Ciee update~ maaf ya lama banget.. utang gw banyak banget nih :'v
Tapi, jarak nih chapter ke chapter 4.. bakalan bakal lama banget.. soalnya gw belum bikin sama sekali ;'v
maaf banget ya..
Yaudah selamat membaca aja~~
Tapi, jarak nih chapter ke chapter 4.. bakalan bakal lama banget.. soalnya gw belum bikin sama sekali ;'v
maaf banget ya..
Yaudah selamat membaca aja~~
Princess Hours (JKT48)
Chapter 3
Berjalan pelan menelusuri lobby kampusnya, Elaine bagaikan
raga tanpa nyawa. Benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dia bingung, bingung
mengenai perjodohannya itu, harus menerima atau bagaimana... Yang jelas sepertinya
tidak mungkin ditolak, apapun usahanya percuma. Kedua orang tua-nya seakan
‘sudah bersiap’ dan ‘rela’ saja ditinggalkan oleh Elaine, terlihat seperti itu.
Elaine makin bingung. Apalagi, dia juga belum bilang pada ketiga sahabatnya, bagaimana
dengan SEGC nanti? Bagaimana hidupnya nanti?? Bahkan dia tidak yakin perjodohan
ini bener-bener ‘BENAR’ atau tidak.
“Kwek, lo kok diem aja sih?” Tanya Sofia. Saat ini tentunya
SEGC sedang makan bersama di kantin kampus mereka.
“Kejutan dari kita kurang?” Tanya Cesen.
“Ahaha, gak kok~” Jawab Elaine tertawa datar saja. Cesen dan
Sofia hanya membalasnya dengan ‘hoo’-an. Tapi, tidak dengan Gracia, dia bisa
menyadari ada sesuatu yang aneh dari Elaine.
“Kamu bener gak apa-apa?” Tanya Gracia dengan nada khawatir.
“Gapapa kok Gre, emang aku keliatan kenapa-kenapa, ya?”
Tanya Elaine balik sambil menatap Gracia balik.
“Iya, buktinya itu makanan di anggurin aja. Biasanya kan
bringas. Hehe.” Elaine hanya menatap sinis Gracia.
“Gw tau nih!!” Sofia tiba-tiba bersuara kembali. “Kwek kwek
lagi galau ya~~ Iya kan iya??” Ledek Sofia tiba-tiba. “Ciee kwek galau~~ abis
ulang tahun galau~~” Sofia terlihat begitu girang.
“Sof??”
“Ahh! Begitu, yah kayanya sih bener Sof..” Gracia tersenyum
jahil pada Elaine. “Duh!! Abis ulang tahun kok galau duh..” Gracia merangkul
Elaine.
“Aduh siapa sih yang galau?? Gak kok ah, gak!!” Jawab Elaine
membela diri.
“Yakin??” Tanya Sofia dengan wajah yang benar-benar meledek.
“Yakin! Yakin banget kok!!”
“Gak yakin ah kita!” Ucap Gracia lagi kali ini.
“Ciee bebek galau ihihiihi!!” Sofia dan Graciapun terus
meledek dan menjahili si bebek yang bisa dibilang sebenernya memang galau….
~~~
Sore itu, Elaine seorang diri berdiri di koridor kampusnya. Tidak
seperti biasanya, novel di tangannya itu hanya jadi teman yang diabaikan.
“Kwek.” Panggil pelan Gracia pada Elaine yang sedari tadi
masih diam memandang pemandangan kampusnya. “Elaine.” Sekali lagi Gracia coba
memanggil Elaine.
Namun, Elaine tetap diam. Tidak menjawab panggilan Gracia. Bukannya
tidak mau menjawab, tapi Elaine bingung harus memulai cerita darimana.
“Lo marah soal tadi, ya?” Tanya Gracia yang tetap tidak
digubris oleh Elaine.
Gracia hanya bisa menghembuskan nafasnya. Dia tahu ada
sesuatu yang disembunyikan oleh sahabat karibnya itu. Graciapun terus menunggu
dalam diam di samping Elaine.
“Gre.” Akhirnya Elaine bersuara.
“I-iya?” Dengan cepat, Gracia langsung menatap Elaine, namun
yang memanggilnya malah kembali diam. “Kwek? Kenapa? Sebenernya ada apa?”
“Kalo nanti kita berempat gak bisa lagi sering-sering
ngumpul atau main gimana ya?” Elaine akhirnya mengungkapkan apa yang
dipikirkannya semenjak kemarin-kemarin pada Gracia.
Tentu saja pertanyaan itu membuat Gracia bingung dan juga
kaget. “Maksud kamu? Emang kamu mau kemana?”
“Gak kok aku gak kemana-mana, cuman… mungkin... emm a-aku gak
tau sih apa yang akan terjadi, hanya saja, takut aja jadi terjadi…”
“Hah?” Gracia terlihat bingung. “Maksud kamu apa sih Kwek?
Jelasin yang bener dong…” Elaine kembali diam, bingung untuk berkata apa, yah
siapa yang bisa percaya dirinya dijodohkan dengan… entahlah dengan Andrew atau
Nino… “Berasa jadi kaya Cesen, tulalit gini aku…..” Ucap Gracia, sekali lagi
Elaine kembali diam.
Yah, Elaine kembali menahan ceritanya. Dan membiarkan waktu
yang ada terbuang percuma…
~~~
Yah, Elaine berharap sih berita dan kabar yang dibilang oleh ayahnya mengenai perjodohan dirinya sih hanya bercanda dan hanyalah mimpi. Tapi berbagai barang mewah yang masih ada dirumahnya, ‘hadiah’ dari kakek Andrew itu masih ada dan jelas benar-benar ada di dalam rumahnya.
“Jadi besok, aku harus benar-benar meninggalkan kamar dan
rumah yang aku tinggali selama 18 tahun ini?” Tanya Elaine sambil tiduran di
kamarnya pada salah satu boneka bebeknya. “Pyoo~ dan cuman kamu yang bakal ikut
sama aku.” Ucap Elaine kembali yang tanpa dia tahu, ibunya di depan kamarnya
mendengarkannya, ingin menangis rasanya…
Besok siangnya, utusan Pak Ajisapto yang sudah kita ketahui
yaitu pak Khrisna dengan supir dan para bodyguard -yang menurut Elaine sih
berlebihan- menjemputnya dengan mobil Limousine hitam yang mewah.
Anggep aja itu namanya "Pyoo" wkwk gw gak tau soalnya :v |
Ayah Elaine kenal baik dengan Pak Ajisapto, beliau juga
adalah bos dimana ayah Elaine bekerja. Itulah mengapa, ayahnya juga tidak
berani melawan atau menolak, selama hidup Elaine akan baik-baik saja disana.
Dan Elaine tetap akan diperbolehkan menghampiri orang tuanya, hanya ‘pindah
tempat tidur’ saja, anggapannya seperti itu.
Selama di perjalanan Elaine hanya terus diam, memandangi
jalanan yang terlihat diluar sana sambil memeluk Pyoo, boneka kesayangannya itu.
“Pak Khrisna maaf, boleh berhenti sebentar gak di toko kue
itu?” Tanya Elaine.
“Tentu saja nona.” Mobil itu berhenti, Elainepun turun,
melihat-lihat kue di dalamnya, dia memang gadis yang baik, berniat membelikan
kue untuk keluarga Wicaksono yang saat ini…..
Sedang berkumpul di ruang keluarga, untuk pertama kalinya
setelah sekian lama. Lengkap, ada Andrew, Nino, kedua ayah mereka dan tentunya…
Ajisapto Wicaksono.
“Apa kalian tahu apa alasan saya, mengumpulkan kalian?”
Tanya Pak Aji yang berdiri dengan tongkat di tangannya di depan keempatnya.
“Yang pasti ada sesuatu yang penting kan kek~” Jawab Andrew.
“Yah, sangat penting. Mungkin Andrew dan Nino tidak tahu,
tapi pasti Arlan dan Wisnu masih ingat dengan sahabat saya, Hartanto.” Pak
Ajisapto berhenti sesaat. “Kami punya perjanjian, akan menjodohkan cucu kami-”
“Cucu kami??” Tanya Wisnu -ayah Nino- “Itu artinya, ayah
belum menentukan antara Andrew atau Nino?”
“Iya tepat sekali. Memang belum. Dan bukan saya yang akan
menentukan, tapi cucu Hartanto. Siapapun yang dipilihnya, Andrew atau Nino, itulah
yang akan menjadi pewaris utama saya.” Pernyataan yang membuat Arlan dan Wisnu
membuka lebar kedua matanya. Sementara Andrew dan Nino mungkin terlihat cuek
dan terkesan tidak peduli. Terlihat Pak Ajisapto akan pergi. “Ahh saya lupa,
mulai hari ini, anak itu akan tinggal bersama kita, dan tentunya mulai akan
memilih. Terima kasih.” Ucap pak Ajisapto mengakhiri kata-katanya, namun ayah
Andrew…
“Tu-tunggu ayah! Gak bisa gitu! Bukannya sudah pasti harta
itu jatuh kepada Andrew sebagai cucu pertama? Ayah! Andrew sudah saya jodohkan
dengan putri keluarga Kusnadi!” Protes Arlan tiba-tiba. Andrew terlihat cuek
dan sibuk sendiri dengan HPnya.
“Kalo begitu… selamat Nino.” Ucap Pak Ajisapto sebelum
benar-benar pergi.
“Ayah! Tunggu!!” Panggil Arlan percuma. Ayahnya itu orang
yang keras dan tidak suka terima protes dari anaknya. Dengan kesal, Arlan pergi
tinggalkan Wisnu, Nino dan anaknya.
“Kirain apaan…” Ucap Andrew santai saja, lalu keluar dari
ruangan itu.
Yah, bila membicarakan harta warisan memang rasanya akan
mengerikan dan ribet. Tentunya seperti Arlan saat ini, di ruang kerjanya,
mondar-mandir dalam bingungnya. Padahal anaknya yang dijodohkan itu terlihat
duduk-duduk santai di depannya, tak peduli.
“Andrew!!” Panggil sang ayah keras dan terkesan kasar. “Kamu
ini gimana sih?! Bantu papa mikir dong!!”
“Mikir apa sih, Pah? Toh kan ini udah keputusan kakek, mana
bisa diganggu gugat.” Jawab Andrew, ayahnya lalu duduk dalam kepusingan yang
dibuatnya sendiri.
“Kalo kita batalin perjodohan kamu dengan keluarga Kusnadi,
bisa bahaya buat perusahaan kita. Tapi kalo kamu tetap menikah dengan putri
Kusnadi itu, kita akan kehilangan warisan kakek kamu? Apa mau kakek kamu
sebenernya?”
“Yah, mana Andrew tahu… Yaudahlah Andrew mau ke kamar,
ngantuk.” Jawab Andrew malas, lalu pergi meninggalkan ayahnya yang terus
memanggil namanya.
Dari perpustakaan rumah mereka, Andrew menatap kedatangan
gadis itu, begitu juga Nino yang sedang menjaga ibunya di kamar sang ibu.
Menatap Elaine yang terlihat berusaha tersenyum saat tiba di rumah megah
keluarga Wicaksono, dengan boneka dan kue di tangannya.
“Silahkan nona, ini kamar anda.” Ucap Pak Khrisna membukakan
pintu kamar Elaine, yang begitu megah dan luas tentunya. “kamar mandi anda ada
disana dan seragam baru anda sudah di sediakan di lemari.”
“Seragam baru??” Tanya Elaine heran.
“Dan ini bu Marni, yang akan membantu anda dan mengurus
segala keperluan anda.” Ucap Pak Khrisna kembali sambil menunjuk seorang
ibu-ibu paruh baya, tidak jauh dari umur ibu Elaine sendiri.
Bu Marni: Kepala
Pelayan Wanita. Pengurus keperluan ibu Nino dan akan mengurus Elaine juga.
“A-ahh iya. Aku Elaine.” Ucap Elaine sedikit membungkuk, Bu
Marnipun mengangguk dan membungkuk hormat.
“Ada lagi yang bisa saya bantu nona?” Tanya pak Khrisna
kembali.
“Ahh emm. Ahh ini, bisa tolong kasih ke… Pak Ajisapto?” Tanya
Elaine sambil menyerahkan plastic kuenya pada Pak Khrisna.
“Tentu saja nona. Ada lagi?” Elaine menggeleng. “Baiklah. Kalau
begitu kami permisi dulu.” Pak Khrisna dan Bu Marnipun meninggalkan Elaine
seorang diri, membiarkan gadis itu untuk beradaptasi terlebih dahulu dengan
kamar barunya.
Sambil masih menggendong Pyoo, Elaine mengelilingi kamar
barunya yang luas itu, tempat tidurnya mewah, terdapat sofa, TV bahkan kulkas
juga di kamarnya itu. Mengingat perkataan Pak Khrisna, Elaine mengecek lemari
bajunya, dan ternyata benar, sudah ada seragam barunya menggantung disana.
Elaine lalu duduk, nafasnya yang begitu berat dia hembuskan. Bersiap memulai
hidup baru…
~~~
Tok-tok!
Pintu kayu lebar itu diketuk.
“Masuk.” Jawab sang penghuni dari dalam. Terlihat Pak
Khrisna masuk lalu membungkuk hormat, dengan plastic berisi kue dari Elaine
ditangannya.
“Ada apa Khrisna?”
“Mohon maaf saya mengganggu Anda, Pak. Ini, ada kue dari
nona muda Elaine, cucu tuan Hartanto untuk anda.” Jelas pak Khrisna yah pada Pak
Ajisapto..
“Kue? Untuk saya?” Pak Ajisapto terlihat bingung, lalu
mengambil plastic tersebut. “Baiklah makasih, kamu boleh keluar.” Pak
Khrisnapun pergi keluar setelah kembali membungkuk hormat. Pak Ajisapto mulai
membuka plastic dan kotak kue tersebut. “Haha. Kue bentuk bebek? Ahaha Hartanto!!
Dia benar-benar cucumu!! Bwahahaha.” Entah kenapa tawa Pak Ajisapto pecah di
kamarnya.
Sang kakek tertawa dengan girangnya, sementara 3 cucunya…
berdiam diri di kamarnya masing-masing…
Jadi, keputusan ada di tangan Elaine. Siapa yang akan
dipilihnya? Apa yang akan terjadi keesokan harinya? Tidak ada yang tahu…
~~~
Keesokan harinya…
Elaine memang gadis yang rajin, bangun tepat waktu di pagi
hari, di hari libur sekalipun. Di hari pertamanya ‘tidak memberi’ alias
‘mengambil’ pekerjaan anak buah Bu Marni, dengan telah terlebih dahulu
membereskan tempat tidurnya, bahkan satu kamarnya.
Elaine sudah melakukan kegiatan paginya hanya satu yang
belum…. Memberi makan perutnya, jujur saja dia masih bingung, semalam dia
memilih mengabaikan suara di perutnya, tapi pagi ini? Tentunya tidak bisa… tapi
Elaine tidak bisa seenaknya… sekarang dia bukan di rumahnya sendiri, Elaine
bisa gila sendiri rasanya.
CKLEK
Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka, terlihat sosok yang tidak
disangka Elaine masuk ke dalam kamarnya.
“Pagi Elaine.” Sapa Pak Ajisapto sambil tersenyum pada gadis
itu. Elaine langsung membungkuk tanda hormat. “Ahh duduklah, santai saja sama
saya.” Elainepun duduk dan senyam-senyum, rasanya begitu canggung.
“Senyummu benar-benar mirip kakekmu hey!” Ucap pak Ajisaptop
sambil merangkul Elaine. “Sudah lama tidak melihat sosok gadis cantik di rumah
ini semenjak istri Arlan meninggal dan Mira mengurung diri di kamarnya.” Mira?
Mira siapa? Walau bingung dengan berbagai hal, Elaine menyimpan pertanyaannya
dalam hatinya. “Ah iya, gimana kabar bapak kamu?”
“Ayah? Ayah baik-baik saja, Pak.”
“Hey~ jangan panggil pak, panggil kakek~~ oke~”
“I-iya Pak.. eh maksudku.. Kek..”
“Nah gitu! Ahh sudah waktunya sarapan, kakek tunggu di ruang
makan, kakek akan kenalkan kamu ke Andrew dan Nino, bersiaplah~” Pak Ajisapto
lalu berdiri dan mulai berjalan ke arah pintu kamar Elaine. “Ahh, jangan lupa.
Dandan yang cantik.” Tambah Pak Ajisapto sebelum pergi tinggalkan Elaine.
Elaine masih ragu dan bingung, namun dirinya sudah ditunggu,
Elainepun berdandan tidak menor tapi cukup manis dan juga penampilannya rapih. Perlahan
Elaine menuju ruang makan megah keluarga Wicaksono. Bukan makanan yang menjadi
perhatian Elaine –walau perutnya udah nyanyi-nyanyi sih- tapi jumlah kursi dan
set alat makan yang disediakan. Kakeknya, Pak Ajisapto maksudnya, duduk di
tengah, Andrew dan Nino duduk berhadapan, dengan kedua sisi kakan-kiri mereka
ada kursi kosong, tentunya tempat duduk sang ayah dekat dengan sang kakek. Tapi
mengapa satu sisi Nino tidak ada kursinya? Jumlah set alat makan disediakan
untuk 7 orang, tapi jumlah kursi hanya ada 6, apa artinya orang yang duduk di
sebelah Nino tidak perlu kursi? Lagi, berbagai pertanyaan muncul di benak
Elaine.
“Ahh, nak Elaine~ ayo sini. Andrew, Nino kenalkan ini
Elaine, kalau kalian belum tahu, dia juga kuliah di Universitas kakek, benar
kan?”
“I-iya.” Jawab Elaine tersenyum, senyum itu disambut balik
hangat oleh Nino tapi tidak dengan Andrew yang asik makan seorang diri.
“Ayo duduk nak Elaine, duduk di sebelah Andrew. Kamu
beruntung Andrew, bisa manfaatin posisi ini untuk pedekate, hahaha~~~” Akhirnya
keempatnya memulai sarapan pagi mereka, yah hanya berempat…
“Ahh, Nino atau Andrew, bisa salah satu dari kalian
mengantar Elaine untuk berkeliling rumah kita?” Tanya sang kakek saat sarapan
pagi mereka sudah selesai.
“Andrew masih ada urusan, si Nino aja.” Ucap Andrew lalu
pergi meninggalkan ruang makan.
“Ahh anak itu, kalau begitu kakek minta tolong sama kamu ya
Nino.”
“Iya, Kek.” Ucap Nino sambil membungkuk hormat. Sementara itu
Elaine, matanya melihat ke arah lain. Mata yang melihat lagi dan lagi, punggung
Andrew. Sosok dari belakang yang menggoda dirinya untuk tetap melihat kepergian
pemuda itu.
~~~
“Kalo gitu kita mulai dari lantai paling atas?” Ninopun mulai mengantarkan Elaine berkeliling, memperlihatkan ruangan-ruangan standar seperti ruang tamu, ruang makan, dapur, tempat-tempat pribadi seperti kamar, ruang kerja. Lalu ruangan-ruangan ‘wah’ seperti perpustakaan, ruang bermain, hingga mini bioskop. Dan akhirnya tiba di halaman belakang yang…
“A…a…a… i-ini…” yang super luasss, membuat Elaine cengo dan
membuka lebar mulutnya.
“Dulu, disini sering adain pesta outdoor, namun semenjak ibu
sakit….” Terlihat wajah Nino berubah murung. “Ah maaf, mau kuantar liat
sekeliling?”
“Liat sekililing? Dengan?”
“Ikut aku..” Ucap Nino, sambil berjalan ke sebuah gudang?
Bagasi? Atau apa entahlah, Elaine ikut-ikut saja, karena selama di jalan,
perhatiannya tertuju pada bunga-bunga yang mengelilingi rumah besar itu.
“Bunga-bunga ini…” Ucap Elaine menghentikan langkah Nino. “Aku
suka banget bunga pink lily!!” Ucap Elaine kembali sambil tersenyum manis.
“Bunga-bunga yang ada disini sebenernya bunga yang dari dulu
di rawat tante Lucy.” Ucap Nino entah kenapa wajahnya lagi-lagi terlihat sedih.
“Tante Lucy?”
“Almarhumah, mendiang ibu Andrew.”
“A-Ahh.. Ma-maaf aku gak tahu..” Elaine langsung menunduk
tak enak. Tapi, Nino hanya tersenyum, lalu kembali melanjutkan perjalanan.
Dengan mobil listrik kecil Nino mengajak Elaine berkeliling,
selain kolam renang, ternyata halaman belakang ini tidak hanya terdapat
pohon-pohon hijau yang tentunya terawat, tapi juga ada lapangan basket, tempat
latihan menembak yang jadi favorit Andrew dan Nino, sampai danau buatan.
Ninopun berhenti di danau itu, karena Elaine terlihat excited saat melihatnya.
Mata gadis itu berinar, Nino hanya tersenyum kecil melihatnya.
Baru mobil berhenti, Elaine langsung berlari ke arah danau
itu dengan girangnya.
“Ahh!! Ya, ampun! Indah banget.” Ucap girang Elaine. Lagi,
Nino hanya tersenyum kecil. “Coba ada bebeknya~~” Ucap Elaine sambil
menggembungkan pipinya begitu menggemaskan.
“Be-bebek??”
“Ahahaha, gak kok, cuman bercanda.” Keduanya tertawa begitu
girang, tanpa diketahui sesungguhnya dari balkon kamarnya, dengan menggunakan
teleskop, Andrew memperhatikan keduanya dari tadi.
~~~
Kini, Elaine berangkat ke sekolah bersama Andrew dan Nino, suasana di limousine itu terasa begitu canggung. Nino hanya diam memandang pemandangan di luar sana sementara Andrew diam sambil mendengar music dengan menggunakan earphone yang menyolok di HPnya. Elaine –yang duduk di antara keduanya- hanya bisa menghela nafasnya.
Setibanya di Universitas megah mereka, yang menyambut ketiga
orang itu bukanlah para mahasiswa atau mahasiswi fans Andrew, tetapi sekumpulan
wartawan dan pers. Saat ketiganya turun dari mobil, mereka langsung dikerubungi,
dengan berbagai macam tipe kamera yang mengambil gambar mereka. Juga, dengan
alat-alat lainnya. Membuat Elaine benar-benar terkejut –juga risih-.
“Benarkah salah satu kalian dijodohkan?” “Siapa yang kamu
pilih?” “Apa perjodohan ini berpengaruh ke warisan Wicaksono?” Dan sebagainya.
Pertanyaan terus dilayangkan oleh para wartawan selama di perjalanan ketiganya.
Beruntung ada bodyguard yang menjaga mereka.
Yah, memang tidak ada yang menyangka soal Elaine, termasuk
ketiga sahabatnya yang hanya bisa memandang dan mengamati dari jauh.
“Bebek tunangan??” Tanya Cesen dengan muka cengo. “Sama
Andrew dan Nino??”
“Gre, lo tahu soal ini?” Tanya Sofia, Gracia hanya
menggeleng. Jadi apakah ini alasan Elaine semalam meneleponnya tiba-tiba? Yah
Gracia harus mencari tahu.
TBC
---------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih telah membaca. Ditunggu komennya :)
Sankyuu~~ m(__)m
-Jurimayu14-
Wuwuw~ tinggal nunggu kehadiran Lele Kusnadi, pst makin seru ;))
ReplyDeleteLele di masukin gak ka ru ?
ReplyDeleteCool tapi masih nunggu kelanjutan two years later ama scandal blum kelar juga
ReplyDeleteMasih setia menggu kelanjutan walau lama :')
ReplyDelete