Tuesday, March 24, 2015

Princess Hours (JKT48 3rd Gen) - Chapter 3

Ciee update~ maaf ya lama banget.. utang gw banyak banget nih :'v
Tapi, jarak nih chapter ke chapter 4.. bakalan bakal lama banget.. soalnya gw belum bikin sama sekali ;'v
maaf banget ya..

Yaudah selamat membaca aja~~

Princess Hours (JKT48)

Kode Okta bakal muncul? :v gak tau ya..
waktu bikin ini belum DesTa-an, liat aja nanti deh

Chapter 3
Berjalan pelan menelusuri lobby kampusnya, Elaine bagaikan raga tanpa nyawa. Benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dia bingung, bingung mengenai perjodohannya itu, harus menerima atau bagaimana... Yang jelas sepertinya tidak mungkin ditolak, apapun usahanya percuma. Kedua orang tua-nya seakan ‘sudah bersiap’ dan ‘rela’ saja ditinggalkan oleh Elaine, terlihat seperti itu. Elaine makin bingung. Apalagi, dia juga belum bilang pada ketiga sahabatnya, bagaimana dengan SEGC nanti? Bagaimana hidupnya nanti?? Bahkan dia tidak yakin perjodohan ini bener-bener ‘BENAR’ atau tidak.

“Kwek, lo kok diem aja sih?” Tanya Sofia. Saat ini tentunya SEGC sedang makan bersama di kantin kampus mereka.
“Kejutan dari kita kurang?” Tanya Cesen.
“Ahaha, gak kok~” Jawab Elaine tertawa datar saja. Cesen dan Sofia hanya membalasnya dengan ‘hoo’-an. Tapi, tidak dengan Gracia, dia bisa menyadari ada sesuatu yang aneh dari Elaine.
“Kamu bener gak apa-apa?” Tanya Gracia dengan nada khawatir.
“Gapapa kok Gre, emang aku keliatan kenapa-kenapa, ya?” Tanya Elaine balik sambil menatap Gracia balik.
“Iya, buktinya itu makanan di anggurin aja. Biasanya kan bringas. Hehe.” Elaine hanya menatap sinis Gracia.

“Gw tau nih!!” Sofia tiba-tiba bersuara kembali. “Kwek kwek lagi galau ya~~ Iya kan iya??” Ledek Sofia tiba-tiba. “Ciee kwek galau~~ abis ulang tahun galau~~” Sofia terlihat begitu girang.
“Sof??”
“Ahh! Begitu, yah kayanya sih bener Sof..” Gracia tersenyum jahil pada Elaine. “Duh!! Abis ulang tahun kok galau duh..” Gracia merangkul Elaine.
“Aduh siapa sih yang galau?? Gak kok ah, gak!!” Jawab Elaine membela diri.
“Yakin??” Tanya Sofia dengan wajah yang benar-benar meledek.
“Yakin! Yakin banget kok!!”
“Gak yakin ah kita!” Ucap Gracia lagi kali ini.
“Ciee bebek galau ihihiihi!!” Sofia dan Graciapun terus meledek dan menjahili si bebek yang bisa dibilang sebenernya memang galau….

~~~
Sore itu, Elaine seorang diri berdiri di koridor kampusnya. Tidak seperti biasanya, novel di tangannya itu hanya jadi teman yang diabaikan.
“Kwek.” Panggil pelan Gracia pada Elaine yang sedari tadi masih diam memandang pemandangan kampusnya. “Elaine.” Sekali lagi Gracia coba memanggil Elaine.
Namun, Elaine tetap diam. Tidak menjawab panggilan Gracia. Bukannya tidak mau menjawab, tapi Elaine bingung harus memulai cerita darimana.
“Lo marah soal tadi, ya?” Tanya Gracia yang tetap tidak digubris oleh Elaine.
Gracia hanya bisa menghembuskan nafasnya. Dia tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh sahabat karibnya itu. Graciapun terus menunggu dalam diam di samping Elaine.
“Gre.” Akhirnya Elaine bersuara.
“I-iya?” Dengan cepat, Gracia langsung menatap Elaine, namun yang memanggilnya malah kembali diam. “Kwek? Kenapa? Sebenernya ada apa?”

“Kalo nanti kita berempat gak bisa lagi sering-sering ngumpul atau main gimana ya?” Elaine akhirnya mengungkapkan apa yang dipikirkannya semenjak kemarin-kemarin pada Gracia.
Tentu saja pertanyaan itu membuat Gracia bingung dan juga kaget. “Maksud kamu? Emang kamu mau kemana?”
“Gak kok aku gak kemana-mana, cuman… mungkin... emm a-aku gak tau sih apa yang akan terjadi, hanya saja, takut aja jadi terjadi…”
“Hah?” Gracia terlihat bingung. “Maksud kamu apa sih Kwek? Jelasin yang bener dong…” Elaine kembali diam, bingung untuk berkata apa, yah siapa yang bisa percaya dirinya dijodohkan dengan… entahlah dengan Andrew atau Nino… “Berasa jadi kaya Cesen, tulalit gini aku…..” Ucap Gracia, sekali lagi Elaine kembali diam.
Yah, Elaine kembali menahan ceritanya. Dan membiarkan waktu yang ada terbuang percuma…
~~~

Yah, Elaine berharap sih berita dan kabar yang dibilang oleh ayahnya mengenai perjodohan dirinya sih hanya bercanda dan hanyalah mimpi. Tapi berbagai barang mewah yang masih ada dirumahnya, ‘hadiah’ dari kakek Andrew itu masih ada dan jelas benar-benar ada di dalam rumahnya.
“Jadi besok, aku harus benar-benar meninggalkan kamar dan rumah yang aku tinggali selama 18 tahun ini?” Tanya Elaine sambil tiduran di kamarnya pada salah satu boneka bebeknya. “Pyoo~ dan cuman kamu yang bakal ikut sama aku.” Ucap Elaine kembali yang tanpa dia tahu, ibunya di depan kamarnya mendengarkannya, ingin menangis rasanya…
Besok siangnya, utusan Pak Ajisapto yang sudah kita ketahui yaitu pak Khrisna dengan supir dan para bodyguard -yang menurut Elaine sih berlebihan- menjemputnya dengan mobil Limousine hitam yang mewah.
Anggep aja itu namanya "Pyoo" wkwk gw gak tau soalnya :v
Ayah Elaine kenal baik dengan Pak Ajisapto, beliau juga adalah bos dimana ayah Elaine bekerja. Itulah mengapa, ayahnya juga tidak berani melawan atau menolak, selama hidup Elaine akan baik-baik saja disana. Dan Elaine tetap akan diperbolehkan menghampiri orang tuanya, hanya ‘pindah tempat tidur’ saja, anggapannya seperti itu.
Selama di perjalanan Elaine hanya terus diam, memandangi jalanan yang terlihat diluar sana sambil memeluk Pyoo, boneka kesayangannya itu.
“Pak Khrisna maaf, boleh berhenti sebentar gak di toko kue itu?” Tanya Elaine.
“Tentu saja nona.” Mobil itu berhenti, Elainepun turun, melihat-lihat kue di dalamnya, dia memang gadis yang baik, berniat membelikan kue untuk keluarga Wicaksono yang saat ini…..
Sedang berkumpul di ruang keluarga, untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Lengkap, ada Andrew, Nino, kedua ayah mereka dan tentunya… Ajisapto Wicaksono.

“Apa kalian tahu apa alasan saya, mengumpulkan kalian?” Tanya Pak Aji yang berdiri dengan tongkat di tangannya di depan keempatnya.
“Yang pasti ada sesuatu yang penting kan kek~” Jawab Andrew.
“Yah, sangat penting. Mungkin Andrew dan Nino tidak tahu, tapi pasti Arlan dan Wisnu masih ingat dengan sahabat saya, Hartanto.” Pak Ajisapto berhenti sesaat. “Kami punya perjanjian, akan menjodohkan cucu kami-”
“Cucu kami??” Tanya Wisnu -ayah Nino- “Itu artinya, ayah belum menentukan antara Andrew atau Nino?”

“Iya tepat sekali. Memang belum. Dan bukan saya yang akan menentukan, tapi cucu Hartanto. Siapapun yang dipilihnya, Andrew atau Nino, itulah yang akan menjadi pewaris utama saya.” Pernyataan yang membuat Arlan dan Wisnu membuka lebar kedua matanya. Sementara Andrew dan Nino mungkin terlihat cuek dan terkesan tidak peduli. Terlihat Pak Ajisapto akan pergi. “Ahh saya lupa, mulai hari ini, anak itu akan tinggal bersama kita, dan tentunya mulai akan memilih. Terima kasih.” Ucap pak Ajisapto mengakhiri kata-katanya, namun ayah Andrew…
“Tu-tunggu ayah! Gak bisa gitu! Bukannya sudah pasti harta itu jatuh kepada Andrew sebagai cucu pertama? Ayah! Andrew sudah saya jodohkan dengan putri keluarga Kusnadi!” Protes Arlan tiba-tiba. Andrew terlihat cuek dan sibuk sendiri dengan HPnya.

“Kalo begitu… selamat Nino.” Ucap Pak Ajisapto sebelum benar-benar pergi.
“Ayah! Tunggu!!” Panggil Arlan percuma. Ayahnya itu orang yang keras dan tidak suka terima protes dari anaknya. Dengan kesal, Arlan pergi tinggalkan Wisnu, Nino dan anaknya.
“Kirain apaan…” Ucap Andrew santai saja, lalu keluar dari ruangan itu.
Yah, bila membicarakan harta warisan memang rasanya akan mengerikan dan ribet. Tentunya seperti Arlan saat ini, di ruang kerjanya, mondar-mandir dalam bingungnya. Padahal anaknya yang dijodohkan itu terlihat duduk-duduk santai di depannya, tak peduli.
“Andrew!!” Panggil sang ayah keras dan terkesan kasar. “Kamu ini gimana sih?! Bantu papa mikir dong!!”
“Mikir apa sih, Pah? Toh kan ini udah keputusan kakek, mana bisa diganggu gugat.” Jawab Andrew, ayahnya lalu duduk dalam kepusingan yang dibuatnya sendiri.

“Kalo kita batalin perjodohan kamu dengan keluarga Kusnadi, bisa bahaya buat perusahaan kita. Tapi kalo kamu tetap menikah dengan putri Kusnadi itu, kita akan kehilangan warisan kakek kamu? Apa mau kakek kamu sebenernya?”
“Yah, mana Andrew tahu… Yaudahlah Andrew mau ke kamar, ngantuk.” Jawab Andrew malas, lalu pergi meninggalkan ayahnya yang terus memanggil namanya.
Dari perpustakaan rumah mereka, Andrew menatap kedatangan gadis itu, begitu juga Nino yang sedang menjaga ibunya di kamar sang ibu. Menatap Elaine yang terlihat berusaha tersenyum saat tiba di rumah megah keluarga Wicaksono, dengan boneka dan kue di tangannya.
“Silahkan nona, ini kamar anda.” Ucap Pak Khrisna membukakan pintu kamar Elaine, yang begitu megah dan luas tentunya. “kamar mandi anda ada disana dan seragam baru anda sudah di sediakan di lemari.”

“Seragam baru??” Tanya Elaine heran.
“Dan ini bu Marni, yang akan membantu anda dan mengurus segala keperluan anda.” Ucap Pak Khrisna kembali sambil menunjuk seorang ibu-ibu paruh baya, tidak jauh dari umur ibu Elaine sendiri.
Bu Marni: Kepala Pelayan Wanita. Pengurus keperluan ibu Nino dan akan mengurus Elaine juga.
“A-ahh iya. Aku Elaine.” Ucap Elaine sedikit membungkuk, Bu Marnipun mengangguk dan membungkuk hormat.
“Ada lagi yang bisa saya bantu nona?” Tanya pak Khrisna kembali.
“Ahh emm. Ahh ini, bisa tolong kasih ke… Pak Ajisapto?” Tanya Elaine sambil menyerahkan plastic kuenya pada Pak Khrisna.
“Tentu saja nona. Ada lagi?” Elaine menggeleng. “Baiklah. Kalau begitu kami permisi dulu.” Pak Khrisna dan Bu Marnipun meninggalkan Elaine seorang diri, membiarkan gadis itu untuk beradaptasi terlebih dahulu dengan kamar barunya.
Sambil masih menggendong Pyoo, Elaine mengelilingi kamar barunya yang luas itu, tempat tidurnya mewah, terdapat sofa, TV bahkan kulkas juga di kamarnya itu. Mengingat perkataan Pak Khrisna, Elaine mengecek lemari bajunya, dan ternyata benar, sudah ada seragam barunya menggantung disana. Elaine lalu duduk, nafasnya yang begitu berat dia hembuskan. Bersiap memulai hidup baru…
~~~

Tok-tok!
Pintu kayu lebar itu diketuk.
“Masuk.” Jawab sang penghuni dari dalam. Terlihat Pak Khrisna masuk lalu membungkuk hormat, dengan plastic berisi kue dari Elaine ditangannya.
“Ada apa Khrisna?”
“Mohon maaf saya mengganggu Anda, Pak. Ini, ada kue dari nona muda Elaine, cucu tuan Hartanto untuk anda.” Jelas pak Khrisna yah pada Pak Ajisapto..
“Kue? Untuk saya?” Pak Ajisapto terlihat bingung, lalu mengambil plastic tersebut. “Baiklah makasih, kamu boleh keluar.” Pak Khrisnapun pergi keluar setelah kembali membungkuk hormat. Pak Ajisapto mulai membuka plastic dan kotak kue tersebut. “Haha. Kue bentuk bebek? Ahaha Hartanto!! Dia benar-benar cucumu!! Bwahahaha.” Entah kenapa tawa Pak Ajisapto pecah di kamarnya.
Sang kakek tertawa dengan girangnya, sementara 3 cucunya… berdiam diri di kamarnya masing-masing…
Jadi, keputusan ada di tangan Elaine. Siapa yang akan dipilihnya? Apa yang akan terjadi keesokan harinya? Tidak ada yang tahu…
~~~

Keesokan harinya…
Elaine memang gadis yang rajin, bangun tepat waktu di pagi hari, di hari libur sekalipun. Di hari pertamanya ‘tidak memberi’ alias ‘mengambil’ pekerjaan anak buah Bu Marni, dengan telah terlebih dahulu membereskan tempat tidurnya, bahkan satu kamarnya.
Elaine sudah melakukan kegiatan paginya hanya satu yang belum…. Memberi makan perutnya, jujur saja dia masih bingung, semalam dia memilih mengabaikan suara di perutnya, tapi pagi ini? Tentunya tidak bisa… tapi Elaine tidak bisa seenaknya… sekarang dia bukan di rumahnya sendiri, Elaine bisa gila sendiri rasanya.

CKLEK
Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka, terlihat sosok yang tidak disangka Elaine masuk ke dalam kamarnya.
“Pagi Elaine.” Sapa Pak Ajisapto sambil tersenyum pada gadis itu. Elaine langsung membungkuk tanda hormat. “Ahh duduklah, santai saja sama saya.” Elainepun duduk dan senyam-senyum, rasanya begitu canggung.
“Senyummu benar-benar mirip kakekmu hey!” Ucap pak Ajisaptop sambil merangkul Elaine. “Sudah lama tidak melihat sosok gadis cantik di rumah ini semenjak istri Arlan meninggal dan Mira mengurung diri di kamarnya.” Mira? Mira siapa? Walau bingung dengan berbagai hal, Elaine menyimpan pertanyaannya dalam hatinya. “Ah iya, gimana kabar bapak kamu?”
“Ayah? Ayah baik-baik saja, Pak.”
“Hey~ jangan panggil pak, panggil kakek~~ oke~”
“I-iya Pak.. eh maksudku.. Kek..”

“Nah gitu! Ahh sudah waktunya sarapan, kakek tunggu di ruang makan, kakek akan kenalkan kamu ke Andrew dan Nino, bersiaplah~” Pak Ajisapto lalu berdiri dan mulai berjalan ke arah pintu kamar Elaine. “Ahh, jangan lupa. Dandan yang cantik.” Tambah Pak Ajisapto sebelum pergi tinggalkan Elaine.
Elaine masih ragu dan bingung, namun dirinya sudah ditunggu, Elainepun berdandan tidak menor tapi cukup manis dan juga penampilannya rapih. Perlahan Elaine menuju ruang makan megah keluarga Wicaksono. Bukan makanan yang menjadi perhatian Elaine –walau perutnya udah nyanyi-nyanyi sih- tapi jumlah kursi dan set alat makan yang disediakan. Kakeknya, Pak Ajisapto maksudnya, duduk di tengah, Andrew dan Nino duduk berhadapan, dengan kedua sisi kakan-kiri mereka ada kursi kosong, tentunya tempat duduk sang ayah dekat dengan sang kakek. Tapi mengapa satu sisi Nino tidak ada kursinya? Jumlah set alat makan disediakan untuk 7 orang, tapi jumlah kursi hanya ada 6, apa artinya orang yang duduk di sebelah Nino tidak perlu kursi? Lagi, berbagai pertanyaan muncul di benak Elaine.

“Ahh, nak Elaine~ ayo sini. Andrew, Nino kenalkan ini Elaine, kalau kalian belum tahu, dia juga kuliah di Universitas kakek, benar kan?”
“I-iya.” Jawab Elaine tersenyum, senyum itu disambut balik hangat oleh Nino tapi tidak dengan Andrew yang asik makan seorang diri.
“Ayo duduk nak Elaine, duduk di sebelah Andrew. Kamu beruntung Andrew, bisa manfaatin posisi ini untuk pedekate, hahaha~~~” Akhirnya keempatnya memulai sarapan pagi mereka, yah hanya berempat…
“Ahh, Nino atau Andrew, bisa salah satu dari kalian mengantar Elaine untuk berkeliling rumah kita?” Tanya sang kakek saat sarapan pagi mereka sudah selesai.
“Andrew masih ada urusan, si Nino aja.” Ucap Andrew lalu pergi meninggalkan ruang makan.
“Ahh anak itu, kalau begitu kakek minta tolong sama kamu ya Nino.”
“Iya, Kek.” Ucap Nino sambil membungkuk hormat. Sementara itu Elaine, matanya melihat ke arah lain. Mata yang melihat lagi dan lagi, punggung Andrew. Sosok dari belakang yang menggoda dirinya untuk tetap melihat kepergian pemuda itu.
~~~

“Kalo gitu kita mulai dari lantai paling atas?” Ninopun mulai mengantarkan Elaine berkeliling, memperlihatkan ruangan-ruangan standar seperti ruang tamu, ruang makan, dapur, tempat-tempat pribadi seperti kamar, ruang kerja. Lalu ruangan-ruangan ‘wah’ seperti perpustakaan, ruang bermain, hingga mini bioskop. Dan akhirnya tiba di halaman belakang yang…
“A…a…a… i-ini…” yang super luasss, membuat Elaine cengo dan membuka lebar mulutnya.
“Dulu, disini sering adain pesta outdoor, namun semenjak ibu sakit….” Terlihat wajah Nino berubah murung. “Ah maaf, mau kuantar liat sekeliling?”
“Liat sekililing? Dengan?”
“Ikut aku..” Ucap Nino, sambil berjalan ke sebuah gudang? Bagasi? Atau apa entahlah, Elaine ikut-ikut saja, karena selama di jalan, perhatiannya tertuju pada bunga-bunga yang mengelilingi rumah besar itu.

“Bunga-bunga ini…” Ucap Elaine menghentikan langkah Nino. “Aku suka banget bunga pink lily!!” Ucap Elaine kembali sambil tersenyum manis.
“Bunga-bunga yang ada disini sebenernya bunga yang dari dulu di rawat tante Lucy.” Ucap Nino entah kenapa wajahnya lagi-lagi terlihat sedih.
“Tante Lucy?”
“Almarhumah, mendiang ibu Andrew.”
“A-Ahh.. Ma-maaf aku gak tahu..” Elaine langsung menunduk tak enak. Tapi, Nino hanya tersenyum, lalu kembali melanjutkan perjalanan.

Dengan mobil listrik kecil Nino mengajak Elaine berkeliling, selain kolam renang, ternyata halaman belakang ini tidak hanya terdapat pohon-pohon hijau yang tentunya terawat, tapi juga ada lapangan basket, tempat latihan menembak yang jadi favorit Andrew dan Nino, sampai danau buatan. Ninopun berhenti di danau itu, karena Elaine terlihat excited saat melihatnya. Mata gadis itu berinar, Nino hanya tersenyum kecil melihatnya.
Baru mobil berhenti, Elaine langsung berlari ke arah danau itu dengan girangnya.
“Ahh!! Ya, ampun! Indah banget.” Ucap girang Elaine. Lagi, Nino hanya tersenyum kecil. “Coba ada bebeknya~~” Ucap Elaine sambil menggembungkan pipinya begitu menggemaskan.
“Be-bebek??”
“Ahahaha, gak kok, cuman bercanda.” Keduanya tertawa begitu girang, tanpa diketahui sesungguhnya dari balkon kamarnya, dengan menggunakan teleskop, Andrew memperhatikan keduanya dari tadi.
~~~

Kini, Elaine berangkat ke sekolah bersama Andrew dan Nino, suasana di limousine itu terasa begitu canggung. Nino hanya diam memandang pemandangan di luar sana sementara Andrew diam sambil mendengar music dengan menggunakan earphone yang menyolok di HPnya. Elaine –yang duduk di antara keduanya- hanya bisa menghela nafasnya.
Setibanya di Universitas megah mereka, yang menyambut ketiga orang itu bukanlah para mahasiswa atau mahasiswi fans Andrew, tetapi sekumpulan wartawan dan pers. Saat ketiganya turun dari mobil, mereka langsung dikerubungi, dengan berbagai macam tipe kamera yang mengambil gambar mereka. Juga, dengan alat-alat lainnya. Membuat Elaine benar-benar terkejut –juga risih-.

“Benarkah salah satu kalian dijodohkan?” “Siapa yang kamu pilih?” “Apa perjodohan ini berpengaruh ke warisan Wicaksono?” Dan sebagainya. Pertanyaan terus dilayangkan oleh para wartawan selama di perjalanan ketiganya. Beruntung ada bodyguard yang menjaga mereka.
Yah, memang tidak ada yang menyangka soal Elaine, termasuk ketiga sahabatnya yang hanya bisa memandang dan mengamati dari jauh.
“Bebek tunangan??” Tanya Cesen dengan muka cengo. “Sama Andrew dan Nino??”
“Gre, lo tahu soal ini?” Tanya Sofia, Gracia hanya menggeleng. Jadi apakah ini alasan Elaine semalam meneleponnya tiba-tiba? Yah Gracia harus mencari tahu.
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m

-Jurimayu14-

4 comments:

  1. Wuwuw~ tinggal nunggu kehadiran Lele Kusnadi, pst makin seru ;))

    ReplyDelete
  2. Cool tapi masih nunggu kelanjutan two years later ama scandal blum kelar juga

    ReplyDelete
  3. Masih setia menggu kelanjutan walau lama :')

    ReplyDelete