh saya masuk?” Tanya Nino sambil mengintip dari depan
pintu.
“Nino? Ah masuk aja.”
“Baiklah, kalau begitu. Tuan muda, Nona muda, apa ada lagi
yang bisa saya bantu?” Tanya pelayan itu.
“Saya gak. Mungkin Elaine?” Tanya Nino sambil menatap
Elaine.
“Ah, gak ada kok. Makasih.”
“Baiklah kalau begitu. Saya permisi.” Ucap pelayan itu
kembali, sambil membungkuk hormat pada Nino dan juga Elaine tentunya.
Pelayan itupun pergi, menutup pintu kamar Elaine, meninggalkan
Nino dan Elaine berdua saja di dalam kamar besar itu.
“Maaf, Apa… aku ganggu?”
“Sama sekali gak.” Jawab Elaine sambil menggeleng. “Ada
apa?”
“Boleh aku duduk?”
“Ah, silahkan.” Elaine merapihkan sofanya yang juga penuh
tumpukan buku, Ninopun lalu duduk di sampingnya.
Sedikit membuat Elaine canggung, Elainepun mencoba fokus
kembali dan menatap lembaran-lembaran tugasnya, dan tentunya kembali
mengerjakanya.
“Pusing jadi anak Manajemen?” Tanya Nino tiba-tiba.
“A-ah? Ya, begitulah.”
Hening, hanya suara TV yang mengisi keheningan yang
diciptakan keduanya di kamar besar berdinding biru muda itu.
“Boleh gw tanya sesuatu?”
“Ah?” Elaine melirik Nino sekilas. “Silahkan.”
“Maaf sebelumnya, gak ada maksud ikut campur. Tapi, waktu
itu, aku gak sengaja liat kejadian kamu sama teman-teman kamu. Apa kalian
baik-baik saja?”
“Apa, kelihatannya kami baik-baik saja?” Tanya Elaine balik.
“Tidak ada yang baik-baik saja semenjak perjodohan ini, kan? Apa aku salah?”
Nino hanya diam menatap Elaine. “Aku kehilangan sahabat-sahabatku yang menjadi
bulan-bulanan fans kalian! Padahal jelas aku disini ‘masalahnya’. Bahkan
komunikasi kami di chating menjadi kagok. Aku seperti bukan bagian dari mereka
lagi. Aku kehilangan mereka. Apa itu baik-baik saja?” Tanya Elaine lagi. Namun,
Nino masih tetap diam. “Sekarang, bagaimana keadaan rumah ini setelah
perjodohan ini?”
“Entahlah, masih tetap sama-” Nino berhenti sejenak. “Tapi,
sedikit lebih hangat.” Nino tersenyum tipis, tapi tidak dengan Elaine.
“Aku senang, kalian baik padaku. Biar om Arlan, om Wisnu
atau Andrew masih belum menerimaku. Aku senang karena kakek, kamu, Pak Khrisna
dan Bu Marni baik dan ramah padaku. Mereka seperti orang tua sendiri. Tapi,
tetap saja. Aku rindu sahabat-sahabatku, aku rindu keluargaku apalagi orang
tuaku. A-ah ma-maaf, aku gak maksud--”
“Gak apa-apa, mau main ke rumahmu?”
“E-Eh?? Boleh?”
“Tentu saja boleh. Bukannya kakek juga mempersilahkan dan
membolehkanmu jika ingin mengunjungi orang tuamu?”
“I-Iya--”
“Kalau gitu sekarang, aku tunggu dibawah.” Ninopun bangkit
dari tempatnya duduk.
“Se-Serius?” Tanya Elaine masih tidak percaya.
Nino terus berjalan, sampai dirinya tiba di depan pintu
kamar Elaine. Nino berhenti, kembali menatap Elaine. “Iya.” Jawabnya singkat
sebelum membuka pintu kamar itu dan menutupnya kembali.
Saat Nino, sudah berdiri di depan pintu kamar Elaine. Sudah
ada seseorang yang menyambutnya. Bukan pelayan penjaga kamar, melainkan…
“Mulai mencoba mencuri hatinya?” Tanya orang itu. Namun,
Nino tidak menggubris pertanyaan itu dan kembali lanjutkan perjalanannya.
Dengan tatapan tajam, Andrew, ya Andrew memperhatikan
kepergian Nino yang sudah mulai terlihat menjauh. “Hah!” Nafas berat Andrew
hembuskan, dan dengan hati-hati Andrew membuka pintu kamar Elaine sedikit. Dari
celah itu, terlihat Elaine sedang tersenyum girang sambil memeluk boneka bebek
kesayangannya. Begitu menggemaskan. “Cih!” Andrewpun pergi dari situ, entah
kenapa terlihat kesal.
~~~
Akhirnya, dengan mobil mersi, kini Nino dan tentunya Elaine
sedang ada di perjalanan menuju rumahnya. Ya, rumah lamanya. Namun, lagi-lagi
di tengah perjalanan Elaine menghentikan mobil mereka untuk membeli kue.
Ninopun mengikuti gadis itu masuk ke dalam toko kue. Dia memperhatikan sosok
Elaine yang terlihat sedang memilah-milih itu.
Elaine yang memang perawakannya kecil mungil itu terlihat
makin imut dengan dress putih yang dipakainya. Tas kecil berwarna coklat juga
wedges *tulisannya bener gak sih? :’v* yang
senada membuat tubuh pendeknya jadi sedikit lebih tinggi. Namun, wajah manis
dan rambut hitamnya yang di gerai lah yang membuatnya sempurna. Andrew dan Nino
cowok normal, akan ada hari dimana suatu saat pasti salah satunya atau bahkan
mungkin keduanya akan jatuh cinta pada gadis imut itu.
Tapi, bagaimanapun Elaine. Di pikiran Nino, masih ada sosok
lain, gadis lain yang tidak kalah manis dari Elaine. Gadis lain yang… terlihat
melewati depan toko kue itu. Nino tidak salah lihat, kan? Ahh memangnya kalau
dia benar-benar lewat kenapa? Apa Nino akan berani menyapanya? Bukannya selama
ini, dia hanya diam walau bertemu dengannya. Nino tersenyum tipis, merasa miris
dengan dirinya sendiri.
“No.” Elaine memanggil dan menepuk pundak Nino pelan,
sadarkan pemuda itu dari lamunannya.
“Udah?” Elaine mengangguk, keduanyapun kembali ke mobil
mereka.
Dengan kantong plastic besar, Elaine berjalan sambil
tersenyum girang di depan Nino. Terlihat tidak sabar. Elainepun membuka pintu
mobil dan masuk ke dalam, saat Nino ingin masuk, tiba-tiba Elaine kembali
keluar.
“Kenapa?”
“Pak, maaf. Bisa tunggu sebentar lagi? No, boleh aku kesana
bentar.”
“Kesana mana?”
Tidak menjawab pertanyaan Nino, Elaine langsung berlari.
Tentunya Ninopun mau tak mau mengikuti. Meninggalkan supir mereka, yang
lagi-lagi harus menunggu. Cukup cepat Elaine berlari, Nino di belakang yang
mengejarnyapun tidak menyangka dan tidak tahu ada apa. Namun, saat matanya
cukup jelas dan bisa lihat dari kejauhan apa yang menjadi tujuan Elaine, kedua
kaki Nino berhenti. Berhenti mengejar Elaine. Sementara itu, Elaine berhenti
saat memang sudah sampai di tujuannya.
“Gre! Hah. Hah. Hah.” Panggil Elaine dengan ngos-ngosan.
Gracia yang terlihat akan masuk ke dalam restoran di pinggir
jalan itupun menghentikan langkahnya. Membalikkan badan dan menatap Elaine.
“Elaine?”
“Aku mau ngomong sama kamu. Kita harus ngomong. Aku kangen
kamu. Aku kangen Sofia. Aku kangen Cesen. Aku kangen SEGC. Aku kangen kita
ngumpul kaya dulu lagi. Aku--” Tiba-tiba Gracia memeluk Elaine, menghentikan
ucapan sahabatnya yang sedang nyerocos itu.
“Aku juga.” Gracia melepas pelukannya. Memegang kedua pipi
Elaine dengan tangannya. “Tapi, sekarang waktu dan tempatnya gak tepat.” Gracia
menegokkan kepalanya ke belakang, Elainepun ikut melongokkan kepalanya.
Terlihat di dalam restoran ada sosok cowok *betewe
anggep aja ini Shami :v* dengan topi kupluk berwarna putih menunggu dan
menatap ke arah keduanya. “Keliatannya kamu juga mau jalan-jalan, kan?”
“A-Ah iya. Aku mau jenguk orang tua aku.” Elaine tersenyum
lebar. “Itu pacar?” Tanya Elaine tentunya kagetkan Gracia.
“Ngaco deh! Yaudah, gih kamu temuin orang tua kamu. Besok kita
bicarain ini. Selesein ini.”
“Janji? Pinky Swear?”
“Astaga Kwek! Masih aja! Pinky Swear.” Jari kelingking kedua
gadis itupun saling bertautan, pemandangan yang timbulkan tawa dan senyuman di
bibir Nino yang masih memperhatikannya dari jauh.
“Yaudah, aku pergi dulu. Nanti kamu cerita juga siapa cowok
ini ya!”
“Duh iya, iya. Yaudah sana.”
Sambil tertawa Elainepun pergi tinggalkan Gracia, yang lalu
masuk menghampiri cowok yang sebenernya bersama dirinya dari awal. Akhirnya,
Elaine kembali melanjutkan perjalanannya ke rumah lamanya. Saat tiba di
rumahnya, Boby yang sedang bermain dengan Shania di ruang tamu mereka, langsung
kaget begitu melihat kedatangan Elaine.
“Ci Ilen??” Kaget Boby. “Ci Ilen!!” Boby langsung berlari
menuju Elaine dan memeluk erat kakaknya itu. Siapa sangka, adik yang
menyebalkan itu ternyata begitu merindukan Elaine. Membuat Elaine rasanya ingin
meneteskan air mata. Elainepun mengusap lembut kepala Boby. *betewe dulu manggilnya ‘Kak’ ya? Ganti ‘ci’
aja ya :v lebih enak dan pas wkwk, bebaslah gw authornya ini. Ape lo?! Ape lo?!
“Apa kabar adikku yang resek.” Elaine mencubit pipi adiknya
itu. “Selama gak ada Cici, kamu pasti bandel, ya? Boby bandel ya Shania?”
Shania hanya menggeleng. “Shania apa kabar? Maaf ya, kalau selama gak ada Ci
Ilen, Boby nyusahin kamu.”
“Sama sekali gak kok, Ci.” Elainepun tersenyum dan mengusap
lembut kepala gadis SMP yang tingginya tidak jauh beda dari dirinya itu. *wkwk :v
“Oh iya, Boby, Shania. Kenalin ini Kak Nino.” Ucap Elaine
sambil menunjuk Nino yang daritadi hanya diam saja.
Bos sama Bu Bos mah bebas mau muncul dimana-mana :3 |
“Oh jadi ini yang nanti akan jadi Koko-ku?” Boby
memperhatikan sosok Nino dari atas sampai bawah balik lagi ke atas. “Ganteng,
Ci. Tapi, masih gantengan Boby.”
“Hah! Apasih. Ayah sama Ibu mana? Daripada kamu gak jelas
gitu, tolong taro kue ini di kulkas.”
“Roger!” Boby mengambil plastic kue yang dibawa Elaine lalu
berlari ke dapur. “Ci! Boby ambil ya!!”
“Iya! Ambilin juga buat Shania tuh.” Jawab Elaine sambil
teriak, karena saat ini dirinya sedang berjalan menuju kamar orang tuanya.
Elaine menghembuskan nafasnya, dan perlahan membuka pintu
kamar tersebut. Tersenyum pada orang tuanya yang benar-benar terlihat terkejut.
Suasana harupun menyelimuti kamar tersebut. Ketiganya berpelukan, menumpahkan
segala kerinduan yang dirasa selama ini.
Setelah memperkenalkan Nino pada kedua orang tuanya,
akhirnya mereka –termasuk Shania- makan siang bersama di rumah keluarga Elaine
itu. Mereka terlihat akrab, Ninopun bisa menyatu dengan keluarga Elaine dengan
cepat. Jadi apakah Nino merupakan pilihat hati Elaine? Cerita masih panjang
bung!
~~~
Hari berganti, Elaine terlihat begitu bahagia pasca pertemuannya dengan keluarganya. Kini, tinggal masalahnya dengan SEGC. Tapi, Elaine harus sabar. Ya, Elaine mesti sabar menunggu kedatangan sahabat yang dipanggilnya Grecot itu datang menyapanya. Elaine terus berdiri dalam diam. Membiarkan hembusan angin menghempaskan rambut panjangnya yang di gerai.
“Kwek.” Akhirnya, suara itu, panggilan itu.
“Gre.” Elaine tersenyum lebar, ingin memeluk Gracia, tapi
saat ini mereka sedang ada di kampus. Elainepun mengurungkan niatnya itu.
“Kenapa Kwek? Apa kamu masih belum mau cerita?”
“Bukan gitu. Tapi, sekarang ini kita ada di--”
GreKwek :3 godaan sekali ini dua emang *eh |
“Kenapa? Kamu takut?” Elainepun terkejut dengan pertanyaan
Gracia. “Kami gak akan kenapa-kenapa, aku akan baik-baik saja. Justru kalau
aku—kami jauhin kamu..” Gracia menghembuskan nafasnya. “Sahabat macam apa kami
ini? Gak seharusnya kami takut dengan ancaman mereka. Silahkan kalau mereka mau
membully atau apapun itu. Aku gak takut dan aku akan lawan kalau perlu. Karena,
cukup. Aku gak mau terlalu lama pisah dari sahabat aku.” Jelas Gracia,
keduanyapun tersenyum. “Sekarang giliran kamu cerita.”
“Jadi--” Elainepun menceritakan bagaimana awalnya
perjodohannya dengan…. Entahlah dengan siapa. “Begitulah Gre. Maaf ya, waktu
itu gak langsung cerita ke kamu. Aku bingung. Aku gak tahu harus gimana. Aku
ngerasa ini semua masih bohong. Tapi, nyatanya ini memang bukan mimpi.”
“Gak apa-apa kok, Kwek. Aku ngerti.”
“Dan malam itu saat aku nelpon-” Elaine menghentikan sejenak
ucapannya. “Aku cuman-”
“Mau bilang jangan kaget dan sebagainya, kan? Ya, aku paham.
Waktu pertama kali kamu datang dan turun dari limousine itu bareng kedua
pangeran kampus kita itu memang membuat kaget. Khususnya Cesen, cengo banget.”
“Hufft.”
“Sekarang udah lega kan, Kwek? Kita udah bisa kaya dulu
lagi.”
“Belum! Cesen sama Sofia, kan belum tahu! Dan aku masih
khawatir, kalau setelah ini kalian di-”
“Haduh! Kan udah aku bilang, kami nanti pasti gak akan
kenapa-kenapa. Biar aku yang urus.”
“Dengan cara?”
“Entahlah. Ahahaha! Urusan nanti. Yaudah sekarang kita ke
Sofia sama Cesen, yuk.” Ajak Gracia, Elainepun mengangguk mantab.
Keduanya berjalan di koridor sambil bergandengan tangan
selayaknya anak kecil dan bercanda tawa.
“Jadi cowok yang kemaren siapa, Gre?”
“Temen.”
“Temen apa temen? Kok makan berdua?”
“Ih bebek. Beneran temen kok.”
“Masa sih??”
Elaine terus meledek Gracia, sampe sosok cowok di kejauhan
menghentikan langkah Gracia. Elainepun ingin tak ingin, juga harus menghentikan
langkahnya.
“Kenapa Gre?”
“Kwek, bukannya itu??” Graciapun menunjuk ke arah cowok yang
terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Elainepun melihat ke arah yang
ditunjuk Gracia.
“Se-Senna?”
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------
Yang bisa tebak siapa 'Senna' gw kasih......
.
.
.
Selamat aja :v #dzigh
Kapan Michelle muncul?? Tunggu aja yaps~~
---------------------------------------------------------------------------------------
Yang bisa tebak siapa 'Senna' gw kasih......
.
.
.
Selamat aja :v #dzigh
Kapan Michelle muncul?? Tunggu aja yaps~~
---------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m
-Jurimayu14-
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteDitunggu chapter 5 nya^^
ReplyDeletedtunggu lnjutannya
ReplyDeleteKeren thor :) yah masa Oshi gue Desy jadi --' oh my god.. --'
ReplyDeleteSenna = Nadse? Ah tau ah thor
ReplyDelete